Anda di halaman 1dari 23

MAKALA ILMU SOSIAL BUDAYA

KONFLIK AMBON YANG MEMICU PERPECAHAN BANGSA


KARENA KEYAKINAN

Dosen Pengajar:
Dra. Liliek Soetjiatie, M. Si

Oleh:

Skolastika Yunarni Juita

P2783813022

POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA
JURUSAN TEKNIK ELEKTROMEDIK
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA
sehingga makalah yang berjudul konflik ambon yang memicu perpecahan bangsa
karena keyakinan dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa penulis juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki
bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis, penulis
yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu penulis
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, 3 Januari 2017

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Konflik yang terjadi antara umat muslim dan kristen di Ambon dengan
adanya kerusuhan yang terjadi pada tanggal 19 Januari 1999 bertepatan dengan
hari raya Idul Fitri 1419 H. Merupakan peristiwa yang sangat memilukan
sekaligus menjadi catatan kelam sejarah perjalanan propinsi Maluku
(Koentjoroningrat, 2001 :38-39). Konflik berdarah itu diawali dengan perkelahian
antara pemuda keturunan Bugis bernama Nursalim dikenal dengan panggilan
Salim di Batu Merah beragama Islam dengan Yacob Lauhery yang dikenal dengan
panggilan Yopie pemuda asal Mardika beragama kristen. Sebelum itu beberapa
konflik sudah terjadi berkali-kali di Kepulauan Maluku. Menjelang akhir tahun
1998, misalnya konflik telah meletus antara lain di Dusun Wailette Desa Hative
Besar pada tanggal 13 Desember 1998, terjadi di Air Bak pada tanggal 27
Desember 1998, di Batu Gantung Waringin pada tanggal 5 Januari 1999.
(Triyono, 2001: 37).1
Yopie bekerja sebagai sopir angkut dimunta uang oleh Salim yang dikenal
sebagai preman Batu Merah. Yopie belum dapat memenuhi permintaan Nursalim
karena Yopie belum mendapatkan uang sehingga tidak mengabulkan permintaan
Salim. Kejadian berulang bahwa Yopie belum juga memberikan uang kepada
Salim menimbulkan amarah Salim kepada Yopie. Salim mengancam Yopie dan
terjadilah perkelahian antar mereka (Laporan Tim Pencarian Fakta Konflik
Maluku, 2002).2
Konflik berkembang dengan sangat pesat dengan sebab-sebab yang yang
tidak sepenuhnya dimengerti dan disadari oleh masyarakat setempat. Konflik itu
kemudian meluas hingga mengundang aksi-aksi yang tidak bisa dilakukan oleh
masyarakat Ambon. Aksi pembunuhan, pembakaran rumah dan tempat ibadah
1Debora Sanur Lindawaty.2011. Konflik Ambon:Kajian Terhadap Beberapa Akar
Permasalahan Dan Solusi.Pilitical Vol.No2.hal272

2 Ibid. Hal 273

3
serta penghancuran fasilitas umun serta jelas diperagakan oleh sekelompok
masyarakat yang terlibat langsung didalam konflik. Kejadian tersebut adalah
fenomena yang tidak pernah terjadi sebelumnya di pulau Ambon. Perkelahian
antara individu dan kelompok sebenarnya tidak hanya terjadi pada tanggal 19
Januari 1999 saja tetapi sebelumnya juga sudah ada beberapa kali perkelahian di
beberapa tempat. Beberapa dari bentrokan paling panas terjadi antara masyarakat
komunitas musli dan protestan Maluku Tengah berawal mulai pada tanggal 19
Januari 1999, tanpa diduga kelompok muslim dan kristen saling menyerang,
saling membakar habis rumah-rumah dan fasilitas umum serta saling membunuh
di ibukota propinsi (Ambon) dan di desa-desa dipulau Ambon, pulau Haruku,
pulau Saparau, pulau Buru,dan pulau Seram. Peristiwa serupa juga berlangsung
diMaluku Utara dan Maluku Selatan yang tidak hanya melibatkan penganut
protestan tetapi juga Roma Khatolik.3
Perkelahian antar individu yang berkembang menjadi perkelahian antar
kelompok di Pulau Ambon memang sering terjadi dengan motif yang beragam. Di
beberapa komunitas, perkelahian justru menjadi kelanjutan episode perselisihan
antara dua kelompok selama kurun waktu yang sangat panjang dan turun-
temurun. Perkelahian antar individu yang terjadi dapat dengan cepat meluas
menjadi perkelahian antar kelompok, bahkan antar masyarakat. Meskipun
demikian, dalam tradisi masyarakat Pulau Ambon yang berpela antara negeri satu
dengan yang lain, perkelahian belum pernah disertai dengan cara merusak dan
pembakaran rumah, pertokoan, tempat ibadah dan fasilitas umum. Pemukiman
penduduk di Pulau Ambon sudah sejak lama terpisah berdasarkan agama sesuai
dengan rancangan Belanda. (Kastor, 2004: 9-10). 4
Beberapa daerah pemukiman yang dihuni oleh komunitas Muslim adalah
Kebun Cengkeh, Batu Merah, Waihong, Air Salobar, Jasirah Leihitu dan
pemukiman Nasrani adalah Batu Gajah, Batu Gantung, Karang Panjang, Lateri,

3 Pieris, John. Tragedi Maluku: Sebuah Krisis Peradaban. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2004.

4 ibid

4
Mardika, Nusaniwe, dll, hal seperti itu sebenarnya menjadi pertanda bahwa di
Pulau Ambon telah lama terjadi segregasi sosial dan m erupakan potensi konflik
yang sewaktu-waktu dapat terjadi apabila ada pemicu yang tepat. Pola pemukiman
sudah terbentuk dari sejak jaman Belanda berdasarkan pemeluk agama. (Trijono,
2001: 10-11).5

