Anda di halaman 1dari 27

Bagian Ilmu Kesehatan Anak REFERAT

Fakultas Kedokteran OKTOBER 2019


Universitas Halu Oleo

HEMORRHAGIC DISEASE OF THE NEWBORN

Oleh :

Andi Ilmansyah, S.Ked

(K1A114106)

Pembimbing

dr. H. Muataring, Sp.A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2019

1
DAFTAR ISI

A. Pendahuluan ……………………………………………………………… 1
B. Definisi ............................................................................................ 2
C. Epidemiologi …………………………………………………………….. 3
D. Etiologi …………………………………………………………………… 4
E. Faktor Risiko ………………………………………………………………. 4
F. Patofisiologi ……………………………………………………………… 4
G. Gambaran Klinis …………………………………………………………… 8
H. Sistem Hemoestasis Pada Neonatus ………………………………………. 15
I. Diagnosis ………………………………………………………………… 16
J. Diagnosis Banding ……………………………………………………….. 17
K. Penatalaksanaan …………………………………………………………. 19
L. Prognosis .................................................................................................. 23
Daftar Pustaka ………………………………………………………………. 24

2
HEMORRHAGIC DISEASE OF THE NEWBORN

Andi Ilmansyah,Mustating

A. Pendahuluan

Hemorhagic disease of the newborn (HDN) merupakan salah satu

kelainan darah yang sering ditemukan pada masa neonatus yang juga

dikenal dengan Penyakit perdarahan akibat defisiensi vitamin K (PDVK)

adalah suatu gangguan koagulasi yang ditemukan pada bayi yang berusia

kurang dari 1 bulan. HDN merupakan pernyakit perdarahan yang terjadi

pada neonatus akibat kekurangan vitamin K yang ditandai dengan

menurunnya faktor II, VII, IX, X.1

Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Towsend pada tahun 1894

yang melaporkan 50 kasus HDN pada neonatus. yang diartikan sebagai

perdarahan yang bukan disebabkan oleh trauma, asfiksia, ataupun infeksi

pada hari pertama sampai kelima kehidupan. Kaitan antara defisiensi

vitamin K dengan adanya perdarahan spontan diperhatikan pertama kali

oleh Dam pada tahun 1929 yang terjadi pada ayam, sedangkan hubungan

antara defisiensi vitamin K dengan HDN dikemukakan pertama kali oleh

Brinkhous dkk. pada tahun 1937.2,3

The American Academy of Pediatrics (AAP) pada tahun 1961

memberi batasan HDN sebagai suatu penyakit perdarahan yang terjadi pada

hari-hari pertama kehidupan yang disebabkan oleh kekurangan vitamin K

dan ditandai dengan kekurangan protrombin, prokonvertin dan mungkin

juga faktor-faktor lain. Batasan awal ini telah berubah menjadi Vitamin K

3
dependent bleeding (VKDB) / perdarahan akibat defisiensi vitamin K

(PDVK), karena pada batasan awal masih tercakup bayi-bayi yang

mengalami perdarahan karena faktor lain.3

Angka kejadian HDN pada bayi yang tidak mendapat vitamin K

profilaksis di berbagai negara dilaporkan berbeda-beda. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa kejadian HDN lebih sering didapatkan pada bayi-bayi

yang mendapat air susu ibu (ASI) dibandingkan dengan yang mendapat susu

formula.3

Manifestasi klinis HDN dapat diklasifikasikan menjadi 3 bentuk, yaitu

bentuk dini, klasik dan lambat. Manifestasi perdarahan umumnya

nonspesifik dan bervariasi dari memar ringan sampai ekimosis generalisata,

perdarahan saluran cerna dan perdarahan intrakranial yang mematikan. 3

B. Definisi

Hemorrhagic Disease of the Newborn (HDN) atau penyakit

perdarahan perdarahan akibat defisiensi vitamin K (PDVK) adalah suatu

gangguan koagulasi yang ditemukan pada bayi yang berusia kurang dari 1

bulan dan dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.2 Protein tersebut

disekresi ke dalam darah untuk mengkonversikan fibrinogen menjadi fibrin

dan pembentukan hemostatik trombus. Oleh karena itu bayi yang

mengalami akumulasi faktor koagolasi vitamin K-dependen cenderung akan

mengalami perdarahan.2

4
HDN atau PDVK dapat diklasifikasikan dalam 3 bentuk berdasarkan

umur dan onset, yaitu:

1. Bentuk dini terjadi sebelum bayi berusia 24 jam,

2. Bentuk klasik perdarahan terjadi setelah bayi berusia diatas 24 jam

biasanya antara hari kedua dan ketujuh dan lebih sering terjadi

pada bayi yang kondisinya tidak optimal pada saat lahir atau yang

terlambat mendapatkan suplementasi makanan.

