Definisi
Anemia hemolitik imun (autoimmune hemolytic anemia=AIHA/ AHA) merupakan suatu kelainan dimana
terdapat anti bodi terhadap sel sel eritrosit sehingga umur eritrosit memendek.
PATOFISIOLOGI
Perusakan sel-sel eritrosit yang diperantarai antibody ini terjadi melalui aktivasi system komplemen,
aktifasi mekanisme seluler, atau kombinasi keduanya.
ETIOLOGI
Etiologi pasti dari penyakit autoimun memang belum jelas, kemungkinan terjadi karena gangguan
central tolerance, dan gangguan pada proses pembatasan limfosit autoreaktif residual.
KLASIFIKASI
DIAGNOSIS
Direct Antiglobin Test (direct Coomb’s test): sel eritrosit pasien dicuci dari protein-protein yang melekat
dan direaksikan dengan anti serum atau antibody monoclonal terhadap berbagai immunoglobulin dan
fraksi komplomen, terutama IgG dan C3d. Bila pada permukaan sel terdapat salah satu atau kedua IgG
dan C3d. Bila pada permukaan sel terdapat salah satu atau kedua IgG dan Cd3 maka akan terjadi
aglutinasi.
Indirect antiglobulin test (indirect Coomb’s test): untuk mendeteksi autoantibodi yang terdapat pada
serum. Serum pasien direaksikan dengan sel-sel reagen. Imunoglobulin yang beredar pada serum akan
melekat pada sel-sel reagen, dan dapat dideteksi dengan antiglobulin sera dengan terjadinya aglutinasi.
1. Gejala dan tanda: Onset penyakit tersamar, gejala anemia terjadi perlahan-lahan, ikterik, dan
demam. Pada beberapa kasus dijumpai perjalanan penyakit mendadak, disertai nyeri abdomen,
dan anemia berat. Urin berwarna gelap karena terjadi hemoglobinuri. Ikterik terjadi pada 40%
pasien. Pada AIHA idiopatik spelenomegali terjadi pada 50-60%, hepatomegaly terjadi pada
30%, dan limfadenopati terjadi pada 50-60%, hepatomegaly terjadi pada 30 %, dan
limfadenopati terjadi pada 25 % pasien. Hanya 25% pasien tidak disertai pembesaran organ dan
limfonodi.
2. Laboratorium: Hemoglobin sering dijumpai di bawah 7 g/dl pemeriksaan Coomb direk biasanya
positip Autoantibodi tipe hangat biasanya ditemukan dalam serum dan dapat dipisahkan dari
sel-sel eritrosit. Autoantibodi ini berasal dari kelas IgG dan bereaksi dengan semua sel eritrosit
normal. Autoantibodi tipe hangat ini biasanya bereaksi dengan antigen pada sel eritrosit pasien
sendiri, biasanya antigen Rh.
3. Prognosis dan survival. Hanya sebagian kecil pasien mengalami penyembuhan komplit dan
sebagian besar memiliki perjalanan penyakit yang berlangsung kronik, namun terkendali.
Survival 10 tahun berkisar 70 % . Anemia, DVT, embolio pulmo, infark lien, dan kejadian
kardiovaskuler lain bisa terjadi selama periode penyakit aktif. Mortalitas selama5-10 tahun
sebesar 15-25%. Prognosis pada AIHA sekunder tergantung penyakit yang mendasari.
4. Terapi
a. Kortikosteroid : 1- 1,5 mg/kgBB/hari.Dalam 2 minggu sebagian besar akan menunjukkan
respon klinis baik (Hmt meningkat,retikulosit meningkat tes coombs direkpositip lemah, tes
comb indirek negatip). Nilai normal dan stabil akan dicapai pada hari ke-30 sampai hari ke
90. Bila ada tanda respons terhadap steroid, dosis diturunkan tiap minggu sampai mencapai
dosis 10-20 mg/hari. Terapi steroid dosis < 30 mg/hari dapat diberikan secara selang sehari.
Beberapa pasien akan memerlukan terapi rumatan dengan steroid dosis rendah, namun bila
dosis perhari melebihi 15 mg/hari untuk mempertahankan kadar Hmt, maka perlu segera
dipertimbangkan terapi dengan modalitas lain.
b. Spelenektomi. Bila terapi steroid tidak adekuat atau tidak bisa dilakukan tapering dosis
selama 3 bulan, maka perlu dipertimbangkan spelektomi. Spelektomi akan menghilangkan
tempat utama penghancuran sel darah merah. Hemolisis masih bisa terus berlangsung
setelah spelenektomi , namun akan dibutuhkan jumlah sel eritrosit terikat antibody dalam
jumlah yang jauh lebih besar untuk menimbulkan kerusakan eritrosit yang sama.Remisi
komplit pasca spelenektomi mencapai 50-75%, namun tidak bersifat permanen.
