Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Skizofrenia merupakan sindrom penyakit klinis yang paling membingungkan dan

melumpuhkan. Gangguan psikologis ini adalah salah satu jenis gangguan yang paling

berhubungan dengan pandangan populer tentang gila atau sakit mental. Skizofrenia juga

sering kali menimbulkan rasa takut, kesalahpahaman dan penghukuman bukan simpati atau

perhatian. Menurut Sani (2011), skizofrenia merupakan sekelompok gangguan psikotik,

dengan gangguan dasar pada kepribadian, distorsi khas pada proses pikir. Kadang-kadang

mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan dari luar.

Skizofrenia terbagi menjadi 5 tipe atau kelompok yaitu : (1) Skizofrenia tipe hibrefrenik,

(2) Skizofrenia tipe katatonik, (3) Skizofrenia tipe paranoid, (4) Skizofrenia tipe residual, dan

(5) Skizofrenia tipe tak tergolongkan. Salah satu tipe dari Skizofrenia adalah skizofrenia

residual merupakan sisa-sisa (residu) dari gejala Skizofrenia yang tidak begitu menonjol.

Misalnya alam perasaan yang tumpul dan mendatar serta tidak serasi (inappropriate),

penarikan diri dari pergaulan sosial, tingkah laku eksentrik, pikiran tidak logis dan tidak

rasional atau pelonggaran asosiasi pikiran. Meskipun gejala-gejala Skizofrenia tidak aktif

atau tidak menampakkan gejala-gejala positif Skizofrenia, hendaknya pihak keluarga tetap

mewaspadainya dan membawanya berobat agar yang bersangkutan dapat menjalankan fungsi

kehidupannya sehari-hari dengan baik dan produktif. Penderita Skizofrenia residual

menghindari menyendiri, melamun, perbanyak kesibukan dan kegiatan serta pergaulan

(sosialisasi). (Hawari,2014).
Salah satu tanda dan gejala dari klien yang mengalami skizofrenia ialah terjadinya

kemunduran sosial. Kemunduran sosial tersebut terjadi apabila seseorang mengalami

ketidakmampuan ataupun kegagalan dalam menyesuaikan diri (adaptif) terhadap

lingkungannya, seseorang tersebut tidak mampu berhubungan dengan orang lain atau

kelompok lainnya secara baik, sehingga menimbulkan gangguan kejiwaan yang

mengakibatkan timbulnya perilaku maladaptif terhadap lingkungan di sekitarnya.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2016, terdapat sekitar 35 juta orang terkena

depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta orang terkena skizofrenia, serta 47,5 juta

terkena dimensia. Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan

keanekaragaman penduduk, maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah yang

berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia untuk

jangka panjang (Depkes, 2016)

Data dari Riskesdas tahun 2013, prevalensi gangguan mental emosional (gejala-gejala

depresi dan ansietas) sebesar 6 % untuk usia 15 tahun ke atas atau sekita 14 juta orang. . Hal

ini berarti lebih dari 14 juta jiwa menderita gangguan mental emosional di Indonesia.

Sedangkan untuk gangguan jiwa berat seperti gangguan psikosis, prevalensinya adalah 1,7

per 1000 penduduk . Hal ini berarti lebih dari 400.000 orang menderita gangguan jiwa berat

(psikotis). Angka pemasungan pada orang dengan gangguan jiwa berat sebesar 14,3% atau

sekitar 57.000 kasus gangguan jiwa yang mengalami pemasungan.

Selama praktik 2 minggu di Ruang Wijaya Kusuma Rumah Sakit Jiwa Menur , penulis

menemukan jumlah pasien yang mengalami Harga Diri Rendah sebanyak 2 orang dari 20

orang pasien atau sekitar 10% dari jumlah pasien yang menjalani rawat inap di ruang Wijaya

Kusuma.
Gangguan harga diri adalah perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif,

dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan (Fajariyah, 2012). Harga diri

seseorang diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Gangguan harga diri rendah akan terjadi

jika kehilangan kasih sayang, perlakuan orang lain yang mengancam dan hubungan

interpersonal yang buruk. Tingkat harga diri tinggi menghadapi lingkungan secara aktif dan

mampu beradaptasi secara efektif untuk berubah serta cenderung merasa aman. Individu yang

memiliki harga diri rendah melihat lingkungan dengan cara negatif dan menganggap sebagai

ancaman (Yosep, 2011).