3. Bentuk lambat terjadi setelah masa neonatus, menurut Stoll (2000)

terjadi pada umur 1 – 6 bulan. 1,2,3

C. Epidemiologi

Di Amerika Serikat, frekuensi Perdarahan Defisiensi Vitamin K

(PDVK) dilaporkan antara 0,25 sampai 1,7 %, di Inggris 10 kasus dari 27

penderita atau sebesar 37 %, dan di beberapa Negara Asia angka kesakitan

bayi karena Perdarahan Akibat Defisiensi Vitamin K berkisar 1:1.200

sampai 1:1.400 kelahiran hidup. Sedangkan di Thailand dilaporkan

sebanyak 82 % atau 524 kasus dari 641 penderita PDVK, dan di Jepang

menemukan kasus ini pada 1:4.500 bayi 81 % di antaranya ditemukan

komplikasi perdarahan dalam otak.

Angka kejadian PDVK di Indonesia berkisar antara 1:200 sampai

1:400 kelahiran bayi yang tidak mendapat vitamin K profilaksis. Di

Indonesia, data mengenai PDVK secara nasional belum tersedia. Hingga

tahun 2004 didapatkan 21 kasus di RSCM Jakarta, 6 kasus di RS Dr.Sardjito

Yogyakarta dan 8 kasus di RSU Dr.Soetomo Surabaya.5

5
D. Etiologi

Etiologi pada penyakit ini dapat disebabkan oleh karena:

1. Rendahnya kadar vitamin dalam plasma dan cadangan di hati.

2. Rendahnya kadar vitamin K dalam ASI.

3. Tidak mendapat injeksi vitamin K pada saat baru lahir.

4. Prematuritas : pada bayi prematur fungsi hati masih belum matang

dan respons terhadap vitamin K subnormal.

5. Kekurangan Vitamin K pada Ibu. 3,11

E. Faktor Risiko

Faktor risiko yang dapat menyebabkan timbulnya HDN antara lain

obat-obatan yang mengganggu metabolisme vitamin K, yang diminum ibu

selama kehamilan, seperti antikonvulsan (karbamasepin, fenitoin,

fenobarbital), antibiotika (sefalosporin), antituberkulostik (INH, rifampicin)

dan antikoagulan (warfarin). Faktor resiko lain adalah kurangnya sintesis

vitamin K oleh bakteri usus karena pemakaian antibiotika berlebihan,

gangguan fungsi hati (koletasis), kurangnya asupan vitamin K pada bayi

yang mendapatkan ASI ekslusif, serta malabsorbsi vitamin K akibat

kelainan usus maupun akibat diare.6

F. Patofisiologi

1. Hemostasis pada Neonatus

Mekanisme hemostasis pada neonatus tidak sama dengan pada

dewasa atau pada anak yang lebih besar. Perbedaan tersebut

diantaranya adalah:

6
a. Beberapa protein yang dibutuhkan untuk pembentukan fibrin

dan fibrinolisis jumlahnya sedikit dibandingkan dengan anak

yang lebih besar.

b. Pada fase plasma dari pembekuan dan fibrinolisis neonatus

kadar beberapa faktor pembekuan termasuk faktor pembekuan

yang bergantung pada vitamin K (II, VII, IX, X), faktor XII, XI

dan fibrinogen; juga high molecular weight kininogen

(HMWK), protein C, protein S, dan anti thrombin III (AT III)

rendah. Secara umum, tingkat aktivitas koagulan dan inhibitor

ini proporsional terhadap kadar protein.

c. Plasma neonatus resisten terhadap activator plasminogen

eksogen (streptokinase).

d. Dalam 24 jam pertama neonatus mengalami reduksi mekanisme

fibrinolisis karena kurangnya kadar proenzim plasminogen dan

meningkatnya jumlah inhibitor.

Walaupun telah diketahui adanya perbedaan dalam fase plasma

dari mekanisme hemostasis neonatus dan anak yang lebih besar,

namun perbedaan ini belum begitu dipahami. 3

2. Peranan Vitamin K dalam Fisiologi Pembekuan

Brinkhous dkk., membuktikan bahwa HDN ditandai oleh

hipoprotrombinemia. Pemberian vitamin K dapat mengoreksi

menurunnya aktivitas protrombin pada neonatus yang mengalami

7
keadaan ini, hal ini menunjukkan peranan vitamin K dalam sintesis

protrombin (faktor II).3,

Molekul-molekul faktor II, VII, IX, dan X disintesis dalam sel

hati dan disimpan dalam bentuk prekursor tidak aktif. Molekul yang

dikenal sebagai dezcarboxy protein ini disebut PIVKA (proteins

induced by vitamin K absence). Vitamin K dibutuhkan untuk

konversi prekursor tidak aktif menjadi faktor pembekuan yang aktif.

