Anda di halaman 1dari 22

BAB II

KONSEP DASAR

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Tulang belakang adalah susunan terintegrasi dari jaringan tulang, ligamen, otot,
saraf dan pembuluh darah yang terbentang mulai dari dasar tengkorak (basis cranii),
leher, dada, pinggang bawah hingga panggul dan tulang ekor. Fungsinya adalah sebagai
penopang tubuh bagian atas serta pelindung bagi struktur saraf dan pembuluh-pembuluh
darah yang melewatinya.
Tulang belakang tersusun dari tulang-tulang pendek berupa ruas-ruas tulang
sejumlah lebih dari 30 buah. Tulang-tulang tersebut berjajar dari dasar tengkorak sampai
ke tulang ekor dengan lubang di tengah-tengah setiap ruas tulang (canalis vertebralis),
sehingga susunannya menyerupai seperti terowongan panjang. Saraf dan pembuluh darah
tersebut berjalan melewati canalis vertebralis dan terlindung oleh tulang belakang dari
segala ancaman yang dapat merusaknya.
Antara setiap ruas tulang belakang terdapat sebuah jaringan lunak bernama diskus
intervertebra, yang berfungsi sebagai peredam kejut (shock absorption) dan menjaga
fleksibilitas gerakan tulang belakang, yang cara kerjanya mirip dengan shock breaker
kendaraan kita. Di setiap ruas tulang juga terdapat 2 buah lubang di tepi kanan dan kiri
belakang tulang bernama foramen intervertebra, yaitu sebuah lubang tempat berjalannya
akar as well as free slots at piggy saraf dari canalis vertebra menuju ke seluruh tubuh.
Saraf-saraf tersebut keluar melalui lubang itu dan mempersarafi seluruh tubuh baik dalam
koordinasi gerakan maupun sensasi sesuai daerah persarafannya.

1
Tulang belakang terdiri dari 4 segmen, yaitu segmen servikal (terdiri dari 7 ruas
tulang), segmen torakal (terdiri dari 12 ruas tulang), segmen lumbal (terdiri dari 5 ruas
tulang) serta segmen sakrococygeus (terdiri dari 9 ruas tulang). Diskus intervertebra
terletak mulai dari ruas tulang servikal ke-2 (C2) hingga ruas tulang sakrum pertama (S1).
Di luar susunan tulang belakang, terdapat ligamen yang menjaga posisi tulang
belakang agar tetap kompak dan tempat melekatnya otot-otot punggung untuk pergerakan
tubuh kita. Ligamen dan otot tulang belakang berfungsi sebagai koordinator pergerakan
tubuh.
Posisi tulang belakang yang normal akan terlihat lurus jika dilihat dari depan atau
belakang. Jika dilihat dari samping, segmen servikal akan sedikit melengkung ke depan
(lordosis) sehingga kepala cenderung berposisi agak menengadah. Segmen torakal akan
sedikit melengkung ke belakang (kyphosis) dan segmen lumbal akan melengkung
kembali ke depan (lordosis).
Kelainan dari susunan anatomis maupun perbedaan posisi tulang belakang yang
normal tersebut, dapat berakibat berbagai keluhan dan gangguan yang bervariasi. Keluhan
dan gangguan tersebut akan berakibat terganggunya produktivitas dan kualitas hidup
seseorang. Tidak jarang keluhan tersebut berakibat nyeri yang hebat, impotensi, hilangnya
rasa (sensasi) hingga kelumpuhan.
Maka tak heran banyak orang berpendapat, bahwa sehat berawal dari tulang
belakang. Ungkapan tersebut tidaklah berlebihan, karena tulang belakang kita
bertanggung jawab penuh terhadap perlindungan saraf dan pembuluh darah, serta
kekuatan menopang tubuh kita setiap harinya beserta gerakan-gerakan yang
ditimbulkannya. Kita perlu mengetahui, bagaimana merawat dan mencegah timbulnya
keluhan dan gangguan tulang belakang kita. Jika pun terlanjur timbul keluhan, penting
sekali bagi kita untuk mengetahui penyakit yang diderita, agar tidak terjadi kesalahan
diagnosa dan salah terapi yang tak jarang menimbulkan komplikasi serius.

Ligamen dan otot


Untuk memperkuat dan menunjang tugas tulang belakang dalam menyangga berat
badan, maka tulang belakang di perkuat oleh otot dan ligament, antara lain :
Ligament:

2
1 Ligament Intersegmental(menghubungkan seluruh panjang tulang belakang dari ujung
ke ujung):
a Ligament Longitudinalis Anterior
b Ligament Longitudinalis Posterior
c Ligament praspinosum
2 Ligament Intrasegmental(Menghubungkan satu ruas tulang belakang ke ruas yang
berdekatan)
a Ligamentum Intertransversum
b Ligamentum flavum
c Ligamentum Interspinosum
3 Ligamentum-ligamentum yang memperkuat hubungan di antara tulang occipitalis
dengan vertebra CI dengan C2, dan ligamentum sacroilliaca di antara tulang sacrum
dengan tulang pinggul Otot-otot:
a Otot-otot dinding perut
b Otot-otot extensor tulang punggung
c Otot gluteus maximus
4 Otot Flexor paha ( illopsoas )
5 Otot hamstrings Tulang vertebrae terdri dari 33 tulang:
a 7 buah tulang servikal
b 12 buah tulang torakal
c 5 buah tulang lumbal
d 5 buah tulang sacral

Tulang servikal, torakal dan lumbal masih tetap dibedakan sampai usia berapapun,
tetapi tulang sacral dan koksigeus satu sama lain menyatu membentuk dua tulang yaitu
tulang sakrum dan koksigeus. Diskus intervertebrale merupakan penghubung antara dua
korpus vertebrae. Sistem otot ligamentum membentuk jajaran barisan (aligment) tulang
belakang dan memungkinkan mobilitas vertebrae.

