Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Ekbisi Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Vol. 5, No. 1, Desember 2010, hlm. 42 - 49

EFEK PENGGANDA ZAKAT SERTA IMPLIKASINYA


TERHADAP PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN

M Nur Rianto Al Arif 1

ABSTRACT:
Zakah as one of the Islamic fiscal instruments has played a significant role in
economic of Islamic state since prophet Muhammad saw. Zakah is a instrument in the
field of fiscal and Islamic economic as a facility for the purpose of worship and to
achieve social welfare. The potential for zakah covers several aspects included for
poverty alleviation program through community empowerment program. Zakah can
give the contribution for the government community empowerment program through
the zakah multiplier effect.

Keywords:
Zakah Multiplier effect, Poverty AlleviationProgram

1
Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1
Jurnal Ekbisi Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Vol. 5, No. 1, Desember 2010, hlm. 42 - 49
A. Pendahuluan
Kemiskinan merupakan permasalahan yang selalu timbul di setiap negara, baik
itu kemiskinan absolut maupun kemiskinan relatif. Walaupun sudah banyak program-
program yang ditujukan dalam upaya pengentasan kemiskinan, namun masalah ini tak
kunjung selesai juga. Sulitnya penyelesaian masalah ini disebabkan karena
permasalahan yang melibatkan penduduk miskin ternyata sangat kompleks.
Pendekatan dalam penyelesaiannya tidak hanya dilakukan dari segi ekonomi saja
namun segi sosialnya harus dipertimbangkan. Faktor utama penyebab kemiskinan
sebagian besar karena faktor alamiah. Selain itu tidak terjadinya pemerataan hasil
pembangunan juga merupakan faktor penyebab yang tidak dapat diabaikan.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997,
diyakini berakibat buruk bagi kesejahteraan masyarakat, sehingga tingkat kemiskinan
juga akan meningkat. Sampai dengan tahun 1996, jumlah penduduk miskin di
Indonesia mengalami penurunan. Penurunan ini tidak hanya terlihat dari jumlah
absolutnya, tetapi lebih dari itu persentase penduduk miskin juga selalu mengalami
penurunan. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada Juli 1997 berakibat pada
jumlah penduduk miskin yang tadinya mengalami penurunan, kembali mengalami
peningkatan. Dalam upaya untuk mengatasi kemiskinan, pemerintah telah
mengeluarkan berbagai kebijakan agar permasalahan kemiskinan ini dapat
terselesaikan, antara lain dengan kebijakan (1) Inpres Desa Tertinggal (IDT); (2)
Jaring Pengaman Sosial (JPS) yang dikeluarkan pada saat krisis. Namun semuanya
masih belum dapat menyelesaikan permasalahan ini.
Namun jumlah penduduk miskin pasca krisis ekonomi telah berangsur
membaik, dimana dari tahun ke tahun telah terjadi penurunan jumlah kemiskinan. Hal
ini menandakan perekonomian Indonesia telah semakin membaik. Namun timbul
suatu pertanyaan apakah penurunan jumlah kemiskinan ini sebagai dampak
keberhasilan program pengentasan kemiskinan yang telah dilaksanakan oleh
pemerintah ataukah karena penyebab lainnya. Semua program yang telah ditempuh
pada dasarnya telah memberikan hasil yang menggembirakan. Usaha yang telah
dilakukan ini dampaknya masih belum dirasakan secara optimal oleh masyarakat.
Dalam evaluasi pelaksanaan program pengentasan kemiskinan tahun 2000
program pengentasan kemiskinan yang tepat sasaran hanya berjumlah 30,52% saja,
sedangkan 41,81% tidak tepat sasaran, serta 27,67% tidak diketahui karena
berdasarkan survey yang dilakukan tidak ditemukan nama tersebut (BPS: 2001).