Proses konversi ini terjadi pada tahap postribosomal, dimana radikal

karboksil dengan vitamin K sebagai katalis akan menempel pada

residu asam glutamate dari prekursor molekul untuk membentuk

carboxyglutamic acids yang mampu mengikat Ca2+. Faktor

pembekuan (faktor II, VII, IX, X) yang memiliki kemampuan

mengikat Ca2+ memegang peranan dalam mekanisme hemostasis fase

plasma.3,

3. Patomekanisme HDN

Semua neonatus dalam 48 – 72 jam setelah kelahiran secara

fisiologis mengalami penurunan kadar faktor koagulasi yang

bergantung vitamin K (faktor II, VII, IX, dan X) sekitar 50%, kadar

faktor-faktor tersebut secara berangsur akan kembali normal dalam

usia 7-10 hari. Keadaan transien ini mungkin diakibatkan oleh

kurangnya vitamin K ibu dan tidak adanya flora normal usus yang

bertanggung jawab terhadap sintesis vitamin K sehingga cadangan

vitamin K pada bayi baru lahir rendah.,7

8
Bayi baru lahir mengalami defisiensi faktor pembekuan yang

tergantung vitamin K (vitamin K-dependent coagulation factor),

konsentrasi faktor pembekuan ini rendah dalam plasma beberapa

hari setelah lahir dan mencapai titik terndah pada hari ketiga. hal ini

disebabkan karena bayi baru lahir mengalami defesiensi vitamin K

yang disebabkan karena rendahnya cadangan vitamin k pada saat

lahir, rendahnya kadar vitamin k pada ASI, prematuritas, bayi yang

lahir dari ibu yang mendapat pengobatan luminal, hidantoin, salisilat,

kumarin, rifampisin, dan isoniazid. faktor lain adalah terlambatnya

kolonisasi bakteri usus disebabkan oleh terlambatnya pemberian

diet, ASI eksklusif, diare hebat, pemberian antibiotik dalam jangka

yang lama.8

Vitamin K sangat sedikit yang dapat melewati sawar plasenta

dimana kadar pada plasma ibu 1-2 mikrogram/l sedangkan kadar

pada tali pusat kurang dari 0,05 mikrogram/l. kadar vitamin K pada

ASI 1,5-2,1 mikrogram/l, kolostrum 2,3 mikrogram/l sedangkan

pada susu formula 6 mikrogram/l. Kombinasi berbagai keadaan ini

menimbulkan gangguan hemostasis pada bayi baru lahir yang

menyebabkan perdarahan pada bayi akibat defisiensi vitamin K.14

Defisiensi vitamin K dapat terjadi oleh malabsorbsi lemak yang

mungkin menyertai disfungsi pancreas, penyakit biliaris, atrofi

mukosa intestinal atau penyebab steatore lainnya. Di samping itu,

sterilisasi usus besar oleh antibiotik juga dapat mengakibatkan

9
defisiensi vitamin K. Defisiensi vitamin K juga disebabkan oleh

rendahnya cadangan vitamin K pada saat lahir, prematuritas, kadar

vitamin K yang rendah pada air susu ibu, terlambatnya kolonisasi

bakteri usus yang disebabkan oleh terlambatnya pemberian

makanan, ASI eksklusif, diare berat dan pemberian antibiotik

terutama jangka lama.14

Di antara neonatus (lebih sering pada bayi prematur dibanding

yang cukup bulan) ada yang mengalami defisiensi ini lebih berat dan

lebih lama sehingga mekanisme hemostasis fase plasma terganggu

dan timbul perdarahan spontan.9

G. Gambaran Klinis

Manifestasi klinik yang sering ditemukan adalah perdarahan, pucat,

dan hepatomegali ringan. Salah satu dari tanda yang paling sering di kaitkan

dengan anemia adalah pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan karena

kerusakan sel darah merah sehingga janin akan menderita hypoxia

(kekurangan oksigen) sehingga menyebabkan berkurangnya volume darah,

Kemudian akan terjadi berkurangnya hemoglobin dan vasokonstriksi untuk

memaksimalkan pengiriman O2 ke organ-organ vital.10

Limpa umumnya membesar karena organ ini menjadi tempat

penyimpanan eritrosit yang dihancurkan dan tempat pembuatan sel darah

ekstrameduler. Dan aktifnya erythtopoiesus menimbulkan erythroblast

sehingga mengakibatkan terjadinya hepatosplenomegaly.

10
Pada kebanyakan kasus perdarahan terjadi pada kulit, mata, hidung,

dan saluran cerna. Perdarahan kulit sering berupa purpura, ekimosis atau

perdarahan melalui bekas tusukan jarum suntik.

Perdarahan intrakranial merupakan komplikasi tersering (63%), 80-

100% berupa perdarahan subdural dan subarachnoid. Berdasarkan lokasi

pendarahan yang terjadi di daerah otak, perdarahan intrakranial pada

neonatus dibagi dalam empat daerah yaitu :

1. Epidural Hemorrhage, terjadi karena rupturnya cabang-cabang arteri

atau vena meningia media di antara tulang kepala dan durameter.

