Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan meningkatnya kesejahteraan di negara

berkembang, terjadi peningkatan angka kejadian penyakit

degeneratif, salah satunya adalah Diabetes Melitus

(Soegondo, 2007). Diabetes Melitus merupakan penyakit yang

disebabkan oleh adanya gangguan metabolisme karbohidrat, yang

terjadi karena kurangnya jumlah insulin atau karena kerja insulin

yang tidak optimal sehingga insulin tidak bisa masuk ke dalam sel

dan hanya menumpuk di pembuluh darah (Wibowo, 2014).

Diabetes Melitus mengalami peningkatan setiap tahun di

negara-negara seluruh dunia. Pada tahun 2012 diperkirakan 1,5

juta meninggal dunia disebabkan oleh Diabetes Melitus dan kurang

lebih 80% dari kematian tersebut terjadi pada negara yang

berpenghasilan menengah ke bawah atau negara yang

berkembang. Pada tahun 2014 diperkirakan sebanyak 422 juta jiwa

di dunia pasien Diabetes Melitus (WHO, 2016).

Prevalensi penyakit DM menurut Riset Kesehatan Dasar

tahun 2013 diperoleh data penduduk yang terdiagnosis penyakit

DM di Indonesia sebesar 1,5%. Prevalensi tertinggi di Yogyakarta

sebesar 2,6%, terendah di Lampung sebesar 0,7% dan di NTB

sebesar 0,9%.

1
2

Berdasarkan data dari rekam medik RSUD Provinsi NTB

jumlah pasien DM tipe 2 yang menjalani rawat inap pada tahun

2014 sebanyak 277 orang, tahun 2015 sebanyak 258 orang dan

pada tahun 2016 dari bulan Januari-Oktober jumlah pasien DM

tipe 2 yang menjalani rawat inap mengalami peningkatann

sebanyak 275 orang.

Penyakit Diabetes Melitus yang dapat berlangsung menahun

bahkan seumur hidup dapat menyebabkan pasien Diabetes Melitus

mengalami stres terutama bila adanya komplikasi dari DM (Nabyl,

2009 dalam Maarifudin, 2013). Berbagai macam komplikasi yang

dialami pasien DM menyebabkan perubahan besar pada tubuh

mereka yang menyebabkan stres (Sofiana, E., dan Utomo, 2012

dalam Wohpa, 2015)

Stres dan DM memiliki hubungan dikarenakan stres

merupakan kondisi psikis yang dapat dialami pasien DM sehingga

dapat menurunkan kesadaran dalam manajemen penyakit dan

memperburuk kontrol glikemik (Gonzales dalam Fisher, dkk., 2010).

Stres akan berdampak pada individu pada aspek fisik, fisiologis,

intelektual, sosial, dan spiritual (Nugroho, 2010).

Nugroho (2010) menyatakan stres yang dialami pasien DM

dapat berakibat pada gangguan pengontrolan kadar glukosa dalam

darah yang disebabkan oleh produksi kortisol berlebih, yang

mengakibatkan kadar glukosa dalam darah meningkat.


3

Penumpukan gula darah yang terjadi terus menerus dapat

menimbulkan komplikasi pada pasien DM (Smeltzer & Bare, 2010).

Dibandingkan dengan orang yang tidak mengidap diabetes, pasien

diabetes berpotensi mengalami 20 kali lebih mudah terkena

komplikasi pada ginjal, 4 kali lebih mudah terkena stroke, 4 kali

lebih mudah menjadi buta, 2-4 kali lebih mudah terkena serangan

jantung (Tandra, 2009) dan gangren kaki diabetik, kondisi ini akan

membuat pasien akan mengalami stres karena lamanya waktu

perawatan, perjalanan penyakit yang kronik dan perasaan tidak

berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis

yang negatif berupa marah, kecemasan dan mudah tersinggung.

Reaksi psikologis yang negatif ini dapat diatasi dengan relaksasi,

karena relaksasi akan membantu individu lebih mampu

menghindari stres (Nabyl, 2009 dalam Maarifudin, 2013).

Relaksasi merupakan salah satu bentuk mind body therapy

dalam terapi komplementer dan alternatif (Complementary and

Alternative Therapy (CAM). Terapi komplementer adalah

pengobatan tradisional yang sudah diakui dan dapat dipakai

sebagai pendamping terapi konvensional/medis. Pelaksanaannya

dapat dilakukan bersamaan dengan terapi medis (Moyad & Hawks,

2009 dalam Mashudi, 2011). Relaksasi merupakan salah satu

teknik pengelolaan diri yang didasarkan pada cara kerja sistem

saraf simpatetis dan parasimpatetis (Triyanto, 2014). Ada berbagai

macam teknik relaksasi seperti relaksasi dengan imajinasi


4

terbimbing, meditasi, teknik pernapasan, terapi musik, pemakaian

humor dan relaksasi otot progresif (Smeltzer & Bare, 2002).