2
Jurnal Ekbisi Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Vol. 5, No. 1, Desember 2010, hlm. 42 - 49

Tabel 1
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah,
1996-2008
Jumlah Penduduk Miskin (Juta) Persentase Penduduk Miskin
Tahun
Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1996 9,42 24,59 34,01 13,39 19,78 17,47
1998 17,60 31,90 49,50 21,92 25,72 24,23
1999 15,64 32,33 47,97 19,41 26,03 23,43
2000 12,30 26,40 38,70 14,60 22,38 19,14
2001 8,60 29,30 37,90 9,76 24,84 18,41
2002 13,30 25,10 38,40 14,46 21,10 18,20
2003 12,20 25,10 37,30 13,57 20,23 17,42
2004 11,40 24,80 36,10 12,13 20,11 16,66
2005 12,40 22,70 35,10 11,68 19,98 15,97
2006 14,49 24,81 39,30 13,47 21,81 17,75
2007 13,56 23,61 37,17 12,52 20,37 16,58
2008 12,77 22,19 34,96 11,65 18,93 15,42
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Program pengentasan kemiskinan di Indonesia tidak akan mampu berhasil
tanpa bantuan sub sistem lain, termasuk di dalamnya program pemberdayaan
masyarakat berbasis kepada zakat. Zakat merupakan salah satu instrumen fiskal dalam
perekonomian yang telah dipergunakan oleh pemerintah Islam dari masa Rasulullah
saw sampai dengan berakhirnya kekhalifahan Islam. Pasca lahirnya Undang-Undang
No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, dalam UU ini dimungkinkan
pengelolaan zakat dilakukan tidak hanya oleh Badan Amil Zakat yang dikelola oleh
pemerintah, namun dimungkinkan zakat dikelola oleh institusi swasta melalui
Lembaga Amil Zakat.
Dengan lahirnya UU No. 38 tahun 1999, perkembangan zakat semakin
berkembang pesat baik dari sisi penghimpunan maupun pemberdayaan, serta
membantu program pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan melalui program
pemberdayaan masyarakat. Kesadaran masyarakat semakin tinggi dalam mengelola
zakat secara transparan, karena saat ini masyarakat telah sadar betapa zakat memiliki
pengaruh yang cukup signifikan dalam memberdayakan masyarakat.

B. Zakat dan Potensinya


Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu
keberkahan, pertumbuhan dan perkembangan, kesucian dan keberesan. Zakat
dimaksudkan untuk membersihkan harta benda milik orang lain, yang dengan segaja
atau tidak sengaja, telah termasuk ke dalam harta benda kita. (Doa, 2001:15). Secara

3
Jurnal Ekbisi Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Vol. 5, No. 1, Desember 2010, hlm. 42 - 49
istilah, zakat merupakan bagian dari harta dengan persyaratan tertentu dimana yang
diwajibkan oleh Allah SWT kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak
menerimanya (Hafidhuddin, 2002: 5). Secara umum, zakat bisa dirumuskan sebagai
bagian dari harta yang wajib diberikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat-
syarat tertentu. Syarat-syarat itu adalah nishab (jumlah minimum harta kekayaan yang
wajib dikeluarkan zakatnya), haul (jangka waktu yang ditentukan bila seorang wajib
mengeluarkan zakat), dan kadarnya (ukuran besarnya zakat yang harus dikeluarkan).
Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa
yang dimaksud dengan zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim
atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk
diberikan kepada yang berhak menerimanya. Secara garis besar jenis zakat ada dua
yaitu zakat fitrah yang dibayarkan setiap bulan Ramadhan dalam bentuk beras dan
zakat maal atau zakat harta yang dikeluarkan dari harta yang dimiliki berdasarkan
persyaratan tertentu.
Dalam menghitung potensi zakat telah ada beberapa ekonom muslim yang
telah melakukannya. Menurut perhitungan Public Interest Research and Advocacy
Center (PIRAC) tahun 2007 potensi zakat di Indonesia dengan melakukan survey
kepada 2000 responden di 11 kota besar adalah sebesar Rp 9,09 triliun. Sedangkan
menurut pakar ekonomi syariah Muhammad Syafii Antonio menyebut potensi zakat
Indonesia dapat mencapai Rp 17 triliun. Kemudian hasil riset terbaru dari Ivan
Syaftian, peneliti dari Universitas Indonesia tahun 2008 potensi zakat profesi sebesar
Rp 4,825 triliun per tahun. Serta adapula yang menghitung potensi zakat berdasarkan
pendapatan domestik bruto suatu negara, penghitungan potensi zakat dilakukan dari
2,5% dari pendapatan domestik bruto (PDB) negara. Akan tetapi perhitungan dengan
menggunakan PDB masih dirasakan kurang tepat apabila dipergunakan bukan di
negara Islam seperti Indonesia, karena PDB yang dihasilkan adalah campuran.
Namun jika dibandingkan dengan jumlah dana zakat yang dikumpulkan oleh
Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) serta digabung dengan seluruh lembaga amil
zakat nasional pada tahun 2007, ternyata dana zakat yang dikumpulkan hanya
mencapai sebesar Rp 600 miliar. Jika dibandingkan dengan potensi zakat minimal
sebesar Rp 4,8 triliun, maka nilai Rp 600 miliar ini hanya 2,5% dari potensi minimal
yang ada. Hal ini memperlihatkan bahwa pengumpulan zakat masih sangat jauh dari
potensi minimal yang dapat dikumpulkan.