3
Fungsi kolumna vertebralis adalah menopang tubuh manusia dalam posisi tegak, yang
secara mekanik sebenarnya melawan pengaruh gaya gravitasi agar tubuh secara seimbang
dan tetap tegak.
Vertebra servikal, torakal, lumbal bila diperhatikan satu dengan yang lainnya ada
perbedaan dalam ukuran dan bentuk, tetapi bila ditinjau lebih lanjut tulang tersebut
mempunyai bentuk yang sama. Korpus vertebrae merupakan struktur yang terbesar
karena mengingat fungsinya sebagai penyangga berat badan. Prosesus transverses terletak
pada ke dua sisi korpus vertebra, merupakan tempat melekatnya otot-otot punggung.
Sedikit ke arah atas dan bawah dari prosesus transverses terdapat fasies artikularis
vertebrae dengan vertebrae yang lainnya. Arah permukaan facet joint
mencegah/membatasi gerakan yang berlawanan arah dengan permukaan facet joint.
Pada daerah lumbal facet letak pada bidang vertical sagital memungkinkan gerakan
fleksi dan ekstensi ke arah anterior dan posterior. Pada sikap lordosis lumbalis
(hiperekstensi lubal) kedua facet saling mendekat sehingga gerakan kalateral, obique dan
berputar terhambat, tetapi pada posisi sedikit fleksi kedepan (lordosis dikurangi) kedua
facet saling menjauh sehingga memungkinkan gerakan ke lateral berputar.
Bagian lain dari vertebrae, adalah lamina dan predikel yang membentuk arkus
tulang vertebra, yang berfungsi melindungi foramen spinalis. Prosesus spinosus
merupakan bagian posterior dan vertebra yang bila diraba terasa sebagai tonjolan,
berfungsi tempat melekatnya otot-otot punggung. Diantara dua buah buah tulang
vertebrae terdapat diskusi intervertebralis yang berfungsi sebagai bentalan atau shock
absorbers bila vertebra bergerak Diskus intervertebralis terdiri dari annulus fibrosus
yaitu masa fibroelastik yang membungkus nucleus pulposus, suatu cairan gel kolloid yang
mengandung mukopolisakarida. Fungsi mekanik diskus intervertebralis mirip dengan
balon yang diisi air yang diletakkan diantara ke dua telapak tangan. Bila suatu tekanan
kompresi yang merata bekerja pada vertebrae maka tekanan itu akan disalurkan secara
merata ke seluruh diskus intervertebralis. Bila suatu gaya bekerja pada satu sisi yang lain,
nucleus polposus akan melawan gaya tersebut secara lebih dominan pada sudut sisi lain
yang berlawanan. Keadaan ini terjadi pada berbagai macam gerakan vertebra seperti
fleksi, ekstensi, laterofleksi.
Ligamentum spinalis berjalan longitudinal sepanjang tulang vertebrae. Ligamentum
ini berfungsi membatasi gerak pada arah tertentu dan mencegah robekan. Diskus
intervebralis dikelilingi oleh ligamentum anterior dan ligamnetum posterior. Ligamentum
longitudinal anterior berjalan di bagian anterior corpus vertebrae, besar dan kuat,
berfungsi sebagai alat pelengkap penguat antara vertebrae yang satu dengan yang

4
lainnya. ligamentum longitudinal posterior berjalan di bagian posterior corpus vertebrae,
yang juga turut memebntuk permukaan anterior kanalis spinalis. Ligamentum tersebut
melekat sepanjang kolumna vertebralis, sampai di daerah lumbal yaitu setinggi L 1,
secara progresif mengecil, maka ketika mencapai L 5 sacrum ligamentum tersebut
tinggal sebagian lebarnya, yang secara fungsional potensiil mengalami kerusakan.
Ligamentum yang mengecil ini secara fisiologis merupakan titik lemah dimana gaya
statistik bekerja dan dimana gerakan spinal yang terbesar terjadi, disitulah mudah terjadi
cidera kinetik.
Otot punggung bawah dikelompokkan kesesuai dengan fungsi gerakannya. Otot yang
berfungsi mempertahankan posisi tubuh tetap tegak dan secara aktif mengekstensikan
vertebrae lumbalis adalah :
a M. quadraus lumborum
b M. Sacrospinalis
c M. intertransversarii
d M. interspinalis.

Otot fleksor lumbalis adalah muskulus abdominalis mencakup :


a M. obliqus eksternus abdominis
b M. internus abdominis
c M. transversalis abdominis
d M. rectus abdominis
e M. psoas mayor
f M. psoas minor

Otot latero fleksi lumbalis adalah


a M. quadratus lumborum
b M. psoas mayor dan minor
c M. abdominis dan M. intertransversarii.