Teknik relaksasi otot progresif merupakan satu prosedur

untuk mendapatkan relaksasi pada otot melalui dua langkah, yaitu

dengan memberikan tegangan pada kelompok otot, dan

menghentikan tegangan tersebut kemudian memusatkan perhatian

terhadap bagaimana otot tersebut menjadi rileks, merasakan

sensasi relaksasi, dan ketegangan menghilang (Hunter, 2011).

Relaksasi otot progresif dilakukan 2 kali sehari selama 15-20

menit, pada pagi dan sore hari (Hamarno, 2010). Greenberg (2002)

dalam Mashudi (2011) mengatakan relaksasi akan memberikan

hasil setelah dilakukan sebanyak 3 kali latihan.

Relaksasi otot pogresif dapat membantu mengurangi

ketegangan otot, menurunkan TD, meningkatkan imunitas,

sehingga status fungsional dan kualitas hidup meningkat (Smeltzer

& Bare, 2002). Selain itu, teknik relaksasi otot progresif dapat

menurunkan stres dengan bekerja menghambat jalur umpan balik

stres dengan mengaktivasi kerja sistem saraf parasimpatis dan

memanipulasi hipotalamus melalui pemusatan pikiran untuk

memperkuat sikap positif sehingga rangsangan stres dapat

berkurang. Relaksasi otot progresif juga akan memberikan sensasi

rileks sehingga dapat menurunkan kadar kortisol dalam tubuh

sehingga kadar glukosa darah juga akan stabil pada pasien

Diabetes Melitus (Copstead & Banasik, 2000 dalam Shiela, 2016).


5

Penelitian dari (Maghfira, S., dkk, 2015 ) yang dilakukan

selama 3 minggu di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. Harjono

Ponorogo, menyebutkan bahwa relaksasi otot progresif

berpengaruh terhadap penurunan stres psikologis pasien DM.

Berdasarkan studi pendahuluan melalui wawancara yang

dilakukan peneliti pada tanggal 13 November 2016, pada 3 orang

pasien yang dirawat di ruang Gili Moyo dengan ratarata pasien

DM tipe 2 lebih dari 2 tahun dan menjalani rawat inap lebih dari

seminggu, mengatakan merasa stres dengan penyakit DM yang

dideritanya, merasa bosan dengan terapi obat, pembatasan

makanan dan lamanya perawatan yang harus dijalani di RS.

Berdasarkan hasil wawancara dengan dua orang perawat di

Gili Moyo mengatakan penatalaksanaan yang dilakukan selama ini

untuk menurunkan stres pada pasien DM hanya berupa edukasi

terkait penyakit DM. Namun, tindakan pemberian seperti relaksasi

otot progresif belum pernah dilakukan untuk menurunkan stres

pada pasien DM.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh latihan

relaksasi otot progresif terhadap penurunan stres pasien Diabetes

Melitus tipe 2 di ruang rawat inap RSUD Provinsi NTB .


6

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat

dirumuskan masalah penelitian yaitu: Apakah ada pengaruh

relaksasi otot progresif terhadap stres pasien Diabetes Melitus tipe

2 di ruang rawat inap RSUD Provinsi NTB?.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh relaksasi otot progresif terhadap

stres pasien Diabetes Melitus tipe 2 di ruang rawat inap RSUD

Provinsi NTB.

2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi stres pasien Diabetes Melitus tipe 2

sebelum dilakukan relaksasi otot progresif di ruang rawat

inap RSUD Provinsi NTB.


b. Mengidentifikasi stres pasien Diabetes Melitus tipe 2 setelah

dilakukan relaksasi otot progresif di ruang rawat inap RSUD

Provinsi NTB.
c. Menganalisis pengaruh relaksasi otot progresif terhadap

stres pasien Diabetes Melitus tipe 2 di ruang rawat inap

RSUD Provinsi NTB.

D. Hipotesis
7

Adapun hipotesis dalam penelitian ini dapat diuraikan

sebagai berikut:

1. Hipotesa Alternative (Ha):

Ada pengaruh relaksasi otot progresif terhadap stres

pasien DM tipe 2 di ruang rawat inap RSUD Provinsi NTB.

2. Hipotesa Nol (H0):

Tidak ada pengaruh relaksasi otot progresif terhadap

stres pasien DM tipe 2 di ruang rawat inap RSUD Provinsi NTB.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

dan wawasan, serta sebagai bahan untuk pengembangan ilmu

pengetahuan dan penelitian khususnya dalam bidang

kesehatan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Responden
Menambah pengetahuan bagi pasien, agar pasien mampu

melakukan relaksasi otot progresif untuk mengelola stres

yang dialaminya.

b. Bagi SDM RSUD Provinsi NTB


Pemberi pelayanan kesehatan mampu mengajarkan

teknik relaksasi otot progresif untuk menangani stres pasien

DM.
c. Bagi Peneliti Lain dan Mahasiswa
8

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

bahan acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya terkait

dengan relaksasi otot progresif dengan kombinasi terapi lain

untuk mengatasi stres pada pasien.

Anda mungkin juga menyukai