Anda di halaman 1dari 27

Kajian tentang manusia telah banyak dilakukan para ahli yang selanjutnya dikaitkan dengan

berbagai kegiatan, seperti politik, ekonomi, social, budaya, pendidikan, agama dan lain
sebagainya. Hal tersebut dilakukan karena manusia selain sebagai subjek (pelaku), juga sebagai
objek (sasaran) dari berbagai kegiatan tersebut. Termasuk dalam kajian Ilmu Pendidikan Islam.
Pemahaman terhadap manusia menjadi penting agar proses pendidikan tersebut dapat beerjalan
dengan efektif dan efisien.1

Pengetahuan tentang asal kejadian manusia adalah amat penting dalam merumuskan tujuan
pendidikan bagi manusia. Asal kejadian ini justru harus dijadikan pangkal tolak dalam
menetapkan pandangan hidup bagi orang Islam. Pandangan tentang kemakhlukan manusia cukup
menggambarkan hakikat manusia. Manusia adalah makhluk (ciptaan) Allah adalah salah satu
hakikat wujud manusia.2

Quraish Syihab dalam bukunya Wawasan Al-Quran mengungkapkan pendapat Alexis Carrel
tentang kesukaran yang dihadapi untuk mengetahui hakikat manusia bahwa Sebenarnya manusia
telah mencurahkan perhatian dan usaha yang sangat besar untuk mengetahui dirinya, kendatipun
kita memiliki perbendaharaan yang cukup banyak dari hasil penelitian para ilmuwan, filosof,
sastrawan dan para ahli bidang keruhanian sepanjang masa ini. Tapi kita (manusia) hanya
mampu mengetahui beberapa segi tertentu dari diri kita. Kita tidak mengetahui manusia secara
utuh. Yang kita ketahui hanyalah bahwa manusia terdiri dari bagian-bagian tertentu, dan ini pun
pada hakikatnya dibagi lagi menurut tata cara kita sendiri. Pada hakikatnya, kebanyakan
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh mereka yang mempelajari manusia -kepada diri
mereka- hingga kini masih tetap tanpa jawaban.3

Satu-satunya jalan untuk mengenal dengan baik siapa manusia, adalah merujuk kepada wahyu
Illahi (Al-Quran) dan As-Sunnah (Hadits Rosulullah SAW), agar kita dapat menemukan
jawabannya. Bagaimanakah perspektif Al-Quran dan As-Sunnah tentang hakikat dan fitrah
manusia? Makalah ini berusaha mengungkapkan Hakikat dan Fitrah manusia dalam perspektif
Al-Quran dan As-Sunnah.

1. Hakikat Manusia dalam Perspektif Al-Quran


Apa Hakikat manusia dalam perspektif Al-Quran? Di dalam Al-Quran, manusia merupakan
salah satu subjek yang dibicarakan, terutama yang menyangkut asal-usul dengan konsep
penciptaannya, kedudukan manusia dan tujuan hidupnya. Hal tersebut merupakan sesuatu yang
wajar karena al-Quran memang diyakini oleh kaum muslimin sebagai firman Allah SWT yang
ditujukan kepada dan untuk manusia.

Ada tiga kata yang digunakan Al-Quran untuk menunjuk kepada manusia,4 yaitu:
a. Menggunakan kata yang terdiri dari huruf alif, nun dan sin semacam insan, ins, nas atau unas.
b. Menggunakan kata basyar.
c. Menggunakan kata Bani adam dan Dzuriyat Adam.
Sementara Ramayulis dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam mengatakan bahwa istilah manusia
dalam Al-Quran dikenal tiga kata, yakni kata al-insn, al-basyr dan al-ns.5

Walaupun ketiga kata di atas menunjukkan arti pada manusia, tetapi secara khusus memiliki
pengertian yang berbeda:

1) Al-Insn
Al-Insn terbentuk dari kata yang berarti lupa. Kata al-insn dinyatakan dalam al-
Quran sebanyak 73 kali yang disebut dalam 43 surat. Penggunaan kata al-insn pada umumnya
digunakan pada keistimewaan manusia penyandang predikat khalifah di muka bumi, sekaligus
dihubungkan dengan proses penciptaannya. Keistimewaan tersebut karena manusia merupakan
makhluk psikis disamping makhluk pisik yang memiliki potensi dasar, yaitu fitrah akal dan
kalbu. Potensi ini menempatkan manusia sebagai makhluk Allah SWT yang mulia dan tertinggi
dibandingkan makhluk-Nya yang lain.6

Nilai psikis manusia sebagai al-insn yang dipadu wahyu Ilahiyah akan membantu manusia
dalam membentuk dirinya sesuai dengan nilai-nilai insaniah yang terwujud dalam perpaduan
iman dan amalnya. Sebagaimana firman Allah SWT Artinya:
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang
tiada putus-putusnya. (QS. At-Thiin: 6)

Dengan pengembangan nilai-nilai tersebut, akhirnya manusia mampu mengemban amanah Allah
SWT di muka bumi. Quraish Syihab dalam bukunya Wawasan Al-Quran mengatakan bahwa
kata insan terambil dari akar kata uns yang berarti jinak, harmonis dan tampak. Menurutnya
pendapat ini jika ditinjau dari sudut pandang Al-Quran lebih tepat dari yang berpendapat bahwa
ia terambil dari kata nasiya (lupa), atau nasa-yanusu yang berarti (berguncang). Kata insan,
digunakan Al-Quran untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan
raga. Manusia yang berbeda antara seseorang dengan yang lain, akibat perbedaan fisik, mental
dan kecerdasan.7

Kata al-insn juga menunjukkan pada proses kejadian manusia, baik proses penciptaan Adam
maupun proses manusia pasca Adam di alam rahim yang berlangsung secara utuh dan berproses.
Firman Allah:
Artinya:

71. (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: Sesungguhnya aku akan
menciptakan manusia dari tanah.
72. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku;
Maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadaNya. (QS. Shaad: 71-72)
Artinya:

12. dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
13. kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh
(rahim) (QS. Al-Mukminn: 12-13)

2) Al-Basyar
Al-Basyar terambil dari akar kata yang pada mulanya berarti penampakan sesuatu dengan baik
dan indah. Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit. Manusia dinamai
basyar karena kulitnya tampak jelas, dan berbeda dengan kulit binatang yang lain.8

Kata Al-Basyar dinyatakan dalam al-Quran sebanyak 36 kali yang tersebut dalam 26 surat.9
Kata-kata tersebut diungkap dalam bentuk tunggal dan sekali dalam bentuk mutsanna (dual)
untuk menunjukkan manusia dari sudut lahiriahnya serta persamaannya dengan manusia
seluruhnya.10

Pemaknaan manusia dengan Al-Basyar memberikan pengertian bahwa manusia adalah makhluk
biologis serta memiliki sifat-sifat yang ada di dalamnya, seperti makan, minum, perlu hiburan,
seks dan lain sebagainya. Karena kata Al-Basyar ditunjukkan kepada seluruh manusia tanpa
terkecuali, ini berarti nabi dan rasul pun memiliki dimensi Al-Basyar seperti yang diungkapkan
firman Allah SWT dalam Al-Quran Surat Al-Kahfi ayat 110: Artinya:
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku
(QS. Al-Kahfi 110)

Dengan demikian penggunaan kata al-basyar pada manusia menunjukkan persamaan dengan
makhluk Allah SWT lainnya pada aspek material atau dimensi jasmaniahnya.

3) Al-ns
Kata al-ns menunjukkan pada hakikat manusia sebagai makhluk social dan ditunjukkan kepada
seluruh manusia secara umum tanpa melihat statusnya apakah beriman atau kafir.11 Penggunaan
kata al-ns lebih bersifat umum dalam mendefinisikan hakikat manusia dibanding dengan kata
al-insn.12
Kata al-ns juga dipakai dalam Al-Quran untuk menunjukkan bahwa karakteristik manusia
senantiasa berada dalam keadaan labil. Meskipun telah dianugerahkan Allah SWT dengan
berbagai potensi yang bisa digunakan manusia untuk mengenal Tuhannya, namun hanya
sebagian manusia saja yang mau mempergunakannya, sementara sebagian yang lain tidak, justru
mempergunakan potensi tersebut untuk menentang ke-Mahakuasa-an Tuhan. Dari sini terlihat
bahwa manusia mempunya dimensi ganda, yaitu sebagai makhluk yang mulia dam yang tercela.
Dari uraian di atas, bahwa pendefinisian manusia yang diungkap dalam Al-Qur an dengan istilah
Al-Insn, Al-Basyar dan al-ns menggambarkan tentang keunikan dan kesempurnaan manusia
sebagai makhluk ciptaan Allah SWT. Hal ini memperlihatkan bahwa manusia merupakan satu
kesatuan yang utuh, antara aspek material (fisik/jasmani), dan immaterial (psikis/ruhani) yang
dipandu oleh ruh Ilahiah. Kedua aspek tersebut saling berhubungan.

