Anda di halaman 1dari 16

PENCITRAAN PADA TUBERKULOSIS

Ringkasan :
Diagnosis dini untuk tuberculosis penting dilakukan untuk kepentingan
terapi yang efektif. Pada TB paru primer, pemeriksaan radiologi thorax masih
menjadi cara utama dalam mendiagnosis kelainan pada parenkim rongga dada,
disamping itu pemeriksaan CT-scan lebih sensitif dalam mendeteksi adanya
limfadenopati. Pada post TB paru primer, CT scan adalah cara pemeriksaan yang
dipilih untuk mengetahui adanya penyebaran bronkogenik pada fase awal. Juga
untuk menimbang bagaimana karakteristik dari infeksi tersebut apakah aktif atau
tidak, CT scan lebih sensitif dibandingkan dengan X-ray thorax, dan positron 18F-
fluorodeoxyriboglucose emission tomography/CT (18F-FDG PET/CT) sudah
merupakan pemeriksaan yang menjanjikan akan tetapi hasil tersebut dinilai masih
membutuhkan konfirmasi lebih lanjut.
Diagnosis untuk TB ekstrapulmoner terkadang masih sulit dilakukan.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah modalitas yang lebih dapat dipilih
untuk diagnosis dan assesment untuk spondilitis tuberkulosis, lain halnya dengan
18
F-FDG PET menunjukan resolusi imaging yang lebih baik dibandingkan dengan
single-photon emiting tracers. MRI dianggap menjadi pemeriksaan yang lebih
baik dari CT dalam deteksi dan assesment awal TB yang menginfeksi sistem saraf
pusat. Sedangkan pada TB abdominal, penyebaran melalui limfonodi akan lebih
baik dilihat menggunakan CT scan, dan tidak ada bukti yang kuat bahwa MRI
dapat menghasilkan hasil yang lebih baik untuk adanya penyakit menyangkut
sistem hepatobilier. Dengan adanya perubahan metabolik sebelumnya maka akan
menghasilkan perubahan morfologi, penggunaan 18F-FDG PET/CT akan menjadi
pemeriksaan yang utama dalam asesmen untuk respon terapi anti-TB.

1. Pendahuluan
Tuberkulosis masih menjadi global emergensi meskipun sudah dilakukan
investasi besar untuk menangani masalah ini di berbagai pelayanan kesehatan

1
dalam dua dekade terakhir. Pasien dengan sputum-negatif TB paru (PTB) dan TB
ekstra pulmo sangat sulit didiagnosis dan dapat saja terlewatkan di berbagai
point pemeriksaan. Diagnostik imaging dapat meragukan karena tanda-tanda TB
mungkin saja mirip dengan penyakit yang lainnya seperti neoplasma atau
sarkoidosis. Tanda dan gejala klinis pada orang dewasa yang terkena dapat
menjadi tidak spesifik dan membutuhkan pemeriksaan pre klinik tingkat tinggi
berdasarkan riwayat penyakit dahulu yang fundamental dalam diagnosis. Dampak
global dari TB sangat penting menjadi perhatian, menimbang bahwa telah
terhitung 9.0 juta orang terkena infeksi TB pada tahun 2013 dan 1.5 juta orang
meninggal oleh karena TB, hasil ini berdasarkan laporan global tuberculosis oleh
WHO tahun 2014.
Diagnosis awal yang baik akan menghasilkan treatment yang efektif dan
menurunkan transmisi penyakit TB kedepannya. Artikel ini memberikan review
dari bentuk imaging TB paru sebagaimana dapat terdeteksi oleh radiologi
konvensional dan Computer Tomography (CT). Tujuan utamanya adalah untuk
menambah pengatahuan bagi radiologist dan menjadikan familier dalam hal
mengetahui ciri-ciri dari penyakit ini untuk kepentingan diagnosis awal penyakit.
Lebih lanjutnya, kami menganggap bahwa terdapat metode imaging lain yang
berperan seperti Magnetic resonance imaging, yang mana dapat sangat membantu
dan sangat akurat untuk mengetahui beberapa tanda-tanda adanya penyakit TB.
Meskipun beberapa metode imaging telah banyak dipakai, radiologi
konvensional masih menjadi modalitas awal untuk suspek PTB dan untuk
keperluan screening yang umum. CT dan MRI adalah modalitas pilihan untuk
evaluasi organ tubuh spesifik. Positron emission tomography/computed
tomography dengan penggunaan 18F-FDG adalah metode pemeriksaan non invasif
yang telah banyak digunakan secara luas untuk membedakan lesi keganasan atau
tidak. Akan tetapi, 18F-FDG juga akan meningkatkan jumlah sel inflamasi seperti
neutrofil, mengaktifkan makrofag, dan limfosit pada lokasi infeksi atau inflamasi.
Karena itu, penggunaan 18F-FDG harus diobservasi ada PTB, tuberkuloma, dan
lesi TB lainnya.Untuk Penggunaan PET/CT, keterlibatan TB pulmoner dan
ektrapulmoner diperiksa secara berulang, untuk menghemat waktu dan biaya.

2
Meskipun begitu, organ organ tubuh dapat terinfeksi semua, paru-paru
masih menjadi yang paling banyak terkena pada kasus TB. Gambaran imaging
paru TB pada TB dijelaskan dibawah untuk infeksi pulmoner dan ekstrapulmoner.

2. Tuberkulosis Pulmo
Secara klasik, tuberkulosis (TB) pulmo dapat dibagi menjadi TB pulmo
primer dan post primer dimana masing-masing memiliki gambaran radiologis
yang khas. Namun dalam prakteknya, sangat sulit untuk membedakan gambaran
radiologis kedua bentuk TB pulmo ini.

2.1. Tuberkulosis Pulmo Primer


Tuberkulosis pulmo primer terjadi jika tubuh terjangkit oleh
Mycobacterium tuberculosis untuk pertama kalinya. Pada gambaran radiologi, TB
pulmo primer bermanifestasi sebagai salah satu dari 4 gambaran khas, yaitu
penyakit parenkim, limfaenopati, efusi pleura dan TB milier, atau kombinasi dari
keempatnya.
Radiografi thorax termasuk salah satu poin penting dalam penegakan
diagnosis. Biasanya, penyakit parenkim paru ditandai dengan adanya kondolidasi
pada lobus paru, terutama lobus media dan inferior. Gambaran radiologis yang
demikian merupakan akibat dari adanya infeksi bakteri. Maka dari itu, temuan ini
sebenarnya kurang spesifik meskipun infeksi TB primer hanya dapat dicurigai
muncul pada individu yang terpapar TB. Konsolidasi multilobar dapat terjadi pada
25% dari seluruh kasus TB pulmo. Kurang lebih dua pertiga dari kasus, lesi
parenkim paru dapat membaik tanpa ada sekuele pada radiografi konvensional.
Pada satu pertiga sisanya, mengalami skar radiologis yang menetap dimana 15%
kasus mengalami skar radiologis persisten yang terkalsifikasi dan 9% kasus
mengalami tuberkuloma (gambaran opasitas persisten yang menyerupai massa).
Satu-satunya gambaran radiologis yang diyakini merupakan gambaran penyakit
TB pulmo sebelumnya, disebut kompleks Ranke. Kompleks Ranke adalah
kombinasi dari skar parenkim paru, lesi Ghon (terkalsifikasi maupun tidak), serta
kalsifikasi limfonodi hilar dan/atau limfonodi paratrakeal. Destruksi dan fibrosis

3
parenkim paru menyebabkan terbentuknya traksi bronkiektasis di dalam daerah
fibrotik.
Abnormalitas yang paling sering terjadi pada anak-anak adalah
pembesaran limfonodi, yaitu sebanyak 90-95% kasus, dibandingkan dengan angka
kejadian pada dewasa yang hanya mencapai 43%. Limfonodi hilar dan paratrakeal
kanan merupakan lokasi paling sering terjadinya pembesaran limfonodi, meskipun
didapatkan juga pembesaran limfonodi bilateral pada satu pertiga kasus.
Pemeriksaan CT scan diketahui lebih sensitif dibandingkan dengan radiografi
polos dalam mendeteksi limfadenopati TB. Pembesaran limfonodi yang mencapai
2 cm atau lebih, dengan karakteristik beragam tetapi tidak patognomonis disebut
dengan rim-sign yaitu gambaran pusat dengan densitas rendah, nekrosis
kaseosa, yang dikelilingi oleh tepian rim yang menyangat karena adanya jaringan
granulomatosa yang mengalami inflamasi.
Berbanding terbalik dengan limfadenopati, prevalensi dari gambaran
radiografi kerusakan parenkim pada anak usia < 3 tahun lebih rendah (51%)
dibandingkan pada anak usia lebih tua, yang prevalensinya hampir sama dengan
pasien dewasa (80%). Selain itu, perubahan sampai menjadi kavitas juga jarang
ditemukan pada anak-anak.
Berdasarkan F-FDG PET/CT, dua gambaran berbeda telah terdeskripsikan.
Gambaran pertama yaitu gambaran paru yang berkaitan dengan restriksi dan
infeksi hipermetabolik dengan uptake F-FDG pada area kondolidasi paru dan
kavitas yang dikelilingi oleh mikronodul dan sedikit uptake di dalam limfonodi.
Gambaran kedua berupa gambaran limfatik yang berkaitan dengan infeksi
sistemik yang intens dengan pembesaran limfonodi yang lebih hebat dan F-FDG-
avid pada limfonodi hilar dan mediastinal.
Kelemahan dari penggunaan F-FDG PET/CT untuk assesmen pada nodul
pulmo tunggal, terutama pada area endemik, yaitu ketidakmapuan untuk
membedakan TB dengan lesi maligna. Studi terdahulu tentang nilai diagnostik
dari pemeriksaan imaging dengan dual time point F-FDG PET/CT menunjukkan
adanya keterbatasan hasil, tetapi studi selanjutnya yang menggunakan jumlah
pasien yang lebih banyak, menunjukkan hasil yang signifikan.

4
2.2. Tuberkulosis Pulmo Post Primer
Tuberkulosis pulmo post primer memiliki sebutan lain yaitu TB reaktif,
TB sekunder, atau TB dewasa. Terminologi ini digunakan untuk menggambarkan
bentuk TB yang berkembang dan mengalami progresivitas karena adanya
imunitas yang menurun. Gambaran radiologis yang paling sering terjadi yaitu
berupa bercak fokal atau heterogen, konsolidasi pada apeks dan segmen posterior
dari lobus superior serta segmen superior dari lobus inferior. Pada kebanyakan
kasus, lebih dari satu segmen pulmo dapat terinfeksi. Kavitasi merupakan
gambaran radiologis yang khas pada TB pulmo terbukti secara signifikan pada 20-
45% pasien. Sedangkan adanya gambaran air fluid level terjadi pada 10% kasus.
Kavitasi dapat berkembang menjadi perluasan endobronkhial dan menyebabkan
timbulnya distribusi nodul tree in bud. Hal ini dapat dijadikan pertanda dari
adanya TB paru aktif.
CT dengan resolusi tinggi merupakan metode terpilih untuk menemukan
penyebaran bronkhogenik secara dini, dengan nodulus centrilobular sebesar 2-4
mm dan cabang-cabang opasitas yang berbatas tegas disekitar bronkiolus terminal
dan bronkiolus respiratorik (tree in bud sign). Tree in bud sign merupakan
sekumpulan dari nodulus centrilobular yang berukuran kecil dan cabang-cabang
opasitas yang beriringan. Gambaran ini menyerupai bentuk dari cabang-cabang
dari tunas pohon, sehingga disebut sebagai tree in bud sign. Nodulus centrilobular
terletak pada perifer, memisahkan bagian subpleura paru dan menyebabkan
timbulnya lesi inflamasi pada bronkiolus dan peribronkial alveolus.
Limfadenopati hilar dan mediastinal jarang terjadi pada tuberkulosis pulmo post
primer, angka kejadiannya hanya berkisar antara 5-10% kasus.
Meskipun tuberkuloma paru merupakan hasil yang paling sering dijumpai
pada TB paru primer yang mengalami penyembuhan, tuberkuloma adalah
abnormalitas utama pada radiografi thorax yang ditemukan padan 5% pasien
dengan reaktivasi. Gambaran CT scan menunjukkan granuloma berbentuk oval
atau bulat, dengan diameter 0,4-5 cm, dengan dinding dilapisi oleh jaringan
granuloma inflamasi atau encapsulated jaringan ikat.21 Tuberkuloma dapat