Glukokortikoid dosis rendah masih sering digunakan setelah spelenektomi.
c. Imunosupresi. Azathioprin 50-200 mg/hari (80 mg/m2), siklofosfamid 50-150 mg/hari (60
mg/m2)
d. Terapi lain :
Danazol 600-800 mg/hari. Biasanya danazol dipakai bersama-sama steroid. Bila terjadi
perbaikan , steroid diturunkan atau dihentikan dan dosis danazol diturunkan atau dihentikan
dan dosis danazol diturunkan menjadi 200-400 mg/hari. Kombinasi donazol dan prednisone
memberikan hasil yang bagus sebagai terapi inisial dan memberikan respon pada 80% kasus.
Efek danazol berkurang bila diberikan pada kasus relaps atau Evan’s Syndrome
Terapi immunoglobin intravena (400 mg/kgBB perhari selam 5 hari) menunjukkan perbaikan
pada beberapa pasien, namun dilaporkan terapi ini juga tidak efektif pada beberapa pasien
lain. Menurut Flores respon hanya 40% jadi terapi ini diberikan bersama terapi lain dan
responnya bersifat sementara.
Mycophenolate mofetil 500mg perhari sampai 100mg per hari dilaporkan memberikan hasil
yang bagus pada AIHA refrakter.
Rituximab dan alemtuzumab pada beberapa laporan memperlihatkan respon yang cukup
menggembirakan sebagai salvage therapy 17.Dosis Rituximab 100 mg perminggu selama 4
minggu tanpa memperhitungkan luas permukaan tubuh.
Terapi plasmafaresis masih kontroversial.
e. Terapi tranfusi : terapi tranfusi bukan merupakan kontradiksi mutlak. Pada kondisi yang
mengancam jiwa ( missal Hb ≤ 3 g g/dl ) tranfusi dapat diberikan , sambil menunggu steroid
dan immunoglobulin untuk berefek.
Terjadinya hemolysis diperantarai antibody dingin yaitu agglutinin dan antibody Donath-Landstainer.
Kelainan ini secara karakteristik memiliki agglutinin dingin IgM monoclonal. Spesifitas aglutinin dingin
adalah terhadap antigen I/i. Sebagian besar IgM yang spesifitas terhadap anti –I memiliki VH4-34. Pada
umumnya agglutinin tipe dingin ini terdapat pada titer yang sangat rendah, dan titer ini akan meningkat
pesat pada fase penyembuhan infeksi.Antigen I/I bertugas sebagai resptor mycoplasma yang akan
menyebabkan perubahan presentasi antigen dan menyebabkan produksi autoantibodi. Pada limfoma sel
B, agglutinin dingin ini dihasilkan oleh sel limfoma. Aglutinin ini tipe dingin akan berikatan dengan sel
darah merah dan terjadi lisis langsung dan fagositosis.
a. Gambaran klinik : sering terjadi aglutninisasi pada suhu dingin. Hemolisi berjalan kronik. Anemia
biasanya ringan dengan Hb: 9-12 g/dl. Sering di dapatkan akrosianosis, dan spelenomegali
b. Laboratorium: anemia ringan , sferositosis, polikromatosia, tes Coombs positif, anti-I, anti Pr,
anti M, atau anti –P
c. Prognosis dan survival. Pasien dengan sindrom kronik akan memiliki survival yang baik dan
cukup stabil
d. Terapi : menghindari udara dingin yang dapat memicu hemolysis
Prednisone dan spelenektomi tidak banyak membantu Cholorambucil 2-4 mg/hari
Plasmafaresis untuk mengurangi antibody IgM secara teoritis bisa mengurangi emolisis, namun
secara praktik hal ini sukar dilakukan.
PAROXYSMAL COLD HEMOGLOBINURI
Ini adalah bentuk anemia hemolitik yang jarang dijumpai, hemolysis terjadi secara massif dan berulang
setelah terpapar suhu dingin. Dahulu penyakit ini sering ditemukan , karena berkaitan dengan penyakit
sifilis . Pada kondisi ekstrim auto antibody Donath-Landsteiner dan protein komplemen berkaitan pada
sel darah merah. Pada saat suhu kembali 37 c, terjadilah lisis karena propogasi pada protein-protein
komplemen yang lain.
a. Gambaran klinis ; AIHA (2-5%), hemolysis paroksimal disertai menggigil, panas ,myalgia, sakit
kepala, hemoglobinuri berlangsung beberapa jam. Sering disertai urtikaria
b. Laboratorium: hemoglobinuria, sterositosis, eritrofagositos. Coombs positif, antibody Donath-
Landsteiner terdisosiasi dari sel darah merah.
c. Prognosis dan survival : pengobatan penyakit yang mendasari akan memperbaiki prognosis.
Prognosis pada kasus-kasus idiopatik pada umumnya juga baik dengan survival yang panjang.
d. Terapi: menghindari faktor pencetus. Glukokortikoid dan spelenektomi tidak ada manfaatnya.