Dengan kelengkapan dua aspek material dan immaterial di atas, manusia dapat melaksanakan
tugas-tugasnya. Disini manusia memerlukan bimbingan,binaan dan pendidikan yang seimbang,
harmonis dan integral, agar kedua aspek tersebut dapat berfungsi dengan baik dan produktif.

Produksi dan Reproduksi Manusia

Manusia adalah makhluk Allah. Ia bukan terjadi dengan sendirinya, tetapi dijadikan oleh Allah
SWT. Sebagaimana firman Allah dalam Al Quran Surat Ar-Rum ayat 40, yang berbunyi:
Artinya:
Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezki, kemudian mematikanmu,
kemudian menghidupkanmu (kembali) (QS. Ar-Rum : 40)

Manusia adalah satu-satunya makhluk yang unsur penciptaannya terdapat ruh Illahi sedang
manusia tidak diberi pengetahuan tentang ruh kecuali sedikit.
Artinya:
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku,
dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit. (QS. Al-Israa : 85)

Proses penciptaan manusia seperti yang dimuat pada Al-Quran Surat Ash-Shaad ayat 71-72 dan
Al-Mukminn ayat 12-13 di atas, penggunaan kata al-insn mengandung dua dimensi, Pertama;
dimensi tubuh/materiil (dengan berbagai unsurnya). Kedua; dimensi spiritual (ditiupkan-Nya
ruh-Nya kepada manusia).13
Quraish Syihab dalam Wawasan Al-Quran menjelaskan bahwa Al-Quran ketika berbicara
tentang penciptaan manusia pertama, menunjuk kepada sang Pencipta dengan menggunakan
pengganti nama berbentuk tunggal :14
Artinya:
(ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: Sesungguhnya aku akan menciptakan
manusia dari tanah.
(QS. Shd: 71)
Artinya:
Allah berfirman: Hai iblis, Apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-
ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah

kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) Termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?.
(QS. Shd: 75)
Tetapi ketika berbicara tentang reproduksi manusia secara umum, Yang Maha Pencipta ditunjuk
dengan menggunakan bentuk jamak.

Artinya:

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: Sesungguhnya aku akan
menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi
bentuk,
Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh
(ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.(QS. Al-Hijr: 28-29)

Seperti telah disebutkan di atas bahwa Al-Quran juga menggunakan kata ath-thin untuk unsur
materiil asal manusia. Salah satunya menggunakan kata sullatin min thn, dalam konteks
kejadian manusia pada umumnya. Di bagian lain diungkap menggunakan kata thnin lzib seperti
yang termuat dalam Al-Quran Surat Ash-Shfft ayat 11:

Maka Tanyakanlah kepada mereka (musyrik Mekah): Apakah mereka yang lebih kukuh
kejadiannya ataukah apa yang telah Kami ciptakan itu? Sesungguhnya Kami telah menciptakan
mereka dari tanah liat. (QS. Ash-Shfft : 11)

Selain menggunakan kedua kata di atas (sullatin min thn dan thnin lzib), dalam Al-Qur an
juga terdapat kata shalshl yang dirangkai dengan ungkapan min hamain masnn seperti yang
disebut dalam Surat Al-Hijr ayat 26:

Artinya:
Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang
berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.

Artinya:
Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar (QS. Ar-Rahmn ; 14)
Dari uraian di atas, kata-kata yang digunakan untuk menjelaskan unsur materiil asal-usul
manusia adalah

Sullah artinya bagian yang ditarik dari sesuatu dengan pelan dan tersembunyi. Bagian
yang ditarik tersebut menurut Ath-thabarsyi disebut sebagai sari sesuatu yang dikeluarkan
darinya (shafwatusy-syayI al-lat yakhruju minh).16

Shalshl yang berarti tanah lempung, berasal dari kata shalshalah yang artinya berbunyi,
tanah lempung disebut dengan shalshalah karena ia mengeluarkan bunyi bila sudah
kering seperti tembikar (al-fakhkhr) yang mengeluarkan bunyi seperti suara besi bila
berantukan.17
Lzib, para mufassir sering mengartikan thnun lzib dengan thnun lshiq yang
maksudnya tanah yang lengket.

Hamaun masnn, kata hama adalah kata lain yang menunjuk pada jenis tanah asal
manusia. Kata hamaun pada dasarnya berarti tanah hitam yang berbau busuk. Arti
tersebut tidak jauh berbeda dengan arti yang dikemukakan ath-Thabary sebagai tanah
yang berubah menjadi hitam.18

Kata turb disebutkan sebagai unsur materiil asal manusia yang berarti juga tanah atau debu .
Semua kata tersebut menjelaskan unsur materiil dari ciptaan manusia yang terdiri dari
bermacam-macam jenis tanah yang boleh jadi melambangkan komponen-komponen kimiawi
pembentuk fisik manusia, dan inti tanah yang berupa tanah lempung dan berbau,
menggambarkan suatu unsur materiil yang amat sederhana dan rendah. Unsur inilah yang
digabungkan dengan unsur yang amat sempurna dan mulia yakni ruh Tuhan.

Ruh Tuhan yang ditiupkan ke dalam unsur materi manusia itu merupakan ruh kehidupan yang
suci. Ungkapan yang digunakan Al-Quran adalah rhiy (ruh-Ku) dan rhih (ruh-Nya).
Artinya:

Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh
(ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.19(QS. Al-Hijr : 29)

Artinya:
Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Nya dan Dia
menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.
(QS. As-Sajdah: 9)
Perpaduan antara dua unsur di atas (unsur materiil dan unsur ruh) menunjukkan suatu perpaduan
unsur yang bersih dan baik, namun mempunyai karakter yang berlawanan, yaitu unsur yang
rendah dan hina dengan unsur yang suci dan mulia.20

Disamping dua unsur di atas, akal adalah salah satu aspek penting dalam hakikat manusia.
Banyak ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang akal. Akal adalah alat untuk berpikir. Jadi
salah satu hakikat manusia ialah ia ingin, ia mampu dan ia berpikir.

Ahmad Tafsir dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam mengatakan bahwa menurut Harun
Nasution ada tujuh kata yang digunakan al-Quran untuk mewakili konsep akal; yaitu21

Pertama; kata nazara.


Artinya:
Maka Apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami
meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun ? (QS.
Qaaf: 6)
Kedua; kata tadabbara

Artinya:
Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang
telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-
macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang
memikirkan. (QS. Al-Nahl : 29)
Keempat; kata faqiha. Kelima; kata tadzakkara. Keenam; kata fahima. dan Ketujuh; kata aqala.
Kata aqala dalam Al-Quran kebanyakan digunakan dalam bentuk fiil (kata kerja), hanya
sedikit dalam bentuk ism (kata benda).

Ini menunjukkan bahwa pada akal yang penting ialah berpikir bukan akal sebagai otak yang
berupa benda.22
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat manusia adalah terdiri atas unsur
jasmani, ruhani dan akal.

2. Fitrah Manusia dalam Perspektif Al-Quran dan As-sunnah

Manusia insan secara kodrati, sebagai ciptaan Allah SWT yang sempurna bentuknya
dibandingkan dengan ciptaan Allah lainnya. Manusia juga sudah dilengkapi dengan kemampuan
mengenal dan memahami kebenaran dan kebaikan yang terpancar dari ciptaan-Nya.