B. PENGERTIAN
Skoliosis adalah kelainan tulang belakang (vertebra) berupa lengkungan ke lateral
(samping). Dari sudut pandang kedokteran, setiap tulang belakang yang mempunyai
kelengkungan ke samping adalah abnormal (Perdosri 2002).
Skoliosis adalah Lengkungan kearah lateral dari tulang belakang. Keadaan ini
selalu merupakan kondisi yang patologis. Hal itu dapat disertai kifosis tulang belakang
(kifoskoliois) atau lordosis (lordoskoliois) (Neuwith, 2001).
Skoliosis adalah lengkungan (curvature) lateral tulang punggung, yang selalu
merupakan kondisi patologik. Hal itu dapat disertai kifosis tulang belakang (kifoskoliosis)
atau lordosis (lordoskoliosis) (Tamin, 2010).

5
Kesimpulan Skoliosis adalah keadaan kelainan pada tulang belakang yang
terdapat lengkungan ke arah samping yang merupakan kondisi patologi. Skoliosis sendiri
dapat terjadi akibat kebiasan yang buruk, seperti membawa tas di sebelah sisi, posisi
duduk yang tidak benar. Kondisi ini perlu mendapatkan intervensi fisioterapis berupa
terapi latihan (Slamet, 2001).

C. KLASIFIKASI
Skoliosis dibagi dalam dua jenis yaitu struktural dan bukan struktural :
1. Skoliosis struktural
Skoliosis tipe ini bersifat irreversibel ( tidak dapat di perbaiki ) dan dengan
rotasi dari tulang punggung Komponen penting dari deformitas itu adalah rotasi
vertebra, processus spinosus memutar kearah konkavitas kurva.

Tiga bentuk skosiliosis struktural yaitu :


a. Skosiliosis Idiopatik. adalah bentuk yang paling umum terjadi dan diklasifikasikan
menjadi 3 kelompok :
1) Infantile : dari lahir - 3 tahun.
2) Anak-anak : 3 tahun 10 tahun.
3) Remaja : Muncul setelah usia 10 tahun ( usia yangpaling umum ).
b. Skoliosis Kongenital adalah skoliosis yang menyebabkan malformasi satu atau
lebih badan vertebra.
c. Skoliosis Neuromuskuler, anak yang menderita penyakit neuromuskuler (seperti
paralisis otak, spina bifida, atau distrofi muskuler) yang secara langsung
menyebabkan deformitas.
2. Skoliosis nonstruktural ( Postural )
Skoliosis tipe ini bersifat reversibel (dapat dikembalikan ke bentuk semula), dan
tanpa perputaran (rotasi) dari tulang punggung. Pada skoliosis postural, deformitas
bersifat sekunder atau sebagai kompensasi terhadap beberapa keadaan diluar tulang
belakang, misalnya dengan kaki yang pendek, atau kemiringan pelvis akibat
kontraktur pinggul, bila pasien duduk atau dalam keadaan fleksi maka kurva tersebut
menghilang.
Ada tiga tipe-tipe utama lain dari scoliosis :
a. Functional: Pada tipe scoliosis ini, spine adalah normal, namun suatu lekukan
abnormal berkembang karena suatu persoalan ditempat lain didalam tubuh. Ini
dapat disebabkan oleh satu kaki adalah lebih pendek daripada yang lainnya atau
oleh kekejangan-kekejangan di punggung.
b. Neuromuscular: Pada tipe scoliosis ini, ada suatu persoalan ketika tulang-tulang
dari spine terbentuk. Baik tulang-tulang dari spine gagal untuk membentuk
sepenuhnya, atau mereka gagal untuk berpisah satu dari lainnya.Tipe scoliosis ini

6
berkembang pada orang-orang dengan kelainan-kelainan lain termasuk kerusakan-
kerusakan kelahiran, penyakit otot (muscular dystrophy), cerebral palsy, atau
penyakit Marfan. Jika lekukan hadir waktu dilahirkan, ia disebut congenital. Tipe
scoliosis ini seringkali adalah jauh lebih parah dan memerlukan perawatan yang
lebih agresif daripada bentuk-bentuk lain dari scoliosis.
c. Degenerative: Tidak seperti bentuk-bentuk lain dari scoliosis yang ditemukan
pada anak-anak dan remaja-remaja, degenerative scoliosis terjadi pada dewasa-
dewasa yang lebih tua. Ia disebabkan oleh perubahan-perubahan pada spine yang
disebabkan oleh arthritis. Kelemahan dari ligamen-ligamen dan jaringan-jaringan
lunak lain yang normal dari spine digabungkan dengan spur-spur tulang yang
abnormal dapat menjurus pada suatu lekukan dari spine yang abnormal.

Lain-Lain: Ada penyebab-penyebab potensial lain dari scoliosis, termasuk tumor-


tumor spine seperti osteoid osteoma. Ini adalah tumor jinak yang dapat terjadi pada spine
dan menyebabkan nyeri/sakit. Nyeri menyebabkan orang-orang untuk bersandar pada sisi
yang berlawanan untuk mengurangi jumlah dari tekanan yang diterapkan
pada tumor.Ini dapat menjurus pada suatu kelainan bentuk spine (Ngastiyah, 2005).