Pengumpulan darah di dalam ruangan durameter disebut hematoma

epidural. Perdarahan ini sering berlokasi di daerah parietal dan

oksipital. Perdarahan epidural biasanya disertai fraktur linier tulang

kepala dan tanda shock hipovolemik. Gangguan fungsi otak

bergantung pada luas dan banyaknya perdarahan. Bila perdarahan

sedikit, tidak dijumpai tanda-tanda gangguan fungsi otak. Jika

perdarahan banyak, dalam beberapa jam setelah lahir akan tampak

tanda-tanda dan gejala peninggian tekanan intrakranial seperti

iritabel, menangis melengking (cephalic cry), ubun-ubun tegang dan

menonjol, deviasi mata, sutura melebar, kejang, hemiparase, atau

tanda-tanda herniasi unkal seperti dilatasi pupil homolateral.

2. Subdural Hemorrhage dengan laserasi tentorium disebabkan oleh

rupturnya vena galen, sinus strait, dan kadang-kadang sinus

transversal. Perdarahan ini sering di infratentorial. Bila perdarahan

11
banyak, dapat meluas ke fossa posterior dan menyebabkan kompresi

batang otak (brain stemp). Kadang-kadang, perdarahan ini dapat

meluas ke permukaan superior atau posterior dari serebellum.

Perdarahan subdural dengan laserasi falks serebri terjadi karena

rupturnya sinus sagitalis inferior. Perdarahan biasa terjadi di tempat

pertemuan falks serebri dan tenterium. Perdarahan ini kurang sering

bila dibandingkan dengan laserasi tenterium. Lokasi perdarahan di

dalam fisura serebri longitudinal berada di atas korpus kollosum.

Rupturnya vena superfisial serebri (bridging vein), mengakibatkan

perdarahan subdural pada permukaan hemisfer serebri. Perdarahan

ini sering unilateral dan biasanya diikuti perdarahan subaraknoid.

3. Subarachnoid Hemorrhage, perdarahan dalam rongga araknoid

akibat rupturnya vena-vena dalam rongga araknoid (bridging veins),

rupturnya pembuluh darah kecil di daerah leptomeningen, atau

perluasan perdarahan. Timbunan darah biasanya berkumpul di

lekukan serebral bagian posterior dan di fossi posterior.Hal yang

ditakutkan adalah terjadi hidrosefalus karena penyumbatan trabekula

araknoid oleh darah dan menyebabkan peninggian tekanan

intrakranial.

4. Intraventricular hemorrhage adalah pendarahan yang terjadi di

bagian lateral ventrikel ketiga dan keempat. Terjadi perdarahan

flexus choroid dan pemanjangan dari matriks subependymal atau

thalamus.

12
5. Intraparenchymal hemorrhage adalah pendarahan yang terjadi

diantara jaringan parenkim otak. Biasanya terjadi edema vasogenik

dalam jumlah yang besar.

Pada perdarahan intrakranial didapatkan gejala peningkatan tekanan

intrakranial bahkan kadang tidak menunjukkan gejala atau tanda. Pada

sebagian besar kasus (60%) didapatkan sakit kepala, muntah, anak menjadi

cengeng, ubun-ubun besar menonjol karena adanya tekanan intrakranial.

Kejang yang terjadi dapat bersifat fokal atau umum. Gejala lain yang

ditemukan adalah fotofobia, edema papil, penurunan kesadaran, perubahan

tekanan nadi, pupil anisokor serta kelainan neurologis fokal.3

Manifestasi klinis HDN dapat diklasifikasikan menjadi 3 bentuk

(Tabel 1), yaitu bentuk dini, klasik, dan lambat.

1. HDN dini (early onset)

Kelainan ini jarang sekali dan biasanya terjadi pada bayi dari

ibu yang mengonsumsi obat-obatan yang dapat mengganggu

metabolisme vitamin K, misalnya bayi yang lahir dari ibu epilepsy

yang mendapat pengobatan fenitoin atau fenobarbital, atau dalam

bentuk yang jarang terjadi pada bayi dari ibu yang mendapat

tuberkulostatika, seperti isoniazid atau rifampisin. Perdarahan pada

bentuk ini bervariasi dari bentuk yang sedang pada kulit dan

umbilikus sampai bentuk fatal seperti perdarahan intratorakal,

intraabdominal, atau intrakranial.3

2. HDN klasik (classic disease)

13
Perdarahan dapat bersifat setempat, seperti hematom sefal,

perdarahan saluran cerna, atau berbentuk ekimosis menyeluruh.