4
Jurnal Ekbisi Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Vol. 5, No. 1, Desember 2010, hlm. 42 - 49
C. Kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara, baik
negara maju maupun negara miskin. Pada umumnya kemiskinan diukur dengan
tingkat pendapatan dan kebutuhan. Bank Dunia mendefinisikan keadaan miskin
sebagai:
Poverty is concern with absolute standard of living of part of society the poor
in equality refers to relative living standards across the whole society (World
Development Report: 1990 dalam Sumodiningrat et.al, 1999: 25).

Sehingga secara umum kemiskinan setidaknya dapat ditinjau dari dua sisi,
yaitu pertama, kemiskinan absolut, dimana dengan pendekatan ini diidentifikasikan
jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan tertentu. Kedua, kemiskinan
relatif, yaitu pangsa pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing golongan
pendapatan. Dengan kata lain, kemiskinan relatif mempunyai keterkaitan yang erat
dengan permasalahan distribusi pendapatan. (Sumodiningrat et.al, 1999: 26)
Lebih lanjut ada beberapa pola kemiskinan yang patut dicatat. Pertama, dari
pola waktunya, kemiskinan di suatu daerah dapat digolongkan sebagai persistent
poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun-termurun. Pola kedua adalah
cyclical poverty, yaitu kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara
keseluruhan. Pola ketiga adalah seasonal poverty, yaitu kemiskinan musiman seperti
sering dijumpai pada kasus-kasus nelayan dan petani tanaman pangan. Pola keempat
adalah accidental poverty, yaitu kemiskinan karena terjadinya bencana alam atau
dampak dari suatu kebijaksanaan tertentu (Sumodiningrat et.al, 1999: 28)
Dalam sudut pandang Islam, kemiskinan terbagi menjadi 3 tingkatan, yaitu:
Miskin iman ,yang dimaksud dari miskin Iman adalah orang yang jiwanya tidak
ada kontak atau hubungan dengan Allah, atau jika ada hubungan pun terlalu
tipis, yaitu hanya ingat pada Allah saat susah saja.
Miskin ilmu, miskin ilmu ini menjadi penyebab yang kedua mengapa manusia
miskin dan tidak tahu cara menyelesaikan masalah hidup. Saat ini etos kerja
umat muslim sangat rendah, mereka enggan untuk mengkaji ilmu-ilmu Allah.
Miskin harta, para ulama mazhab seperti Malikiyah, Syafiiyah, dan Hanabilah
mendefinisikan miskin adalah sebagai seseorang yang masih memiliki
kemampuan untuk bekerja berusaha dalam rangka memperoleh harta dan
menghidupi keluarganya secara halal tetapi hasil yang didapat masih belum
mencukupi bagi pemenuhan kebutuhan dirinya dan keluarganya.

5
Jurnal Ekbisi Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Vol. 5, No. 1, Desember 2010, hlm. 42 - 49
Menurut Sharp (1996 dalam Kuncoro, 1997: 80) Setelah melakukan identifikasi
penyebab kemiskinan dari segi ekonomi. Pertama, kemiskinan secara mikro lahir
karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya, adanya sekelompok
orang yang memonopoli kepemilikan atas sumber daya dapat mengakibatkan
munculnya kemiskinan. Kedua, kemiskinan muncul sebagai akibat perbedaan dalam
kualitas sumber daya manusia, hal ini terlihat bahwa kekurangan orang miskin untuk
maju adalah karena mereka tidak memiliki keilmuan, pengetahuan dan keahlian
seperti yang dimiliki oleh orang yang kaya. Ketiga, kemiskinan muncul sebagai akibat
perbedaan akses dalam modal, hal ini yang seringkali menjadi ketakutan orang
apabila hendak berwirausaha yaitu keterbatasan modal, sementara di sisi lain ada
sekelompok orang yang mampu memiliki akses terhadap sumber-sumber permodalan
yang ada.

