Anda di halaman 1dari 7

Agrometeorology pada Pertanian di Indonesia

Submitted by uiupdate on Wed, 10/30/2013 - 11:05

Departemen Antropologi FISIP UI mengadakan kuliah umum yang berjudul Applied Agrometeorology of
Todaypada Senin (28/10) di Auditorium Juwono Sudarsono FISIP UI dengan mengundang Prof. Kees Stigter
sebagai pematerinya. Ia adalah profesor emeritus bidang agrikultur dari Wageningen University, Belanda.

Agrometeorologi adalah sebuah ilmu yang melakukan pengaturan dan rekayasa terhadap berbagai sumber daya
yang ada seperti air, tanah, dan udara dalam rangka mendukung kegiatan pertanian. Ilmu ini dapat berimplikasi
pada meningkatnya taraf hidup petani. Mereka mendapat banyak kemudahan dan peningkatan keuntungan dengan
diterapkannya ilmu ini dalam pertanian.

Salah satu bentuk dari agrometeorologi adalah melakukan prediksi terhadap cuaca maupun iklim. Prof. Kees
Stigter sebagai contoh, memiliki kelompok tani di Gunung Kidul Yogyakarta yang ia bina. Para petani ini mereka
ajak untuk terlibat langsung mengukur curah hujan yang terjadi di daerah tempat mereka bercocok tanam. Setiap
hari para petani ini diminta untuk mencatatnya.

Catatan dan hasil pengamatan yang ada kemudian didiskusikan dengan tim pendamping. Berdasarkan dua hal
itulah kemudian ditentukan waktu-waktu yang tepat dalam memulai kegiatan pertanian. Contoh lainnya adalah
melakukan persiapan terhadap kemungkinan terjadi bencana yang dapat merusak tanaman pertanian.

Selain dasar keilmuan yang bersifat teknis tentang pertanian dan meteorologi, dalam penerapannya,
agrometeorologi membutuhkan para ilmuwan sosial, khususnya antropolog. Antropolog inilah yang berperan
untuk menjadi mediator antara petani setempat dengan tenaga-tenaga ahli yang ada.

Para antropolog ini pula yang nantinya mengedukasi para petani untuk terus belajar dan melakukan pembiasaan
dalam menggunakan teknologi agrometeorologi ini dalam pertanian. Dari pembiasaan-pembiasaan tersebut
kemudian lahir suatu budaya pertanian yang baru, yang dalam prosesnya bisa lebih efisien dan efektif. (IRH)

Agrometeorologi
13 October 2014 by Indra Putra in Agrometeorologi.

Agro = Pertanian

Secara umum, Agrometeorologi merupakan penerapan / penggunaan meteorologi dalam bidang pertanian.
1. Ruang LIngkup Agrometeorologi

Membahasa faktor meteorologi, hidrologi dan pedologi yang mempengaruhi produksi pertanian dan juga interaksi
pertanian dengan lingkungannya.

1.

o Tujuannya adalah untuk menjelaskan efek tersebut dan membantu para petani
dengan menerapkan pengetahuan dan informasi yang mendukung dalam praktek dan
jasa agrometeorologi.

o Secara spasial praktek dan jasa meteorologi meluas dari lapisan tanah terdalam
tanaman dan akar-akan tanaman (pedosfer), melalui lapisan udara dekat permukaan
dimana tanaman dan pohon tumbuh dan hewan hidup, ke tingkat yang lebih tinggi di
atmosfer dimana proses transport dan penyebaran debu, benih dan serbuk sari
terjadi.

o Subyek lainnya adalah karakterisasi agroklimat, hama dan penyakit serta kontrolnya.
Kualitas produk pertanian, aspek kenyamanan hewan ternak, produksi tanaman selain
untuk tujuan pangan seperti produksi biomass sebagai sumber daya energi
terbarukan.

o Perhatian besar juga diberikan terhadap dampak perubahan iklim dan variabilitasnya.
Termasuk monitoring, peringatan dini, dan estimasi perubahan resiko kejadian ekstrem
semacan kekeringan, penggurunan dan banjir.

o Pertanian intensif mempengaruhi lingkungan, Gas RUmah Kaca (CO2, metana dan
NOx), amoniak dan ozon troposfer.

o Jadi, Agrometeorologi mempunyai peran utama dalam pemahaman tentang emisi dan
polusi dari berbagai sistem produksi tak berkelanjutan.

o Manajemen air untuk meyakinkan bahwa suplai air cukup dan pemeliharaan kualitas
air permukaan dan bawah permukaan merupakan topik kunci.

o Sistem dukungan terhadap jasa dan praktek Agrometeorologi meliputi data, riset,
training/pendidikan/ekstensi dan lingkungan kebijakan.

o Di negara-negara maju, model matematis banyak digunakan dalam meteorologi


pertanian, bersama-sama dengan GIS (Geographic Information System)untuk
memberikan masukan pada Decision Support System (DSS)

o Remote Sensing memberikan akses pada parameter biofisika tambahan seperti indeks
vegetasi dan temperatur permukaan.

o Potensi Informasi dan jasa agrometeorologi menyebabkan pelatihan petani dan


manajer lingkungan menjadi hal yang pernting untuk diperhatikan.

