METODOLOGI
Guna mendukung penelitian ini diperlukan data volume lalu lintas, data
jumlah sepeda motor yang terkonsentrasi pada mulut persimpangan, luas area
yang digunakan oleh sepeda motor pada mulut persimpangan, jenis konflik serta
intensitas konflik lalu lintas. Hasil analisis ini kemudian dijadikan sebagai dasar
kriteria perencanaan model RHK sepeda motor.
Dari beberapa ruas jalan yang akan kami lakukan penelitian, hasil survey
yang menunjukan tingkat konflik lalu lintas yang tinggi yang dijadikan model
design fasilitas RHK. Model fasilitas RHK dirancang dan dianalisis dengan
beberapa alternatif pilihan, dimana model terbaik dipilih untuk diimplementasikan
sebagai proyek percontohan (pilot project). Secara umum lingkup penelitian yang
didesain dalam tesis ini ditunjukkan seperti diagram pada Gambar 3.1
PERUMUSAN
HIPOTESIS
ANALISIS KONFLIK LALU LINTAS SEBELUM & SESUDAH DESIGN MODEL RHK
KESIMPULAN
DAN SARAN
Mengawali penelitian ini, diperlukan suatu hipotesis sebagai asumsi awal untuk
mencapai tujuan dan sasaran penelitian. Sebuah asumsi awal dari penelitian ini
adalah bahwa konflik lalu lintas yang terjadi pada pendekat persimpangan
merupakan indikator untuk menilai kemudahan bermanuver sepeda motor pada
pendekat persimpangan dan ketika keluar dan pendekat persimpangan. Dengan
penyediaan fasilitas khusus sepeda motor berupa ruang henti khusus (RHK)
diasumsikan akan mengurangi konflik lalu lintas dengan sepeda motor yang pada
akhirnya akan memberi kemudahan bagi sepeda motor bergerak pada pendekat
dan di persimpangan. Untuk mengukur pengaruh fasilitas ini diperlukan pengujian
terhadap parameter yang diasumsikan berpengaruh terhadap kemudahan
bermanuver di persimpangan, yaitu intensitas konflik, tingkat konflik (conflict
rate) dan tingkat keparahan konflik (rate of severity conflict) lalu lintas. Oleh
karena itu, hipotesis penelitian diarahkan untuk menemukenakan efektifitas model
ruang henti khusus sepeda motor tersebut terhadap tingkat konflik lalu lintas dan
tingkat keparahan konflik lalu lintas. Hipotesis nol mengasumsikan pemanfaatan
RHK sepeda motor akan menurunkan tingkat konflik lalu lintas dan tingkat
keparahan konflik lalu lintas pada persimpangan. Sedangkan hipotesis
alternatifnya mengasumsikan bahwa pemanfaatan fasulitas RHK sepeda motor
pada persimpangan tidak menurunkan tingkat konflik lalu lintas dan tingkat
keparahan konflik lalu lintas pada persimpangan. Hipotesis ini diuji menggunakan
uji statistik X2 untuk dua kelompok sampel yang independen. Rumusan
hipotesisnya adalah:
H : Tingkat konflik lalu lintas tidak berbeda baik pada waktu sebelum dan
0 sesudah implementasi RHK
H : Tingkat konflik lalu lintas berbeda sebelum dan sesudah implementasi
1 RHK
dan
H : Tingkat keparahan konflik lalu lintas tidak berbeda baik pada waktu
0 sebelum dan sesudah implementasi RHK
H : Tingkat keparahan konflik lalu lintas berbeda sebelum dan sesudah
1 implementasi RHK
Lokasi yang dipilih sebagai lokasi penelitian dan untuk proyek percontohan
adalah persimpangan jalan Soekarno-Hatta jalan Buah Batu Kota Bandung yang
diatur dengan lampu lalu lintas. Pemilihan lokasi ini didasarkan atas pertimbangan
adanya kasus-kasus penumpukan sepeda motor pada mulut persimpangan yang
diperkirakan mengganggu pergerakan lalu lintas pada fase hijau. Secara umum
deskripsi persimpangan tersebut antara lain:
Gambar 3.3
Data sekunder adalah data yang sudah tersedia dari hasil pengumpulan data yang
dilakukan oleh orang lain, biasanya diperoleh dalam bentuk data statistik berupa
tabel atau grafik. Data sekunder yang dibutuhkan dan yang terkumpul dalam tesis
ini antara lain diberikan pada Tabel 3.1.