D. ETIOLOGI/PREDISPOSISI
Penyebab terjadinya skoliosis belum diketahui secara pasti, tapi dapat diduga
dipengaruhi oleh diantaranya kondisi osteopatik, seperti fraktur, penyakit tulang, penyakit
arthritis, dan infeksi. Scoliosis tidak hanya disebabkan oleh sikap duduk yang salah.
Menurut penelitian di Amerika Serikat, memanggul beban yang berat seperti tas
punggung, bisa menjadi salah satu pemicu scoliosis.
Terdapat 3 penyebab umum dari skoliosis:
1. Kongenital (bawaan), biasanya berhubungan dengan suatu kelainan dalam
pembentukan tulang belakang atau tulang rusuk yang menyatuh.
2. Neuromuskuler, pengendalian otot yang buruk atau kelemahan otot atau kelumpuhan
akibat penyakit berikut :Cerebral palsy, Distrofi otot, Polio, Osteoporosis juvenile.
3. Idiopatik, penyebabnya tidak diketahui (Sylvia Anderson, 2005).

E. PATOFISIOLOGI
Scoliosis adalah kondisi abnormal lkukan tulang belakang, scoliosis diturunkan,
serta umumnya sudah terjadi sejak masa kanak-kanak. Penyebabnya tidak diketahui dan
sama sekali tidak ada kaitannya dengan postur tubuh, diet, olahraga, dan pemakaian back
pack. Dan ternyata, anak perempuan lebih sering terkena ketimbang laki-laki. Penyebab
lain dari scoliosis yaitu infeksi kuman TB daerah korpus vertebra (spondiliatis) dan
terjadi perlunakan korpus.

7
Perubahan postural berupa lengkungan berbentuk huruf S dan C terjadi pada tulang
spinal atau termasuk rongga tulang spinal. Derajat lengkungan penting untuk di ketahui
apakah terjadi penekanan pada paru-paru dan jantung. Umumnya, scoliosis tidak akan
memburuk, dan yang terpenting adalah lakukan cek up secara teratur (setiap 3 sampai 6
bulan). Catatan : bila kondisi yang berat, bila terjadi nyeri punggung, kesulitan bernapas,
atau kelainan bentuk tubuh. Bisa jadi anak perlu brace (alat khusus) atau harus dioperasi.
Tidak ada patokan baku untuk membantu membuat keputusan penanganan scoliosis,
karena sangat dipengaruhi usia anak, derajat pembengkokan tulang puggung, serta
prediksi tingkat keparahan sejalan dengan pertumbuhannya.

F. MANIFESTASI KLINIK
Gejalanya berupa:
1. Tulang belakang melengkung secara abnormal ke arah samping.
2. Bahu dan/atau pinggul kiri dan kanan tidak sama tingginya.
3. Nyeri punggung.
4. Kelelahan pada tulang belakang setelah duduk atau berdiri lama.
5. Skoliosis yang berat (dengan kelengkungan yang lebih besar dari 60%) bisa
menyebabkan gangguan pernafasan (Suratun, 2008).

G. KOMPLIKASI
Komplikasi disebabkan skoliosis bisa berlangsung bila tak dilakukan dengan baik,
tetapi hal semacam ini tidak sering berlangsung. Di bawah ini yaitu sebagian komplikasi
skoliosis yang mungkin saja berlangsung.
1. Permasalahan jantung serta paru-paru.
Pada skoliosis yang kronis atau yang tulang belakangnya melengkung kian
lebih 70 akan mengalami kesulitan bernapas serta jantung akan kesulitan untuk
memompa darah ke semua badan juga sebagai disebabkan tertekannya jantung serta
paru-paru oleh rongga dada.
2. Permasalahan punggung.
Nyeri punggung periode panjang serta artritis umumnya menerpa orang
dewasa yang waktu kecil menanggung derita keadaan skoliosis. Memanglah, tak
seluruhnya skoliosis mempunyai efek yang membahayakan untuk badan. Ada yang
sekedar hanya berikan rasa tak nyaman di bagian-bagian badan, tetapi badan kita juga
cepat beradaptasi dengan ketidaknyamanan itu serta rasa sakit tak terkena dengan cara
segera, hingga kita kerap tak terasa tak perlu memperbaikinya. Biasanya di umur 40
tahunlah keluhan-keluhan sekitar pinggang serta tulang belakang mulai bermunculan,
yang umumnya erat hubungannya dengan skoliosis. Bila dilewatkan terus-terusan,
otot akan terasa lelah serta sakit.

8
Ada 3 jenis awal pembentukan skoliosis. Di umur 0-3 th. (Infantile) dimana
kemiringan tulang telah tampak mulai sejak bayi. Umur 4-10 th. (Juvenile) serta 10-
15 th. (Adolescence) yang disebut bagian dimana tulang tumbuh tetapi
pertumbuhannya tak benar. Pada bagian inilah terapi-terapi perbaikan tulang seperti
chiropractic sangatlah bermanfaat untuk melakukan perbaikan tulang, dibanding
waktu kita datang di umur sesudah tulang berhenti tumbuh (19 th. ke atas). Terapi
chiropractic baik untuk kembalikan keadaan tulang ke posisi normal.