Keyword : Agro, Tujuan, Spasial, Karakterisasi, agroklimat, pertanian, energi, perubahan iklim, manajemen
air, sistem dukungan, GIS, DSS, Remote sensing, pelatihan.

2. Iklim dan kesejahteraan


Khusus pada kajian ini difokuskan pada wilayah Indonesia.

Perbandingan beberapa jenis hasil pertanian di lintang menengah (Temperate) dan lintang tropis (Tropic)

Dari data tersebut terlihat bahwa hasil pertanian di daerah tropis masih kalah dibandingkan hasil pertanian
di lintang menengah. Hal ini mungkin disebabkan karena teknologi pertanian masih belum banyak
digunakan di daerah tropis. Dari segi geografis, daerah tropis terletak di peralihan dari Tropic of Cancer
hingga Tropic of Capricorn dimana sinar matahari dan suhu yang hangat relatif dominan sepanjang tahun.
Curah hujan juga cukup melimpah akibat dari banyaknya penguapan dan pemanasan yang terjadi yang
disebabkan radiasi matahari.

Namun, tanah di daerah tropis banyak tak stabil, mudah tererosi, hilang kesuburan dan kandunga zat
haranya disebabkan perlakuan yang salah pada pemeliharaan tanah tersebut. Penggunaan pupuk sejenis ZA
dan TSP dalam jangka panjang dapat menyebabkan pengerasan tanah.

Faktor temperatur membatasi perluasan spesies tanaman. Kebanyakan tanaman tumbuh pada suhu 10-40
derajat celcius dan menghasilkan secara ekonomis pada temperatur bulanan rata-rata 15-30 derajat celcius.
Sehingga, sangat kecil kemungkinan menyelamatkan tanaman dari musim dingin pada suhu yang rendah
dimana frost dan suhu yang rendah dapat menyerang kapan saja dan menyebabkan kematian pada tanaman.

3. Ketahanan pangan dan prospeknya

Definisi ketahanan pangan menurut FAO (Food Agricultural Organization) :

Ketahanan pangan adalah situasi dimana setiap orang sepanjang waktu dapat memiliki akses secara fisik, sosial
dan ekonomi tehadap pangan yang bergizi, aman dan cukup untuk memenuhi kebutuhan gizinya sesuai dengan
selera budaya masing-masing, untuk melaksanakan kehidupan yang sehat dan aktif.
Definisi ketahanan pangan menurut UU No. 7 Tahun 1996 tentang pangan :

Ketahanan pangan adalah suatu kondisi dimana setiap rumah tangga mempunyai akses yang cukup baik dari segi
kualitas, kuantitas serta aman dan terjangkau.

Dengan demikian, maka ketahanan pangan secara keseluruhan meliputi :- Cukup dan baik
dari segi jumlah maupun mutunya serta keragamannya sehingga terpenuhi kebutuhan akan
gizi untuk hidup sehat dan produktif.
Aman, bebeas dari cemaran biologi dan kimia, benda lain yang mengganggu, merugikan,
dan membahayakan kesehatan serta aman dari kaidah agama.
Merata, pangan harus tersedia setiap saat dan merata pada lokasi yang mebutuhkan
Terjangkau, secara fisik pangan dapat diperoleh setiap waktu oleh rumah tangga dengan
harga yang terjangkau.

Kondisi dan Prospek ketahanan pangan Indonesia


(Ditulis ulang dari Antisipasi Defisit Pangan Bebas Sepuluh Tahun yang akan datang oleh
Sumarno, 2012. Pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi X. Jakarta.)

A. Kondisi Ketahanan Pangan Indonesia Tahun 1940-1968 :

Penduduk Indonesia 65 85 Juta orang


Lahan subur belum ada yang terkonversi ke pertanian- Produksi beras 6 8 juta ton per tahun
Ketersediaan beras 90 95 kg/kapita/tahun
Impor beras 1 juta ton per tahun
Harga beras mahal, beras masih merupakan barang mewah
Ketahanan pangan nasional lemah

B. Tahun 1980 2010

Penduduk Indonesia 200 240 juta jiwa


Lahan subur terkonversi ke non-pertanian
Produksi beras 30 36 juta per tahun
Ketersediaan beras 90 95 kg/kapita/tahun
Impor beras 1 2,5 ton per tahun
Harga beras murah, setiap orang bisa beli
Ketahanan pangan nasional relatif kuat