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang melatar belakangi terjadinya konflik di Ambon tahun 1999?
2. Bagaimana kronologi terjadinya konfilk di Ambon?
3. Bagaimana solusi untuk konflik yang terjadi di Ambon tahun 1999?
4. Apa dampak dari konflik yang terjadi di Ambon tahun 1999?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui penyebab terjadinya konflik yang terjadi di Ambon
2. Untuk mengetahui kronologi terjadinya konflik di Ambon
3. Untuk mengetahui cara-cara menggatasi terjadinya masalah yang terjadi
Ambon
4. Untuk mengetahui dampak dari peristiwa yang terjadinya di Ambon
1.4 Manfaat Penulisan
Untuk menambah wawasan bagi mahasiswa teknik elektromedik tentang
masala-masalah yang terjadi di Indonesia, terutama masalah konflik yang terjadi
di Ambon pada tahun 1999.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Kota Ambon
Kota Ambon sebagaimana diuraikan Pattikayhatu dalam Nuhuyana (2010)
bukan hanya dikenal sebagai ibukota propinsi Maluku, termasuk Maluku

5 ibid

5
Utarasebelum dimekarkan, namun sebelum ratusan tahun yang lalu, kota ini sudah
menjadi markasdari pemerintahan penjajahan Portugis, Spanyol dan Belanda
menjadi pusat pemerintahan gubernur jendral Belanda disamping Batavia
(sekarang Jakarta). Bahkan saudagar dari Cina, India dan Arab sudah lebih dahulu
datang di maluku. Menurut Tim Peneliti Balai Kajian Sejarah dan Nilai
Tradisional Ambon (2004) bahwa pada masa penjajahan, kota Ambon sangat
terkenal sebagai wilayah perdagaan rempah-rempah dari seluruh kepulauan di
Maluku. Kota Ambon dijadikan sebagai penghubungdan pusat perdagangan,
pendidikkan, budaya dan pengembangan6
Berdasarkan fakta sejarah dan hasil kajian yang dilakukan para ahli dari
universitas pattimura (Unpatti), cikal bakal lahirnya kota Ambon dimulai dari
benteng Nieuw Victoria yang terletak didepan lapangan merdeka, berkas markas
Yonif linud 733/Masariku kini markas Detasemen Kavaleri . menurut Balai Kajian
Sejarah Dan Nilai Tradisional Ambon (2004) awal datang kedatangan penduduk
Ambon yaitu seiring dengan dibangunnya benteng Portugis dipantai Honipopu
(sekarang kawasan belakang kota) pada tahun 1775, yang kemudian disebut
benteng kota Laha atau Ferangi, kelompok-kelompok masyarakat kemudian
mendiami sekitar benteng. Kelompok-kelompok masyarakat tersebut kemudian
dikenal dengan nama soa Ema, Soa Kilang, Soa Silale, Hative, Urimessing dan
sebagainya.7
Kelompok-kelompok masyarakat inilah yang menjadi cikal bakal
terbentuknya Kota Ambon. Dalam perkembangannya, kelompok-kelompok
masyarakat tersebut telah berkembang menjadi masyarakat Ginekologis territorial
yang teratur. Karena itu, tahun 1575 dikenal sebagai tahun lahirnya Kota Ambon.
Pada tanggal 7 September 1921, masyarakat Kota Ambon diberi hak yang sama
dengan Pemerintah Colonial, sebagai manifestasi hasil perjuangan Rakyat
Indonesia asal Maluku. Momentum ini merupakan salah satu momentum
kekalahan politis dari Bangsa Penjajah dan merupakan awal mulanya warga Kota

6 Esolusi Konflik Keagaman Di Beberbagai Daerah. 2014.Konflik Agama Maluku.puslitbang


kehidupan keagamaan badan litbang dan diklat kementrian agama RI.Jakarta

7 ibid

6
Ambon memainkan peranannya di dalam Pemerintahan seirama dengan politik
penjajah pada masa itu, serta menjadi modal bagi Rakyat Kota Ambon dalam
menentukan masa depannya. Karena itu, tanggal 7 September ditetapkan sebagai
tanggal kelahiran Kota Ambon.
2.2 Letak Geografik Ambon
Kota Ambon berbatasan dengan Laut Banda disebelah selatan dan dengan
kabupaten Maluku Tengah di sebelah timur (pulau-pulau Lease yang terdiri atas
pulau-pulau Haruku, pulau Saparua, pulau Molana, pulau Pombo dan pulau
Nusalaut), di sebelah barat (petuanan negeri Hila, Leihitu, Maluku Tengah dan
Kaitetu, Leihitu, Maluku Tengah yang masuk dalam kecamatan Leihitu, Maluku
Tengah) dan di sebelah utara (kecamatan Salahutu, Maluku Tengah). Kota ini
tergolong sebagai salah satu kota utama dan kota besar diregion pembangunan
Indonesia Timur dilihat dari aspek perkembangan dan pertumbuhan ekonomi.
Ambon, sempat diguncang kerusuhan sosial bermotifkan SARA antara tahun
1996-2002. Namun, sekarang Ambon Manise sudah berbenah diri menjadi kota
yang lebih maju dan dilirik sebagai kota internasional di Indonesia Timur.8
Dilihat dari aspek demografis dan etnisitas, kota Ambon ini merupakan
potret kota yang plural. Dimana dikota ini berdiam etnis-etnis Alifuru (asli
Maluku), Jawa, Bali, BBM (Buton-Bugis-Makassar), Papua, Melayu, Minahasa,
Minang, Flobamora (Suku-suku Flores, Sumba, Alor dan Timor) dan tentunya
orang-orang keturunan asing (Komunitas peranakan Tionghoa, komunitas Arab-
Ambon, komunitas Spanyol-Ambon, komunitas Portugis-Ambon dan komunitas
Belanda-Ambon)9.
Provinsi Maluku sendiri merupakan wilayah dengan populasi kaum mestizo
(campuran Pribumi-Eropa) terbesar di Indonesia. Saat ini, kota Ambon terbagi
atas 5 kecamatanya itu Nusaniwe, Sirimau, Teluk Ambon, Teluk Banguala dan
Leitimur Selatan, yang terbagi lagi atas 50 keluarahan-desa
2.3 Kebudayaan Ambon
2.3.1 Bahasa