Ada beberapa mekanisme yang menyebabkan hemolysis karena obat yaitu : hapten/ penyerapan obat
yang melibatkan antibody tergantung obat , pembentukan kompleks ternary (mekanisme kompleks
imun tipe innocent bystander), induksi auto antibody yang bereaksi terhadap eritrosit tanpa ada lagi
obat pemicu, serta oksidasi hemoglobin. Penyerapan /adsorpsi protein nonimunologis terkait obat akan
menyebabkan tes Coomb positip tanpa kerusakan eritrosit.
Pada mekanisme hapten/adsorpsiobat, obat akan melapisi eritrosit, dengan kuat antibody
terhadap obat akan dibentuk dan bereaksi dengan obat pada permukaan eritrosit. Eritrosit yang
teropsonisasi oleh obat tersebut akan dirusak di limpa. Anti bodi ini bila dipisahkan dari eritrosit hanya
bereaksi dengan reagen yang mengandung eritrosit berlapis obat yang sama (missal penisilin) .
Mekanisme pembentukan kompleks ternary melibatkan obat atau metabolit obat , tempat ikatan
obat permukaan sel target , anti bodi , dan aktifasi komplemen . Antibodi melekat pada neoantiagen
yang terdiri dari ikatan obat dan eritrosit.ikatan obat dan eritrosit.ikatan obat dan sel target tersebut
melemah , dan anti bodi akan membuat stabil dengan melekat pada obat ataupun mebran eritrosit,
beberapa antibody tersebut memiliki spesifitasi terhadap anti agen golongan darah tertentu seperti Rh,
Kell,Kidd, atau I/i. Pemeriksaan Coomb biasanya positif. Setelah aktifasi komplemen terjadi hemolysis
intravascular, hemoglobinuri, Mekanisme ini terjadi pada hemolysis akibat obat kinin, kuinidin,
sulfonamide, sulfonylurea dan thiazide.
Banyak obat menginduksi pembentukan autoantibodi terhadap eritrosit autolog, seperti contoh
methyldopa.Methildopa yang bersikulasi dalam plasma akan menginduksi auto antibody spesifik
terhadap antigen Rh pada permukaann sel darah merah . jadi yang melekat pada permukaan sel darah
merah adalah autoantibodi, obat tidak melekat . Mekanisme bagaimana induksi formasi autoantibodi ini
tidak diketahui.
Sel darah merah bisa mengalami trauma oksidatif. Oleh karena hemoglobin mengikat oksigen
maka bisa mengalami oksidasi dan mengalami kerusakan akibat zat oksidatif. Eritrosit yang tua makin
mudah mengalami trauma oksidatif. Tanda hemolysis karena proses oksidasi adalah dengan
ditemukannya methemeglobin, sulfhemoglobin, dan Heinz bodies, blister cell, bites cell dan
eccentrocytes. Contoh obat yang menyebabkan hemolysis oksidatif adalah nitrofurantion,
phenazopyridin , aminosalicylic acid.
Pasien yang mendapat terapi sefalosporin biasanya tes Coomb posistip karena adsorpsi
nonimunologis, immunoglobulin, kompelemen, albumin , fibrinogen, dan plasma protein lain pada
membrane eritrosit.
a.Gambaran klinis : riwayat pemakaian obat tertentu positip. Pasien yang timbul hemolysis melalui
mekanisme hapten atau autoantibodi biasanya bermanifestasi sebagai hemolysi ringan sampai
sedang. Bila kompleks ternary yang berperan maka hemolis akan terjadi secara berat, mendadak
dan disertai gagal ginjal. Bila pasien sudah pernah terpapar oleh obat tersebut, maka hemolysis
sudah dapat terjadi pada pemaparan dengan dosis tunggal
b. Laboraotorium : anemia, retikulosis, MCV tinggi, tes Coomb positip. Leukopenia , trombositpenia ,
hemoglobinemia , hemoglobinuria sering terjadi padahemolisis yang di perantarai kompleks
ternary
c. Terapi : dengan menghentikan pemakaian obat yang menjadi pemicu, hemolysis dapat
dikurangi.Kortikosteroid dan tranfusi darah dapat diberikan pada kondisi berat.
Hemolysis aloimun yang peling berat adalah rekasi tranfusi akut yang disebabkan karena ketidak
sesuaian ABO eritrosit sebagai contoh tranfusi PRC golongan A pada penderita pada golongan darah O
yagn memiliki anti bodi IgM anti –A pada serum yang akan memicu aktifasi komplemen dan terjadi
hemolysis intravascular yang akan menimbulkan DIC dan infark ginjal . Dalam beberapa menit menggigil
, mual , muntah, sesak napas, demam , nyeri pinggang dan syok. Reaksi transfuse tiipe lambat terjadi 3-
10 hari setelah tranfusi , biasanya disebabkan karena adanya antibody dalam kadar rendah terhadap
anti agen minor eritrosit. Setelah terpapar dengan sel-sel antigenic, antibody tersebut meningkat pesat
kadarnya dan menyebabkan hemolysis ekstravaskular.