Anda di halaman 1dari 9

174

Jurnal Kedokteran Syiah Kuala ISSN: 1412-1026


Volume 17, Number 3, Desember 2017 E-ISSN: 2550 0112
Pages: 174-178 https://doi.org/10.24815/jks.v17i3.9068
DUA KASUS ACQUIRED PROTHROMBIN COMPLEX DEFICIENCY DENGAN
PERDARAHAN INTRAKRANIAL : LAPORAN KASUS
Jufitriani Ismy
Bagian fisiologi/ Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Unsyiah
fitriismy@yahoo.com
Abstrak. Acquired Prothrombin Complex Deficiency (APCD) merupakan perdarahan spontan yang disebabkan
oleh
penurunan aktivitas faktor koagulasi yang tergantung vitamin K (faktor II, VII, IX dan X), sedangkan aktivitas
faktor
koagulasi lain, kadar fibrinogen dan jumlah trombosit masih dalam batas normal. Insiden tertinggi APCD pada anak
usia 3 – 8
minggu. Dilaporkan 2 kasus APCD di RS Zainoel Abidin Banda Aceh dengan hasil CT-Scan tampak adanya
perdarahan
Subaracnoid haemorhagic, Subdural haemorhagic, Intracranial Haemorhagic dan Edema cerebri. Pasien mengalami
penyembuhan tanpa dilakukan intervensi bedah. (JKS 2017; 3: 174-178)
Kata kunci: Acquired Prothrombin Complex Deficiency , vitamin K, Perdarahan Subaracnoid haemorhagic, Subdural
haemorhagic,
Intracranial Haemorhagic
Abstract. Acquired Prothrombin Complex Deficiency (APCD) is a spontaneous haemorrhage caused by decreased
vitamin Kdependent coagulation factor activity (factor II, VII, IX and X), while other coagulation factor activity,
fibrinogen levels and
platelet counts are within normal limits. Highest incidence of APCD at age 3 - 8 weeks. Reported 2 cases of APCD
in RS
Zainoel Abidin Banda Aceh with CT-Scan result seen bleeding Subaracnoid haemorhagic, Subdural haemorhagic,
Intracranial
Haemorhagic and Edema cerebri. The patient is healed without surgical intervention. (JKS 2017; 3: 174-178)
Key words: Acquired Prothrombin Complex Deficiency, child, vitamin K, Subaracnoid haemorhagic, Subdural haemorhagic,
Intracranial Haemorhagic
Pendahuluan
Perdarahan akibat defisiensi vitamin K (PDVK)
disebut juga sebagai Haemorrhagic Disease of
the Newborn (HDN) dahulu lebih dikenal
dengan Acquired Prothrombin Complex
Deficiency (APCD). Acquired Prothrombin
Complex Deficiency merupakan perdarahan
spontan yang disebabkan oleh penurunan
aktivitas faktor koagulasi yag tergantung vitamin
K (faktor II, VII, IX dan X), sedangkan aktivitas
faktor koagulasi lain, kadar fibrinogen dan
jumlah trombosit masih dalam batas normal.