C. Prospek kedepan ?

Jumlah penduduk semakin bertambah


Luas lahan terus berkurang akibat konversi ke non-pertanian
Perubahan iklim global berdampak negatif pada produksi beras nasional
D. Impor pangan Indonesia per tahun

Terigu 6 juta ton


Beras dan ketan 1 3 juta ton
Jagung 1,5 juta ton (pakan)
Kedelai 1,5 2 juta ton
Bungkil kedelai 2,8 juta ton (pakan)
Daging sapi 250.000 ton (termasuk sapi hidup)
Gula 220.000 ton + 2,4 juta raw sugar
Buah dan sayur
Susu, keju dan mentega
Kacang-kacangan lain 200.000 ton

Kesimpulan : Ketergantungan pangan masih besar !

E. Penyebab defisit pangan nasional

Luas lahan tergarap terlalu sempit (8 juta ha) untuk kecukupan pangan 242 juta jiwa
Pola konsumsi makanan poko seragam, beras- Prasarana irigasi 52% rusak
Kehilangan hasil panen akibat serangan hama, penyakit, kekeringan, kehilangan secara fisik, pemborosan pangan
besar
Harga beras ditahan tetap murah
Masyarakat menyukai pangan yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri

F. Tingkat ketersediaan pangan negara dan wilayah dunia 1999 2000

Amerika utara dan Kanada : 130(90), 135(00), 148(15), 150(25), 172(50)- Amerika latin : 119, 118, 116,
118,117
Eropa Barat, timur dan bekas Uni Soviyet : surplus
Asia selatan, China, Timur tengah, Asia tenggara, Kepulauan pasifik dan Negara-negara Afrika : Defisit
Indonesia : 90(90), 92(00), 95(15), 91(25), 90(50)

G. Ketersediaan lahan garapan

Indonesia : 8 juta ha (sawah) + 15 juta ha (sawah + lahan kering)


Vietnam : 7,5 juta ha
Thailand : 31 juta ha
India : 161 juta ha
China : 143 juta ha
Bangladesh : 8 juta ha- Australia : 50 juta ha
Brazil : 59 juta ha
Canada : 46 juta ha
Argentina : 33,7 juta ha
USA : 175 juta ha

H. PRODUKSI BERAS AS PRODUCED DAN DATA TERKOREKSI PADA TINGKAT DIAP


KONSUMSI AS CONSUMED SERTA PERKIRAAN PERMINTAAN BERAS TAHUN 2015 2025

2010 : 66 juta ton GKG, 31 juta ton siap konsumsi; jumlah penduduk 237 juta jiwa; kebutuhan beras 34 juta ton;
neraca produksi kebutuhan beras -7%
2011 : defisit 5,5%
2015 : defisit 10%
2020 : defisit 14,5%
2022 : defisit 16%
2025 : defisit 18%

I. Antisipasi defisit pangan

Sistem produksi pangan harus menjadi tugas inter ministerial (PU, pertanian, perdagangan, perhubungan, dalam
negeri, bank dsb.)
Perluasan areal lahan untuk tanamana pangan, idealnya 1000 m2/kapita > pada tahun 2015: 25 juta ha.
Peningkatan produksi pangan dan menjaga harga jual.- Membangun prasarana produksi (seperti irigasi) dan
distribusi pangan yang modern dan efisien
Penyiapan tenaga kerja produsen dengan ketrampilan, IPTEK dengan luas minimal 2 ha.

J. Dukungan diversifikasi pola konsumsi pangan

Penyadaran untuk mengubah pola konsumsi seluruh masyarakat


Memfasilitasi peningkatan produksi pangan non beras pada lahan kering, lahan bukaan baru, pekarangan, dll.
Harga beras dibiarkan agak mahal, di atas Rp. 10.000,00 /kg
Memberi pamahaman bahwa pangan pokok tidak hanya beras. Makan beras hanya bagi warga lapis bawah,
makan pangan beragam lebih bergengsi
Pendidikan dan penyadaran pangan dan gizi melalui Program Nasional Diversifikasi Pangan (PNDP) dan
Gerakan Nasional Penghematan Beras (GNPB)
K. Strategi diversifikasi pangan

Diversifikasi pangan antarwilayah, pulau, etnis berdasarkan ketersediaan pangan lokal


Diversifikasi pangan antarwaktu dan musim/

Diversifikasi pangan dengan mensubstitusi beras dengan berbagai jenis pangan


Diversifikasi pangan beras untuk kesehatan
4. Dampak parameter iklim

Parameter yang berperan penting terhadap tanaman :


Presipitasi
Kelembapan
Temperatur
Radiasi Matahari
Gerak Udara

Anda mungkin juga menyukai