Perdarahan yang paling sering berasal dari saluran cerna berupa

melena atau hematemesis, kemudian dari hidung, kulit kepala, tali

pusat atau bekas sirkumsisi. Pada bentuk yang berat (jarang terjadi)

perdarahan dapat mengenai susunan saraf pusat. 2,3

Manifestasi klinis pada pada HDN cepat dan klasik bervariasi,

dengan perdarahan yang sering terjadi di saluran gastrointestinal

53%; dan di umbilikus 29%..8

3. HDN lambat (late onset)

Bentuk lambat HDN terjadi setelah masa neonates, sebagian

besar timbul pada umur 1 sampai 3 bulan. Bentuk lambat ini paling

sering bermanifestasi sebagai perdarahan susunan saraf pusat (30-

50%) dan ekimosis yang dalam dan luas, sedangkan perdarahan dari

saluran cerna lebih jarang. Bentuk perdarahan lambat ini merupakan

akibat sekunder dari berbagai penyakit seperti fibrosis kistik, atresia

biliaris, defisiensi α-1-AT, hepatitis, penyakit seliak dan diare


2,3
kronik. Pasien dengan HDN onset lambat idiopatik memiliki

beberapa gejala spesifik berikut: (i) lebih banyak di-temukan pada

bangsa Asia; (ii) terutama pada bayi yang mendapat ASI; (iii)

terbanyak pada usia 1-2 bulan; (iv) lebih sering pada laki-laki; (v)

sering dengan perdarahan intrakranial.1

14
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendeteksi adanya

defisiensi vitamin K meliputi uji skrining hemostasis meliputi

pemeriksaan waktu pembekuan, PT (prothrombine time), aPTT

(activated partial thromboplastine time), PTT substitution test, TT

(thrombine time), assay faktor pembekuan. Pemeriksaan penunjang

lain dilakukan atas indikasi seperti pemeriksaan USG, CT-scan,

MRI.11

Tabel 1. Bentuk klinis HDN (Dikutip dari Kepustakaan 2)

HDN dini HDN klasik HDN lambat


Umur
<24 jam 2 – 7 hari 0,5 – 6 bulan
Penyebab/risik Obat selama hamil: Asupan vit K Malabsorpsi

o antikonvulsan, kurang vit K, fibrosis

antikoagulan, Pemberian ASI kistik, diare,

antibiotic hepatitis,

defisiensi α-1-

AT, peny.

Seliak
Lokasi yang Intrakranial, GIT, Intrakranial, GIT, Intrakranial,

sering umbilikus, intra- umbilikus, daerah GIT, kulit,

abdominal, hematoma THT, tempat daerah THT,

sefal suntik, sirkumsisi tempat suntik,

saluran kemih,

intratorakal
Insidensi Sangat jarang 1,5% - 1/10.000 4 – 10/10.000
Profilaksis Hindari obat yang Beri vit. K Beri vit. K

berisiko, profilaksis adekuat: vitamin K adekuat:

15
vit. K pada ibu peroral, susu vitamin K IM,

formula susu formula

Bagan di bawah ini memperlihatkan alur pemeriksaan

laboratorium pada penderita dengan defisiensi faktor pembekuan.3

Gambar 1. Uji pembekuan dan interpretasinya (Dikutip dari Kepustakaan 3)

H. Sistem Hemostasis pada Neonatus

Sistem hemostasis pada bayi tidak sama dengan anak dan dewasa.

hal ini karena secara fisiologis sistem hemostasis pada bayi belum matur.

16
maturitas sistem ini terjadi pada 6 bulan pertama kehidupan. beberapa

perbedan itu diantaranya, pertama; protein yang dibutuhkan untuk

pembentukan fibrin dan fibrinolisis jumlahnya sedikit dibandingkan dengan

anak yang lebih besar, kedua; pada fase plasma dari pembekuan dan

fibrinolisis neonatus kadar beberapa faktor pembekuan yang bergantung

pada vitamin K rendah, ketiga; plasma neonatus resisten terhadap aktivator

plasminogen eksogen, dan keempat; dalam 24 jam pertama neonatus

mengalami reduksi mekanisme fibrinolisis karena kurang nya kadar

proenzim plasminogen dan meningkatnya jumlah inhibitor.13

Perdarahan intrakranial dipengaruhi oleh beberapa faktor yang

terbagi menjadi dua; faktor maternal dan perinatal. Faktor maternal berupa

penggunaan obat-obatan seperti aspirin selama kehamilan, hipertensi

kehamilan dan gangguan autoimun, sedangkan faktor perinatal berupa

trauma lahir, nilai Apgar yang rendah, bayi yang diberi ASI dan tidak diberi

vitamin K, persalinan spontan, persalinan lama, dan persalinan dengan

forceps.12.