D. Efek Pengganda Zakat


Pelaksanaan ibadah zakat bila dilakukan secara sistematis dan terorganisir
akan memberikan efek multiplier yang tidak sedikit terhadap peningkatan pendapatan,
hal ini seperti digambarkan pada Al-Quran surat Al Baqarah ayat 261,

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang


menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipatgandakan
(ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi
Maha Mengetahui (QS 2: 261)
Dari Ibnu Abbas ra meriwayatkan dari Rasulullah saw, beliau bersabda
menyampaikan apa yang diterimanya dari Tuhannya Allah azza wa jalla.
Sesungguhnya Allah menetapkan kebaikan dan keburukan kemudian
menjelaskannya; barangsiapa berniat melakukan kebaikan dan tidak jadi
melakukannya, maka Allah mencatat di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang
sempurna. Jika ia berniat melakukan kebaikan lalu ia benar-benar melakukannya
maka Allah akan mencatat di sisi-Nya sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus kali lipat
bahkan masih dilipatgandakannya lagi. Jika ia berniat melakukan keburukan dan

6
Jurnal Ekbisi Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Vol. 5, No. 1, Desember 2010, hlm. 42 - 49
tidak jadi melakukan maka Allah mencatatnya sebagai satu kebaikan. Dan jika ia
berniat melakukan keburukan lalu ia benar-benar melakukannya, maka Allah hanya
mencatat di sisi-Nya satu keburukan (HR Bukhari dan Muslim)
Pada ayat dan hadits tersebut digambarkan secara implisit efek pengganda dari
zakat. Bagaimanakah mekanisme efek pengganda zakat ini? Secara ekonomi, hal ini
dijelaskan sebagai berikut: diasumsikan bantuan zakat diberikan dalam bentuk
konsumtif. Bantuan konsumtif yang diberikan kepada mustahik akan
meningkatkan daya beli mustahik tersebut atas suatu barang yang menjadi
kebutuhannya. Peningkatan daya beli atas suatu barang ini akan berimbas pada
peningkatan produksi suatu perusahaan, imbas dari peningkatan produksi adalah
penambahan kapasitas produksi yang hal ini berarti perusahaan akan menyerap tenaga
kerja lebih banyak.
Gambar 1
Efek Multiplier Zakat dalam Perekonomian

Zakat Daya beli


Muzakki Mustahik Peningkatan
meningkat
konsumsi

Investasi
meningkat

Pembangunan dana Penerimaan pajak Produksi


meningkat negara meningkat
pembangunan meningkat

Sementara itu di sisi lain peningkatan produksi akan meningkatkan pajak yang
dibayarkan perusahaan kepada negara. Bila penerimaan negara bertambah, maka
negara akan mampu menyediakan sarana dan prasarana untuk pembangunan serta
mampu menyediakan fasilitas publik bagi masyarakat. Dari gambaran di atas terlihat
bahwa dari pembayaran zakat mampu menghasilkan efek berlipat ganda (multiplier
effect) dalam perekonomian, yang pada akhirnya secara tidak langsung akan berimbas
pula kepada kita. Apabila zakat diberikan dalam bentuk bantuan produktif seperti
modal kerja atau dana bergulir, maka sudah barang tentu efek pengganda yang
didapat akan lebih besar lagi dalam suatu perekonomian.