Kemampuan lebih yang dimiliki manusia itu adalah kemampuan akalnya. Untuk itulah manusia
sering disebut sebagai animal rationale, hayawan al-ntiq, yaitu binatang yang dapat berpikir.
Melalui akalnya, manusia berusaha memahami realitas hidupnya, memahami dirinya serta segala
sesuatu yang ada di sekitarnya.23

Yang banyak dibicarakan oleh Al Quran tentang manusia adalah sifat-sifatnya dan potensinya.
Potensi manusia dijelaskan oleh Al-Quran antara lain melalui kisah Adam dan Hawa dalam
Surat Al-Baqarah ayat 30-39. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa sebelum kejadian Adam,
Allah telah merencanakan agar manusia memikul tanggung jawab kekhalifahan di bumi. Untuk
maksud tersebut di samping tanah (jasmani) dan ruh Ilahi (akal dan ruhani), manusia dianugrahi
pula:

Manusia
(1) Potensi untuk mengetahui nama dan fungsi benda-benda alam
Dengan potensi ini manusia adalah makhluk yang berkemampuan untuk menyusun konsep-
konsep, mencipta, mengembangkan dan mengemukakan gagasan/ide serta melaksanakannya.
Potensi ini adalah bukti yang membungkamkan malaikat, yang tadinya merasa wajar untuk
dijadikan khalifah di muka bumi, dan karenanya malaikat bersedia sujud (penghormatan) kepada
Adam.24

(2) Pengalaman hidup di surga, baik yang berkaitan dengan kecukupan dan kenikmatannya,
maupun rayuan Iblis dan akabat buruknya.
Pengalaman di surga adalah arah yang harus dituju dalam membangun dunia ini, kecukupan
sandang, pangan dan papan serta rasa aman terpenuhi, sekaligus arah terakhir bagi kehidupannya
di akhirat kelak. Sedangkan godaan iblis, dengan akibat yang sangat fatal itu, adalah pengalaman
yang amat berharga dalam menghadapi rayuan iblis di dunia.25

(3) Petunjuk-petunjuk keagamaan


Secara tegas Al-Quran mengemukakan bahwa manusia pertama diciptakan dari tanah dan ruh
Ilahi melalui proses yang tidak dijelaskan rinciannya, sedangkan reproduksi manusia walaupun
dikemukakan tahapan-tahapannya, namun tahapan tersebut lebih banyak berkaitan dengan unsur
tanahnya.

Isyarat yang menyangkut unsur immaterial ditemukan antara lain dalam uraian tentang sifat-sifat
manusia dan dari uraian tentang fitrah, nafs, qalb dan ruh yang menghiasi manusia.

Al-Quran menjelaskan bahwa manusia memiliki fitrah. Fitrah di sini adalah potensi.26 Manusia
lahir membawa kemampuan-kemampuan; kemampuan itulah yang disebut pembawaan. Sabda
Rosulullah SAW:
24 Quraish Shihab, Wawasan Al-quran, op. cit, h.283
25 ibid
26 Ahmad Tafsir. Filsafat Pendidikan Islam, op. cit, h. 23

)(
Artinya:
Tiap-tiap orang dilahirkan membawa fitrah; ayah dan ibunyalah yang menjadikannya Yahudi,
Nasrani atau Majusi (HR Bukhori dan Muslim).

Fitrah yang disebut dalam hadits di atas adalah potensi. Potensi adalah kemampuan; jadi fitrah
yang dimaksud disini adalah pembawaan. Ayah dan ibu dalam hadits ini adalah lingkungan
sebagaimana yang dimaksud oleh para ahli pendidikan. Kedua-duanya (pembawaan dan
lingkungan) itulah, menurut hadits tersebut yang menentukan perkembangan seseorang.27

Pengaruh itu terjadi baik pada aspek jasmani, akal maupun aspek rohani. Aspek jasmani banyak
dipengaruhi oleh alam fisik (selain oleh pembawaan), aspek akal banyak dipengaruhi oleh
lingkungan budaya (selain oleh pembawaan), dan aspek rohani dipengaruhi oleh kedua
lingkungan itu (selain oleh pembawaan). Pengaruh-pengaruh itu berbeda tingkat dan kadar
pengaruhnya antara seseorang dengan orang lain.

Lalu apa sebenarnya yang dimaksud fitrah itu? Dari segi bahasa, kata fitrah terambil dari akar
kata al-fathr yang berarti belahan, dan dari makna ini lahir makna-makna lain antara lain
penciptaan atau kejadian. 28 Jadi fitrah manusia adalah kejadiannya sejak semula atau
bawaan sejak lahir. Di dalam Al-Quran diungkapkan:

Artinya:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang
telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.29

Merujuk kepada fitrah yang di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia sejak asal
kejadiaannya membawa potensi beragama yang lurus, dan dipahami oleh para ulama sebagai
tauhid.
Muncul pertanyaan, apakah fitrah manusia hanya terbatas pada keagamaan? Jelas tidak. Masih
ada ayat-ayat lain yang membicarakan tentang penciptaan potensi manusia, walaupun tidak
menggunakan kata fitrah, seperti:
Artinya:

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-
binatang ternak30 dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah
tempat kembali yang baik (surga). (QS. Ali Imrn: 14)

Manusia berjalan dengan kakinya adalah contoh fitrah jasadiyah, sementara menarik kesimpulan
melalui premis-premis adalah fitrah aqliyah. Senang menerima nikmat, dan sedih bila ditimpa
musibah adalah juga fitrah. Jadi fitrah adalah:


29Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama
Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar.
mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan.

30 Yang dimaksud dengan binatang ternak di sini ialah binatang-binatang yang Termasuk jenis
unta, lembu, kambing dan biri-biri.
Fitrah adalah bentuk dan sistem yang diwujudkan Allah pada setiap makhluk. Fitrah yang
berkaitan dengan manusia adalah apa yang diciptakan Allah pada manusia yang berkaitan dengan
jasmani, akal dan ruhnya.31
Ahmad Tafsir menjelaskan bahwa Fitrah (potensi) yang dijelaskan oleh Al-Quran antara lain;32

1) Manusia sebagai makhluk sosial, artinya manusia itu membawa sifat ingin bermasyarakat.
(QS. Al-Hujurt 13)

2) Manusia sebagai makhluk yang ingin beragama (QS Al-Midah 3; Al-A rf 172), karena itu
pendidikan agama dan lingkungan beragama perlu disediakan bagi manusia.

3) Manusia itu mencintai wanita dan anak-anak, harta benda yang banyak, emas dan perak, kuda-
kuda pilihan (kendaraan sekarang), ternak dan sawah lading (QS. Ali Imrn: 14)

Nafs
Kata nafs dalam Al-quran mempunyai aneka makna, sekali diartikan sebagai totalitas manusia.
Secara umum dapat dikatakan bahwa nafs dalam konteks pembicaraan manusia, menunjuk
kepada sisi dalam manusia yang berpotensi baik dan buruk.

Dalam pandangan Al-Quran, nafs diciptakan Allah dalam keadaan sempurna untuk berfungsi
menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan, dan karena itu sisi
dalam manusia oleh Al-Quran untuk diberi perhatian lebih besar.33

in Asyur dalam tafsirnya tentang surat A-Rum ayat 30, yang dikutip Quraish Shihab dalam
Wawasan Al Quran, op. cit, h. 285

Artinya:
Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu
(jalan) kefasikan dan ketakwaannya. (QS. Al-Syams: 7-8)

Quraish Shihab menjelaskan bahwa terdapat perbedaan pengertian kata menurut Al-Qur an
dengan terminology kaum sufi, yang oleh Al-Qusyairi dalam risalahnya dinyatakan bahwa nafs
dalam pengertian kaum sufi adalah sesuatu yang melahirkan sifat tercela dan perilaku buruk.
Pengertian kaum sufi ini sama dengan penjelasan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang antara
lain menjelaskan arti kata sufi sebagai dorongan hati yang kuat untuk berbuat kurang baik.34

Walaupun Al-Quran menegaskan bahwa nafs berpotensi positif dan negatif, namun diperoleh
isyarat bahwa pada hakikatnya potensi positif manusia lebih kuat dari potensi negatifnya, hanya
saja daya tarik keburukan lebih kuat dari daya tarik kebaikan. Karena itu manusia dituntut agar
memelihara kesucian nafs dan tidak mengotorinya.
Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah
orang yang mengotorinya. (Qs. Al-syam 9-10)

Al-Quran juga mengisyaratkan keanekaragaman nafs serta peringkat-peringkatnya yakni al-nafs


al-lawamah, ammarah dan muthmainnah. Nafs menampung gagasan dan kemauan serta banyak
hal lainnya bahkan boleh jadi hal-hal yang sudah hilang dari ingatan pemiliknya.