Perdarahan intrakranial pada bayi merupakan jenis perdarahan yang

sering dihubungkan dengan Hemorrhagic Disease of Newborn (HDN) atau

Penyakit Perdarahan Akibat Defisiensi Vitamin K (PDVK) terutama pada

onset lambat, yaitu yang muncul pada bayi berusia lebih dari 7 hari. PDVK

terjadi karena rendahnya kadar faktor pembekuan darah yang tergantung

pada vitamin K yaitu faktor II, VII, IX, dan X. PDVK diklasifikasi

berdasarkan waktu munculannya yaitu onset dini (24 jam pertama), klasik

17
(2-7 hari), dan lambat (2-12 minggu). Sebanyak 2/3 bayi dengan PDVK tipe

lambat datang dengan perdarahan intrakranial. Bayi baru lahir hanya

mempunyai kemampuan aktivitas koagulasi 20-50% dibanding orang

dewasa. Kurangnya pemberian vitamin K saat lahir, pemberian ASI

eksklusif, diare kronik dan penggunaan antibiotik jangka panjang membuat

bayi lebih rentan terhadap PDVK.12

I. Diagnosis

Sebagaimana diagnosis pada umumnya, pendekatan diagnosis HDN

juga melalui tahapan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium.

Anamnesis difokuskan terhadap awitan perdarahan, lokasi perdarahan,

pemberian ASI atau susu formula, riwayat ibu minum obat-obatan

antikoagulan atau antikonvulsan dan anamnesis untuk menyingkirkan

kemungkinan lain dengan pemeriksaan atas keadaan umum dan lokasi fisik

perdarahan pada tempat-tempat tertentu seperti saluran cerna berupa

hematemesis atau melena, dari hidung, kulit kepala, tali pusat atau bekas

sirkumsisi.3

Penting untuk diketahui adalah jika ditemukan neonatus dengan

keadaan umum baik tetapi ada perdarahan segar dari mulut atau feses

berdarah maka harus dibedakan apakah itu darah ibu yang tertelan saat

persalinan atau memang perdarahan saluran cerna. Cara membedakannya

dengan melakukan uji Apt, warna merah muda menunjukkan darah bayi

sedangkan warna kuning kecoklatan menunjukkan darah ibu.3

18
Diagnosis laboratorium dari HDN menunjukkan adanya waktu

pembekuan yang memanjang, Prothrombine time (PT) dan Partial

Thromboplastine Time (PTT) memanjang bervariasi, Thrombine time (TT)

normal. Masa perdarahan dan jumlah leukosit normal. Kebanyakan kasus

disertai anemia normokrom normositik.3

Tes lain yang dapat membantu dalam diagnosis HDN adalah tes

spesifik factor berupa penurunan aktivitas faktor II, VII, IX, dan X tanpa

trombositopenia atau kelainan faktor pembekuan lain, pengukuran tingkat

bentuk dekarboksilasi vitamin faktor K-dependent, uji protein yang

disebabkan oleh antagonis vitamin K, dan pengukuran langsung dari kadar

vitamin K.6

Perdarahan intrakranial dapat dilihat jelas dengan pemeriksaan USG

kepala, CT-scan atau MRI. Pemeriksaan ini selain untuk diagnostik, juga

digunakan untuk meneruskan prognosis. 3

Respons yang baik terhadap pemberian vitamin K memperkuat

diagnosis.3

J. Diagnosis Banding

HDN merupakan salah satu dari penyakit gangguan hemostatis yang

didapat, sehingga harus dibedakan dengan penyakit gangguan Hemostatis

lainnya dan juga dengan yang bersifat congenital. Gangguan fungsi hati

dapat menyebabkan timbulnya perdarahan akibat ketidakmampuan hati

dalam mensintesis faktor-faktor pembekuan, sedangkan Disseminated

Intravascular Coagulation (DIC) merupakan gangguan perdarahan yang

19
didapat akibat koagulopati konsumtif. Disseminated Intravascular

Coagulation (DIC) adalah proses patofisiologi dan bukan merupakan suatu

penyakit tersendiri. Gangguan yang terjadi meliputi ketidaktepatan,

berlebihan dan aktivasi proses hemostasis yang tidak terkontrol. Manifestasi

klinis DIC berhubungan dengan sumbatan pembuluh darah kecil

(microvessel) selama fase obstruksi dan perdarahan karena konsumsi

plasma dan komponen seluler pada sistem hemostasis. Proses DIC

kemungkinan karena berlanjutnya stimulus dan atau konsumsi inhibitor

alami hemostasis. Pada awalnya DIC muncul dengan kompensasi yang

adekuat, namun jika proses berlanjut menjadi berat, maka gejala klinis akan

muncul sebagai perdarahan sistemik dan biasanya berkaitan dengan

kerusakan organ. Kompensasi sekunder DIC adalah fibrinolisis, dimana

pada beberapa kasus justru meningkatkan perdarahan.14

Tabel di bawah memperlihatkan gambaran laboratorium dari ketiga

kelainan tersebut.