7
Jurnal Ekbisi Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Vol. 5, No. 1, Desember 2010, hlm. 42 - 49
Berdasarkan mekanisme tersebut dapat terlihat bahwa pengelolaan zakat yang
tepat, professional dan akuntabel akan mampu mendayagunakan zakat serta akan
memberikan efek pengganda yang cukup signifikan dalam perekonomian terutama
dalam membantu pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan melalui program-
program pemberdayaan masyarakat. Dalam mekanisme tersebut terlihat bahwa zakat
dalam bentuk bantuan konsumtif saja telah memiliki pengaruh cukup signifikan,
apabila zakat disalurkan tidak hanya dalam bentuan bantuan konsumtif namun turut
pula diberikan dalam bentuk bantuan produktif maka efek pengganda zakat pun akan
berpengaruh lebih besar lagi dalam perekonomian. Dan hal ini akan mampu
memberikan pengaruh signifikan dalam mengentaskan kemiskinan di suatu negara.
Mekanisme mengenai efek pengganda zakat dapat pula dijelaskan secara
persamaan matematis. Apabila diasumsikan pada perekonomian tiga sektor
keseimbangan pendapatan nasional dicapai apabila penawaran agregat adalah sama
dengan permintaan agregat. Perekonomian yang digunakan dalam persamaan ini
adalah perekonomian tiga sektor karena diasumsikan setiap ekspor dan impor yang
terkait dengan perdagangan ditangani langsung oleh pemerintah pusat. Sehingga
variabel ekspor dan impor ditiadakan dalam model persamaan ini.
Penawaran agregat = permintaan agregat
Atau Y =C+I+G
Y adalah pendapatan nasional
C adalah konsumsi masyarakat
I adalah tingkat investasi
G adalah pengeluaran pemerintah
Sedangkan ditinjau dari aliran pendapatan, dalam perekonomian tiga sektor
berlaku kesamaan berikut:
Y =C+S+T
Dimana:
Y adalah pendapatan nasional
C adalah konsumsi masyarakat termasuk konsumsi rumah tangga dan swasta
S adalah tingkat tabungan masyarakat
T adalah tingkat penerimaan pajak yang diterima oleh pemerintah
Dengan demikian pada keseimbangan pendapatan nasional berlaku kesamaan
berikut:
C+I+G =C+S+T

8
Jurnal Ekbisi Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Vol. 5, No. 1, Desember 2010, hlm. 42 - 49
Apabila C dikurangi dari setiap ruas, maka:
I+G =S+T
Dalam perekonomian tiga sektor I dan G adalah bocoran dari sirkulasi aliran
pendapatan, sedangkan S + T adalah suntikan. Dengan demikian dalam keseimbangan
ekonomi tiga sektor juga berlaku keadaan: bocoran = suntikan. Sebagai kesimpulan
dapatlah dirumuskan bahwa dalam perekonomian tiga sektor yang mencapai
keseimbangan akan berlaku keadaan sebagai berikut:
i. Y = C + I + G
ii. I + G = S + T
Model yang digunakan dalam tulisan ini adalah:
Y=C+I+G
Dimana:
I = Io
G = Go
C = a + b (Y Y) + [(1 )Y + Y] + t
C adalah fungsi konsumsi yang merupakan fungsi dari pendapatan muzakki (orang
yang membayar zakat) dan mustahik (orang yang menerima zakat).
Pendapatan muzakki ditunjukkan pada persamaan (Y Y), dimana pendapatan
muzakki bersih adalah pendapatan muzakki (Y) dikurangi dengan zakat (Y).
Pendapatan mustahik ditunjukkan pada persamaan [(1 )Y + Y], dimana
pendapatan mustahik bersih adalah pendapatannya [(1 )Y] ditambah dengan zakat
(Y) yang diterima.
Zakat dalam persamaan ini diperlakukan sebagai pengeluaran konsumsi
Sehingga:
Y = a + b (Y Y) + [(1 )Y + Y] + Io + Go + t
Y = a + bY bY + (1 )Y Y + Io + Go + t
Y Y ( b ( + ) [(1 ) + ]) = a + Io + Go + t
Bila diasumsikan
A = a + Io + Go + t
Maka
Y ( 1 [ b ( + ) [ (1 ) + ] = A
1
Y = A
1 [b( + )] [ (1 ) + ]

9
Jurnal Ekbisi Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Vol. 5, No. 1, Desember 2010, hlm. 42 - 49
Maka multiplier zakat-pendapatan adalah:
1
K=
1 [b( + )] [ (1 ) + ]
diasumsikan bahwa:
Z 1 = b( + )
Z 2 = [ (1 ) + ]
Maka:
1
K=
1 Z1 Z 2
Dimana:
Z 1 adalah kecenderungan mengkonsumsi muzakki
Z 2 adalah kecenderungan mengkonsumsi mustahik
Pada model persamaan di atas zakat diperlakukan tidak sama seperti pajak,
melainkan diperlakukan sebagai salah satu pengeluaran konsumsi masyarakat untuk
akhirat. Meskipun zakat yang dikeluarkan tersebut dapat berguna pula bagi sosial
kemasyarakatan. Model persamaan konsumsi di atas menggunakan model Absolute
Income Hypothesis yang dikemukakan oleh Metwally, dimana menurut hipotesa ini
konsumsi seseorang tergantung sepenuhnya kepada pendapatan saat ini. Hal ini
sejalan dengan teori yang ada, dimana mustahik dalam konsumsinya sangat
bergantung pada besaran pendapatan yang diterimanya saat ini.