Menurut (Yosep, 2011) penyebab terjadinya harga diri rendah adalah pada masa kecil

sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat individu mencapai masa

remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima.

menjelang dewasa awal sering gagal di sekolah, pekerjaan atau pergaulan. Harga diri rendah

muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuannya.

Harga diri rendah biasanya ditandai dengan perasaan malu terhadap diri sendiri akibat

penyakit dan akibat tindakan terhadap penyakit, rasa bersalah terhadap diri sendiri,

merendahkan martabat, gangguan hubungan sosial: menari diri, klien tidak ingin bertemu

dengan orang lain, lebih suka sendiri, percaya diri kurang, klien sukar mengambil keputusan,

mencederai diri sendiri (Afnuhazi, 2015). Dampak dari harga diri rendah adalah resiko

terjadinya isolasi sosial: menarik diri. Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari

interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Fajariyah, 2012).

Pengobatan untuk Skizofrenia antara lain dengan psikofarma, Psikoterapi, baik untuk

mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter.

Tujuan dari psikoterapi adalah supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik

diri lagi ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik, pasien dianjurkan untuk
mengadakan permainan atau latihan bersamadan Terapi kejang listrik (Electro Convulsive

Therapy), ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang Grandmall secara Artificial

dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang satu atau dua temples.

Dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik (Afnuhazi, 2015).

Peran perawat terhadap klien dengan harga diri rendah sangat penting dalam mencegah

terjadinya angka peningkatan kasus harga diri rendah di Indonesia. Peran ini dilakukan

dengan membantu keluarga klien dalam meningkatkan pengetahuan tentang harga diri

rendah, mengerti akan gejala harga diri rendah dengan tujuan keluarga klien mampu

mengetahui harga diri rendah yang dialami klien secara dini serta tindakan apa yang harus

diberikan kepada klien dengan harga diri rendah, sehingga terjadi perubahan perilaku dari

klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.

Berdasarkan latar belakang dan kejadian yang dijelaskan di atas, maka peneliti tertarik

untuk mengambil judul tentang Asuhan keperawatan jiwa dengan Harga Diri Rendah

dengan diagnosa medis Skizofrenia tak terinci di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

Bagaimanakah Asuhan keperawatan jiwa dengan Harga Diri Rendah dengan diagnosa medis

Skizofrenia tak terinci di Rumah Sakit Jiwa Menur?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Harga Diri Rendah

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengkaji klien dengan Harga Diri Rendah (HDR)


2. Merumuskan diagnosis keperawatan pada klien dengan Harga Diri Rendah (HDR)

3. Menyusun rencana keperawatan pada klien dengan Harga Diri Rendah (HDR)

4. Melaksanakan intervensi keperawatan pada klien dengan Harga Diri Rendah

(HDR)

5. Mengevaluasi klien dengan Harga Diri Rendah (HDR)

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Peneliti

Sebagai pengalaman dalam mengaplikasikan ilmu dan teori dalam menganalisis pada

klien dengan gangguan Harga Diri Rendah (HDR )serta dapat menambah ilmu pengetahuan

dna keterampilan peneliti dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan Harga

Diri Rendah (HDR).

1.4.2. Bagi Tempat Penelitian

Sebagai masukan dan bahan pertimbangan untuk tenaga kesehatan dalam memberikan

asuhan keperawatan pada klien dengan Harga Diri Rendah

(HDR) serta memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada keluarga dalam perawatan

pada anggota keluarga yang mengalami gangguan Harga Diri Rendah.

1.4.3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Sebagai masukan bagi profesi keperawatan dalam melakukan perawatan pada klien

dengan Harga Diri Rendah dan sebagai referensi perkembangan ilmu keperawatan yang akan

datang dalam penatalaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan Harga Diri Rendah

meliputi pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, pelaksanaan

intervensi keperawatan dan evaluasi keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai