Anda di halaman 1dari 9

THE EFFECTIVENESS OF FACE TO FACE EDUCATION USING

CATHARSIS EDUCATION ACTION (CEA) METHOD IN IMPROVING


THE ADHERENCE OF PRIVATE GENERAL PRACTITIONERS TO
NATIONAL GUIDELINE ON MANAGEMENT OF TUBERCULOSIS IN
BANDUNG,INDONESIA

Abstrak
Latar Belakang :Kebanyakan disetiap Negara, dokter umum adalah
kontak pertama dalam pelayanan kesehatan saat seseorang terinfeksi
penyakit seperti TBC. Penelitian sebelumnya berfokus pada peningkatan
pengendalian TB. Suatu studi yang menggunakan metode Catharsis
Education Action (CEA) yang digunakan untuk merubah sikap seorang
dokter baik itu dalam hal pelayanan maupun dalam keyakinannya terhadap
pasien.
Tujuan : dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas metode
Catharsis Education Action (CEA) dalam meningkatkan kepatuhan
seorang dokter terhadap pedoman nasional tentang pengelolaan pasien TB
di Kabupaten Bandung, Indonesia ,
Metode : Dilakukan sebuah uji coba terkontrol secara acak. Untuk
kelompok intervensi, sesi metode CEA disampaikan kepada praktisi
kesehatan (dokter) sementara untuk pengingat singkat dengan penyediaan
pamflet digunakan untuk kelompok pembanding.
Hasil : Sebanyak 82 dokter dilibatkan dalam analisis ini. Kelompok
intervensi menunjukkan beberapa tren positif dalam kepatuhan terutama
dalam penggunaan sputum sebagai pemeriksaan laboratorium pertama
(RR = 1,24) dan tindak lanjut (RR = 1,37), meskipun tidak mencapai
signifikansi statistik. Setelah PP (dokter) intervensi dalam kelompok CEA
mempertahankan kepatuhan, tapi PP (dokter) dalam kelompok pamflet
menunjukkan kemerosotan (skor sebelum ke sesudah: -12.5).
Kesimpulan: pendidikan menggunakan metode CEA tampaknya seefektif
pengingat singkat dengan pemberian pamflet dalam meningkatkan
kepatuhan. CEA menawarkan informasi tambahan yang dapat berguna
dalam merancang program intervensi untuk meningkatkan kepatuhan
terhadap pedoman.

1
Latar Belakang
Mycobacterium tuberculosis menginfeksi sepertiga dari jumlah
penduduk dunia dan menyebabkan beban global dengan jumlah kasus kurang
lebih 8 juta kasus baru dengan jumlah kasus meninggal 1,8 juta kasus kematian
setiap tahunnya. Lebih dari 90% dari kasus TB terjadi di negara berkembang, di
mana 75% kasus menyerang usia produktif yaitu kelompok usia (15-54 tahun).

Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 220 juta membawa beban
berat kasus TB. Indonesia masih menempati peringkat ketiga di antara 22 negara
beban tinggi kejadian TB di dunia. Di Bandung, salah satu kota di Provinsi Jawa
Barat, Indonesia, kasus tingkat deteksi (CDR) tidak mencapai target 70% dari
pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia menganggap menjadikan TB
prioritas tinggi dalam layanan kesehatan. Korespondensi : nitarisanti@yahoo.com
tem [3-5]. Sebuah strategi untuk tambahan keterlibatan praktisi swasta dalam
DOTS (Directly Observed Treatment)

Implementasi tentang TB telah dikembangkan di Indonesia. Dokter Umum


Swasta (PP) adalah kontak pertama untuk pasien TB. Keterlibatan mereka terkait
dengan keberhasilan pengendalian TB sangat besar. Di Indonesia, umumnya
sekitar sepertiga dari semua kasus TB sebagian atau sepenuhnya dikelola oleh
sektor swasta.

Banyak penelitian menunjukkan bahwa PP cenderung menyimpang dari


pedoman manajemen tuberkulosis yang direkomendasikan. Kepatuhan dokter
dengan pedoman bervariasi dengan berbagai jenis pasien dan dengan pengalaman
klinis yang berbeda pula. Kepatuhan terhadap rekomendasi Program seperti
Program Tuberculosis Nasional (NTP) sangat penting untuk penanggulangan TB

Banyak strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kepatuhan.


Karena perilaku klninis masih bisa diperbaiki, model psikologis dari perubahan
perilaku dapat diterapkan untuk memodifikasi praktek profesional kesehatan.

Konseling, metode psikoedukasi tatap muka bisa dipakai dan lebih efektif
dalam penanganan TB. The Catharsis Education and Action (CEA) adalah metode
konseling yang mengambil cara dari Carl Rogers person-centered psychotherapy.

2
Cara ini menghilangkan kekhawatiran psikologis yang dapat mengakibatkan
salah persepsi realitas dan menghalangi perilaku yang sesuai hal ini yang biasa
disebut dengan emotionally critical misperceptions (ECMs). Jika ditangani
dengan tepat, hambatan yang ada, input pendidikan yang diterima lebih baik.
Metode ini tidak hanya berfokus pada masalah tetapi juga pada peluang untuk
perbaikan dan pengembangan metode yang dipakai. Seperti namanya, metode
CEA terdiri dari tiga fase: katarsis, pendidikan dan tindakan. Dalam fase katarsis,
konselor menghabiskan waktu untuk mengklarifikasi atau mendefinisikan
masalah. Dalam proses ini, masalah yang tersembunyi dari pasien juga harus bisa
diidentifikasikan dengan baik oleh konselor. Pada fase ini, masalah dalam
manajemen tuberkulosis pasien diklarifikasi dan didefinisikan. Kekhawatiran
tentang hambatan untuk kepatuhan terhadap NTP (seperti kemauan pribadi,
pilihan pasien dan ketersediaan peralatan dan pengobatan diagnostik) dibahas dan
dieksplorasi. Melalui pemanfaatan aktif keterampilan mendengarkan, keaslian,
empati dan hal positif lainnya, Dalam studi ini, pembahasan difokuskan pada
identifikasi pasien TB yang dicurigai, melakukan pemeriksaan laboratorium,
pengobatan untuk pasien TB, pengorganisasian folow up, menjaga pendaftar TB
dan implementasi DOTS. Hal ini dalam tahap pendidikan, yang mispersepsi
dikoreksi menggunakan bukti ilmiah atau informasi terbaru yang tersedia tentang
masalah ini. Hal ini diduga bahwa perubahan perilaku yang sesuai akan lebih
mudah dilakukan setelah beban emosional berkurang dan informasi baru
diberikan. Pada pelaksanaannya perubahan perilaku bisa dilakukan secara
bertahap.

Metode
Sebuah uji coba terkontrol secara acak dilakukan untuk membandingkan
efektivitas metode CEA dengan metode alternatif dengan cara memberian pamflet
tentang pengelolaan tuberculosis

Penelitian ini dilakukan di enam puskesmas di Kabupaten Bandung dengan


prevalensi TB tertinggi. Dengan kerangka sampling terdiri dari 288 PP, 86 PP
yang memenuhi kriteria inklusi secara acak. Kriteria inklusi untuk PP yang (1)

3
terdaftar di Dinas Kesehatan Kabupaten, (2) memiliki pasien dengan salah satu
dari berikut: fitur yang kompatibel dengan TB, dahak (+), rontgen dada PA (+)
dan (3) bersedia untuk merekam dan memelihara pendaftar TB. Alokasi PP untuk
CEA atau kelompok pamflet dilakukan dengan tersembunyi dimana alokasi tugas
kelompok diberi kode dan ditempatkan dalam amplop tertutup. Informed consent
tertulis diperoleh dari peserta penelitian ini

Grup intervensi

Sesi intervensi dilakukan dalam praktek PP . Sesi pertama adalah sekitar dua
puluh menit. Protokol yang dikembangkan untuk memandu penyidik dalam
melakukan metode ini (Lampiran 1). Pada saat ini, masalah PP dalam manajemen
pasien tuberkulosis diklarifikasi dan didefinisikan (fase katarsis). Analisis kasus
interaktif dan komunikasi dua arah untuk bukti ilmiah dipekerjakan dalam tahap
pendidikan. Setelah fase pendidikan, PP berkomitmen untuk melaksanakan NTP
(fase tindakan). Sesi kedua dilakukan selama sekitar sepuluh menit, tiga bulan
setelah yang pertama. Pada bulan keenam, hasil akan dievaluasi.

Komparatif grup

Pada kelompok pembanding, PP menerima pesan singkat dengan pamflet


tentang pengelolaan tuberkulosis dan protokol NTP. Jumlah sesi dan evaluasi efek
jangka pendek yang sama untuk kelompok intervensi.

Hasil utama adalah kepatuhan terhadap pedoman tuberkulosis (NTP).


Checklist untuk meninjau rekam medis pasien digunakan oleh penyidik untuk
menilai kepatuhan terhadap NTP. Checklist ini meliputi diagnosis TB, pengobatan
dan tindak lanjut sesuai dengan NTP dan pencatatan hasil pengobatan dan semua
data terkait semua obat yang diberikan, hasil laboratorium, respon bakteriologis
dan efek samping (Lampiran 2). Penelitian ini dinilai tiga grafik medis di setiap
praktek yang akan dipilih oleh PP. Pengambilan informasi dinilai dengan
kuesioner. Ini mencakup pengetahuan tentang diagnosis, pengobatan, tindak lanjut
sesuai dengan NTP dan hasil pengobatan. Kuesioner divalidasi sebelum penelitian

4
Skor untuk pengetahuan dan kepatuhan dihitung berdasarkan jawaban yang
benar dan kinerja untuk setiap item. Skor rata-rata dari kedua kelompok
digunakan untuk cut off point menggambarkan pengetahuan dan kepatuhan PP.
Sebuah skor di atas rata-rata dianggap sebagai pengetahuan yang baik atau
kepatuhan. Mereka yang mencetak titik cut-off atau di atas dianggap sebagai
memiliki pengetahuan yang baik dan sisanya sebagai pengetahuan kurang. Tes
Wilcoxon Signed Ranks digunakan untuk menilai perubahan skor sebelum dan
sesudah penelitian pada kedua kelompok. Tingkat signifikansi yang ditetapkan
sebesar p <0,05.

Hasil
Data telah selesai dikumpulkan dari bulan September 2007 sampai februari
2008. Dari 86, 4 Pps ( private general practitioners) menolak untuk terlibat dalam
penelitian ini (43 dikelompokkan ke dalam pendidikan face to face menggunakan
metode CEA, 39 ke dalam kelompok menggunakan pamphlet). Semua PPs telah
mengikuti semua pendidikan dan tes. Pada evaluasi terakhir, PPs yang
menghilang untuk di follow up sejumlah 6 PPs dari kelompok intervensi dan 4
PPs dari kelompok control (Fig.1).

Karakteristik PPs ditunjukkan pada tabel 1. 39 % peserta pada kelompok


CEA dan 38,5 % pada kelompok pamphlet telah menghadiri pelatihan
tuberculosis dan sebagian besar dari mereka menghadiri satu kali sejak mulai
praktek. Sementara itu PPs tidak termasuk dalam program control TB.

Penelitian ini mengevaluasi ilmu pengetahuan dan kehadiran diantara 2


kelompok PPs. Skor rata-rata dari questinnaire yaitu 65 untuk kelompok CEA dan
76 untuk kelompok pamphlet. Ringkasnya, 51.2 % kelompok CEA memiliki
pengetahuan yang baik. Sementara 53.8% pada kelompok pamphlet. Setengah
dari kedua kelompok PPs ini patuh pada guideline.

Setelah diintervensi, pada kedua kelompok tidak ada perbaikan skor rata-
rata dari kepatuhan terhadap TB guideline. PPs pada kelompok CEA skor rata-rata
sama, sementara kelompok yang menggunakan pamphlet menunjukkan data tidak
signifikan.

5
Ada beberapa masalah dan hal yang perlu diperhatikan dalam mengontrol
tuberculosis ditemukan selama sesi CEA. Yaitu latar belakang social-ekonomi
pasien, stigma terhadap komunitas TB, pola hidup sehat, dan dari faktor dokter
seperti pengalaman, motivasi, tidak familiar dengan guideline TB dan kurangnya
mengikuti pelatihan.

Gambar 1

Diskusi dan kesimpulan


o Diskusi
Temuan studi ini memberikan kontribusi untuk kepentingan
strategi psychoeducational dalam mempengaruhi perilaku dokter.
Pada tingkat individu metode CEA dan pamflet menghasilkan
pengetahuan yang lebih baik berkelanjutan dalam enam bulan.
Akuisisi pengetahuan diberikan dalam belajar dengan
menggunakan diskusi dan analisis kasus yang dilakukan dua kali
dalam enam bulan. Berdasarkan Model Linear Pengolahan
Informasi, untuk input untuk diubah menjadi memori jangka

6
panjang, proses latihan seperti mengulangi analisis kasus sangat
diperlukan. Hasil dari proses ini adalah retensi pengetahuan. Studi
ini menunjukkan bahwa metode CEA memiliki sama efek sebagai
pengingat singkat dengan penyediaan brosur. Penjelasan yang
mungkin untuk perbedaan minimal antara dua kelompok mungkin
keterbatasan waktu yang dihabiskan untuk menyelesaikan sesi
CEA untuk beberapa PP. Untuk semua PP, kekhawatiran yang
menimbulkan dan ditangani tapi kali untuk pendidikan ini kadang-
kadang disingkat dengan PP itu sendiri. Jadwal sibuk mereka
diminta penyidik untuk meringkas tahap pendidikan NTP dari sesi
CEA. Dalam memberikan Metode pendidikan kepada PP, bahan
dan metode perlu disesuaikan dengan kebutuhan khusus mereka
dan bekerja kondisi. Pada baseline PP sudah tinggi kepatuhan
terhadap NTP dan dalam enam bulan menindaklanjuti mereka tidak
memiliki pasien TB cukup lagi. Fakta ini mungkin tidak ada
perbaikan dalam kepatuhan terhadap NTP. Jika Penelitian
dilanjutkan untuk waktu yang lama, PP akan mungkin melihat
pasien TB lebih dan lebih menunjukkan kepatuhan untuk NTP.
Alasan lain yang mungkin adalah karakteristik PP seperti pelatihan,
pengalaman dalam mengobati pasien TB dan keterlibatan dalam
TB. Program. Selama sesi CEA, PPs berventilasi keengganan
mereka untuk merawat pasien TB karena tingkat putus sekolah
tinggi. Mereka juga menganggap diri mereka tidak memiliki cukup
pengalaman dalam pengobatan. Motivasi rendah dan kurangnya
kepercayaan yang demikian ECM PPs dalam penanggulangan TB.
Sesi CEA terungkap keprihatinan dan dapat membantu untuk
meningkatkan kepatuhan PP 'untuk NTP. Memburuknya kepatuhan
terhadap NTP di pamphlet mungkin karena latar belakang PP '.
Mereka secara signifikan lebih tua dan melihat pasien TB kurang
(Tabel 1). Sementara tahun lebih lama dari praktek klinis mungkin
terkait dengan pengalaman profesional, pekerjaan rutin selama
bertahun-tahun mungkin juga cenderung menumpulkan dokter

7
kesiapan untuk menerima bukti ilmiah baru dan akibatnya
menghambat modifikasi praktek.

Batasan Studi
Metode ini CEA dilaksanakan di PPs pengaturan praktek di mana
mereka harus hadir untuk pasien juga. untuk beberapa PP, sesi
CEA dilakukan dalam sepuluh menit saja. Tampaknya bahwa untuk
beberapa PP intervensi adalah kurang efisien dan kurang efektif
karena lebih waktu singkat intervensi

o Kesimpulan
Pendidikan face to face (tatap muka) mengunakan method Catharis
Education Action (CEA) tampaknya seefektif pengingat singkat
dengan pamflet dalam menigkatkan tingkat kepatuhan untuk
pedoman nasional yang direkomendasikan pada manajemen dari
pasien tuberculosis (NTP). Selain itu Catharsis Education Action
(CEA) juga menawarkan informasi dalam merancang intervensi

8
program untuk menigkakan kepatuhan NTP (National Tuberculosis
Program)
Critical Appraical
o Saran
Perlunya dilakukan Studi lanjutan yang lebih lama, dengan
harapan agar bisa mendapatkan lebih banyak pasien TB, dengan
PPs (private general practitioners)
o Weakness
Judul sudah menggambarkan isi penelitian, TETAPI tidak
dituliskan nama pengarang dan institusi dibawah judul
(tidak sesuai dengan aturan penulisan jurnal)
Metode tidak mencantumkan waktu penelitian, tapi
disertakan di Result.
Dalam Method tidak disebutkan penggunaan program
komputer yang dipakai dalam pengolahan data (misal
SPSS)
o Strength
Menggunakan RCT
Isi jurnal secara keseluruhan, mudah dipahami,.
ria jurnal yang baik IMRAD (Introduction, Methods,
Results, Discussion)
Memiliki kriteria inklusi
gan bahwa telah didapatkan Informed Consent
Nilai p < 0.05

Anda mungkin juga menyukai