8 https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Ambon

9 ibid

7
Bahasa yang digunakan di provinsi Maluku adalah Bahasa Ambon, yang
merupakan salah satu dari rumpun bahasa Melayu timur yang dikenal sebagai
bahasa dagang atau trade language. Bahasa yang dipakai di Maluku terkhusus di
Ambon sedikit banyak telah dipengaruhi oleh bahasa-bahasa asing, bahasa-bahasa
bangsa penjelajah yang pernah mendatangi, menyambangi bahkan menduduki
dan menjajah negeri/tanah Maluku di masa lampau. Bangsa-bangsa itu ialah
bangsa Spanyol, Portugis, Arab dan Belanda. Bahasa Ambon selaku lingua franca
di Maluku telah dipahami oleh hampir semua penduduk di wilayah provinsi
Maluku dan umumnya, dipahami juga sedikit-sedikit oleh masyarakat Indonesia
Timur lainny seperti orang Ternate, Manado, Kupang dll. karena Bahasa Ambon
memiliki struktur bahasa yang sangat mirip dengan bahasa-bahasa trade language
di wilayah Sulawesi Utara, Maluku Utara, Papua, Papua Barat serta Nusa
Tenggara Timur.10
Bahasa Indonesia selaku bahasa resmi dan bahasa persatuan di Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) digunakan dalam kegiatan-kegiatan publik
yang resmi dan formil seperti di kantor-kantor pemerintah dan di sekolah-sekolah
serta di tempat-tempat seperti museum, bandara dan pelabuhan.Maluku
merupakan wilayah kepulauan terbesar di seluruh Indonesia, provinsi Maluku dan
Maluku Utara menyusun sebuah big islands yang dinamai Kepulauan Maluku.
Banyaknya pulau yang saling terpisah satu dengan yang lainnya, juga
mengakibatkan semakin beragamnya bahasa yang dipergunakan di provinsi ini.
Jika diakumulasikan, secara keseluruhan, terdapat setidaknya 140-an lebih
bahasa-bahasa asli di kepulauan Maluku.11
2.3.2 Kesenian Kota Ambon
A. Tarian Tradisional
Tari-tarian di Ambon diantaranya adalah Tari Lenso dan Tari Cakalele
B. Rumah Adat
Rumah Baileo merupaka rumah adat Ambon yang mempunyai cirri
bentuk yang besar dibandingkan bangunan di sekitarnya. Rumah ada ini

10 http://andifirmanc.wordpress.com/2013/0/31/kebudayaan -ambon-2

11 ibid

8
sering digunakan untuk kepentingan apapun seperti; acara adat maupun
acara social kemasyarakatan.
C. Senjata Tradisonal
Parang Salawaku, bentuk senjata ini sangatlah unik karena senjata ini
sudah lengkap sudah satu paket, yang meliputi ; Parsng dan perisai. Parang
salawaku ini di pakai oleh penduduk asli Maluku untuk melawan musuh.
Salah satu perang yang mempergunakan ini adalah ketika KapitanPattimura
melawan Belannda untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
D. Lagu Daerah
Lagu daerah asal kota Ambon diantaranya adalah Rasa Sayang-
sayange, Ayo Mama, Buka Pintu, Burung Tantina, Goro-Gorone, Huhatee,
Kole-Kole, Mande-Mande, Ole Sioh, O Ulate, Sarinande, Tanase.12
2.4 Pahlawan Nasional Kota Ambon
Pattimura, memiliki nama asli Thomas Matulessy (lahir di Hualoy, Hualoy,
Seram Selatan, Maluku, 8 Juni 1783 meninggal di Ambon, Maluku, 16
Desember 1817 pada umur 34 tahun). Ia adalah putra Frans Matulesi dengan
Fransina Silahoi. Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC ia pernah
berkarier dalam militer sebagai mantan sersan Militer Inggris. Kata Maluku
berasal dari bahasa Arab Al Mulk atau Al Malik yang berarti Tanah Raja-Raja.
mengingat pada masa itu banyaknya kerajaan. Pada tahun 1816 pihak Inggris
menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Belanda dan kemudian Belanda
menetrapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah (landrente),
pemindahan penduduk serta pelayaran Hongi (Hongi Tochten), serta mengabaikan
Traktat London I antara lain dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa Residen
Inggris di Ambon harus merundingkan dahulu pemindahan koprs Ambon dengan
Gubenur dan dalam perjanjian tersebut juga dicantumkan dengan jelas bahwa jika
pemerintahan Inggris berakhir di Maluku maka para serdadu-serdadu Ambon
harus dibebaskan dalam artian berhak untuk memilih untuk memasuki dinas
militer pemerintah baru atau keluar dari dinas militer, akan tetapi dalam pratiknya

