Anda di halaman 1dari 6

CONTINUOUS REPLENISHMENT

Strategi Continuous Replenishment (CR) merupakan strategi yang mempercepat


aliran informasi produk untuk meningkatkan kepuasan konsumen dengan menyiapkan
tersedianya produk untuk menurunkan biaya investasi. Continuous Replenishment (CR)
adalah pendekatan peningkatan kecepatan aliran produk untuk saluran distribusi dengan
cara memepercepat aliran informasi dimana mempercepat aliran produk dari pabrik ke
pengguna. Kelebihan sistem ini dapat dilihat dari tingginya kepuasan konsumen,
rendahnya investasi inventori dan rendahnya biaya operasional. Untuk menjalankan
sistem CR, perusahaan harus menggunakan pendekatan yang berbeda dalam
merencanakan permintaan konsumen dan yang harus diperhatikan menyesuaikan
dengan kemampuan pemasok. Pada umumnya yang biasa dilakukan adalah meramal
secara terpisah sehingga mengakibatkan perencanaan juga terpisah.
Model ini menjalin interaksi antara kebutuhan dengan perencanaan yang
berkesinambungan. Interaksi antara penjual dan pembeli harus diperluas dengan
melibatkan seluruh komponen dari semua pelaku dan membentuk tim. Pertemuan antara
tim harus dilakukan secara rutin. Tim akan menggunakan Distribution Requirement
Planning (DRP) dan hubungan perencanaan model seperti transportasi dan perencanaan
kapasitas gudang yang pada dasarnya tidak digunakan pada konsumen retail untuk
menghasilkan solusi terbaik. Selain itu juga, agar penerapan CR efektif diperlukan
tahapan waktu jaringan distribusi dan penjadwalan. Sistem yang dibuat harus dapat
mengevaluasi rencana-rencana alternatif dan membuat keputusan terbaik. Pada akhirnya
pemasok harus dapat membedakan permintaan dependen dan independen. Permintaan
harus dapat dihitung dan dikirimkan dalam 1 level distribusi ke distributor berikutnya
sebagai kebalikan permintaan peramalan pada setiap level di dalam jaringan. Sistem ini
berguna untuk mengintegrasikan rencana secara efektif dan penjadwalan distribusi
secara keseluruhan (Martin,1995).
Pada kenyataannya, dalam CR customer dan supplier dapat secara langsung
menghubungkan sistem kontrol inventori. Disini fungsi DRP dapat dilihat, arah input
DRP ke Master Production Schedule (MPS) memungkinkan perusahaan untuk
mengganti produksi secara cepat. DRP adalah alat untuk memasuki program CR,
hubungan pelanggan dan pemasok digambarkan memotong informasi putaran waktu,
membantu mengurangi ketidakpastian dan mempunyai efek yang dominan. Yang ini
berarti dapat diperkirakan jumlah dan jadwal produksi yang nyata. Karena banyak
tahapan yang diabaikan, maka pemasok dapat merespon secara cepat untuk mengubah
permintaan. Pendekatan ini membebaskan konsumen dari kebutuhan untuk
mengeluarkan biaya lebih, memberikan lebih banyak waktu untuk bernegosiasi
(Martin,1995; Tersine, 1994). Pada penerapan CR, jenis produk, volume, dan lead time
produk serta inventori dapat ditentukan secara lebih mudah. Berikut ini merupakan
aliran dari traditional replenishment system:

Berikut ini merupakan aliran dari future replenishment system:


VENDOR MANAGED INVENTORIES
Vendor Managed Inventories (VMI) adalah sebuah strategi dalam rantai pasok
dimana pemasok melakukan penanganan persediaan dengan menggunakan media
komunikasi terkini seperti online messaging atau data retrieval system (Mahamani dan
Rao 2010). Borade dan Bansod (2009) pun mendefinisikan VMI sebagai sebuah strategi
rantai pasok untuk memperoleh keuntungan yang kompetitif melalui efektivitas dalam
rantai pasok dimana pemasok bertanggungjawab mengelola persediaan konsumen
melalui aliran informasi yang terjadi antara kedua belah pihak. Tujuan dari Vendor
Managed Inventory adalah untuk memberikan hubungan yang saling menguntungkan di
mana kedua belah pihak akan dapat lebih lancar dan akurat mengontrol ketersediaan dan
arus barang. Pengelolaan VMI yang baik dapat meningkatkan performansi rantai pasok
dengan mengurangi tingkat persediaan dan meningkatkan frekuensi pengisian barang
(Mahamani dan Rao 2010). Berdasarkan Achabal et al (2000) dan Waller et al. (1999),
Yao et al. (2005) menyatakan bahwa keuntungan penerapan VMI adalah pengurangan
biaya simpan baik pada pemasok maupun retailer, peningkatan customer service level,
seperti dengan pengurangan waktu siklus pemesanan barang dan peningkatan frekuensi
penggantian/pengisian persediaan.
Penerapan VMI membutuhkan keterbukaan informasi (information sharing)
mengenai level persediaan dan jumlah permintaan konsumen dari pihak retailer
terhadap pemasok. Dengan cara seperti ini pihak pemasok dapat melakukan
perencanaan produksi, penjadwalan pengiriman barang, pemenuhan persediaan retailer,
perencanaan pembelian, serta proses logistik lainnya dengan lebih baik. Yao et al (2005)
membahas dua fenomena yang terjadi dalam VMI, yaitu information sharing dan
process integration (supply chain integration). Kedua fenomena yang terjadi pada
penerapan VMI ini memberikan keuntungan pada pengelolaan sebuah rantai pasok.
Information sharing yang dilakukan antarpihak dalam rantai pasok ternyata dapat
mengurangi bullwhip effect. Bullwhip effect adalah suatu kejadian terjadinya
peningkatan jumlah kelebihan atau kekurangan persediaan di setiap pelaku dalam rantai
pasok seiring semakin jauhnya pelaku tersebut dilihat dari hubungannya dengan
konsumen akhir. Berkurangnya bullwhip effect ini merupakan pencapaian performansi
yang baik dalam sebuah rantai pasok.
Adanya information sharing pun dapat meningkatkan integrasi yang lebih baik
antarproses dalam rantai pasok. Nishiguchi (1994) dalam Yao et al (2005) pun
menyatakan bahwa alasan utama keunggulan para produsen dari Jepang adalah adanya
sinergi antarpihak dalam rantai pasok. Oleh sebab itu integrasi yang baik antarpihak
dalam rantai pasok ini sangatlah penting. Penerapan strategi VMI pada rantai pasok
melibatkan suatu kesepakatan antarpihak terkait. GNE (2010) membahas beberapa
penelitian mengenai kondisi-kondisi yang terjadi dalam kesepakatan penerapan strategi
VMI. Berdasarkan pembahasan tersebut diketahui beberapa parameter yang perlu
diperhatikan dalam suatu kesepakatan yang akan mempengaruhi performansi penerapan
strategi VMI, yaitu harga beli barang dari pemasok, batas-batas persediaan yang
diiingini oleh retailer, jumlah barang yang dapat dipenuhi oleh pemasok, variasi
permintaan dan sistem pembayaran. Dalam penelitian yang dilakukan GNE (2010),
terdapat juga parameter-parameter lain yang diuji yaitu kapasitas produksi pemasok,
harga jual barang oleh retailer, proporsi ongkos pemesanan.
Berbeda dengan sistem tradisional yang membebankan seluruh ongkos/biaya
pemesanan pada retailer, pada VMI ini terdapat pembagian biaya pemesanan antara
pemasok dan retailer dengan proporsi tertentu.Perbedaan VMI dengan sistem tradisional
pun terdapat pada aliran informasi antara retailer dan pemasok seperti pada Gambar 2
berikut ini.

Manfaat VMI antara lain :


1. Mengurangi Cost atau biaya
2. Meningkatkan Pelayanan
Dalam VMI dibutuhkan suatu teknologi informasi yang dijelaskan pada gambar di
bawah ini :

Dari gambar di atas, perancangan Sistem Informasi Vendor Managed


Inventorydapat disimpulkan bahwa antara perusahaan dan supplier mempunyai otoritas
masing-masing dalam mengakses data dan informasi yang terdapat di dalam Sistem
Informasi ini. Bagian pengadaan barang hanya mempunyai otoritas untuk memasukkan
hasil peramalan untuk suatu jenis produk serta dapat mengecek ketersediaan barang di
gudang. Bagian gudang mempunyai otoritas untuk memasukan data jumlah barang
tersedia serta memasukan data kedatangan barang pesanan ke dalam gudang.
Pihak supplier mempunyai otoritas untuk melihat data peramalan, data inventory, serta
memberikan respon terhadap pemesanan barang yang di masukkan ke dalam sistem
oleh pihak pengadaan barang. Cara untuk membuat VMI dapat terlaksana dengan baik:
1. Memperjelas harapan. Perlu ada diskusi menyeluruh tentang bagaimana sistem
akan menguntungkan kedua organisasi dalam jangka panjang. Tujuannya adalah
komunikasi yang jelas dan konstan antara pemasok dan pelanggan. Ketika kedua
belah pihak bekerja sama mereka dapat yakin bahwa fungsi perencanaan, untuk
kedua belah pihak, akan mulai halus dari waktu ke waktu.
2. Setuju untuk berbagi informasi. Jika pemasok dan pelanggan dapat setuju untuk
berbagi informasi penting untuk restocking pada waktu yang tepat. Informasi
eksklusif tidak harus dibagi antara pemasok dan pelanggan, tetapi informasi yang
cukup untuk mempertahankan aliran barang yang diperlukan. Pelanggan harus
bersedia untuk berbagi jadwal produksi dan / atau perkiraan untuk menyediakan
beberapa visibilitas untuk pemasok.
3. Jauhkan saluran komunikasi terbuka. Ketika kedua pihak ditetapkan untuk
melaksanakan program VMI, mereka harus bertemu dan mendiskusikan tujuan
mereka dan bagaimana mereka harus melanjutkan untuk mewujudkan tujuan
tersebut. Setelah program VMI telah diaktifkan, masing-masing pihak perlu
memahami bahwa akan ada beberapa kekeliruan. Kekeliruan ini perlu dipelajari
sebagai kesempatan untuk belajar dan kemudian digunakan untuk menghindari
masalah berulang di masa depan.

Penyebab paling umum dari kegagalan VMI berkisar pada kemacetan atau
kesalahan komunikasi. Semua masalah dalam melaksanakan program VMI dapat secara
signifikan berkurang jika permasalahan tersebut ditangani oleh kedua pihak di awal
diskusi, yaitu seperti diskusi mengenai solusi ketika terjadi konflik dan kontrak-kontrak
yang dapat menguntungkan dan tidak merugikan kedua belah pihak. Oleh karena itu,
harus ada beberapa pertemuan yang mendalam dimuka untuk menghindari masalah
yang akan terjadi di pertengahan jalan.

Anda mungkin juga menyukai