H. PENATALAKSANAAN
Tujuan dilakukannya tatalaksana pada skoliosis meliputi 4 hal penting :
1. Mencegah progresifitas dan mempertahankan keseimbangan
2. Mempertahankan fungsi respirasi
3. Mengurangi nyeri dan memperbaiki status neurologis
Adapun pilihan terapi yang dapat dipilih, dikenal sebagai The three Os adalah :
1. Observasi
Pemantauan dilakukan jika derajat skoliosis tidak begitu berat, yaitu <25 pada
tulang yang masih tumbuh atau <50 pada tulang yang sudah berhenti
pertumbuhannya. Rata-rata tulang berhenti tumbuh pada saar usia 19 tahun.
Pada pemantauan ini, dilakukan kontrol foto polos tulang punggung pada waktu-
waktu tertentu. Foto kontrol pertama dilakukan 3 bulan setelah kunjungan pertama ke
dokter. Lalu sekitar 6-9 bulan berikutnya bagi yang derajat <20 dan 4-6 bulan bagi
yang derajatnya >20.
2. Orthosis
Orthosis dalam hal ini adalah pemakaian alat penyangga yang dikenal dengan
nama brace. Biasanya indikasi pemakaian alat ini adalah :
a. Pada kunjungan pertama, ditemukan derajat pembengkokan sekitar 30-400
b. Terdapat progresifitas peningkatan derajat sebanyak 25 derajat.
Jenis dari alat orthosis ini antara lain :
a. Milwaukee brace

b. Boston brace

9
c. Charleston bending brace

Alat ini dapat memberikan hasil yang cukup signifikan jika digunakan secara
teratur 23 jam dalam sehari hingga 2 tahun setelah menarche.
3. Operasi
Tidak semua skoliosis dilakukan operasi. Indikasi dilakukannya operasi pada
skoliosis adalah :
a. Terdapat progresifitas peningkatan derajat pembengkokan >40-45 derajat pada
anak yang sedang tumbuh
b. Terdapat kegagalan setelah dilakukan pemakaian alat orthosis
c. Terdapat derajat pembengkokan >50 derajat pada orang dewasa
Penyebab

1. Nonstruktural : Skoliosis tipe ini bersifat reversibel (dapat dikembalikan ke bentuk


semula), dan tanpa perputaran (rotasi) dari tulang punggung
a. Skoliosis postural : disebabkan oleh kebiasaan postur tubuh yang buruk
b. Spasme otot dan rasa nyeri, yang dapat berupa :
1) Nyeri pada spinal nerve roots : skoliosis skiatik
2) Nyeri pada tulang punggung : dapat disebabkan oleh inflamasi atau keganasan
3) Nyeri pada abdomen : dapat disebabkan oleh apendisiti

10
c. Perbedaan panjang antara tungkai bawah
1) Actual shortening
2) Apparent shortening :
a) Kontraktur adduksi pada sisi tungkai yang lebih pendek
b) Kontraktur abduksi pada sisi tungkai yang lebih panjang
2. Sruktural : Skoliosis tipe ini bersifat irreversibel dan dengan rotasi dari tulang
punggung
a. Idiopatik (tidak diketahui penyebabnya) : 80% dari seluruh skoliosis
1. Bayi : dari lahir 3 tahun
2. Anak-anak : 4 9 tahun
3. Remaja : 10 19 tahun (akhir masa pertumbuhan)
4. Dewasa : > 19 tahun
b. Osteopatik
1) Kongenital (didapat sejak lahir)
a) Terlokalisasi :
Kegagalan pembentukan tulang punggung (hemivertebrae)
Kegagalan segmentasi tulang punggung (unilateral bony bar)
b) General :
Osteogenesis imperfecta
Arachnodactily
2) Didapat
a) Fraktur dislokasi dari tulang punggung, trauma
b) Rickets dan osteomalasia
c) Emfisema, thoracoplasty
3) Neuropatik
a) Kongenital
Spina bifida
Neurofibromatosis
b) Didapat
Poliomielitis
Paraplegia
Cerebral palsy
Friedreichs ataxia
Syringomielia

Skoliosis Idiopatik Karena skoliosis idiopatik merupakan sebagian besar dai


keseluruhan skoliosis Insidens dan Penyebab
a. 0,5% dari seluruh populasi menderita skoliosis idiopatik
b. Penyakit ini dapat diturunkan secara familial
c. Pola pembengkokan (kurva) dapat berupa :
1) Thoracic
2) Thoracolumbar
3) Lumbar
4) Gabungan antara thoracic dan lumbar

Pemeriksaan Tambahan

11
Pemeriksaan dasar yang penting adalah foto polos (rontgen) tulang punggung yang
meliputi :
a. Foto AP dan lateral ada posisi berdiri : foto ini bertujuan untuk menentukan derajat
pembengkokan skoliosis
b. Foto AP telungkup
c. Foto force bending R and L : foto ini bertujuan untuk menentukan derajat
pembengkokan setelah dilakukan bending
d. Foto pelvik AP
e. Pada keadaan tertentu seperti adanya defisit neurologis, kekakuan pada leher, atau
sakit kepala, dapat dilakukan pemeriksaan MRI

I. PENGKAJIAN FOKUS
1. ANAMNESIS
a. Data demografi. Data ini meliputi nama, jenis kelamin, tempat tinggal,
pendidikan, pekerjaan, seseorang yang terpapar terus menerus dengan agens
tertentu dalam pekerjaannya, dan orang yang terdekat dengan klien.
b. Riwayat kesehatan masa lalu. Data ini meliputi kondisi kesehatan individu. Data
tentang adanya efek langsung atau tidak langsung terhadap musculoskeletal,
misalnya riwayat trauma atau kerusakan tulang rawan, riwayat arthritis, dan
osteomielitis.
c. Riwayat kesehatan sekarang. Sejak kapan timbul keluhan, apakah ada riwayat
trauma. Hal-hal yang menimbulkan gejala. Timbulnya gejala mendadak atau
perlahan. Timbul untuk pertama kalinya atau berulang. Perlu ditanyakan pula
tentang ada tidaknya gangguan pada system lain. Kaji klien untuk
mengungkapkan alasan klien memeriksakan diri atau mengunjungi fasilitas
kesehatan.
d. Riwayat penyakit keturunan. Riwayat penyakit keluarga perlu diketahui untuk
menentukan hubungan genetik yang perlu diidentifikasi (mis: penyakit diabetes
mellitus yang merupakan predisposisi penyakit sendi degenaratif, TBC, arthritis,
riketsia, osteomielitis, dll.)
e. Aktivitas kegiatan sehari-hari. Identifikasi pekerjaan pasien dan aktivitasnya
sehari-hari. Kebiasaan membawa benda-benda berat yang dapat menimbulkan
regangan otot dan trauma lainnya. Kurangnya melakukan aktivitas mengakibatkan
tonus otot menurun. Fraktur atau trauma dapat timbul pada olahraga sepak bola
dan hoki, sedangkan nyeri sendi tangan dapat timbul akibat olahraga tenis.
Pemakaian hak sepatu yang terlalu tinggi dapat menimbulkan kontraksi pada

12
tendon achiles dan dapat terjadi dislokasi. Perlu dikaji pula aktivitas hidup sehari-
hari, saat ambulasi apakah ada nyeri pada sendi, apakah menggunakan alat bantu
(kursi roda, tongkat, walker).

2. PEMERIKSAAN FISIK
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran.Pertumbuhan tulang yang abnormal
akibat tumor tulang.Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang
tidak dalam kesejajaran anatomis.Angulasi abnormal pada tulang panjang atau
gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang
Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
c. Mengkaji sistem persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan
adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
d. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran
masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk memantau adanya edema atau
atropfi, nyeri otot.
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang
berhubungan dengan caraberjalan abnormal (mis.cara berjalan spastic hemiparesis
- stroke, cara berjalan selangkah-selangkah penyakit lower motor neuron, cara
berjalan bergetar penyakit Parkinson).
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yanglebih panas atau lebih
dingin dari lainnya dan adanyaedema.Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji
denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Skoliometer
Sebuah alat untuk mengukur sudut kurvaturai. Cara pengukuran dengan
skoliometer dilakukan pada pasien dengan posisi membungkuk, kemudian atur
posisi pasien karena posisi ini akan berubah-ubah tergantung pada lokasi
kurvatura, sebagai contoh kurva dibawah vertebra lumbal akan membutuhkan
posisi membungkuk lebih jauh dibanding kurva pada thorakal. Kemudian letakkan
skoliometer pada apeks kurva, biarkan skoliometer tanpa ditekan, kemudian baca
angka derajat kurva. Pada screening, pengukuran ini signifikan apabila hasil yang
diperoleh lebih besar dari 50, hal ini biasanya menunjukkan derajat kurvatura >

13
200 pada pengukuran cobbs angle pada radiologi sehingga memerlukan evaluasi
yang lanjut.

b. Rontgen tulang belakang


1) X-Ray Proyeksi
Foto polos : Harus diambil dengan posterior dan lateral penuh terhadap
tulang belakang dan krista iliaka dengan posisi tegak, untuk menilai derajat
kurva dengan metode Cobb dan menilai maturitas skeletal dengan metode
Risser. Kurva structural akan memperlihatkan rotasi vertebra, pada proyeksi
posterior-anterior, vertebra yang mengarah ke puncak prosessus spinosus
menyimpang kegaris tengah; ujung atas dan bawah kurva diidentifikasi
sewaktu tingkat simetri vertebra diperoleh kembali. Pemeriksaan dasar yang
penting adalah foto polos (roentgen) tulang punggung yang meliputi :
a) Foto AP dan lateral ada posisi berdiri : foto ini bertujuan untuk
menentukan derajat pembengkokan skoliosis
b) Foto AP telungkup
c) Foto force bending R and L : foto ini bertujuan untuk menentukan derajat
pembengkokan setelah dilakukan bending
d) Foto pelvik AP
Hasil pemeriksaan X-Ray Proyeksi
Skoliosis merupakan salah satu kelainan yang terjadi pada tulang belakang,
ditandai dengan kecondongan garis tulang belakang ke arah samping. Pada
Gambaran X Ray, akan nampak gambaran tulang belakang seakan
membentuk huruf S atau C (tidak lurus).

14
Menurut The Scoliosis Research Society, seseorang dikatakan
menderita Skoliosis bila pada pemeriksaan X-Ray didapatkan
kelengkungan tulang belakang lebih dari 10.
2) MRI ( jika di temukan kelainan saraf atau kelainan pada rontgen)
3) Cobb Angle diukur dengan menggambar garis tegak lurus dari batas
superior dari vertebra paling atas pada lengkungan dan garis tegak lurus
dari akhir inferior vertebra paling bawah. Perpotongan kedua garis ini
membentuk suatu sudut yang diukur.
4) Maturitas kerangka dinilai dengan beberapa cara, hal ini penting karena
kurva sering bertambah selama periode pertumbuhan dan pematangan
kerangka yang cepat. Apofisis iliaka mulai mengalami penulangan segera
setelah pubertas; ossifikasi meluas kemedial dan jika penulangan krista
iliaka selesai, pertambahan skoliosis hanya minimal. Menentukan maturitas
skeletal melalui tanda Risser, dimana ossifikasi pada apofisis iliaka
dimulai dari Spina iliaka anterior superior (SIAS) ke posteriormedial.
Tepi iliaka dibagi kedalam 4 kuadran dan ditentukan kedalam grade 0 sampai
5. Derajat Risser adalah sebagai berikut :
a) grade 0 : tidak ada ossifikasi,
b) grade 1 : penulangan mencapai 25%,
c) grade 2 : penulangan mencapai 26-50%,
d) grade 3 : penulangan mencapai 51-75%,
e) grade 4 : penulangan mencapai 76%
f) grade 5 : menunjukkan fusi tulang yang komplit
(Arif, 2005).

15
J. PATHWAYS KEPERAWATAN

16
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1 Nyeri akut berhubungan dengan posisi tubuh miring ke lateral
2 Gangguan citra tubuh berhubungan dengan postur tubuh yang miring kelateral
3 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan postur tubuh yang tidak seimbang
(NANDA , 2012).

4 Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru


5 Konstipasi b.d penurunan peristaltic usus
(Sylvia, 2005).

L. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL


1. Nyerikronik b/d posisitubuh miring ke lateral
Tujuan : Rasa nyeriteratasi.
KH : Rasa nyerihilangatauteratasi.
Intervensi Rasional
a. Kaji tipe, intensitas, danlokasinyeri. a. Bermanfaat dalam mengevaluas inyeri,
b. Atur posisi yang meningkatkan rasa
menentukan pilihan intervensi, menentukan
nyaman.
efektifitas terapi.
c. Pertahankan lingkungan yang tenang.

17
d. Ajarkan relaksasi dan teknik distraksi. b. Menurunkan tegangan otot dan koping
e. Anjurkan latihan postural secara rutin.
adekuat.
f. Kolaborasi pemberian analgetik.
c. Meningkatkan rasa nyaman.
d. Untuk mengalihkan perhatian, sehingga
mengurangi nyeri.
e. Mempercepat proses perbaiki posisi tubuh.
f. Untuk meredakan nyeri

2. Gangguan citra tubuh b/d postur tubuh yang miring ke lateral


Tujuan : gangguan citra tubuh atau konsep diri teratasi.
KH : meningkatkan citra tubuh.
Intervensi Rasional
a. Anjurkan untuk mengungkapkan perasaan a. Membantu dan memastikan masalah untuk
dan masalahnya. memulai proses pemecahan masalah.
b. Beri lingkungan yang terbuka atau yang b. Meningkatkan pernyataan keyakinan / nilai
mendukung pada pasien. tentang subjek positif dan mengidentifikasi
c. Diskusikan presepsi pasien tentang diri dan
kesalahan konsep / mitos yang dapat
hubungannya dengan perubahan dan
mempengaruhi penilaian situasi.
bagaimana pasien melihat dirinya dalam c. Membantu mengartikan masalah
pola / peran fungsi biasanya. sehubungan dengan pola hidup sebelumnya
d. Dorong / berikan kunjungan oleh orang
dan membantu dalam pemecahan masalah.
yang menderita scoliosis, khususnya yang d. Teman senasib yang telah melalui
sudah berhasil dalam rehabilitasi. pengalaman yang sama bertindak sebagai
model peran dan dapat memberikan ke
absahan pernyataan dan juga harapan untuk
pemulihan dan masa dengan normal.
3. Gangguan mobilitas fisik b/d postur tubuh yang tidak seimbang
Tujuan : Gangguan mobilitas fisik teratasi.
KH : Meningkatkan mobilitas fisik.
Intervensi Rasional
a. Kaji tingkat mobilitas fisik. a. Pasien mungkin dibatasi oleh
b. Tingkatkan aktivitas jika nyeri
pandangan diri / persepsi diri
berkurang.
tentang keterbatasan fisik actual,
c. Bantu dan ajarkan latihan rentang
memerlukan informasi / intervensi
gerak sendi aktif.
d. Libatkan keluarga dalam untuk meningkatkan kemajuan
melakukan perawatan diri. kesehatan.
b. Memberikan kesempatan untuk
mengerluarkan energy,
meningkatkan rasa control diri /

18
hargadiri, dan membantu
menurunkan isolasi sosial.
c. Meningkatkan kekuatan otot dan
sirkulasi.
d. keluarga yang kooperatif dapat
meringankan petugas, dan
memberikan kenyamanan pada
pasien
4. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru
Tujuan : Ketidakefektifan pola nafas teratasi.
KH : Pola nafas efektif.

Intervensi Rasional
a. Kaji status pernapasan setiap 4 jam. a. memantau perkembangan untuk
b. Bantu dan ajarkan pasien melakukan
menentukan tindakan selanjutnya.
nafas dalam setiap 1 jam. b. agar tidak terjadi sesak.
c. Atur posisi semi fowler c. untuk meningkatkan ekspansi paru.
d. Auskutasi dada untuk mendengarkan d. perubahan simetrisan dada
bunyi napas setiap dua jam. menunjukan terjadi penekanan paru-
e. Pantau tanda-tanda vital setiap 4 jam.
paru oleh tulang belakang.
e. memantau perkembangan untuk
menentukan tindakan selanjutnya.