Kelainan ini akan segera membaik dengan
pemberian vitamin K.1,2 Istilah sindrom
Acquired Prothombin Complex Deficiency
(APCD) pada bayi pertama kali diperkenalkan
oleh Bhancet pada tahun 1966. APCD terjadi
mulai usia 8 hari – 6 bulan, dengan insiden
tertinggi usia 3 – 8 minggu.3
Academy of Pediatrics juga memberikan batasan
pada APCD sebagai suatu penyakit perdarahan
yang terjadi hari-hari pertama kehidupan yang
disebabkan oleh kekurangan vitamin K dan
ditandai oleh kekurangan protrombin,
prokonvertin dan mungkin juga faktor-faktor
lain.1
Insidensi APCD adalah 4 hingga 25 kasus dalam
1.000.000 kelahiran di Negara-negara barat dan
25 hingga 80 kasus per 1.000.000 kelahiran di
Negara-negara timur. Mayoritas kasus terbanyak
yang dilaporkan dalam literatur adalah Jepang
dan Thailand.4
Tingginya angka kejadian APCD pada bayi yang
tidak mendapat vitamin K profilaksis di berbagai
Negara dilaporkan berbeda-beda. Angka
kejadian APCD berkisar antara 1 tiap 200
sampai tiap 400 kelahiran pada bayi-bayi yang
tidak mendapat vitamin K profilaksis. Banyak
kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya
APCD pada bayi baru lahir. Angka kematian
akibat APCD di Asia mencapai 1:1200 sampai
1:1400 kelahiran. Angka kejadian tersebut
ditemukan lebih tinggi, mencapai 1:1500
kelahiran di daerah-daerah yang tidak
memberikan profilaksis vitamin K secara rutin
pada bayi baru lahir. Di Indonesia, data
mengenai APCD secara nasional belum
tersedia.5
Ismy -Dua Kasus Acquired Prothrombin Complex
175
Etiologi penyakit ini adalah defesiensi vitamin K
yang dialami oleh bayi karena: 1) Rendahnya
kadar vitamin K dalam plasma dan cadangan di
hati, 2) Rendahnya kadar vitamin K dalam ASI,
3) Tidak mendapat injeksi vitamin K1 pada saat
baru lahir.3
APCD pada masa bayi adalah keterbatasan
koagulopati sekunder untuk mengurangi
pengeluaran vitamin K yang tergantung kepada
faktor-faktor hemostatik, 30-60% dari kasus
yang terkait terdapat adanya perdarahan
intrakranial.
Faktor risiko yang dapat menyebabkan
timbulnya APCD antara lain obat-obatan yang
mengganggu metabolism vitamin K, yang
diminum ibu selama kehamilan seperti
antikonvulsan (karbamazepin, phenitoin,
Phenobarbital), atibiotika sefalosporin), anti
tuberkulostatik (isoniazid dan rifampisin) dan
antikoagulan (warfarin).6 Pemberian antibiotika
yang lama menyebabkan penurunan produksi
vitamin K dengan cara menghambat sintesis
vitamin K2 oleh bakteri atau dapat juga secara
langsung mempengaruhi reaksi karboksilase.
Kekurangan vitamin K dapat juga disebabkan
oleh penggunaan obat kolestiramin yang efek
kerjanya mengikat garam empedu sehingga akan
megurangi absorpsi vitamin K yang memerlukan
garam empedu pada proses absorpsinya. Faktor
risiko lain adalah kurangnya sintesis vitamin K
oleh bakteri usus karena pemakaian antibiotika
secara berlebihan, gangguan fungsi hati
(kolestasis), malabsorpsi vitamin K akibat
kelainan usus maupun akibat diare. 7
Pemberian vitamin K kepada bayi baru lahir
secara rutin merupakan suatu standar yang teah
direkomendasikan oleh American Academy of
Pediatrics (AAP) sejak tahun 1961, dan
ditegaskan kembali pada tahun 2003. Vitamin K
melalui suntikan adalah wajib di Amerika
Serikat dan negara-negara lain. American
Academy of Pediatrics juga memberikan batasan
pada APCD sebagai suatu penyakit perdarahan
yang terjadi hari-hari pertama kehidupan yang
disebabkan oleh kekurangan vitamin K dan
ditandai oleh kekurangan protrombin,
prokonvertin dan mungkin juga faktor-faktor
lain.1
Ilustrasi Kasus
Kasus I : Seorang anak laki laki , umur 1 bulan
20 hari, Berat badan: 4.2 kg , Panjang badan : 54
cm , status gizi: normal. dibawa oleh orang
tuanya dengan keluhan kejang yang disertai
dengan penurunan kesadaran, pucat. Kejang
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit ,
frekwensi kejang 20 x/hari, setelah kejang kedua
anak tidak sadar. Lama kejang 5-10 menit.
Riwayat trauma disangkal.Pasien tidak pernah
sakit berat sebelumnya. Pasien merupakan anak
ke 2, lahir di bidan , berat badan lahir: 3500
gram , segera menangis. Hasil laboratorium :
Hb: 4,3 g/dl, leukosit 17.000. Trombosit :
686.000. Protrombin time : 45.8, APTT: 109,5,
Prokalsitonin: 0.39. hasil elektrolit, fungsi hati,
albumin, fungsi ginjal dalam keadaan normal .
Hasil CT-Scan (Gambar 1) kesimpulan:
Subaracnoid haemorhagic, Subdural
haemorhagic dan Edema cerebri .
Gambar 1. Hasil CT Scan Kepala pasien 1
Pasien dirawat di ruang intensif anak selama 7
hari, selama 3 hari dilakukan pemasangan
ventilator . Injeksi ceftriaxon, injeksi furosemid ,
Inj phenitoin (loading dose dan maintenance
dose) , Inj Vit K I 2mg/hari selama 3 hari ,
Transfusi Fresh Frozen Plasma (FFP), Transfusi
Packed Red Cells (PRC). Bagian Bedah Syaraf :
Jawaban konsul : perawatan konservatif. Selama
7 hari rawatan kesadaran pasien mengalami
perbaikan: dari GCS 7 menjadi GCS 15 , pasien
pindah keruangan anak selama 5 hari dan pasien
berobat jalan.
Kasus II : Seorang anak laki laki , umur 1 bulan
22 hari, Berat badan: 3 kg , Panjang badan : 47
cm , status gizi: normal. dibawa oleh orang
tuanya dengan keluhan penurunan kesadaran,
kejang dan pucat. Penurunan kesadaran sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit , frekwensi
kejang 3 x/hari, setelah kejang pertama anak
tidak sadar. Lama kejang 3-5 menit. Riwayat
trauma disangkal. Pasien merupakan anak ke 3,
Jurnal Kedokteran Syiah Kuala 17 (3): 174-178, Desember 2017
176
lahir di bidan, berat badan lahir: 2600 gram ,
segera menangis. Hasil laboratorium : Hb: 7
g/dl, leukosit 10.000. Trombosit : 170.000.
Protrombin time : 42, APTT: 80. Hasil elektrolit,
fungsi hati, albumin , fungsi ginjal dalam
keadaan normal. Hasil CT-Scan(Gambar 2)
Edema cerebri dengan SDH, SAH, dan ICH
Gambar 2. Hasil CT Scan Kepala
Pasien dirawat di ruang intensif anak, diberikan
Injeksi Meropenem, Injeksi Amikasin
Inj Vit K I 1 mg/hari selama 3 hari , Transfusi
Fresh Frozen Plasma (FFP), Transfusi Packed
Red Cells (PRC). Kondisi pasien saat pulang
membaik dari kondisi sebelumnya. Pasien sudah
tidak mengalami penurunan kesadaran, sudah mulai
menyusu. Keluhan kuning seluruh tubuh masih
dirasakan. Sesak nafas tidak dikeluhkan lagi, pucat
tidak ada, muntah juga sudah tidak dikeluhkan lagi.
BAB dan BAB tidak ada keluhan.
Pembahasan
Semua neonatus dalam 48-72 jam setelah
kelahiran secara fisiologis mengalami penurunan
kadar faktor koagulasi yang bergantung vitamin
K (faktor II, VII, IX, dan X) sekitar 50%, kadarkadar faktor tersebut secara berangsur akan
kembali normal dalam usia 7-10 hari. Keadaan
transien ini mungkin diakibatkan oleh kurangnya
vitamin K ibu dan tidak adanya flora normal
usus yang bertanggung jawab terhadap sintesis
vitamin K sehingga cadangan vitamin K pada
bayi baru lahir rendah. 8
Klasifikasi APCD pada anak berdasarkan
etiologi dan onset terjadinya menjadi 4
kelompok yaitu APCD dini, APCD klasik,
APCD lambat dan Secondary prothrombin
complex deficiency seperti pada tabel 1.
Tabel 1. Perdarahan akibat defisiensi vitamin K pada anak6
APCD dini APCD klasik APCD lambat Secondary PCD
2 minggu - 6 bulan
1 - 7 hari (terbanyak Segala
Umur <24 jam (terutama 2 - 8
3 - 5 hari) usia
minggu)
Penyebab dan
risiko
Obat yang diminum
selama kehamilan
-Pemberian makanan
terlambat
-Intake vit K
inadekuat
-Kadar vit K rendah
pada ASI
-Tidak dapat
profilaksis vit K
-Intake vit K
inadekuat
-Kadar vit K rendah
pada ASI
-Tidak dapat
profilaksis vit K
-Obstruksi bilier
-Penyakit hati
-Malabsorbsi
-Intake kurang
(nutrisi parenteral)
Frekuensi <5% pada kelompok
risiko tinggi
0,01% (tergantung
pola makan bayi)
4-10 per 100.000
kelahiran (terutama
di Asia Tenggara)
Lokasi
perdarahan
Sefalhematom,
umbilicus,
intracranial,
intraabdomen, GIT,
intrathorakal
GIT,
hidung,
suntika umbili
n, cus,
sirkums tempat
isi, bekas
intracra
nial
Intracranial (30-
60%), kulit, hidung,
GIT, tempat suntikan,
umbilicus, UGT,
intrathorakal
Pencegahan Penghentian/
penggantian obat
penyebab
-Vit K profilaksis
(oral / IM)
-Asupan vit K yang
adekuat
-Vit K profilaksis
(IM)
-Asupan vit K yang
adekuat
Ismy -Dua Kasus Acquired Prothrombin Complex
177
Pendekatan diagnosis APCD dapat dilakukan
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium. Anamnesis dilakukan
untuk mengetahui onset perdarahan, lokasi
perdarahan pada tempat-tempat tertentu seperti
saluran pencernaan, umbilicus, hidung, bekas
sirkumsisi dan lain sebagainya. 5,6
Pada pemeriksaan laboratorium dari gangguan
pembekuan darah karena kekurangan vitamin K
menunjukkan : 9
a. Penurunan aktivitas faktor II, VII, IX dan
X
b. Waktu pembekuan memanjang
c. Prothrombin Time (PT) dan Partial
Thromboplastin Time (PTT) memanjang
d. Masa perdarahan normal
e. Jumlah trombosit, waktu perdarahan,
fibrinogen, faktor V dan VIII, fragilitas
kapiler serta retraksi bekuan normal
f. Faktor koagulasi lain normal sesuai
dengan usia
Acquired prothrombin complex
deficiency (APCD) harus dibedakan dengan
gangguan hemostasis lain baik yang didapat
maupun yang bersifat congenital.
Diantaranya gangguan fungsi hati juga dapat
menyebabkan gangguan sintesis faktorfaktor pembekuan darah, sehingga
memberikan maifestasi klinis perdarahan.
Tabel 2 memperlihatkan gambaran
laboratorium kedua kelainan tersebut.5,6
Tabel 2. Gambaran laboratorium APCD dan
gangguan hati6
Komponen APCD Penyakit hati
Morfologi
eritrosit Normal Sel target
PTT
Memanjang Memanjang
PT Memanjang Memanjang
Fibrin
Degradation
Product (FDP)
Normal Normal/naik
sedikit
Trombosit Normal
Faktor
koagulasi II, VII, IX,
yang X
menurun
Normal
I, II, VII, IX, X
Tatalaksana
Bayi yang dicurigai mengalami APCD harus
segera mendapat pengobatan vitamin K1 dengan
dosis 1-2 mg/hari selama 3 hari berturutturut.Kemudian dilanjutkan dengan transfusi
fresh frozen plasma (FFP) pada bayi dengan
perdarahan yang luas dengan dosis 10-15
ml/kgBB selama 3 hari, mampu meningkatkan
kadar faktor koagulasi tergantung vitamin K
sampai 0,1-0,2 unit/ml. Respon pengobatan
diharapkan terjadi dalam waktu 4-6 jam,
ditandai dengan berhentinya perdarahan dan
pemeriksaan faal hemostasis yang membaik.
Pada bayi cukup bulan, jika tidak didapatkan
perbaikan dalam 24 jam maka harus dipikirkan
kelainan yang lain misalnya penyakit hati.
Transfusi packet red cell (PRC) berfungsi untuk
mengatasi anemia. Tatalaksana kejang dan
peningkatan intrakranial dapat diberikan manitol
0,5-1 gr/kgBB/kali atau furosemide 1
mg/kgBB/kali dapat diberikan untuk
menurunkan tekanan intrakranial. Perlu
dilakukan pemantauan ketat untuk terjadinya
syok atau perdarahan yang bertambah serta
konsultasi ke bedah syaraf.10
Pada kedua pasien ini dilakukan pemeriksaan
laboratorium dan didapatkan nilai APTT dan
PTT memanjang. Hal ini ini menunjukkan ada
gangguan pada faktor pembekuan darah. Sesuai
dengan teori, klinis yang ditemukan berupa
penurunan kesadaran dan adanya gangguan
faktor pembekuan darah di sini mengarah
kepada kondisi Acquired Prothrombin Complex
Deficiency (APCD). Hal ini didukung dengan
hasil CT Scan yaitu edema cerebri dengan SDH,
SAH, dan ICH yang merupakan keadaan yang
sering ditemukan pada APCD. Hasil
laboratorium yang lain yaitu leukositosis.
Temuan ini dikaitkan dengan keluhan demam
yang dialami oleh pasien. Pada pasien ini terjadi
takipneu, takikardi, demam, dan leukositosis.
Sesuai dengan teori, tanda-tanda tersebut masuk
dalam criteria diagnosis sepsis. Kondisi ini
didukung dengan temuan procalcitonin yang
meningkat dimana procalcitonin merupakan
marker sepsis. Pada pemeriksaan juga diemukan
adanya hemoglobin menurun dan
trombositopenia, lalu dilanjutkan dengan
pemeriksaan morfologi darah tepi dan
didapatkan hasil anemia normokrom mikrositer
dengan trombositopenia. Hasil lainnya yaitu
SGOT, SGPT meningkat, protein menurun,
albumin menurun, globulin normal. Hasil ini
menguatkan dugaan untuk diagnosis kolestasis.
5,6,11
Tata laksana awal pada pasien ini adalah
resusitasi untuk penanganan syok yang terjadi.
Kemudian dilanjutkan dengan tata laksana lebih
Jurnal Kedokteran Syiah Kuala 17 (3): 174-178, Desember 2017
178
lanjut. Tata laksana APCD terdiri dari
penatalaksanaan antenatal untuk mencegah
terjadinya penyakit ini dan penatalaksanaan
setelah bayi lahir untuk mencegah dan
mengobati bila terjadi perdarahan. Dalam
mencegah terjadinya APCD bentuk klasik,
pemberian vitamin K peroral lebih efektif, lebih
murah dan lebih aman daripada pemberian
secara intramuscular (IM), namun untuk
mencegah APCD bentuk lambat, pemberian
vitamin K oral tidak seefektif pemberian
intramuscular. Selain itu pemberian fresh frozen
plasma (FFP) dapat dipertimbangkan pada bayi
dengan perdarahan yang luas dengan dosis 10-
15 ml/kgBB, mampu meningkatkan faktor
koagulasi tergantung vitamin K sampai 0,1-0,2
unit/ml.12 Respon pengobatan diharapkan terjadi
dalam waktu 4-6 jam, ditandai dengan
berhentinya perdarahan dan pemeriksaan faal
hemostasis yang membaik. Pada bayi cukup
bulan, jika didapatkan perbaikan dalam 24 jam
maka harus dipikirkan kelainan yang lain
misalnya penyakit hati.5
Pemberian IVFD 4:1 12 tetes/menit
meruapakan cairan maintenance. Oksigen
diberikan ketika pasien mengalami kesulitan
nafas atau sesak nafas. Pasien ini diberikan
injeksi meropenem 120 mg/12 jam yang
bertujuan untuk mengatasi kondisi infeksi berat
pada pasien ini. Pemberian novalgin untuk atasi
demam, HCT untuk mengurangi cairan dalam
tubuh terutama untuk menurunkan tekanan
intracranial dan mengurangi ascites pada pasien
ini. Terapi lainnya merupakan terapi yang
bersifat supportif, simtomatik, dan protektif.
Kesimpulan
Acquired Prothrombin Complex Deficiency
merupakan perdarahan spontan yag disebabkan
oleh penurunan aktivitas faktor koagulasi yag
tergantung vitamin K (faktor II, VII, IX dan X).
Diagnosis APCD ditegakkan secara klinis
dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pengobatan dan
pencegahan APCD tergantung tipe penyakit.
Pengobatan yang dapat diberikan berupa terapi
pemberian vitamin K, pemberian Fresh Frozen
Plasma (FFP), tata laksana peningkatan tekanan
intrakranial, dan tata laksana lainnya yang
bersifat suportif, simtomatik, dan protektif.
Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan
seorang anak harus dievaluasi secara terus
menerus setelah fase penyembuhan, untuk dapat
mendeteksi adanya gejala sisa dari perdarahan di
otak .
Daftar Pustaka
1. Sastroasmoro, S. Buku Panduan Pelayanan Medis
Departemen Ilmu Kesehatan Anak : Perdarahan
Akibat Defisiensi Vitamin K. Jakarta. 2007; 279-
281
2. Marcia, L, Buck. Vitamin K for the Prevention of
Bleeding in Newborns. Pediatric Pharm.2001;
7(10): 210-218
3. Darmanto R. Respirologi. Jakarta : EGC. 2009
4. Sumardi, Septiani F, Yulianti D, Tatang.
Hematoma subdural pada Bayi dengan Acquired
Prothrombine Complex Deficiency Syndrome di
RS Hasan Sadikin. Bandung: Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran. 2012
5. Respati H, Reniarti L, Susanah S. Buku Ajar
Hematologi-Onkologi Anak: Gangguan
Pembekuan Darah. Jakarta : Badan Penerbit
IDAI. 2005; 182-92
6. Sutor HA, Rudiger VK, Marlies C, Andrew W,
Maureen A. Vitamin K Deficiency Bleeding
(VKDB) in Infant on Behalf of the ISTH Pediatric.
Perinatal SUbcommitte Thromb Haemost. 2000;
81: 456-461
7. Pansatiankul B, Jitapunkul. Risk Factors of
Acquired Prothrombin Complex Deficiency
Syndrome: A Case Control Study. J Med Assoc
Thai. 2008; 9: 1-3
8. Pereira SP, Shearer MJ, Williams RG, Mieli V.
Intestinal Absorption of Mixed Micellar
Phylloquinone (Vitamin K1) is Unreliable in
Infants with Conjugated Hyperbilirubinemia :
Implications for Oral Prophylaxis of Vitamin K
Deficinecy Bleeding. Arch Dis Child Fetal
Neonatal. 2003; 88: 113-118
9. Danielsson N, Thang T, Loughnan. Intracranial
Haemorrhage Due to Late Onset Vitamin K
Deficiency Bleeding in Hanoi Province. Vietnam:
Arch Dis Child Fetal Neonatal. 2004; 89: 546-
1550
10. Antonius, Pudjadi H. Hegar B. Pedoman
Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Jakarta: Badan penerbit IDAI. 2009
11. Shuclte R, Jordan LC, Morad A, Naftel RP,
Wellons JC, Sidonio R. Rise in Late Onset
Vitamin K Deficiency Bleeding in Young Infants
Due to Omission or Fetusal of Prophylaxis at
Birth. PediatricNeuro. Elsevier. 2014
12.Adelman RD, Solhaug MJ. Nelson Textbook of
Pediatrics: Patofisiologi Cairan Tubuh dan
Terapi Cairan. 16th ed. Philadelphia : WB
Sauders. 2000: 189-227

Anda mungkin juga menyukai