Tabel 2. Gambaran laboratorium HDN dan DIC (Dikutip dari

kepustakaan 3)

Komponen HDN DIC


Morfologi eritrosit Normal Sel target, sel burr, fragmentosit,

sferosit
PTT Memanjang Memanjang
PT Memanjang Memanjang
Fibrin split product Normal Naik

(FSP)
Trombosit Normal Menurun
Faktor yang II, VII, IX, X I, II, V, VIII, XIII

20
menurun

K. Penatalaksanaan

Secara garis besar pengelolahan HDN dibagi atas penatalaksanaan

antenatal untuk mencegah terjadinya penyakit ini dan penatalaksanaan

setelah bayi lahir untuk mencegah dan mengobati bila terjadi perdarahan.

1. Pemberian vitamin K profilaksis

Hasil penelitian terakhir menunjukkan, bahwa dalam mencegah

terjadinya HDN bentuk klasik pemberian vitamin K peroral sama

efektif, lebih murah dan lebih aman daripada pemberian secara

intramuscular (IM), namun untuk mencegah HDN bentuk lambat

pemberian vitamin K oral tidak seefektif IM. Efikasi profilaksis oral

meningkat dengan pemberian berulang 3 kali dibanding dosis

tunggal, dan efikasi lebih tinggi bila diberikan dalam dosis 2 mg dari

pada dosis 1 mg. Pemberian vitamin K oral yang diberikan tiap hari

atau tiap minggu sama efektifnya dengan profilaksis vitamin K IM.9

AAP tahun 2003 merekomendasikan bahwa vitamin K harus

diberikan kepada semua bayi baru lahir 0,5 - 1 mg IM, dosis

tunggal.3

AAP juga menyatakan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

tentang efikasi, keamanan, bioavailabilitas dan dosis optimal vitamin

K oral sediaan baru untuk mencegah HDN/PDVK lambat. Cara

pemberian oral merupakan alternative pada kasus-kasus bila

orangtua pasien menolak cara pemberian IM untuk melindungi bayi

21
mereka karena injeksi. Disamping itu untuk keamanan, bayi yang

ditolong oleh dukun bayi sebaiknya diberikan secara oral.3

Cara pemberian vitamin K secara IM lebih disukai dengan

alasan sebagai berikut:10

a. Absorpsi vitamin K1 oral tidak sebaik vitamin K1 IM, terutama

pada bayi diare.

b. Beberapa dosis vitamin K1 oral diperlukan selama beberapa

minggu, sebagai konsekuensinya tingkat kepatuhan orangtua

pasien dapat merupakan masalah.

c. Kemungkinan terdapat asupan vitamin K1 oral yang tidak

adekuat karena absorpsinya atau adanya regurgitasi

d. Efektifitas vitamin K1 oral belum diakui secara penuh.10

Ada 3 bentuk vitamin K yang diketahui, yaitu:

1. Vitamin K1 (phytomenadione), terdapat dalam sayuran hijau

2. Vitamin K2 (menaquinone) merupakan vitamin K sintetik yang

sekarang jarang diberikan kepada neonati karena dilaporkan

dapat menyebabkan anemia hemolitik.

3. Vitamin K3 (menadione) merupakan vitamin K sintetik yang

sekarang jarang diberikan kepada neonatus karena dilaporkan

dapat menyebabkan anemia hemolitik.

Sampai saat ini tidak ada cukup bukti yang mendukung

hubungan profilaksis vitamin K dengan insidens kanker pada anak

dikemudian hari.3

22
Health Technology Assessment (HTA) Departemen Kesehatan

RI (2003) mengajukan rekomendasi sebagai berikut:

a. Semua bayi baru lahir harus mendapat profilaksis vitamin K1

b. Jenis vitamin K yang digunakan adalah K1

c. Cara pemberian vitamin K1 adalah secara IM atau oral.

d. Dosis yang diberikan untuk semua bayi baru lahir adalah:

- IM, 1 mg dosis tunggal

- Oral, 3 kali 2mg, diberikan pada waktu bayi baru lahir, umur

3-7 hari, dan pada saat bayi berumur 1-2 tahun.

e. Untuk bayi baru lahir yang didorong oleh dukun bayi maka

diwajibkan pemberian profilaksis vitamin K1 secara oral.

f. Kebijakan ini harus dikoordinasikan bersama Direktorat

Pelayanan Farmasi dan Peralatan dalam penyediaan vitamin K1

dosis injeksi 2 mg/ml/ampul, vitamin K1 dosis 2 mg/tablet yang

dikemas dalam bentuk strip 3 tablet atau kelipatannya.

g. Profilaksis vitamin K1 pada bayi baru lahir dijadikan sebagai

program nasional.

Ibu hamil yang mendapat pengobatan antikonvulsan harus

mendapat vitamin K profilaksis 5 mg sehari selama trisemester

ketiga atau 24 jam sebelum melahirkan diberi vitamin K 10 mg IM.

Kemudian kepada bayinya diberikan vitamin K1 mg dan diulang 24

jam kemudian.