Apa yang ada dalam nafs dapat juga muncul dalam mimpi, yang dalam Al-quran pada garis
besarnya terbagi dalam dua bagian pokok. Pertama; dinamainya ruya, dan kedua; dinamainya
adhghatsu ahlam. Yang pertama dipahami sebagai gambaran atau symbol dari peristiwa yang
telah, sedang atau akan dialami dan yang belum atau tidak terlintas dalam benak yang
memimpikannya. Yang kedua lahir dari keresahan atau perhatian manusia terhadap sesuatu dan
hal-hal yang telah berada di bawah sadarnya.35

Qalb
Kata qalb berasal dari akar kata yang bermakna membalik karena seringkali ia berbolak-balik.
Qalb amat pberpotensi untuk tidak konsisten. Al-Quran menggambarkan hal tersebut seperti;

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang
mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang Dia menyaksikannya. (QS.
Qf: 37)
Pada ayat lain terdapat;

Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam
hatimu (QS. Al-Hujurt 7)

Dari ayat-ayat di atas terlihat bahwa qalb adalah wadah dari pengajaran, kasih sayang, takut dan
keimanan. Qalb menampung hal-hal yang disadari oleh pemiliknya. Ini salah satu perbedaan
dengan nafs yang menampung apa yang berada di bawah sadar atau yang tidak diingat lagi.
Membersihkan qalb adalah salah satu cara untuk memperoleh pengetahuan.

ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya36 (QS. Al-
Anfl 24)
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menguasai qalb manusia, sehingga mereka yang
merasakan kegundahan dan kesulitan dapat bermohon kepada-Nya untuk menghilangkan
kerisauan dan penyakit qalb yang dideritanya.

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah.
Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Al-Rad 28)

3. Kedudukan Manusia
Kesatuan wujud manusia antara fisik dan psikis serta didukung oleh potensi-potensi yang ada
membuktikan bahwa manusia sebagai ahsan al-taqwim. Dalam hubungannya dengan Pendidikan
Islam, menempatkan manusia pada posisi yang strategis, yaitu:
a. Manusia sebagai makhluk yang mulia
b. Manusia sebagai Khalifah Allah di muka bumi
c. Manusia sebagai makhluk paedagogik

a. Manusia sebagai makhluk yang mulia


Manusia adalah makhluk yang memiliki potensi untuk beragama sesuai dengan fitrahnya.
Manusia adalah hamba Allah (abd Allah). Esensi dari ketaatan seorang hamba adalah ketaatan,
ketundukan dan kepatuhan terhadap Tuhannya. Sebagai hamba Allah manusia tidak bisa lepas
dari kekuasaan-Nya karena fitrah untuk beragama.

Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah
yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui
(QS. Al-Ruum 30)

Berdasarkan ayat di atas, menjelaskan bahwa bagaiamana pun primitifnya suku bangsa manusia,
mereka akan mengakui adanya Zat Yang Maha Kuasa di luar dirinya.37 Dengan demikian, rasa
tunduk dan kepatuhan manusia kepada Zat Yang Maha Agung, merupakan tabiat asli (fitrah)
manusia yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai nilai ubudiyah kepada-Nya.

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku
(QS. Adz-Dzriyt 56)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa tugas manusia dalam hidup ini berakumulasi pada tanggung
jawab mengabdi (beribadah) kepada Allah SWT.

b. Manusia sebagai Khalifah Allah di muka bumi

Fungsi kekhalifahan manusia di muka bumi ini, dijelaskan oleh Al-Quran berikut;
Artinya:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: Sesungguhnya aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi. (QS. Al-Baqarah 30)
Artinya:
Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan
sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat (QS Al-Anam 165)
Ayat-ayat di atas disamping menjelaskan kedudukan manusia di alam raya ini sebagai khalifah,
juga memberi isyarat tentang perlunya sikap moral atau etika yang harus ditegakkan dalam
melaksanakan fungsi kekhalifahannya.

Untuk melaksanakan tugasnya sebagai khalifah, Allah telah memberikan kepada manusia
seperangkat potensi (fitrah) berupa aql, qalb dan nafs. Namun demikian, aktualisasi fitrah itu
tidaklah otomatis berkembang melainkan tergantung pada manusia itu sendiri. Untuk itu, Allah
SWt menurunkan wahyu-Nya kepada para Nabi dan Rosul, agar menjadi pedoman bagi manusia
dalam mengaktualisasikan fitrahnya secara utuh, selaras dengan tujuan penciptaanya, sehingga
manusia dapat tampil sebagai makhluk Allah yang tinggi martabatnya.38
Ahmad Hasan Firhat membedakan kedudukan kekhalifahan manusia pada dua bentuk:39

Pertama, khalifah kauniyah. Dimensi ini mencakup wewenang manusia secara umum yang telah
dianugerahkan Allah SWT untuk mengatur dan memanfaatkan alam semesta beserta isinya bagi
kelangsungan umat manusia di muka bumi. Dalam konteks ini, wewenang manusia meliputi
pemaknaan yang bersifat umum, tanpa dibatasi oleh agama apa yang mereka yakini. Artinya
label kekhalifahan yang dimaksud diberikan kepada semua manusia sebagai penguasa alam
semesta.

Jika dimensi ini yang dijadikan standar dalam melihat predikat manusia sebaga khalifah Allah fi
al-ardh, maka akan berdampak negatif bagi kelangsungan kehidupan manusia dan alam semesta.
Manusia dengan kekuatannya akan mempergunakan alam semesta sebagai konsekuensi
kekhalifahannya tanpa control dan melakukan penyimpangan-penyimpangan dari nilai Ilahiah.
Akibatnya keberadaannya di muka bumi, bukan lagi sebagai pembawa kemakmuran, namun
cenderung berbuat kerusakan dan merugikan makhluk Allah lainnya.

Kedua, khalifah Syariyat; Dimensi ini wewenang Allah yang diberikan kepada manusia untuk
memakmurkan alam semesta. Hanya saja untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab ini,
predikat khalifah secara khusus ditujukan kepada orang-orang mukmin. Hal ini dimaksudkan
agar dengan keimanan yang dimilikinya, mampu menjadi pilar dan control dalam mengatur
mekanisme alam semesta, sesuai dengan nilai-nilai ilahiyah yang telah digariskan Allah lewat
ajaran-Nya. Dengan prinsip ini, manusia akan senantiasa berbuat kebaikan dan memanfaatkan
alam semesta ini demi kemaslahatan umat manusia.

c. Manusia sebagai makhluk paedagogik


Makhluk paedagogik ialah makhluk Allah yang dilahirkan membawa potensi dapat dididik dan
dapat mendidik.40 Manusia adalah makhluk paedagogik, karena memiliki potensi dapat dididik
dan mendidik sehingga mampu menjadi khalifah di bumi. Manusia dilengkapi dengan fitrah
Allah, berupa bentuk atau wadah yang dapat diisi dengan berbagai kecakapan dan keterampilan
yang dapat berkembang, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk yang mulia. Pikiran,
perasaan dan kemampuannya berbuat merupakan komponen dari fitrah itu.
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (QS. Al-Rum 30)

Manusia adalah makhluk yang dapat berpikir, merasa dan bertindak dan terus berkembang.
Fitrah inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Dari sinilah semakin jelas
bahwa manusia adalah makhluk paedagogik. Meskipun demikian, jika potensi itu tidak
dikembangkan, niscaya ia akan kurang bermakna dalam kehidupan. Oleh karena itu perlu
dikembangkan dan pengembangan itu senantiasa dilakukan dalam usaha dan kegiatan
pendidikan. Teori nativis dan empiris yang dipertemukan oleh Kerschenteiner dengan teori
konvergensinya, telah ikut membuktikan bahwa manusia itu adalah makhluk yang dapat dididik
dan mendidik (paedagogik).41