5
kavitasi, sementara kalsifikasi ditemukan pada 20-30% kasus. Pada 80% kasus,
terdapat lesi satelit disekitar lesi utama.5 Peningkatan metabolisme glukosa
disebabkan oleh inflamasi granuloma aktif, tuberkuloma yang mengakumulasi
18
F-FDG.22 Nilai standar maksimum (SUVmax) cenderung tidak berbeda secara
signifikan untuk TB dan lesi ganas. Sebuah studi menyarankan bahwa tidak
seperti 18F-FDG PET, 11C-choline PET scan dapat membantu membedakan kanker
paru dan tuberkuloma, dikarenakan tuberkuloma menunjukkan uptake tracer yang
rendah pada 11C-choline PET scan.25

Gambar 1. Tanda panah menunjukkan 18F-FDG avid pada lobus kanan bawah
paru dengan nodul 1.5 cm (SUVmax 2). Differensial diagnosis untuk nodul ini
adalah kanker dan TB

Gambar 2. Potongan Trans-axial CT scan menunjukkan sebuah bercak heterogen


dan konsolidasi dengan lesi kavitasi pada lobus kanan atas paru

6
2.3 Gambaran Radiologi pada TB Paru Primer dan/atau Post Primer
Penyakit paru milier mempengaruhi 1-7% dari pasien dengan semua jenis
TB.6 Hal ini biasanya terlihat pada usia tua, bayi, dan orang dengan
imunokompromais.6 Awalnya, gambaran radiografi standar adalah normal pada
25-40% kasus.26 CT scan dapat menunjukkan penyakit milier sebelum ini menjadi
jelas secara radiografi, dan temuan karakteristiknya terdiri dari nodul-nodul tak
terhitung dengan diameter 1-3 mm yang terdistribusi secara acak di kedua paru,
sering berhubungan dengan penebalan septum intra dan interlobular.14,27 Nodul
dapat dihilangkan dalam pengobatan 2-6 bulan, tanpa bekas luka atau kalsifikasi;
meskipun ini dapat membentuk konsolidasi fokal atau difus.6
Efusi pleura terlihat pada sekitar seperempat pasien dengan TB paru
primer dan 18% pasien dengan TB paru post primer.26 Walaupun, biasanya
berhubungan dengan parenkim dan/atau penyakit nodul, efusi pleura dilaporkan
menjadi gambaran radiologi satu-satunya yang menunjukkan penyakit TB paru
primer pada 5% kasus dewasa.26 Efusi pleura biasanya unilateral dan sisi yang
sama dari fokus primer TB paru, sementara komplikasi seperti efusi, empiema,
dan fistula bronkopleura jarang ditemukan.6 CT scan pasien dengan efusi pleura
post primer menunjukkan penebalan merata pada pleura visceral dan parietal. 28
Ultrasonografi sering menggambarkan efusi bersepta kompleks. 6 Fibrothoraks
dengan penebalan pleura difus, tetapi tanpa efusi pleura pada CT scan,
menunjukkan inaktif.29 18
F-FDG PET/CT scan dapat menunjukkan uptake 18
F-
FDG intens difus pada penebalan pleura yang dapat merancu dengan
mesothelioma pleural.30

2.4 Perbedaan antara TB Aktif dan Inaktif


TB membuat kehadirannya terasa pada imaging lama setelah tahap akhir
dari penyakit. Terkadang pertanyaan dibutuhkan untuk menjawab apakah
infeksinya aktif atau tidak. Penyakit TB aktif digambarkan secara umum oleh
gambaran nodul sentrilobular, tree-in-bud pattern, penebalan dinding kavitas,
konsolidasi, nodul milier, efusi pleura atau limfadenopati nekrosis. 1 Hasil akhir

7
berupa dinding kavitas tipis merata, fibrosis, dan parenkimal, nodul, atau
kalsifikasi pleura sering menunjukkan penyakit TB inaktif.1
Foto thorax mungkin normal atau menggambarkan hanya temuan ringan
atau non spesifik pada pasien dengan penyakit TB aktif. 26 Diagnosis dari penyakit
TB paru dengan radiografi awalnya tepat pada 49% dari semua kasus: 34%
penyakit TB paru primer dan 59% penyakit TB paru post primer.26 Di lain hal, CT
scan dapat mendiagnosis secara tepat pada 91% kasus penyakit TB paru dan
menandai dengan benar 80% pasien dengan penyakit aktif dan 89% dengan
penyakit inaktif.
Pemeriksaan CT lebih sensitif daripada radiologi dalam mendeteksi dan
menandai baik penyakit parenkimal maupun limfadenopati mediastinal. Dalam
studi yang membandingkan kedua metode tersebut, CT resolusi tinggi
menggambarkan kavitas dalam 58% pasien dengan PTB aktif, dimana pada x-foto
thoraks hanya 22%. Diagnosis dari PTB aktif adalah berdasarkan pada basil
positif tahan asam dalam sputum dan perubahan pada foto radiologi serial selama
pengobatan. CT juga dapat menggambarkan penyakit pleura yang tidak jelas
dengan x-foto thoraks dan sangat membantu dalam evaluasi komplikasi pleura.
CT juga dapat memprediksi PTB yang sangat aktif / infeksius termasuk:
(1) konsolidasi yang mengenai apex atau segmen posterior dari lobus kanan atas
atau segmen apico-posterior dari lobus kiri atas, (2) konsolidasi yang mengenai
segmen superior dari lobus kanan atau kiri bawah, (3) lesi kavitas, (4) klaster-
klaster nodul, dan (5) tidak adanya nodul sentrilobular. CT resolusi tinggi lebih
baik daripada x-foto thoraks dalam memprediksi PTB aktif, dengan sensitivitas
96% dibanding 48%.

8
Gambar 3. Kiri: gambaran CT scan menunjukkan sebuah lesi kavitas dengan luas
1,6 x 1,2 cm (panah) pada lobus kanan atas paru. Kanan: lesi ini menunjukkan
uptake 18F-FDG yang ringan pada PET scan (panah kecil) (SUVmax 2.2). Kiri
bawah: Gambaran Fusi 18F-FDG PET/CT menunjukkan lesi kavitas yang sama
(panah).

Telah dilaporkan bahwa F-FDG PET dapat membedakan PTB aktif dari
penyakit lama atau inaktif, dimana pada tuberkuloma aktif memiliki nilai
SUVmax yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan tuberkuloma
inaktif. Nilai SUVmax 1,05 (pada 60 menit) digunakan sebagai cut-off, sensitifitas
dan spesifisitasnya adalah 100% dan 100%. Sebuah studi terbaru menyimpulkan
bahwa F-FDG PET/CT memiliki potensi untuk menjadi alat monitoring respon
pengobatan pada kasus pilihan dari EPTB ataupun multidrug resisten. Sebuah
studi yang menarik dari pasien dengan lesi radiografi dari TB yang sudah lama
sembuh dapat memberikan informasi dari status metabolisme lesi TB dengan
menggunakan pemeriksaan F-FDG PET/CT. Penulis menggambarkan bahwa
pasien dengan lesi TB yang sudah lama sembuh dengan nilai SUVmax yang lebih
tinggi memiliki resiko yang lebih tinggi juga untuk menjadi TB aktif. Investigasi
lebih lanjut dibutuhkan untuk memastikan hasil-hasil ini.

9
Gambar 4. Kiri: Proyeksi dengan intensitas multipel menunjukkan uptake 18F-
FDG di mediastinal dan limfonodi hilar bilateral (panah). Kanan: Gambaran fusi
multipel potongan trans-axial 18F-FDG PET/CT menunjukkan limfonodi hilar
dan mediastinal (panah).

3. Tuberkulosis Ekstrapulmoner
Meskipun sudah ada pemeriksaan imajing canggih, diagnosis TB
ekstrapulmoner terkadang masih tetap sulit. Beberapa imajing dari TB
ekstrapulmoner yang sering ditemukan akan dibahas di bawah.