E. Kesimpulan
Kemiskinan merupakan permasalahan yang dihadapi di setiap negara baik dalam
bentuk kemiskinan relatif maupun kemiskinan absolut. Apabila kemiskinan tidak
mampu diatasi dengan baik, maka akan dapat menjadi hambatan dalam perekonomian
suatu negara. Telah banyak program pengentasan kemiskinan yang telah dilaksanakan
oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, namun seluruh
program ini masih belum memberikan implikasi yang cukup signifikan dalam
menurunkan tingkat kemiskinan. Oleh karenanya program pengentasan kemiskinan
membutuhkan bantuan dari sub sistem lain, termasuk salah satunya adalah instrument
zakat dalam ekonomi Islam.
Zakat merupakan salah satu instrument fiskal dalam perekonomian yang telah
dipergunakan oleh pemerintahan Islam semenjak Rasulullah saw, dan berdasarkan
perjalanan sejarah zakat telah memainkan peran cukup penting dalam mekanisme

10
Jurnal Ekbisi Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Vol. 5, No. 1, Desember 2010, hlm. 42 - 49
distribusi pendapatan dalam perekonomian. Pengelolaan zakat yang tepat,
professional dan akuntabel akan memberikan pengaruh cukup signifikan dalam
perekonomian. Zakat yang dikelola dengan baik akan mampu memberikan efek
pengganda dalam perekonomian, sehingga dapat berpengaruh dalam program
pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Zakat baik dalam bentuk
bantuan konsumtif maupun bantuan produktif berdasarkan mekanisme yang ada telah
mampu memberikan pengaruh cukup signifikan dalam perekonomian melalui
mekanisme efek penggandanya. Berdasarkan hal ini, maka zakat harus mampu
dikelola dengan baik agar efek penggandanya dapat dirasakan dalam perekonomian.

F. Daftar Pustaka
Al Arif, M. Nur Rianto. 2009. Efek Multiplier Zakat Terhadap Pendapatan di
Propinsi DKI Jakarta. Jurnal Al-Iqtishad Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Vol. 1, No. 1 tahun 2009
Badan Pusat Statistik. 2001. Evaluasi Pelaksanaan Program Pengentasan
Kemiskinan Terpadu 2000. BPS: Jakarta
Choudhury, Masudul Alam. 1986. Contribution to Islamic Economic Theory.
Mac Millan: London.
Kahf, Monzer (ed). 1997. Economics of Zakah (a book of Readings). IRTI-IDB:
Jeddah.
------------------------. 1999. The Principle of Sosioeconomic Justice in The
Contemporary Fiqh of Zakah. Iqtishad Journal of Islamic Economic, Vol I,
No. 1, Muharram 1420 H.
Khan, Fahim. 1985. The Macro Consumption Function in an Islamic Framework.
Journal of Research in Islamic Economics, King Abdul Azis University:
Jeddah.
Metwally, M. M. 1993. Essays on Islamic Economics. Academic Publisher:
Calcutta
Nata, Abudin, dkk.1999. Pengelolaan Zakat dan Infak/Sedekah di DKI Jakarta.
BAZIS DKI Jakarta: Jakarta
Qardhawi, Yusuf. 1988. Hukum Zakat, alih bahasa Salman Harun, et.al.
Pustaka Litera Antar Nusa dan Mizan: Jakarta