,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
,,,,,,,,,,,,,,

Asal-usul adanya manusia menurut al-Quran adalah karena sepasang manusia pertama
yaitu Adam dan Hawa. Pada mulanya, dua insan ini hidup di surga. Namun, karena melanggar
perintah Allah maka mereka diturunkan ke bumi. Setelah diturunkan ke bumi, sepasang manusia
ini kemudian beranak-pinak, menjaga dan menjadi wakil-Nya di dunia baru itu. Tugas yang amat
berat untuk menjadi penjaga bumi. Satu nilai lebih pada diri manusia, yaitu dianugerahi
pengetahuan.
Manusia dengan segala kelebihannya kemudian ditetapkan menjadi khalifah dibumi ini.
Dengan segala pengetahuan yang diberikan Allah manusia memperoleh kedudukannya yang
paling tinggi dibandingkan dengan makhluk lainnya. Ini menunjukkan bahwa manusia memiliki
keistimewaan dibanding makhluk Allah yang lainnya, bahkan Malaikat sekalipun. Menjadi
menarik dari sini jika legitimasi kesempurnaan ini diterapkan pada model manusia saat ini, atau
manusia-manusia pada umumnya selain mereka para Nabi dan orang-orang maksum.
Sejak awal Allah menghendaki manusia untuk menjadi hamba-Nya yang paling baik,
tetapi karena sifat dasar alamiahnya, manusia mengabaikan itu. Ini memperlihatkan bahwa pada
diri manusia itu terdapat potensi-potensi baik, namun karena potensi itu tidak didaya gunakan
maka manusia terjerebab dalam lembah kenistaan, bahkan terkadang jatuh pada tingkatan di
bawah hewan.
Dalam makalah ini, disatu sisi konsep evolusi menawarkan satu gagasan bahwa manusia
adalah wujud sempurna dari evolusi makhluk di bumi ini. Sedangkan konsep yang kedua
mengatakan bahwa manusia adalah keturunan Adam dan Hawa.
Dalam makalah ini benar-salah kedua konsep itu tidak dibahas secara intens. Tulisan ini
akan lebih menakankan konsep manusia dalam al-Quran, dan sedikit memberi ruang penjelasan
untuk konsep manusia melalui teori evolusi, sekedar analisa perbandingan saja.
PROSES KEJADIAN MANUSIA MENURUT AL-QURAN & HADITS
Allah SWT telah menceritakan proses penciptaan manusia di dalam Al-Qur'an secara
terperinci, Allah berfirman dalam surat Al-Mu'minun ayat 12-14 :
Artinya : Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh
(rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.
Sementara itu dalam sebuah potongan Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim juga dijelaskan :
Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Masud radiallahuanhu beliau berkata : Rasulullah
Shallallahualaihi wasallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan
dibenarkan : Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai
setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat
puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus
kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan
empat perkara : menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau
kebahagiaannya...... (Riwayat Bukhori dan Muslim)
Tahapan-tahapan atau tingkatan penciptaan Manusia :

1. Nutfah : Yaitu tingkat pertama bermula selepas persenyawaan atau minggu pertama.
Nutfah bermula setelah terjadinya percampuran air mani. Menurut Ibn Jurair al-Tabari,
asal perkataan nutfah ialah nutf artinya air yang sedikit yang terdapat di dalam sesuatu
tabung dan sebagainya. Dan dari nutfah inilah Allah menciptakan anggota-anggota yang
berlainan , tingkahlaku yang berbeda serta menjadikan lelaki dan perempuan. Dari nutfah
lelaki akan terbentunya saraf dan tulang, dan dari nutfah perempuan akan terbentuknya
darah dan daging.

2. Alaqah : Tingkat pembentukan alaqah ialah pada hujung minggu pertama / hari ketujuh .
Pada hari yang ketujuh telur yang sudah disenyawakan itu akan tertanam di dinding
rahim. Kebanyakan ahli tafsir menafsirkan alaqah dengan makna segumpal darah. Ini
mungkin dibuat berasaskan pandangan mata kasar. Alaqah sebenarnya suatu benda yang
amat seni yang diliputi oleh darah. Tingkat alaqah adalah pada minggu pertama hingga
minggu ketiga didalam rahim.

3. Mudghah : Pembentukan mudghah dikatakan terjadi pada minggu keempat. Ditingkat ini
sudah terjadi pembentukan otak, saraf tunjang, telinga dan anggota-anggota yang lain.
Selain itu sistem pernafasan bayi sudah terbentuk.Vilus yang tertanam di dalam otot-otot
ibu kini mempunyai saluran darahnya sendiri. Jantung bayi mulai berdengup. Untuk
perkembangan seterusnya, darah mulai mengalir dengan lebih banyak untuk membentuk
oksigen dan pemakanan yang secukupnya. Menjelang tujuh minggu sistem pernafasan
bayi mulai berfungsi sendiri.

4. Izam Dan Lahm : Pada tingkat ini yaitu minggu kelima, keenam dan ketujuh ialah
tingkat pembentukan tulang yang mendahului pembentukan oto-otot. Apabila tulang
belulang telah dibentuk, otot-otot akan membungkus rangka tersebut. Kemudian pada
minggu ketujuh terbentuk pula satu sistem yang kompleks. Pada tahap ini perut dan usus ,
seluruh saraf, otak dan tulang belakang mulai terbentuk. Serentak dengan itu sistem
pernafasan dan saluran pernafasan dari mulut ke hidung dan juga ke pau-paru mulai
kelihatan. Begitu juga dengan organ pembiakan, kalenjar, hati, buah pinggang, pundi air
kencing dan lain-lain terbentuk dengan lebih sempurna lagi. Kaki dan tangan juga mulai
tumbuh. Begitu juga mata, telinga dan mulut semakin sempurna. Pada minggu kelapan
semuanya telah sempurna dan lengkap.

5. Nasy'ah Khalqan Akhar : Pada tingkat ini yaitu menjelang minggu kelapan , beberapa
perubahan telah. Perubahan pada tahap ini bukan lagi embrio tetapi sudah masuk ke
janin. Pada bulan ketiga, semua tulang janin telah terbentuk dengan sempurna kukunya
pun mulai tumbuh. Walaupun perubahan telah terjadi tetapi perubahannya hanya pada
ukuran bayi saja.

6. Nafkhur-ruh : Yaitu tingkat peniupan roh. Para ulama Islam menyatakan roh ditiupkan
ke dalam jasad yang sedang berkembang? Mereka sepakat mengatakan peniupan roh
terjadi selepas empat puluh hari dan selepas terbentuknya organ-organ tubuh termasuklah
organ seks. Nilai kehidupan telah pun terjadi sejak di alam rahim. Ketika di alam rahim
perkembangan mereka bukanlah proses perkembangan fisikal semata-mata tetapi telah
mempunyai hubungan dengan Allah melalui ikatan kesaksian sebagaimana yang
disebutkan oleh Allah di dalam al-Quran surah al-A'raf : 172.

KONSEP MANUSIA DALAM AL-QURAN DAN TEORI EVOLUSI DARWIN


Sedikit disinggung di atas, bahwa adanya manusia menurut al-Quran adalah karena
sepasang manusia pertama yaitu Adam dan Hawa. Disebutkan bahwa, dua insan ini pada
awalnya hidup di Surga. Namun, karena melanggar perintah Allah maka mereka diturunkan ke
bumi. Setelah diturunkan ke bumi, sepasang manusia ini kemudian beranak-pinak, menjaga dan
menjadi wakil-Nya di dunia baru itu.
Manusia adalah makhluk paling sempurna yang diciptakan Allah SWT. Dengan segala
pengetahuan yang diberikan Allah manusia memperoleh kedudukannya yang paling tinggi
dibandingkan dengan makhluk lainnya. Ini menunjukkan bahwa manusia memiliki keistimewaan
dibanding makhluk Allah yang lainnya, bahkan Malaikat sekalipun.
Menjadi menarik dari sini jika legitimasi kesempurnaan ini diterapkan pada model
manusia saat ini, atau manusia-manusia pada umumnya selain mereka para Nabi dan orang-
orang maksum. Para nabi dan orang-orang maksum menjadi pengecualian karena sudah jelas
dalam diri mereka terdapat kesempurnaan diri, dan kebaikan diri selalu menyertai mereka. Lalu,
kenapa pembahasan ini menjadi menarik ketika ditarik dalam bahasan manusia pada umumnya.
Pertama, manusia umumnya nampak lebih sering melanggar perintah Allah dan senang sekali
melakukan dosa. Kedua, jika demikian maka manusia semacam ini jauh di bawah standar
Malaikat yang selalu beribadah dan menjalankan perintah Allah SWT, padahal dijelaskan dalam
al-Quran Malaikatpun sujud pada manusia. Kemudian, ketiga, bagaimanakah
mempertanggungjawabkan firman Allah di atas, yang menyebutkan bahwa manusia adalah
sebaik-baiknya makhluk Allah.
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, telah muncul sebuah teori asal-usul manusia
yang diberi nama teori evolusi yang dikeluarkan oleh Charles Darwin. Bila dilihat secara kasar,
dua konsep yang menjelaskan asal-usul manusia yaitu konsep Al-Quran dan Teori Darwin akan
saling bertolak belakang bahkan cenderung saling mempersoalkan. Jika Darwin mengatakan
bahwa manusia itu ada karena evolusi makhluk hidup lainnya yang lebih rendah. Maka al-
Quran dengan jelas menyatakan bahwa manusia adalah keturunan Adam dan Hawa yang diusir
dari surga.
Tentu ini menjadi perdebatan menarik hingga saat ini. Sebagian mengatakan bahwa
Darwin yang benar, dan sebagian yang lain mengatakan bahwa al-Quran-lah yang benar, karena
ini titah Tuhan, Tuhan Maha Besar dan Maha Kuasa, sehingga apa saja bisa dilakukan-Nya, tak
terkecuali menciptakan Adam dari tanah liat dan Siti Hawa dari tulang rusuk kiri Adam. Yang
mempertahankan teori evolusi pun balik menyerang, jika Adam manusia pertama, kenapa kami
menemukan makhluk yang mirip manusia hidup kira-kira jauh sebelum adanya Adam?
Padahal telah jelas sekali bahwa teori evolusi gagal total ketika dibenturkan dengan
kenyataan bahwa saat inipun makhluk-makhluk purba (semisal komodo, buaya, kura-kura) masih
berkeliaran di muka bumi, bukankah jika merujuk pada teori evolusi makhluk-makhluk ini
harusnya sudah punah?.

KARAKTERISTIK MANUSIA
Alam semesta dan seisinya adalah ciptaan Allah SWT. Allah menciptakannya dengan
berpasang-pasangan, ada siang dan malam, tinggi dan rendah, gemuk dan kurus, dan sebagainya.
Allah memberikan banyak sekali kenikmatan bagi manusia, mulai dari menumbuhkan rambut,
mata bisa berkedip, mulut berbicara, anggota tubuh bisa bergerak, hidung menghadap ke bawah
sehingga ketika hujan air tidak masuk. Dan Allah SWT menyempurnakan manusia dengan
memberikanya akal. Meskipun demikian banyak sekali manusia yang durhaka pada Allah.
Jiwa manusia diberi dua jalan yaitu takwa dan kesesatan. Jalan yang benar adalah jalan
takwa sedangkan jalan yang salah adalah jalan fujur. Manusia yang bertakwa adalah manusia
yang senantiasa membersihkan dirinya. Jiwa yang bersih akan memunculkan sifat seperti syukur,
sabar, penyantun, penyayang, bijaksana, suka bertaubat, lemah lembut, jujur, dan dapat
dipercaya, hingga akhirnya akan memperoleh keberhasilan. Allah memberikan dua pilihan
kepada manusia. Manusia dengan potensi yang dimilikinya sangat mampu untuk menentukan
mana yang benar dan mana yang salah. Oleh karena itu, balasan yang diberikan Allah sangat
tergantung kepada pilihan apa yang diambil manusia. Apabila fujur yang diambil maka nerakalah
balasannya, sedangkan pilihan ketakwaan maka surga tempatnya. Balasan ini merupakan
keadilan Allah kepada manusia. Mereka yang mengambil jalan ketakwaan akan mendapatkan
sifat-sifat terpuji. Sifat terpuji yang diamalkan oleh orang yang bertakwa akan membawa
kehidupannya baik dan diterima oleh masyarakatnya.
Sedangkan manusia yang menjalani hidupnya dengan jalan yang salah akan mengotori
jiwanya. Mereka yang memperturutkan syahwatnya cenderung bersifat tergesa-gesa, berkeluh
kesah, gelisah, enggan berbuat, bakhil, kufur, susah payah, senang berdebat, membantah, zalim,
jahil, merugi dan akhirnya mereka akan merasakan kegagalan. Sifat tidak terpuji merupakan
hasil dari pilihan jalan kesesatan yang diambil manusia, sehingga mereka tidak disenangi oleh
masyarakatnya dan tidak memperoleh kehidupan yang berbahagia.

KESIMPULAN
Proses kejadian manusia di dalam Al-Quran dijelaskan terjadi dalam enam tahapan, dari
tahapan pertama yaitu bertemunya air mani dengan ovum yang kemudian bercampur menjadi
satu hingga tahapan yang terakhir yaitu menjadi manusia dengan bentuk yang sangat sempurna
dengan karunia akal yang berfungsi untuk berpikir seperti layaknya manusia yang ada dimuka
bumi ini.
Dalam perkembangan ilmu pengetahuaan telah terciptanya suatu teori tentang asal
muasal dari mana manusia itu sebenarnya berasal yaitu teori evolusi. Teori evolusi ini
berbanding terbalik dengan apa yang ada didalam Al-Quran, didalam Al-Quran dijelaskan bahwa
manusia berasal dari sepasang manusia pertama yang diciptakan oleh Allah yaitu Adam dan
Hawa, sementara didalam teori evolusi dijelaskan bahwa manusia berasal dari makhluk purba
yang berevolusi menjadi manusia.
Manusia adalah makhluk dengan segala potensialitasnya. Mereka dapat memiliki
kehendak untuk mendayagunakan potensialitas itu dan kemudian menyempurnakan diri menjadi
hamba Tuhan yang sebenarnya. Atau mengabaikan potensialitas itu dengan menuruti hawa nafsu
dalam dirinya.

1.1. Latar Belakang

Kajian tentang manusia telah banyak dilakukan para ahli yang selanjutnya dikaitkan dengan
berbagai kegiatan, seperti politik, ekonomi, social, budaya, pendidikan, agama dan lain
sebagainya. Hal tersebut dilakukan karena manusia selain sebagai subjek (pelaku), juga sebagai
objek (sasaran) dari berbagai kegiatan tersebut. Termasuk dalam kajian Ilmu Pendidikan Islam.
Pemahaman terhadap manusia menjadi penting agar proses pendidikan tersebut dapat beerjalan
dengan efektif dan efisien.

Pengetahuan tentang asal kejadian manusia adalah amat penting dalam merumuskan tujuan
pendidikan bagi manusia. Asal kejadian ini justru harus dijadikan pangkal tolak dalam
menetapkan pandangan hidup bagsi orang Islam. Pandangan tentang kemakhlukan manusia
cukup menggambarkan hakikat manusia. Manusia adalah makhluk (ciptaan) Allah adalah salah
satu hakikat wujud manusia.2

Quraish Syihab dalam bukunya Wawasan Al-Quran mengungkapkan pendapat Alexis Carrel
tentang kesukaran yang dihadapi untuk mengetahui hakikat manusia bahwa Sebenarnya manusia
telah mencurahkan perhatian dan usaha yang sangat besar untuk mengetahui dirinya, kendatipun
kita memiliki perbendaharaan yang cukup banyak dari hasil penelitian para ilmuwan, filosof,
sastrawan dan para ahli bidang keruhanian sepanjang masa ini. Tapi kita (manusia) hanya
mampu mengetahui beberapa segi tertentu dari diri kita. Kita tidak mengetahui manusia secara
utuh. Yang kita ketahui hanyalah bahwa manusia terdiri dari bagian-bagian tertentu, dan ini pun
pada hakikatnya dibagi lagi menurut tata cara kita sendiri. Pada hakikatnya, kebanyakan
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh mereka yang mempelajari manusia -kepada diri
mereka- hingga kini masih tetap tanpa jawaban.3

Satu-satunya jalan untuk mengenal dengan baik siapa manusia, adalah merujuk kepada wahyu
Illahi (Al-Quran) dan As-Sunnah (Hadits Rosulullah SAW), agar kita dapat menemukan
jawabannya. Bagaimanakah perspektif Al-Quran dan As-Sunnah tentang hakikat dan fitrah
manusia? Makalah ini berusaha mengungkapkan Hakikat dan Fitrah manusia dalam perspektif
Al-Quran dan As-Sunnah.

1.2. Rumusan Masalah

Dan sub tema pada presentasi kami kali ini adalah :

A. Manusia Menurut Al-Quran dan Hadits

B. Nash-nash Al-Quran dan Hadits

C. Terjemahan

D. Tafsiran

E. Kesimpulan

BAB II
Pembahasan

(QS. Al-Anfl 24)

(24)

Insan (QS. Al-Mukminn: 12-13)

( 13) ( 12)


(14)

Basyar. (QS. Al-Hijr: 28-29)


( 28)

Khalifah (QS. Al-Baqarah 30)



(30)

I. Hakikat Manusia dalam Perspektif Al-Quran

Apa Hakikat manusia dalam perspektif Al-Quran ? Di dalam Al-Quran, manusia merupakan
salah satu subjek yang dibicarakan, terutama yang menyangkut asal-usul dengan konsep
penciptaannya, kedudukan manusia dan tujuan hidupnya. Hal tersebut merupakan sesuatu yang
wajar karena al-Quran memang diyakini oleh kaum muslimin sebagai firman Allah SWT yang
ditujukan kepada dan untuk manusia.