2. Pengobatan defisiensi vitamin K

23
Bayi-bayi yang dicurigai mengalami HDN berdasarkan

konfirmasi laboratorium, harus segera mendapat pengobatan vitamin

K. Vitamin K tidak boleh diberikan secara IM karena dari tempat

suntikan akan terbentuk hematoma yang besar. Sebaiknya diberikan

suntikan secara subkutan karena absorpsinya cepat, dan efeknya

hanya sedikit lebih lambat dibanding cara pemberian sistemik.

Pemberian secara intravena dapat juga dilakukan, tetapi harus hati-

hati.Komplikasi pemberian vitamin K antara lain reaksi anfilaksis

(bila diberikan secara intravena), anemia hemolitik,

hiperbilirubinemia (dosis tinggi) dan hematoma pada lokasi

suntikan. 6

Selain pemberian vitamin K, bayi yang mengalami HDN dengan

perdarahan luas juga harus mendapat plasma. Menurut Goorin

(1998) plasma yang diberikan adalah Fresh Frozen Plasma (FFP)

dengan dosis 10-15 ml/kg. Respon yang cepat terjadi dalam waktu 4-

6 jam. 3

L. Prognosis

HDN ringan prognosisnya baik, biasanya sembuh sendiri atau

membaik setelah mendapat vitamin K, dalam waktu lebih kurang 24 jam.

HDN dengan manisfestasi perdarahan intracranial, intratorakal dan

intraabdominal dapat mengancam jiwa, 27% kasus HDN dengan

manisfestasi perdarahan intrakranial meninggal.3

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Shah, F., Khan, M. A., Khan,J., Munir, A., Karim, R. 2013. Hemorrhagic

Disease of the Newborn: Clinical Presentation and Response to Treatment

with Vitamin K. Gomal Journal of Medical Sciences. Vol. 11, No. 1: 101-

104

2. Shah, Faridullah, dkk. 2013. Hemorrhagic Disease of the Newborn:

Clinical Presentation and Response to Treatment with Vitamin K.

Departemen of Pediatrics, Hayatabad Medical Complex. Pakistan. Gomal

Journal of Medical Sciences Vol 11(1). Hal: 101-104

25
3. Rudolph, A. M., Hoffman, J.I.E., Rudolph, C. D. 2014. Buku Ajar

Pediatri Rudolph. Volume 2: 1359-1373

4. Raspati H, Reniarti L, Susanah S. 2013. Hemorrhagic Disease of the

Newborn. Dalam: Permono B, Sutaryo, Windiastuti E, Abdulsalam M,

editors. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit

IDAI. Hal: 197-206

5. MD, Rachel Schulte, et al. 2014. Rise in Late Onset Vitamin K Deficiency

Bleeding in Young Infants Because of Omission or Refusal of Prophylaxis

at Birth. Pediatric Neurology. Hal: 564-568

6. Surjono, Edward; dkk. 2011. Pentingnya Profilaksis Vitamin K1 pada

Bayi Baru Lahir. Damianus Journal of Medicine Vol 10(1). Hal: 51-56

7. Pansatiankul, B., Jitapunkul, S. 2008. Risk factors of Acquaired

Prothrombin Complex Deficiency Syndrome: A Case-Control Study.

Journal Med Assoc Thai 91:S1-8.

8. Marchili, M.R., Santoro, E., Marchesi, A., Bianchi, S., Aufiero, L.R., and

Villani, A. 2018. Vitamin K Deficiency: A Case Report and Review of

Current Guidelines. Italian Jurnal of Pediatrics.

9. McMillan, D. D., Grenier, D., Medaglia, A. 2004. Canadian Paediatric

Surveillance Program Confirms low incidence of hemorrhagic disease of

the newborn in Canada. Paediatr Child Health. Vol 9, No 4:235-238

10. Palau, MA, at al. 2017. Vitamin K Deficiency Presenting in an Infant with

an Anterior Mediastinal Mass: A Case Report and Rewiew of the

26
Literature. School of Medicine, University of Colorado, Boulder. USA.

Hindawi. Hal : 1-5.

11. Eugene,N., Amanda D. L. 2018. Guidelines for Vitamin K Prophylaxis in

Newborns. Paediatrics & Child Health. Vol. 23, No. 6: 394–397

12. Pudjadi, HA dkk. 2011. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak

Indonesia Jilid II. Jakarta. Hal: 37

13. Hanita R, dkk. 2017. Gambaran Perdarahan Intrakranial pada Perdarahan

Akibat Defisiensi vit K (PDVK) di RSUP Dr. M. Jamil. Jurnal Kesehatan

Andalas. Hal: 379-382.

14. Asrul, Nancy. 2007.Perbandingan dan Aterm Terhadap Masa

Protrombin. Sari Pediatri Vol 9 No.1.Universitas Sumatera Utara. Medan

Hal : 17-22

27

Anda mungkin juga menyukai