11
Jurnal Ekbisi Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Vol. 5, No. 1, Desember 2010, hlm. 42 - 49
Sadeq, Abu Al-Hasan. 1994. A Survey of The Institution of Zakah. IRTI-IDB:
Jeddah.
Soekarni, M. et.al. Potensi dan Peran Zakat dalam Mengurangi Kemiskinan. Jurnal
Ekonomi dan Pembangunan: LIPI, Vol. XVI (2) tahun 2008
Sumodiningrat, Gunawan, et.al. 1999. Kemiskinan: Teori, Fakta dan Kebijakan.
IMPAC: Jakarta
Supriyanto, Eko. 2005. Ekonomi Islam: Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan
Konvensional. Graha Ilmu: Jogjakarta
Susamto, Akhmad Akbar. 2002. Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena
Pajak: Sebuah Tinjauan Makroekonomi. Makalah SIMPONAS I, Sistem
Ekonomi Islam P3EI UII: Yogyakarta.
Susanto, Anang A. 2002. Zakat Sebagai Kebijakan Alternatif Antikesenjangan
dan AntiKemiskinan. Jurnal Ekonomi Syariah Muamalah. Vol. 1, No. 1,
Agustus 2002, hal 85.

12
Jurnal Ekbisi Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Vol. 5, No. 1, Desember 2010, hlm. 42 - 49
CURICULUM VITAE

Nama : Mohammad Nur Rianto Al Arif


Tempat, tgl lahir : Pekanbaru, 13 Oktober 1981
Pekerjaan : Dosen Prodi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Alamat kantor : Jl. Ir. H. Juanda No. 95, Ciputat, Tangerang Selatan
Telpon kantor : (021) 74711537; Fax : (021) 7491821
Alamat rumah : Jl Ori Raya B2/19, Rt 002/011
Pondok Bambu, Jakarta Timur -13430-
Telpon : (021) 8616696 / (021) 8614885
Hp : 0818-118746 / (021) 68920192
E-mail : hakam_alarif@yahoo.com; agif08@gmail.com

Pendidikan:
1. SDN 01 pagi Pondok Bambu
2. Madrasah Diniyah Asy-syaakiriin Pondok Bambu
3. SMPN 51 Jakarta
4. SMUN 61 Jakarta
5. S-1 Ekonomi jurusan Studi Pembangunan Universitas Diponegoro, Semarang
6. S-2 Ekonomi & Keuangan Syariah Universitas Indonesia, Jakarta
7. Sedang menempuh S-3 Ilmu Ekonomi di Universitas Indonesia Jakarta, 2010-
sekarang

Pengalaman Kerja
1. Dosen tidak tetap di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STEI
Rawamangun), Jakarta, tahun 2004 2005
2. Direktur Keuangan dan Pemasaran PT Promedika Anugerah Mandiri, Jakarta
tahun 2005 2006
3. Direktur Baitulml Paramadina, Jakarta, 2006 2007
4. Dosen Tetap Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta tahun 2008 sekarang
5. Dosen tidak tetap di STIE Muhammadiyah Jakarta, tahun 2009 sekarang

13
Jurnal Ekbisi Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Vol. 5, No. 1, Desember 2010, hlm. 42 - 49

Karya Ilmiah (Buku)


Buku Ajar Kolektif Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2009 yang berjudul Teori Mikroekonomi Islam. Ditulis oleh Dr. Euis
Amalia, M.Ag, M. Nur Rianto Al Arif, M.Si dan Zainul Arifin Yusuf, MPd
Buku berjudul Dasar-dasar Pemasaran Bank Syariah CV Alfabeta Bandung
tahun 2010
Buku berjudul Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan
Ekonomi Konvensional Penerbit Prenada Media Group tahun 2010
Buku berjudul Teori Makroekonomi Islam: Konsep, Teori dan Analisis CV
Alfabeta Bandung tahun 2010
Buku Ajar Individu Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2010 yang berjudul Teori Makroekonomi Islam
Buku Ajar Kolektif Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2010 berjudul Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Ditulis bersama
oleh Dr. Euis Amalia, M.Ag, M. Nur Rianto Al Arif, M.Si dan Djaka Badranaja,
ME

Jurnal
Efek Multiplier Zakat terhadap Pendapatan di Propinsi DKI Jakarta. Jurnal Al-
Iqtishad FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Vol. 1, No. 1 tahun 2009
Perilaku Konsumen Muslim dalam Memaksimuman Kepuasan. Jurnal Sosio-
Religia LinkSas Yogyakart, Vo. 9, No. 2 tahun 2010
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Wakaf Uang. Jurnal Asy-Syirah Fakultas
Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol. 44, No. II tahun 2010

14

Anda mungkin juga menyukai