12 Ibid

9
pemindahan dinas militer ini dipaksakan Kedatangan kembali kolonial Belanda
pada tahun 1817 mendapat tantangan keras dari rakyat.13

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Latar Belakang Terjadinya Konflik Di Maluku

Konflik keagamaan yang terjadi di Maluku pada tahun 1999 sebenarnya


bukanlah suatu peristiwa muthakir. Konflik tersebut merupakan rantai panjang

13 http://kolom-biografi.blogspot.com.2011/08/biografi-kapitan-pattimura-
pahlawan.html

10
dari adanya ketidakadilan dan marjinalisasi masyarakat akibat kebijakan
pemerintah baik kolonial maupun republik. Pada masa pemerintahan Belanda
terjadi praktik misionarisai Kristen Protestan kepada warga lokal. Hal ini
merupakan upaya Belanda untuk mengurangi pengaruh Islam Ternate yang masih
kuat di Maluku. Keadaan ini kemudian menjadikan Maluku menjadi tersegregasi
baik secara politik maupun sosio keagamaan dimana Maluku utara yang masih
berada dalam pengaruh Kerajaan Islam Ternate sedangkan Maluku selatan yang
berada dalam pengaruh misionarisasi Kristen Belanda. Selain karena agama yang
menjadi sumber konflik, pada masa kolonial banyak mengangkat warga Maluku
Kristen untuk menjadi birokrat maupun militer karena Belanda menganggap
mereka mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial. Mereka pun juga
disekolahkan oleh pemerintah sehingga mereka menjadi kaum terdidik
dibandingkan kaum Islam Maluku yang tidak mau bekerja sama dengan
pemerintah karena Belanda dianggap sebagai kafir.14
Kondisi keistimewaan kaum Kristen Maluku tersebut kemudian berubah
ketika bangsa Indonesia telah merdeka. Kaum Kristen kemudian dicap sebagai
separatis oleh pemerintah pusat karena banyak diantara mereka yang tergabung
dalam RMS. Hal inilah yang kemudian menguntungkan bagi kaum Islam Maluku
yang selama pemerintahan kolonial terdeskriminasi dan termarjinalkan kemudian
bisa menguasai birokrasi yang dulu dikuasai oleh kaum Kristen. Selain adanya
islamisasi dalam birokrat, kaum Kristen Maluku juga mengahadapi serangan
pendatang baru yaitu pedagang dari Buton, Bugis, dan Makassar yang menguasai
perdagangan antar pulau di Maluku. Maka karena merasa terhimpit oleh islamisasi
baik dalam birokrasi maupun ekonomi kemudian pecahlah Konflik Maluku pada
tahun 1999 sebagai pelampiasan kaum Kristen Maluku terhadap kaum Islam baik
kaum Islam Maluku asli maupun pendatang.15

14 Debora Sanur Lindawaty.2011. Konflik Ambon:Kajian Terhadap


Beberapa Akar Permasalahan Dan Solusi.Pilitical Vol.No2.hal280

15 ibid

11
Sebagaian orang berpendapat bahwa agama sebagai penyebab timbulnya
konflik Maluku, akan tetapi kini bermunculan beberapa studi mengenai sebab
musabab terjadinya konflik Maluku sejak Januari 1999 antara lain sebagai berikut:
A. Menurut studi-studi dari Dr. Tamrin Amal Tomagola:
Dengan pendekatan sosiologis yang bertolak dari negara dengan
tekanan pada sebab musabab situasional. Ia menyebutkan bahwa kerusuhan
yang terjadi di Kao dan Malifut adalah sebagai akibat dari pemerintah pusat
untuk membentuk sebuah kecamatan baru di Teluk Kao (Halmahera Utara)
dengan nama Malifut yang nantinya akan menguntungkan para Migran
Islam (dipindahkan ke Kao sejak awal 1970-an) tetapi hal ini ditentang oleh
warga Kao yang Kristen yang telah hidup berabad-abad di wilayah itu. Pada
tanggal 18 Agustus 1999 terjadi kerusuhan yang menyebabkan kegagalan
pembentukan kecamatan tersebut. Dalam konflik tersebut menyebabkan
orang-orang migran tersebut terpaksa mengungsi ke Ternate dan Tidore, lalu
mereka memanaskan situasi di kedua tempat tersebut sehingga terjadi
kekerasan terhadap orang Kristen yang lalu terpaksa mengungsi ke
Minahasa.16
Kemudian menurut Tomagola, perubahan dalam pimpinan ABRI juga
sebagai faktor penting dalam komponen negara. Naiknya Faizal Tanjung
memunculkan diktonomi dalam tubuh TNI-AD anatara apa yang dinamakan
TNI Hijau dan TNI Merah Putih yang menjadi masalah penting dalam
perpolitikan di Jakarta. Selain itu ia juga melihat munculnya ICMI pada
tahun 1992 sebagai kekuatan tandingan dari kalangan sipil sebagai unsur
yang perlu dipertimbangkan pula. Perubahan-perubahan pada tingkat pusat
tersebut perlu dipertimbangkan pula. Perubahan-perubahan tersebut ternyata
juga berpengaruh di Maluku Utara, seperti dalam pemilihan Gubernur
Maluku Utara.17
B. Studi dari Dr. G. Vanklinken