Ada tiga kata yang digunakan Al-Quran untuk menunjuk kepada manusia,4 yaitu:

a. Menggunakan kata yang terdiri dari alif, nun dan sin semacam insan, ins, nas atau unas.

b. Menggunakan kata basyar.

c. Menggunakan kata Bani adam dan Dzuriyat Adam.

Sementara Ramayulis dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam mengatakan bahwa istilah manusia
dalam Al-Quran dikenal tiga kata, yakni kata al-insn, al-basyr dan al-ns.5

Walaupun ketiga kata di atas menunjukkan arti pada manusia, tetapi secara khusus memiliki
pengertian yang berbeda:
1) Al-Insn

Al-Insn terbentuk dari kata yang berarti lupa. Kata al-insn dinyatakan dalam al-
Quran sebanyak 73 kali yang disebut dalam 43 surat. Penggunaan kata al-insn pada umumnya
digunakan pada keistimewaan manusia penyandang predikat khalifah di muka bumi, sekaligus
dihubungkan dengan proses penciptaannya. Keistimewaan tersebut karena manusia merupakan
makhluk psikis disamping makhluk pisik yang memiliki potensi dasar, yaitu fitrah akal dan
kalbu. Potensi ini menempatkan manusia sebagai makhluk Allah SWT yang mulia dan tertinggi
dibandingkan makhluk-Nya yang lain.

Nilai psikis manusia sebagai al-insn yang dipadu wahyu Ilahiyah akan membantu manusia
dalam membentuk dirinya sesuai dengan nilai-nilai insaniah yang terwujud dalam perpaduan
iman dan amalnya. Sebagaimana firman Allah SWT Artinya :

kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, Maka bagi mereka pahala yang
tiada putus-putusnya. (QS. At-Thiin: 6)

Dengan pengembangan nilai-nilai tersebut, akhirnya manusia mampu mengemban amanah Allah
SWT di muka bumi. Quraish Syihab dalam bukunya Wawasan Al-Quran mengatakan bahwa kata
insan terambil dari akar kata uns yang berarti jinak, harmonis dan tampak. Menurutnya pendapat
ini jika ditinjau dari sudut pandang Al-Quran lebih tepat dari yang berpendapat bahwa ia terambil
dari kata nasiya (lupa), atau nasa-yanusu yang berarti (berguncang). Kata insan, digunakan Al-
Quran untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Manusia
yang berbeda antara seseorang dengan yang lain, akibat perbedaan fisik, mental dan
kecerdasan.

2) Al-Basyar

Al-Basyar terambil dari akar kata yang pada mulanya berarti penampakan sesuatu dengan baik
dan indah. Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit. Manusia dinamai
basyar karena kulitnya tampak jelas, dan berbeda dengan kulit binatang yang lain.8

Kata Al-Basyar dinyatakan dalam al-Quran sebanyak 36 kali yang tersebut dalam 26 surat.9
Kata-kata tersebut diungkap dalam bentuk tunggal dan sekali dalam bentuk mutsanna (dual)
untuk menunjukkan manusia dari sudut lahiriahnya serta persamaannya dengan manusia
seluruhnya.

Pemaknaan manusia dengan Al-Basyar memberikan pengertian bahwa manusia adalah makhluk
biologis serta memiliki sifat-sifat yang ada di dalamnya, seperti makan, minum, perlu hiburan,
seks dan lain sebagainya. Karena kata Al-Basyar ditunjukkan kepada seluruh manusia tanpa
terkecuali, ini berarti Nabi dan Rasul pun memiliki dimensi Al-Basyar seperti yang diungkapkan
firman Allah SWT dalam Al-Quran Surat Al-Kahfi ayat 110 :

Artinya:

Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku
(QS. Al-Kahfi 110)

Dengan demikian penggunaan kata al-basyar pada manusia menunjukkan persamaan dengan
makhluk Allah SWT lainnya pada aspek material atau dimensi jasmaniahnya.

3) Al-ns

Kata al-ns menunjukkan pada hakikat manusia sebagai makhluk social dan ditunjukkan kepada
seluruh manusia secara umum tanpa melihat statusnya apakah beriman atau kafir.11 Penggunaan
kata al-ns lebih bersifat umum dalam mendefinisikan hakikat manusia dibanding dengan kata
al-insn.12

Kata al-ns juga dipakai dalam Al-Quran untuk menunjukkan bahwa karakteristik manusia
senantiasa berada dalam keadaan labil. Meskipun telah dianugerahkan Allah SWT dengan
berbagai potensi yang bisa digunakan manusia untuk mengenal Tuhannya, namun hanya
sebagian manusia saja yang mau mempergunakannya, sementara sebagian yang lain tidak, justru
mempergunakan potensi tersebut untuk menentang ke-Mahakuasa-an Tuhan. Dari sini terlihat
bahwa manusia mempunya dimensi ganda, yaitu sebagai makhluk yang mulia dam yang tercela.

Dari uraian di atas, bahwa pendefinisian manusia yang diungkap dalam Al-Quran dengan
istilah Al-Insn, Al-Basyar dan al-ns menggambarkan tentang keunikan dan kesempurnaan
manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT. Hal ini memperlihatkan bahwa manusia
merupakan satu kesatuan yang utuh, antara aspek material (fisik/jasmani), dan immaterial
(psikis/ruhani) yang dipandu oleh ruh Ilahiah. Kedua aspek tersebut saling berhubungan.

Dengan kelengkapan dua aspek material dan immaterial di atas, manusia dapat melaksanakan
tugas-tugasnya. Disini manusia memerlukan bimbingan, binaan dan pendidikan yang seimbang,
harmonis dan integral agar kedua aspek tersebut dapat berfungsi dengan baik dan produktif.

Produksi dan Reproduksi Manusia

Manusia adalah makhluk Allah. Ia bukan terjadi dengan sendirinya, tetapi dijadikan oleh Allah
SWT. Sebagaimana firman Allah dalam Al Quran Surat Ar-Rum ayat 40, yang berbunyi:

Artinya:
Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezki, kemudian mematikanmu,
kemudian menghidupkanmu (kembali) (QS. Ar-Rum : 40)

Manusia adalah satu-satunya makhluk yang unsur penciptaannya terdapat ruh Illahi sedang
manusia tidak diberi pengetahuan tentang ruh kecuali sedikit.

Artinya:

Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku,
dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit. (QS. Al-Israa : 85)

Proses penciptaan manusia seperti yang dimuat pada Al-Quran Surat Ash-Shaad ayat 71-72 dan
Al-Mukminn ayat 12-13 di atas, penggunaan kata al-insn mengandung dua dimensi, Pertama;
dimensi tubuh / materiil (dengan berbagai unsurnya). Kedua ; dimensi spiritual (ditiupkan-Nya
ruh-Nya kepada manusia).13

Quraish Syihab dalam Wawasan Al-Quran menjelaskan bahwa Al-Quran ketika berbicara tentang
penciptaan manusia pertama, menunjuk kepada sang Pencipta dengan menggunakan pengganti
nama berbentuk tunggal :14

Artinya:

(ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat : Sesungguhnya aku akan menciptakan
manusia dari tanah. (QS. Shd: 71)

Artinya:

Allah berfirman: Hai iblis, Apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-
ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa)
Termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi ?. (QS. Shd: 75)

Tetapi ketika berbicara tentang reproduksi manusia secara umum, Yang Maha Pencipta ditunjuk
dengan menggunakan bentuk jamak.

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat : Sesungguhnya aku akan
menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi
bentuk, Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya
ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. (QS. Al-Hijr : 28-29)

Seperti telah disebutkan di atas bahwa Al-Quran juga menggunakan kata ath-thin untuk unsur
materiil asal manusia. Salah satunya menggunakan kata sullatin min thn, dalam konteks
kejadian manusia pada umumnya. Di bagian lain diungkap menggunakan kata thnin lzib seperti
yang termuat dalam Al-Quran Surat Ash-Shfft ayat 11 :

Maka Tanyakanlah kepada mereka (musyrik Mekah) : Apakah mereka yang lebih kukuh
kejadiannya ataukah apa yang telah Kami ciptakan itu ? Sesungguhnya Kami telah menciptakan
mereka dari tanah liat. (QS. Ash-Shfft : 11)

Selain menggunakan kedua kata di atas (sullatin min thn dan thnin lzib), dalam Al-Quran
juga terdapat kata shalshl yang dirangkai dengan ungkapan min hamain masnn seperti yang
disebut dalam Surat Al-Hijr ayat 26 :

Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang
berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk .

Artinya:

Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar (QS. Ar-Rahmn ; 14)

Dari uraian di atas, kata-kata yang digunakan untuk menjelaskan unsur materiil asal-usul
manusia adalah

Sullah artinya bagian yang ditarik dari sesuatu dengan pelan dan tersembunyi. Bagian
yang ditarik tersebut menurut Ath-thabarsyi disebut sebagai sari sesuatu yang dikeluarkan
darinya (shafwatusy-syayi al-lat yakhruju minh).16

Shalshl yang berarti tanah lempung, berasal dari kata shalshalah yang artinya berbunyi,
tanah lempung disebut dengan shalshalah karena ia mengeluarkan bunyi bila sudah
kering seperti tembikar (al-fakhkhr) yang mengeluarkan bunyi besi.

10

Lzib, para mufassir sering mengartikan thnun lzib dengan thnun lshiq yang
maksudnya tanah yang lengket.

Hamaun masnn, kata hama adalah kata lain yang menunjuk pada jenis tanah asal
manusia. Kata hamaun pada dasarnya berarti tanah hitam yang berbau busuk. Arti
tersebut tidak jauh berbeda dengan arti yang dikemukakan ath-Thabary sebagai tanah
yang berubah menjadi hitam.

Kata turb disebutkan sebagai unsur materiil asal manusia yang berarti juga tanah atau debu.
Semua kata tersebut menjelaskan unsur materiil dari ciptaan manusia yang terdiri dari
bermacam-macam jenis tanah yang boleh jadi melambangkan komponen-komponen kimiawi
pembentuk fisik manusia, dan inti tanah yang berupa tanah lempung dan berbau,
menggambarkan suatu unsur materiil yang amat sederhana dan rendah. Unsur inilah yang
digabungkan dengan unsur yang amat sempurna dan mulia yakni ruh Tuhan.

Ruh Tuhan yang ditiupkan ke dalam unsur materi manusia itu merupakan ruh kehidupan yang
suci. Ungkapan yang digunakan Al-Quran adalah rhiy (ruh-Ku) dan rhih (ruh-Nya).

Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya ruh
(ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.19 (QS. Al-Hijr : 29)

Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Nya dan Dia
menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati (tetapi) kamu sedikit sekali
bersyukur. (QS. As-Sajdah: 9)

Perpaduan antara dua unsur di atas (unsur materiil dan unsur ruh) menunjukkan suatu perpaduan
unsur yang bersih dan baik, namun mempunyai karakter yang berlawanan, yaitu unsur yang
rendah dan hina dengan unsur yang suci dan mulia.20

Disamping dua unsur di atas, akal adalah salah satu aspek penting dalam hakikat manusia.
Banyak ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang akal. Akal adalah alat untuk berpikir. Jadi salah
satu hakikat manusia ialah ia ingin, ia mampu dan ia berpikir.

Ahmad Tafsir dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam mengatakan bahwa menurut Harun
Nasution ada tujuh kata yang digunakan al-Quran untuk mewakili konsep akal ; yaitu 21

Pertama; kata nazara.

Artinya:

Maka Apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami
meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun ? (QS.
Qaaf: 6)

Kedua; kata tadabbara

Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang
telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-
macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang
memikirkan. (QS. Al-Nahl : 29)
Keempat; kata faqiha. Kelima; kata tadzakkara. Keenam; kata fahima. dan Ketujuh; kata aqala.

Kata aqala dalam Al-Quran kebanyakan digunakan dalam bentuk fiil (kata kerja), hanya sedikit
dalam bentuk ism (kata benda).

Ini menunjukkan bahwa pada akal yang penting ialah berpikir bukan akal sebagai otak yang
berupa benda.

III. Kedudukan Manusia

Kesatuan wujud manusia antara fisik dan psikis serta didukung oleh potensi-potensi yang ada
membuktikan bahwa manusia sebagai ahsan al-taqwim. Dalam hubungannya dengan Pendidikan
Islam, menempatkan manusia pada posisi yang strategis, yaitu:

a. Manusia sebagai makhluk yang mulia

b. Manusia sebagai Khalifah Allah di muka bumi

c. Manusia sebagai makhluk paedagogik

a. Manusia sebagai makhluk yang mulia

Manusia adalah makhluk yang memiliki potensi untuk beragama sesuai dengan fitrahnya.
Manusia adalah hamba Allah (abd Allah). Esensi dari ketaatan seorang hamba adalah ketaatan,
ketundukan dan kepatuhan terhadap Tuhannya. Sebagai hamba Allah manusia tidak bisa lepas
dari kekuasaan-Nya karena fitrah untuk beragama.

Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah
yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui

(QS. Al-Ruum 30)

Berdasarkan ayat di atas, menjelaskan bahwa bagaiamana pun primitifnya suku bangsa manusia,
mereka akan mengakui adanya Zat Yang Maha Kuasa di luar dirinya.37 Dengan demikian, rasa
tunduk dan kepatuhan manusia kepada Zat Yang Maha Agung, merupakan tabiat asli (fitrah)
manusia yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai nilai ubudiyah kepada-Nya.

b. Manusia sebagai Khalifah Allah di muka bumi

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: Sesungguhnya aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi. (QS. Al-Baqarah 30)
Artinya:

Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan
sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat (QS Al-Anam 165)

Ayat-ayat di atas disamping menjelaskan kedudukan manusia di alam raya ini sebagai khalifah,
juga memberi isyarat tentang perlunya sikap moral atau etika yang harus ditegakkan dalam
melaksanakan fungsi kekhalifahannya.

Untuk melaksanakan tugasnya sebagai khalifah, Allah telah memberikan kepada manusia
seperangkat potensi (fitrah) berupa aql, qalb dan nafs. Namun demikian, aktualisasi fitrah itu
tidaklah otomatis berkembang melainkan tergantung pada manusia itu sendiri. Untuk itu, Allah
SWt menurunkan wahyu-Nya kepada para Nabi dan Rosul, agar menjadi pedoman bagi manusia
dalam mengaktualisasikan fitrahnya secara utuh, selaras dengan tujuan penciptaanya, sehingga
manusia dapat tampil sebagai makhluk Allah yang tinggi martabatnya.38

Ahmad Hasan Firhat membedakan kedudukan kekhalifahan manusia pada dua bentuk:39

Pertama, khalifah kauniyah. Dimensi ini mencakup wewenang manusia secara umum yang telah
dianugerahkan Allah SWT untuk mengatur dan memanfaatkan semesta beserta isinya.

manusia meliputi pemaknaan yang bersifat umum, tanpa dibatasi oleh agama apa yang mereka
yakini. Artinya label kekhalifahan yang dimaksud diberikan kepada semua manusia sebagai
penguasa alam semesta.

Kedua, khalifah Syariyat; Dimensi ini wewenang Allah yang diberikan kepada manusia untuk
memakmurkan alam semesta. Hanya saja untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab ini,
predikat khalifah secara khusus ditujukan kepada orang-orang mukmin. Hal ini dimaksudkan
agar dengan keimanan yang dimilikinya, mampu menjadi pilar dan control dalam mengatur
mekanisme alam semesta, sesuai dengan nilai-nilai ilahiyah yang telah digariskan Allah lewat
ajaran-Nya. Dengan prinsip ini, manusia akan senantiasa berbuat kebaikan dan memanfaatkan
alam semesta ini demi kemaslahatan umat manusia.

c. Manusia sebagai makhluk paedagogik

Makhluk paedagogik ialah makhluk Allah yang dilahirkan membawa potensi dapat dididik dan
dapat mendidik.40 Manusia adalah makhluk paedagogik, karena memiliki potensi dapat dididik
dan mendidik sehingga mampu menjadi khalifah di bumi. Manusia dilengkapi dengan fitrah
Allah, berupa bentuk atau wadah yang dapat diisi dengan berbagai kecakapan dan keterampilan
yang dapat berkembang, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk yang

Anda mungkin juga menyukai