Anda di halaman 1dari 4

3.

Jelaskan tentang IBS dan IBD

Irritable Bowel Syndrome (IBS) merupakan gangguan sistem gastrointestinal


bersifat kronis yang ditandai oleh nyeri atau sensasi tidak nyaman pada abdomen,
kembung dan perubahan kebiasaan buang air besar. Penyakit ini didasari oleh
perubahan psikologis dan fisiologis yang mempengaruhi regulasi sistem
gastrointestinal, persepsi viseral dan integritas mukosa.

IBS adalah kelainan fungsional usus kronis berulang dengan nyeri atau rasa tidak
nyaman abdomen yang berkaitan dengan defekasi atau perubahan kebiasaan buang air
besar setidaknya selama 3 bulan.

Kriteria Roma III untuk diagnosis IBS :


Nyeri abdomen atau sensasi tidak nyaman berulang paling tidak selama 3 hari
dalam satu bulan pada 3 bulan terakhir dengan 2 atau lebih gejala berikut:

Perbaikan dengan defekasi


Onset terkait dengan perubahan frekuensi buang air besar
Onset terkait dengan perubahan bentuk atau tampilan feses
Menurut kriteria Roma III dan karakteristik feses, IBS dibagi menjadi 3 subkelas:

1. IBS dengan diare (IBS-D)

- Feses lembek/cair 25% waktu dan feses padat/bergumpal <25% waktu


- Lebih umum ditemui pada laki-laki
- Ditemukan pada satu pertiga kasus

2. IBS dengan konstipasi (IBS-C)

- Feses padat/bergumpal 25% dan feses lembek/cair <25% waktu


- Lebih umum ditemui pada wanita
- Ditemukan pada satu pertiga kasus

3. IBS dengan campuran kebiasaan buang air besar atau pola siklik (IBS-M)

- Feses padat/bergumpal dan lembek/cair 25% waktu


- Ditemukan pada satu pertiga kasus

Patofisiologi
Tiga mekanisme yang mempengaruhi dan menimbulkan gejala IBS, yaitu :
1. Motilitas usus terganggu : Pasien IBS memiliki aktivitas mioelektrik otot
polos usus yang abnormal. Hal ini menyebabkan waktu transit di usus besar
memanjang sehingga terjadi konstipasi atau waktu transit memendek
menyebabkan diare.
2. Hipersensitivitas viseral : hipersensitivitas terhadap nyeri viseral dan motilitas
usus, terutama bila terjadi distensi secara tiba-tiba sehingga pasien merasakan
nyeri atau tidak nyaman dengan volume arau jenis makanan yang umumnya
tidak menimbulkan keluhan pada populasi normal
3. Psikopatologi dan peran ssp : pasien dengan kelainan psikologis seperti
depresi, kelainan panik, cemas, hikondriasis atau riwayat penganiayaan
seksual maupun fisik lebih sering menderita IBS. Psikopatologi tersebut
menurunkan ambang rasa nyeri, meningkatkan pelepasaan sitokin-sitokin pro-
inflamasi yang dapat meningkatkan permeabilitas usus dan sekresi epitel.

Terapi

1. edukasi : meyakinkan pasien mengenai perjalanan penyakitnya bersifat


fungsional dan tidak berbahaya
2. modifikasi diet : menganamnesis makanan yang mungkin mencetus contoh
: kopi, susu, gandum, pemanis buatan, kacang-kacangan, dan kol. Batasi
konsumsi karbohidrat rantai pendek yang sulit diabsorbsi di usus.
3. Medikamentosa : antiiotik rifaximin 1100 1200 mg/hari dalam 2-3
hari selama 10-14 hari. Pemberian prebiotik yang mengandung
bifidobacteria juga dianjurkan bermanfaat memperbaiki gejala IBS karena
dapat mengembalikan flora usus normal.
GolonganObat Contoh Fungsi

Terapiintoleransilaktosa;efektivitasbervariasipadapasienIBS
galaktosidase
denganintoleransilaktosa.

Efektifapabilamengkonsumsimakanantinggilegumepada
galaktosidase
individunormal
PreparatEnzim
EnzimPankreas EfektifitasnyapadapasienIBSmasihbelumdiketahuipasti

Efektifuntukdispepsiafungsionaldanproduksigasberlebih,
Simetikon
disertaidiare.

Absorbendanagenyangmengurangitekanan ArangAktif EfektifitaspadapasienIBSbelumterbukti


permukaan
BismuthSubsalisilat Efekmengurangiflatus

Berfungsimengurangipertumbuhanbakteriakibatpenyakit
Modifikasifloranormal Antibiotik
organik;menguntungkanpasienIBS.

Tegaserod Berfungsimengurangikembung

Berfungsimengurangikembung;mengurangidistensipasien
AgenProkinetik Neostigmin
pseudoobstruktifkolonakut.Sudahtidakberedardipasaran;

4. Psikoterapi : bila ditemukan cemas, depresi atau somatoisasi, berikan


terapi kognitif-perilaku, psikoterapi dinamis atau hipnoterapi. Edukasi hal-
hal yang dapat memicu stress, istirahat cukup dan melatih kebiasaan BAB
teratur.
Inflammatory Bowel Disease (IBD) dalah suatu penyakit radang menahun yang
mengenai saluran pencernaan terutama usus halus dan kolon. Kelainan ini terdiri dari
2 penyakit yang dikenal dengan kolitis ulseratif / ulcerative colitis (UC) dan penyakit
Crohn / Crohn disease (CD)

PATOGENESIS Beberapa faktor predisposisi terjadinya IBD adalah:


A. Faktor Genetik
B. Faktor
C. Faktor Imunologi
D. Integritas Epitel

Derajat berat gejala klinis Penyakit Crohn terbagi 3 kriteria yaitu:


- Ringan-sedang Dapat mentoleransi diet secara oral tanpa dehidrasi, demam,
nyeri perut, massa abdomen, obstruksi, atau penurunan berat badan >10%
- Sedang-berat Tidak respon terhadap terapi derajat ringan-sedang atau gejala
demam menetap, penurunan berat badan yang tidak signifikan, nyeri perut,
mual dan muntah intermiten (tanpa adanya obstruksi), atau anemia yang
signifikan.
- Berat-fulminan Gejala klinis yang persisten meskipun telah mendapat
kortikosteroid, atau penderita dengan demam tinggi, muntah persisten,
obstruksi intestinal, kaheksia atau abses intra abdominal.
Pada Kolitis Ulserativa, setidaknya terdapat 4 bentuk gejala dan tanda klinis yang
berhubungan dengan derajat peradangan mukosa dan gangguan sistemik.
- Prodromal (<5%) Kegagalan pertumbuhan, artropati, eritema nodusum, occult
fecal blood. Peningkatan LED, nyeri perut tidak khas, atau perubahan pola
defekasi.
- Ringan (50-60%) Diare, perdarahan rektum ringan, nyeri perut, tidak ada
gangguan sistemik
- Sedang (30%) Diare berdarah, kram, urgensi, abdominal tenderness Gangguan
sistemik: anoreksia, penurunan berat badan, panas badan, anemia ringan
- Berat (10%) Defekasi berdarah >6x/hari, abdominal tenderness dengan atau
tanpa distensi, takikardia, panas badan, penurunan berat badan, anemia yang
signifikan, lekositosis dan hipoalbuminemia

A. Terapi Medikamentosa
Medikamentosa yang digunakan untuk induksi remisi, mempertahankan
remisi, mencegah dan mengurangi relaps adalah:
1. Aminosalisilat (ASA), terutama untuk mempertahankan remisi. Dosis
tinggi digunakan untuk induksi remisi.
Sulfasalasin, dosis 30-50 mg/kg/hari dalam 2-4 dosis, dapat
ditingkatkan sampai 75 mg/kg
Mesalamin, dosis 30-50 mg/kg/hari dalam2-4 dosis (maksimal
3,2g/hari)
Olsalazin, dosis 30 mg/kg/hari dalam 2 dosis
2. Kortikosteroid, untuk induksi remisi. Tidak berperan dalam
mempertahankan remisi.
Prednison, dosis: 1-2 mg/kg/hari dosis tunggal atau dosis terbagi.
Metilprednisolon, dosis: 2 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis
3. Imunomodulator, digunakan untuk induksi dan mempertahankan remisi.
Azathioprine, dosis: 2-2,5 mg/kg/hari dosis tunggal
6-Mercatopurin, dosis: 1,5 mg/kg/hari dosis tunggal
4. Anti-tumor necrosis factor untuk induksi remisi
infliximab merupakan antibodi monoklonal anti-TNF-alfa.
Infliximab, dosis: 5 mg/kg dilarutkan dengan 250 ml NaCl
fisiologis secara intravena. Infliximab dosis tunggal untuk Penyakit
Crohn derajat moderat-berat atau pada fistula dengan dosis 5mg/kg
dalam 2 jam 3 kali pada minggu 0, 2, dan 6, sering diikuti
pemberian setiap 8 minggu. Data penggunaan infliximab pada
Kolitis Ulserativa tidak sebaik pada Penyakit Crohn.
5. Antibiotika
Metronidazole, dosis: 30-50 mg/kg/hari dalam 3 dosis.
Metronidazole diberikan pada kelainan perianal Penyakit Crohn

b. terapi bedah
c. peran probiotik dan prebiotik

Anda mungkin juga menyukai