16 ibid

17

12
Dengan menggunakan pendekatan sosiologis yang bertolak dari
masyarakat ia menunjukkan bahwa kerusuhan yang terjadi di Maluku
tidak bertolak dari primordialisme ala Durkheim tetapi kerusuhan tersebut
bersifat instrumentalis. Konsep kunci yang digunakan oleh Klinken adalah
clientelism (patron klien) bahwa elite-elite lokal di Maluku korup dan saling
memperebutkan kedudukan dalam birokrasi dan proyek-proyek
pembangunan, dan menarik pengikut dalam masyarakat dengan membagi
rejeki-rejekinya itu sehingga sistem patron client menjadi penghubung
antara negara dan masyarakat. Melalui sistem patron client itu pula elite
Islam dan elite Kristen di Maluku dapat memobilisasi lapisan masyarakat
bawah untuk saling membunuh demi keuntungan dan kedudukan pihak-
pihak elite itu.18
Kerusuhan di Maluku menurut Van Klinken disebabkan persaingan
politik yang memang ada kaitannya dengan clientalism. Seperti yang terjadi
di pemilu 1997 di Maluku. Hasil perhitungan suara menunjukkan bahwa
PDIP cabang Ambon menang mutlak dan menggeser partai-partai Islam.
PDIP Ambon sesungguhnya adalah unsur Parkindo dalam PNI maka
kemenangan itu diartikan sebagai kemenangan elite Kristen. Lalu untuk
wakil-wakil MPR dan DPR juga dipilih hanya dari orang Kristen.
Kemenangan PDIP Ambon tersebut dianggap oleh elite Islam sebagai
ancaman kedudukan mereka di birokrasi.19
3.2 Kronologi Konflik di Ambon
Kronologi konflik di Maluku dapat dibagi menjadi beberapa tahapan.
Tahapan pertama mulai tanggal 19 Januari 1999, kedua sejak 24 Juli 1999 dan
tahapan ke tiga sejak 26 Desember 1999
A) Tahapan pertama dimulai pada tanggal 19 Januari 1999
Pada tanggal 19 Januari 1999 terjadi suatu pertikaian antara seorang
supir angkot dengan seorang preman di terminal bis Batumerah. Kerusuhan

18 Ibid.hal281

19 Ibid.hal281

13
tersebut segera cepat meluas menjadi konflik antar orang Islam dan orang
Kristen yang ada di wilayah Batumerah dan Galunggung.20
Keesokkan harinya terjadi kebakaran di berbagai sudut kota Ambon.
Gereja Maranatha sebagai pusat pemuda Kristen berikat kepala merah
sedangkan Masjid Al Fatah sebagai pusat pemuda Islam berikat kepala
putih. Dalam peristiwa ini orang dagang (Bugis, Buton dan Makassar) yang
paling menderita karena tempat usaha mereka di pasar di rusak dan bakar.
Sejak saat itu konflik senjata terus berlangsung siang malam. Pada tanggal
14 Februari terjadi serangan oleh orang Islam di Pulau Haruku terhadap
orang Kristen di pulau itu juga. 21
Keadaan semakin memanas pada bulan Maret 1999. Pada 1 Maret
terjadi insiden di Masjid Ahuru dimana beberapa anggota Polri dituduk
melakukan pembunuhan terhadap orang islam yang sedang sholat.
Walaupun hal ini tidak benar tetapi berita tentang hal tersebut sudah
terdengar di Jakarta yang mengakibatkan adanya demonstrasi oleh umat
Islam.22
Kemuadian pada tanggal 31 Maret 1999 kerusuhan yang terjadi
semakin meluas ke Tual (kepulauan Kei) dan pada tanggal 19-20 April
konflik juga meluas ke kepulauan Banda. Tanggal 20 Juni terjadi juga di
Waab, Kei Kecil. Lalu pada tanggal 15 Juli terjadi konflik antara negeri
Kristen Ulat dengan negeri Islam Sirisori di Pulau Saparua.23
B) Tahapan kedua dimulai pada 24 Juli 1999
Konflik kedua ini bermula dari kerusuhan yang terjadi di daerah Poka
Kotamadya Ambon yang selanjutnya menjalar ke kota Ambon. Pada hari
pertama terjadi pembakaran diseluruh pusat ekonomi milik Cina sehingga

20 Waileruny, Semuel. 2010. Membongkar Konspirasi di Balik Konflik Maluku. Jakarta: Obor

21 ibid

22 ibid

23 ibid

14
mereka mengungsi dari Ambon. Pada tahapan kedua ini mereka sudah
menggunakan senjata api rakitan.24
Pada Agustus 1999 sejumlah aparat keamanan menyerang dan
membakar gereja Galala bersama umat yang ada didalamnya. Lalu pada
tanggal 18 dan 19 Agustus beberapa daerah Islam menyerang daerah Kristen
Piru dan berulang lagi pada 2 Desember. Konflik antar aparat kembali lagi
pada 3 Oktober di Batumerah. Konflik besar-besaran terjadi di Ambon
antara 26 sampai 30 Oktober 1999.25
Konflik Periode kedua juga terjadi pada saat pemilu tahun 1999 yang
pada waktu itu dimenangkan oleh PDIP. Partai tersebut memiliki kedekatan
dengan pemilik yang notabene beragama Kristen karena merupakan
gabungan dari Parkindo, PNI dan Partai Nasionalis lainnya yang memiliki
basis kuat di Maluku. Kemenangan PDIP tersebut disambut baik oleh
komunitas Kristen dan mereka berharap bisa memperoleh kembali kursi di
birokrasi melalui PDIP. Kekalahan Golkar maupun partai Islam lainnya
yang pada umumnya didukung oleh komunitas Islam telah memunculkan
kembali bibit-bibit konflik di Maluku. Ironisnya justru konflik Maluku yang
semula hanya bentrokan dua negeri kini telah memperlihatkan keterlibatan
aparat keamanan sebagai aktor lain dalam kerusuhan agama tersebut. TNI
yang dekat Golkar sebagai partai pemerintah dianggap lebih memihak
Islam, sementara polisi dekat dengan Kristen dengan keadaan seperti ini
sudah pasti aparat keamanan tidak bisa melaksanakan tugasnya dengan
baik.26
C) Tahapan ketiga dimulai pada tanggal 26 Desember 1999
Konflik ketiga ini berawal ketika terjadi pembakaran rumah-rumah
ibadah baik kaum Kristen maupun Islam yaitu gereja Silo dan Masjid An-

24 Ernita Krisandi, Budi Setyono, Tri Cahyo Utomo.2013.Resolusi Konflik di Maluku


Pasca Reformasi.Jurnal Ilmu Pemerintahan 2013

25 ibid

26 ibid

15
Nur. Peristiwa ini memicu konflik di luar kota Ambon yaitu di Masohi,
Seram.
Dalam konflik ketiga ini para perusuh sudah menggunakan senjata
organic milik aparat keamanan. Hal ini dapat terjadi kemungkinan jika ada
pihak luar Indonesia yang membantu konflik dalam hal persenjataan.
Meluasnya konflik tersebut menyebabkan adanya Kasus ABRI, Letjen
Marasabessymenurunkan tidak kurang dari 18 batalyon untuk
mengamankan Maluku Tengah dan Maluku Utara pada bulan Maret. Pada
saat itu, setiap hari diadakan razia senjata, memperlakukan jam malam dan
perintah tembak di tempat dikeluarkan. TNI AL juga tidak ketinggalan
dengan mengerahkan 9 kapal perang dan 5 kapal pengintai untuk
mengadakan patroli di perairan Maluku Utara dan Maluku Tengah.27
3.3 Solusi Dalam Mencapai Perdamaian Konflik di Ambon
Upaya yang dilakukan untuk mencapai perdamaian konflik Maluku oleh
pemerintah antara lain dengan adanya Perjanjian damai Maluku di Malino
(Malino II) serta dengan memanfaatkan kearifan lokal dalam negeri Maluku yaitu
berupa pela dan gandong.28
1) Perjanjian Damai Maluku Malino II
Pemerintah pusat memulai perundingan damai antara komunitas
Kristen dan Muslim Maluku pada tahun 2002 dengan perjanjian perdamaian
Malino II. Pengelolaan konflik pra Perjanjian Malino II sebagian bersifat
reaktif. Dimana tidak ada strategi maupun perencanaan jangka panjang baik
oleh pemerintah maupun masyarakat sipil. Alat pengelolaan konflik yang
utama adalah pengiriman bantuan dan keamanan serta mengandalkan pada
militer yang berasal dari luar Maluku. Perjanjian Malino II merupakan
sebuah titik balik yang signifikan yang ditandai dengan pengalihan ke
pendekatan pemulihan dan pembangunan. Isi dari perjanjian Malino II
tersebuat antara lain sebagai berikut:
a) Mengakhiri semua bentuk konflik dan perselisihan.

27ibid

28 Debora Sanur Lindawaty.2011. Konflik Ambon:Kajian Terhadap Beberapa Akar


Permasalahan Dan Solusi.Pilitical Vol.No2.hal286

16
b) Menegakkan supermasi hukum secara adil dan tidak memihak. Oleh
karena itu aparat harus bertindak profesional dalam menjalankan
tugasnya.
c) Menolak segala bentuk gerakan separatis termasuk Republik Maluku
Selatan.
d) Sebagai bagian dari NKRI maka bagi semua orang berhak untuk
berada dan berusaha di wilayah Maluku dengan memperhatikan
budaya setempat.
e) Segala bentuk organisasi, satuan kelompok atau laskar bersenjata
tanpa ijin di Maluku dilarang dan harus menyerahkan senjatanya atau
dilucuti dan diambil tindakan tegas sesuai hukum yang berlaku. Bagi
pihak-pihak luar yang mengacaukan Maluku wajib meninggalkan
Maluku.
f) Untuk melaksanakan seluruh ketentuan hukum, maka perlu dibentuk
tim investigasi independen nasional untuk mengusut tuntas peristiwa
19 Januari 1999, Front Kedaulatan Maluku, Kristen RMS, Laskar
Jihad, Laskar Kristus dan pengalihan agama secara paksa.
g) Mengembalikan pengungsi secara bertahap ke tempat semula sebelum
konflik.
h) Pemerintah akan membantu masyarakat merehabilitasi sarana
ekonomi dan sarana umum seperti fasilitas pendidikan, kesehatan dan
agama serta perumahan rakyat agar masa depan seluruh rakyat
Maluku dapat maju kembali dan keluar dari kesulitan. Sejalan dengan
itu segala fasilitas TNI segera dibangun kembali dan dikembalikan
fungsinya.
i) Dalam upaya menjaga keamanan dan ketertiban seluruh wilayah dan
masyarakat diharapkan adanya kekompakkan dan ketegasan untuk
TNI/ Polri sesuai fungsi dan tugasnya. Sejalan dengan itu segala
fasilitas TNI segera dibangun kembali dan dikembalikan fungsinya.
j) Untuk mejaga hubungan dan harmonisasi seluruh masyarakat,
pemeluk agama Islam dan Kristen maka segala upaya dan usaha
dakwah harus tetap menjunjung tinggi undang-undang dan ketentuan
lainnya tanpa pemaksaan.

17
k) Mendukung rehabilitasi khususnya Universitas Pattimura dengan
prinsip untuk kemajuan bersama. Karena itu, rekruitmen dan
kebijakan lainnya dijalankan secara terbuka dengan prinsip keadilan
dan tetap memenuhi syarat keadilan.
l) Walaupun secara resmi konflik dianggap sudah berakhir, perdamaian
masih rapuh karena akar penyebab konflik masih belum ditangani dan
munculnya keluhan baru. Dominasi Muslim dalam bisnis dan Kristen
dalam pendidikan adalah sebuah masalah yang serius. Malino II
meminta keseimbangan antara dua kelompok ini belum dapat dicapai.
2) Peran Kearifan Lokal pela dan gandong
Meskipun konflik dinyatakan selesai oleh Pemerintah Pusat secara
sepihak melalui ditandatanganinya Perjanjian Malino II pada tahun 2002-
2003. Namun demikian, konflik-konflik minor sendiri masih sering terjadi
dalam lingkungan masyarakat. Ditengarai ada beberapa oknum tertentu
yang berkepentingan agar Maluku tidak menjadi damai dan secara terus
menerus berkonflik. Konflik-konflik tersebut masih terjadi selang setahun
pasca diterapkannya butir-butir kesepakatan dalam perjanjian tersebut,
namun tidak berkembang dalam konflik komunal seperti pada rentang 1999-
2002. Secara garis besar, filosofi katong basudara sendiri berfungsi secara
dua arah yakni menjembatani adanya segregasi baik antara komunitas Salam
(Islam) maupun komunitas Sarani (Kristen) dan membangun konsensus
perdamaian berdasarkan nilai nilai sosio keagamaan yang berkembang
dalam ranah setempat.
Adapun gerakan revitalisasi kearifan lokal katong basudara di Maluku
sendiri dimulai dengan mendekati tokoh-tokoh masyarakat berpengaruh di
negeri-negeri yang selama ini berkonflik seperti halnya negeri Siri-Sori
(Islam- Kristen), Tamilou (Islam), dan Hutumuri (Kristen) yang selama ini
berkonflik dikarenakan memiliki latar belakang sejarah yang berbeda
dengan agama yang dianutnya. Namun memiliki ikatan darah yang sama
karena dilahirkan oleh rahim yang sama sehingga hubungan antar negeri
tersebut seperti layaknya kakak-adik.

18
Demikian halnya pula dengan negeri Tulehu (Islam), Sila (Kristen),
Laimu (Islam), Paperu (Kristen), Asilulu (Islam), Tial (Kristen), dan Hualilu
(Kristen) juga memiliki latar belakang berbeda, namun antar negeri tersebut
memiliki hubungan darah. Pembangunan kembali hubungan pela gandong
tersebut dilakukan dengan proses simbolisasi pela panas.Adapun yang
dimaksudkan dengan pela panas ialah ritual yang dilakukan menurut adat
untuk memperkuat kembali relasi-relasi adat yang selama ini berseteru,
namun terikat pada hubungan darah yang sama. Selain halnya pela gandong
untuk memperkuat ikatan perdamaian di tataran sosio masyarakat, para raja-
raja di beberapa negeri yang selama ini berseteru selama konflik keagamaan
berlangsung dipersatukan melalui Forum Lalupati yang gunanya untuk
memperkuat kohesivitas hubungan di antara para elite tokoh masyarakat
supaya mampu mengkondusifkan suasana perdamaian.
Secara lebih lanjut, pela gandong sebagai bentuk kearifan lokal dalam
proses perdamaian di Maluku sebenarnya merupakan upaya masyarakat
untuk kembali merekapitalisasi modal sosial yang terputus selama konflik
berlangsung. Rekapitalisasi berupa pemerkuatan implementasi pela
gandong di level sosio-kemasyarakatan adalah upaya mengikis identitas-
identitas konflik tersebut. 29

3.4 Dampak dari Konflik di Ambon

Kerusuhan dan konflik yang terjadi selama beberapa tahun di Maluku telah
memberikan masa lalu yang berat dan mencekam bagi masyarakat Maluku
khususnya. Konflik Maluku telah mengakibatkan banyak kematian dan
penderitaan umat manusia, penghancuran harta benda, pemaksaan pindah agama,
sehingga hal ini dianggap sebagai konflik berskala kejahatan dan pelanggaran
HAM. Kenyataan tersebut menimbulkan persepsi di kalangan masyarakat bahwa
dendam dan kebencian yang ada akan selalu dimiliki masyarakat Maluku.
Sehingga konflik yang terjadi di Maluku akan berlangsung lama, dan meskipun
konflik telah berakhir tidak menutup kemungkinan apabila konflik Maluku

29 Ibid, 286

19
tersebut akan bisa bangkit kembali. Terdapat dua keadaan setelah adanya
perdamaian masyarakat Maluku akibat Konflik Maluku 1999-2002 yaitu:
1) Terjadi Proses Disosiatif: Lemahnya Manajemen Pembangunan Sosial
Konflik Maluku yang telah terjadi selama beberapa tahun itu dapat
dipandang sebagai puncak dari proses sosial yang disosiatif diantara
masyarakat Maluku sendiri. Setelah konflik selesai dan timbul kesadaran
dari orang Maluku, bukan berarti tidak mungkin diantara masyarakat
Maluku tidak akan ada konflik lagi. Hal ini karena setelah adanya Perjanjian
Malino II di antara orang Maluku terjadi kembali konflik diantaranya,
seperti: konflik yang melibatkan negeri lain, yaitu konflik yang menyangkut
batas tanah petuanan yang terjadi antara negeri Tial, negeri Tulehu, dan
negeri Tengah-tengah dan antara negeri waai, negeri Liang. Konflik antar
masyarakat negeri Tial, negeri Tulehu dan negeri Tengah-tengah masih
belum terselesaikan melalui prosedur hukum, akan tetapi konflik antara
negeri Waai dengan negeri Liang sudah ada putusan pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum tetap. Akan tetapi penyelesaian melalui hukum
belum dapat menjamin terselesaikannya masalah yang menyangkut interaksi
sosial antar masyarakat.
2) Terjadi Peoses Asosiatif: Peran Bangsa Maluku Dalam Upaya Perdamaian
Yang Berkelanjutan
Menurut Samuel dalam membongkar konspirasi dibalik konflik Maluku
menyebutkan bahwa setelah disepakatinya perjanjian damai Malino II,
dikalangan tokoh-tokoh agama Maluku terdapat berbagai upaya dalam
menciptakan perdamaian yang berkelanjutan. Seperti yang di lihatnya
sewaktu penelitian.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