5. Konstipasi b.d penurunan peristaltic usus

Intervensi Rasional
a. mempertahankan untuk feses a. memonitori tanda dan gejala
bising konstipasi
lunak setiap 1-3 hari
b. monitor bising usus
b. bebas dri ketidaknyamanan dan
c. pantau tanda dan gejala
konstipasi konstipasi
c. mengidentifikasi indicator untuk d. indikasi faktor penyebab dan
mencegah konstipasi kontribusi konstipasi
d. feses lunak dan berbentuk e. memantau gerakan usus
termaksud
konsistensi,frekuensi,bentuk,volu
me dan warna

19
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Kasus
Seorang anak umur 14 tahun dibawa ke Poli Bedah Ortopedi dengan keluhan 2
minggu terakhir ini punggungnya terasa nyeri kadang nyerinya sangat hebat dan tidak
tertahankan. Dari anamnesa anak sejak umur 6 tahun punggung sebelah kanan lebih
menonjol tapi tidak begitu diperhatikan. Dalam keluarga ada juga yang seperti klien.
Hasil pemeriksaan sinar X sekarang menunjukkan skoliosis 45 derajat.
B. Pengkajian
Nama :-
Umur : 14 thn
Jenis kelamin :-
Data subyektif :
Pasien mengeluh nyeri di punggung, kadang nyerinya sangat hebat dan tak
tertahankan.
Sejak anak umur 6 tahun punggung sebelah kanan lebih menonjol tetapi tidak
di perhatikan.
Data obyektif :
Hasil pemeriksaan sinar X menunjukkan skoliosis 45 derajat.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan posisi tubuh miring ke lateral
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan postur tubuh yang miring kelateral
D. Intervensi dan Rasional
1. Nyeri akut b/d posisi tubuh miring ke lateral
Tujuan : Rasa nyeri teratasi.
KH : Rasa nyeri hilang atau teratasi.
Intervensi Rasional
g. Kaji tipe, intensitas, danlokasinyeri. g. Bermanfaat dalam mengevaluas inyeri,
h. Atur posisi yang meningkatkan rasa
menentukan pilihan intervensi, menentukan
nyaman.
efektifitas terapi.
i. Pertahankan lingkungan yang tenang.
h. Menurunkan tegangan otot dan koping
j. Ajarkan relaksasi dan teknik distraksi.
k. Anjurkan latihan postural secara rutin. adekuat.
l. Kolaborasi pemberian analgetik. i. Meningkatkan rasa nyaman.
j. Untuk mengalihkan perhatian, sehingga
mengurangi nyeri.
k. Mempercepat proses perbaiki posisi tubuh.
l. Untuk meredakan nyeri

2. Gangguan citra tubuh b/d postur tubuh yang miring ke lateral


Tujuan : gangguan citra tubuh atau konsep diri teratasi.
KH : meningkatkan citra tubuh.
Intervensi Rasional

20
e. Anjurkan untuk mengungkapkan perasaan e. Membantu dan memastikan masalah untuk
dan masalahnya. memulai proses pemecahan masalah.
f. Beri lingkungan yang terbuka atau yang f. Meningkatkan pernyataan keyakinan / nilai
mendukung pada pasien. tentang subjek positif dan mengidentifikasi
g. Diskusikan presepsi pasien tentang diri dan
kesalahan konsep / mitos yang dapat
hubungannya dengan perubahan dan
mempengaruhi penilaian situasi.
bagaimana pasien melihat dirinya dalam g. Membantu mengartikan masalah
pola / peran fungsi biasanya. sehubungan dengan pola hidup sebelumnya
h. Dorong / berikan kunjungan oleh orang
dan membantu dalam pemecahan masalah.
yang menderita scoliosis, khususnya yang h. Teman senasib yang telah melalui
sudah berhasil dalam rehabilitasi. pengalaman yang sama bertindak sebagai
model peran dan dapat memberikan ke
absahan pernyataan dan juga harapan untuk
pemulihan dan masa dengan normal.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Skoliosis adalah kelengkungan tulang belakang yang abnormal ke arah samping,
yang dapat terjadi pada segmen servikal (leher), torakal (dada) maupun lumbal
(pinggang). Penyebab umum dari skoliosis meliputi kongenital,neuromuskuler dan
idiopatik, Skoliosis dibagi menjadi dua yaitu skoliosis structural dan non struktural.
Gejala dari skoliosis berupa kelengkungan abnormal ke arah samping, bahu dan pinggul
tidak sama tinggi, nyeri punggung, kelelahan pada tulang belakang, dan gangguan
pernafasan.
Komplikasi yang dapat terjadi pada skoliosis ialah kerusakan paru-paru dan
jantung dan sakit tulang belakang. Untuk pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan
yaitu Rontgen tulang belakang, Skoliometer terapi yang dapat di pilih, dikenal sebagai
The Three O's adalah observasi, orthosis, operasi, prioritas.

B. Saran
Setelah membaca makalah ini semoga bermanfaat dan dapat menerapkan asuhan
keperawatan kepada pasien Kelainan Spinal (Skoliosis) serta implikasi keperawatannya
sehingga masalah dapat teratasi.
21
DAFTAR PUSTAKA

Mutaqqin, Arif. 2005. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Trauma Sistem
Muskuloskeletal. EGC : Jakarta.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Jakarta:
EGC.
Suratun .2008. Seri Askep Keperawatan Klien Gangguan Muskuloskletal : Jakarta . EGC
Suyono, Slamet KE. dkk. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid ll. Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Tirza Z.Tamin. 2010. Bahan Mata Ajar Fisioterapi Pediatri. Fisioterapi UI. Jakarta: Vokasi
Kedokteran

22

Anda mungkin juga menyukai