3.1. Tuberkulosis Muskulosketelal


Sekitar 50% kasus TB skeletal melibatkan tulang belakang. Spondilodistis,
juga dikenal dengan Potts disease, adalah bentuk yang paling sering ditemukan.
Infeksi dimulai dalam tulang subkondral dan menyebar perlahan ke spatium
diskus intervertebralis dan mendekati corpus vertebra, biasanya pada vertebra
lumbal bawah belakang dan atas. Kegagalan untuk mengidentifikasi dan
mengobati area ini adalah keterlibatan pada stadium awal dapat menyebabkan
komplikasi yang serius seperti vertebra kolaps, kompresi saraf spinal, dan
deformitas tulang belakang. Hasil x-foto yang normal wajar ditemukan pada

10
stadium awal penyakit. Tanda pertama dapat merupakan demineralisasi dari
endplate dengan resorpsi dan kehilangan densistas dari margin.
Dengan semakin progresifnya penyakit, x-foto akan menggambarkan
kolapsnya vertebra yang semakin progresif dengan anterior wedging dan
pembentukan gibbus. MRI adalah modalitas pilihan untuk diagnosis dan asesmen
spondilitis TB. Dikarenakan TB spinal lebih sering multifokal, MRI imajing dari
seluruh kolumna vertebralis akan sangat efektif untuk diagnosis awal penyakit.
Pada kasus TB spinal, rentan terjadi mielopati saraf spinal sekunder akibat
kompresi dari abses epidural. Vertebra yang kolaps dan abses epidural juga paling
baik dievaluasi dengan MRI. Setelah administrasi antibiotik dilakukan, imajing
ulangan sebaiknya dilakukan dalam interval sekitar 4 minggu atau kapan saja jika
terjadi perburukan neurologis.
Lesi tuberkular digambarkan dengan uptake F-FDG yang tinggi, F-FDG
PET/CT merupakan teknik yang menjanjikan untuk diagnosis infeksi spinal.
Sebuah temuan yang menarik adalah bahwa 63,6% dari pasien dengan TB spinal
memiliki keterlibatan skeletal multifokal yang jauh yang tidak terlihat secara
klinis saat dilakukan F-FDG PET/CT scan seluruh tubuh.
Selain tulang belakang, bagian manapundari sistem muskuloskeletal dapat
terlibat, namun persendian besr dari anggota gerak bawah adalah yang paling
sering terkena. Temuan imajing dari TB muskuloskeletal biasanya tidak spesifik.
MRI adalah modalitas yang paling sensitif untuk diagnosis awal dan
penggambaran lengkap dari penyakit.

11
Gambar 5. CT (panel kiri) dan 18F-FDG PET/CT gambar disatukan (panel
kanan): potongan trans-axial dan sagital. Sedang hingga kuat (intense). 18F-FDG
uptake tampak pada masa di soft tissue paravertebral dengan lesi yang meluas dari
setinggi vertebra level T7-T10 yang berhubungan dengan perubahan sclerotic
lytic pada vertebra T7-T9 dan vertebra T8 yang collaps(panah). Lesi
menginfiltrasi ke dalam canalis spinalis setinggi level vertebra T8 dan melibatkan
medula spinalis (panah). Lesi tampak meluas sepanjang batas tepi kiri costa,
dengan keredupan (faint) 18F-FDG uptake dan fokal kalsifikasi, mungkin mewakili
abses dingin (courtesy of Prof. B.R. Mittal).

3.2 Tuberkulosis pada Central nervous system (CNS)


TB pada CNS merupakan bentuk penyakit yang sangat berbahaya.
Berbagai bentuk dari keterlibatan CNS telah diamati: parenchymal, meningeal,
calvarial, spinal, atau kombinasi dari keempatnya.1 Pemeriksaan dengan
menggunakan MRI umumnya dianggap lebih baik dibandingkan CT dalam
mendeteksi dan menilai/mendiagnosis TB pada CNS.50 Keterilibatan parenchymal

12
yang paling sering tampak adalah dalam bentuk tuberkuloma, yang mungkin
single atau multiple. Pada usia anak lebih sering terlihat di cerebellum, sedangkan
pada dewasa mempunyai predileksi pada hemisfer cerebral dan ganglia basalis.
Penampakan dari tuberkuloma bermacam-macam pada MRI tergantung dari tahap
maturasinya.50,51 Granuloma non-kaseosa hyperintense pada T2 dan hypointense
pada T1 dan memperlihatkan enhancement yang padat, sementara gambaran solid
granuloma kaseosa biasanya hypointense pada T1 dan T2. Pada CT, massa
tuberculoma muncul dengan bentuk bulat atau berlobus pada jaringan lunak
dengan berbagai variasi attenuation dan homogen atau membentuk cincin
enhancement.1 TB milier sering berhubungan dengan meningitis TB dan
memunculkan fokus kecil (<2mm) dengan hyperintensity pada T2, sementara
setelah dimasukkan gadolinium, gambaran pada T1 menunjukkan lesi yang
banyak berbentuk bulat, kecil, homogen dan enhance.50 Kontras-enhanced pada
MRI juga lebih baik dibandingkan CT untuk mengevaluasi meningitis dan
komplikasinya, termasuk hydrocephalus.

3.3 Tuberkulosis Abdominal


Lymfadenopati abdominal adalah manifesatasi yang paling sering muncul
pada Abdominal TB, dilihat dari 55-56% pasien, dan mungkin ada atau tidak ada
hubungannya dengan keikutsertaan organ abdomen yang lain. 52 Nodul limfe pada
abdomen paling baik dievaluasi dengan CT, yang memperlihatkan pembesaran
nodul dengan hypoattenuating centres dan hyperattenuating enhancing rims.52,53
Pada MRI, Gambaran khas yang muncul adalah hyponintense pada T1, sedangkan
pada T2 signal yang muncul adalah generally hyperintense atau dengan low-
intensity periferal signal.1
TB Hepatis dapat diklasifikasikan kedalam lokal, TB milier atau
Tuberculoma.54 TB milier adalah bentuk yang paling sering muncul pada TB liver
dan merupakan bagian dari penyakit secara umum; nodul kecil yang sangat
banyak dapat ditemukan pada liver yang dapat atau tidak dapat terlihat pada CT,
namun pada pemeriksaan ultrasound biasanya tampak sebagai bright liver atau
gambaran spleen dengan bentuk diffuse dan echogenicity yang meningkat.54

13
Kalsifikasi pada regio hepar pada pemeriksaan plain radiografi terkadang
dapat terlihat pada local TB hepatic.54 Pada CT, lesi livertuberculoma tampak
sebagain non-enhancing, sentral, densitas rendah dengan sedikit enhancing
peripheral rim, sedangkan kalsifikasi pada liver dapat juga tampak. MRI tidak
memberikan keuntungan pada diagnosis TB hepatobilier.

Gambar 6. Gambar intensitas proyeksi multipel (panel kiri) dan menyatu pada
bagian trans-aksial 18F-FDG PET / gambar CT (panel kanan) menunjukkan
serapan 18F-FDG dalam beberapa kelenjar getah bening (SUVmax 6,8) (porta
hepatis, portacaval, para-aorta , retroperitoneal, iliaka interna bilateral, kiri iliaka
eksternal, dan inguinal kiri (panah)) dan serapan heterogen 18F-FDG di limpa
yang membesar (SUVmax 10.2) (panah) dan di tulang (T8 vertebra ditambah
dengan penyerapan jaringan lunak paravertebral (SUVmax 17,6), L3 tulang
belakang sisi anterior (SUVmax 11,6), dan alae sakral yang tepat (SUVmax 6,7)
(panah)) (courtesy of Dr A. Alshammari)

Beberapa laporan telah tersedia pada 18F-FDG PET/ gambar CT pada TB


abdominal, menunjukkan bentuk TB abdominal adalah tidak spesifik dan
bervariasi. (Gambar 6).5658

4. Penilaian respon pengobatan

14
Hal ini berpotensi menjadikan aplikasi klinis yang paling penting dari
18FFDG PET / CT pada TB. Selama pengobatan TB, beberapa tuberkuloma
bacillus-negatif tidak menurun dalam ukuran dan bahkan terdapat peningkatan,
sehingga sulit bagi dokter untuk memutuskan apakah perlu atau tidak untuk
memodifikasi pengobatan. Dalam kasus ini, 18F-FDG PET / CT dapat membantu,
sebagai perubahan dari aktivitas glikolitik pada lesi inflamasi, diukur dengan
serapan 18F-FDG, berkorelasi dengan baik dengan penanda klinis. Beberapa
penelitian telah menegaskan nilai 18F-FDG PET / CT dalam tindak lanjut dan
evaluasi respon pengobatan, terutama pada pasien dengan keterlibatan
ekstrapulmoner dan ketika terdapat resistensi obat. 57,59-63 Dalam TB paru dan TB
ekstraparu, penurunan sekitar sepertiga di SUVmax telah dilaporkan setelah 1
bulan pengobatan TB ketika ada respon.60 Data awal menunjukkan bahwa
SUVmax (baik pada awal dan tertunda) dari kelenjar getah bening yang terlibat
dan jumlah keterlibatan cekungan kelenjar getah bening secara signifikan lebih
tinggi pada bukan respoder dibandingkan responder.64 Temuan ini perlu
konfirmasi lebih lanjut pada penelitian kohort dengan jumlah pasien yang lebih
besar.
Setelah 4 bulan pengobatan TB, 18F-FDG PET / CT juga dapat
mengevaluasi respon pengobatan pada pasien dengan sensitivitas dan spesifisitas
tinggi, menggunakan nilai 4,5 sebagai SUVmax.62
Peneliti lain telah memiliki tujuan untuk memantau perubahan metabolik
pada TB tulang belakang selama pengobatan. 49 Rerata perubahan SUVmax pada
berbagai titik waktu - dari awal sampai 6, 12, dan 18 bulan, dari 6 sampai 12
bulan, dari 6 sampai 18 bulan, dan dari 12 sampai 18 bulan - dihitung dan
ditemukan sangat signifikan (p-value <0,001).49 18F-FDG PET / CT juga
menunjukkan hasil yang menggembirakan untuk prognosis dan deteksi penyakit
residual pada pasien dengan infeksi tulang belakang, terutama ketika MRI tidak
meyakinkan dalam membedakan antara perubahan degeneratif dan infeksi.65

5. Tuberkulosis pada Pasien HIV

15
Diagnosis aktif PTB merupakan tantangan utama, terutama pada individu
dengan immunosupresi berat, seperti koinfeksi dengan HIV. Pasien yang khas
menunjukkan gambaran radiografi atipikal, misalnya keterlibatan paru tengah dan
bawah, tidak adanya pembentukan rongga, terdapat limfadenopati dan efusi
pleura, atau pola milier.38
Gambaran radiografi dari PTB terkait HIV tergantung pada tingkat
imunosupresi tubuh.66 Manifestasi radiologi pada pasien dengan jumlah CD4 T-
limfosit dari <200 / mm3 menunjukkan insiden pembesaran lomfonodi yang lebih
tinggi pada hilus atau mediastinum, prevalensi lebih rendah terjadinya kavitasi,
dan sering terjadi keterlibatan ekstraparu dibandingkan dengan pasien HIV
dengan jumlah CD4 T-limfosit dari 200 / mm3.66 Sebuah studi dilakukan untuk
menentukan spektrum CT PTB pada pasien HIV menunjukkan kekeruhan nodular
(78,5% kasus), konsolidasi (46,4%), limfadenopati ( 35,7%), efusi pleura (35,7%),
ground glass opacity (21,4%), dan kavitasi (21,4%).67 Penulis lain telah
melaporkan bahwa setelah PTB primer terdapat gambaran konsolidasi pada
tempat yang tidak biasa.68 Kavitasi jarang terjadi pada jumlah CD4 yang lebih
rendah. Pasien dengan imunosupresi berat memiliki peningkatan insiden penyakit
paru milier, dengan difus, nodul yang distribusi acak pada CT.69 Limfadenopati
mediastinum dan hilus terjadi pada 75-77% kasus dan sering didapatkan pada
pasien HIV-positif dibandingkan dengan HIV-negatif.68 Lokalisasi pada ekstraparu
sering terjadi pada pasien yang terinfeksi HIV dan mungkin melibatkan otak,
selaput jantung, saluran pencernaan, peritoneum, dan saluran kemih. 70 Saat ini,
tidak ada data yang mendukung penggunaan 18F-FDG PET / CT di pada
kelompok pasien ini.

16

Anda mungkin juga menyukai