20
Konflik yang terjadi antara umat muslim dan kristen di Ambon dengan
adanya kerusuhan yang terjadi pada tanggal 19 Januari 1999 bertepatan dengan
hari raya Idul Fitri 1419 H. Merupakan peristiwa yang sangat memilukan
sekaligus menjadi catatan kelam sejarah perjalanan propinsi Maluku. Konflik
berdarah itu diawali dengan perkelahian antara pemuda keturunan Bugis bernama
Nursalim dikenal dengan panggilan Salim di Batu Merah beragama Islam dengan
Yacob Lauhery yang dikenal dengan panggilan Yopie pemuda asal Mardika
beragama kristen. Dimana pada 19 Januari 1999 terjadi peristiwa pembunuhan
antara agama kristen dan islam dan saling membakar rumah dan tempa ibadah
seperti gereja dam mesjid
Namun pada dasarnya konflik keagamaan yang terjadi di Maluku pada
tahun 1999 sebenarnya bukanlah suatu peristiwa muthakir. Konflik tersebut
merupakan rantai panjang dari adanya ketidakadilan dan marjinalisasi masyarakat
akibat kebijakan pemerintah baik kolonial maupun republik. Dimana Pada masa
pemerintahan Belanda terjadi praktik misionarisai Kristen Protestan kepada warga
lokal. Hal ini merupakan upaya Belanda untuk mengurangi pengaruh Islam
Ternate yang masih kuat di Maluku. Keadaan ini kemudian menjadikan Maluku
menjadi tersegregasi baik secara politik maupun sosio keagamaan dimana Maluku
utara yang masih berada dalam pengaruh Kerajaan Islam Ternate sedangkan
Maluku selatan yang berada dalam pengaruh misionarisasi Kristen Belanda
Kondisi keistimewaan kaum Kristen Maluku tersebut kemudian berubah
ketika bangsa Indonesia telah merdeka. Kaum Kristen kemudian dicap sebagai
separatis oleh pemerintah pusat karena banyak diantara mereka yang tergabung
dalam RMS. Hal inilah yang kemudian menguntungkan bagi kaum Islam Maluku
yang selama pemerintahan kolonial terdeskriminasi dan termarjinalkan kemudian
bisa menguasai birokrasi yang dulu dikuasai oleh kaum Kristen.
Konflik Maluku berhasil diselesaikan dengan adanya Perjanjian Malino II
sebagai konsensus kesepakatan perdamaian masyarakat Maluku. Namun demikian
potensi konflik di akar masyarakat dapat dikurangi melalui nilai-nilai kearifan
lokal.

21
Konflik di Maluku pada tahun 1999 telah menyebabkan banyak penderitaa
bagi masyarakat Maluku sendiri serta hal ini tetu juga bisa mengancam
kedaualatan bangsa Indonesia apabila rakyatnya tidak bisa bersatu.

4.2 Saran
sangat penting bagi masyarakat Maluku sekarang untuk tetap melestarikan

kearifan lokal supaya hubungan persaudaraan dan kekeluargaan tetap bertahan.

Selain itu untuk menambah khasanah ataupun keefektifan hukum nasional perlu

sekiranya ditambahkan hukum adat lokal untuk menyelesaikan permasalahan

lokal yang terjadi. Dan juga kita pun harus bisa belajar sejarah dan memahami

segala sesuatu yang telah terjadi agar kita lebih bijaksana dalam mengahadapi

keadaan dan permasalahan yang terjadi saat ini.

DAFTAR PUSTAKA

Debora Sanur Lindawaty.2011. Konflik Ambon:Kajian Terhadap Beberapa Akar


Permasalahan Dan Solusi.Pilitical Vol.No2
Esolusi Konflik Keagaman Di Beberbagai Daerah. 2014.Konflik Agama
Maluku.puslitbang kehidupan keagamaan badan litbang dan diklat
kementrian agama RI.Jakarta
Ernita Krisandi, Budi Setyono, Tri Cahyo Utomo.2013.Resolusi Konflik di
Maluku Pasca Reformasi.Jurnal Ilmu Pemerintahan 2013.
Fadly,Muhamad.2013.Makalah Kebudayaan Ambon
Pieris,John.2004.Tragedi Maluku,Sebuah Krisis Peradaban.Jakarta:Yayasan Obor
Indonesia
Nanang.Pramuji M,dkk.Laporan Penelitian Success Story Mekanisme Komunitas
dalam Penanganan dan Pencegahan Konflik

22
Wasisto Raharjo Jati.2013. Kearifan Lokal Sebagai Resolusi Konflik Keagamaan.
Jurnal Walisongo, Volume 21, Nomor 2, November 2013
Waileruny, Semuel. 2010. Membongkar Konspirasi di Balik Konflik Maluku.
Jakarta: Obor
.

23

Anda mungkin juga menyukai