Data primer merupakan data yang diperoleh dari pengumpulan data secara
langsung di lapangan pada pendekat persimpangan. Desain survey lapangan dan
pengolahan serta analisis data yang dilakukan di dalam studi ini mengacu kepada
skema pada Gambar 3.6 (Idwan S, 1996, Black J, 1981). Prosedur pengumpulan
data diawali dengan studi pendahuluan (meliputi pemilihan lokasi survey, desain
formulir, dan ukuran sampel), kemudian diikuti survey pendahuluan, survey
lapangan, kompilasi dan pengolahan data, serta analisis data.
STUDI DESAIN
PENDAHULUAN SAMPEL
Dari keempat pendekat volume sepeda motor pada mulut persimpangan diukur
dari jarak 6 meter di belakang garis henti dan di depan garis henti (sepanjang 12
meter). Berdasarkan pengamatan dari keempat pendekat berkisar antara 1-15
sepeda motor (rendah), 15-30 sepeda motor (sedang), hingga 30-45 sepeda motor
(tinggi).
Tabel 3.2 Karakteristik lalu lintas sepeda motor pada persimpangan jalan
Soekarno-Hatta dan Jalan Buah Batu
Waktu Padat Pagi Waktu Padat Sore
Rata-rata Rata-rata
Gangguan Gangguan
Pendekat volume sepeda volume sepeda
Pelanggaran terhadap Pelanggaran terhadap
dari motor pada motor pada
marka garis lalu lintas marka garis lalu lintas
arah: mulut mulut
henti pada lajur henti pada lajur
persimpangan persimpangan
belok kiri belok kiri
per fase merah per fase merah
Utara
(Jln .
Sedang Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi
Buah
Batu)
Timur
(Jln.
Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah
Soekarno-
Hatta)
Selatan
(Jln.
Terusan Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah
Buah
Batu)
Barat (Jln.
Soekarno Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
Hatta)
Jumlah pelanggaran garis henti ditentukan dari jumlah sepeda motor yang
menempati lokasi di depan garis henti, yang berdasarkan pengamatan berkisar
antara 1-10 sepeda motor (rendah), 10-20 sepeda motor (sedang), hingga lebih
dari 20 sepeda motor (tinggi). Sedangkan gangguan terhadap pergerakan lalu
lintas pada lajur belok kiri dilihat dari intensitas gangguan dan jumlah sepeda
motor yang menutupi lajur belok kiri langsung per fase merah dalam pengamatan
selama satu jam. Hasilnya menunjukkan yang terendah adalah 1 kali gangguan
dan tertinggi adalah 5 kali gangguan.berdasarkan hasil pengamatan tersebut, maka
yang terpilih adalah pendekat dengan kriteria yang masuk dalam kategori tinggi
yaitu pendekat dari arah Barat. Dimensi pendekat persimpangan pada lokasi
terpilih diberikan pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5.
Variabel lalu lintas yang dihitung ditentukan oleh jenis kendaraan yang melewati
ruas jalan yang diobservasi. Pada umumnya jenis kendaraan yang telah dijadikan
sebagai variabel terbagi ke dalam 8 golongan kendaraan (Tabel 3.3) dan model
formulir perhitungan volume lalu lintas yang digunakan adalah formulir standar
yang biasa digunakan oleh Departemen Pekerjaan Umum. Formulir survey yang
biasanya didesain per 15 menit dapat, pada tesis ini dikembangkan lebih spesifik
dan disesuaikan dengan tujuan penelitian, menjadi data per fase atau per siklus
waktu.
a. Tipikal Konflik
Berdasarkan pengamatan, tipikal konflik yang terjadi pada pendekat
persimpangan bersnyal Jalan Soekarno-Hatta dengan Jalan Buah Batu dari arah
Barat di lokasi studi pada umumnya terjadi akibat pergerakan lalu lintas sama arah
lurus dan belok kanan. Secara umum tipikal konflik lalu lintas yang kemungkinan
terjadi dan yang disurvey khususnya pada pendekat dan di persimpangan
diuraikan sebagai berikut:
Tipe konflik ini pada dasarnya konflik sama arah, yang diakibatkan oleh
pergerakan kendaraan (sepeda motor atau kendaraan roda-4) yang masuk arus
secara langsung dari kiri lajur utama sedemikian hingga menyebabkan kendaraan
(sepeda motor atau kendaraan roda-4) pada lajur utama harus mengurangi
kecepatan dan atau berubah haluan. Tipe konflik seperti ini sering ditemukan
akibat pergerakan sepeda motor dari lajur kiri yang memaksa masuk jalur di
kanannya. Tipikal konflik T1 ini berpotensi mengakibatkan kecelakaan dengan
tipikal tabrak depan-samping atau tabrak samping-samping. Contoh tipikal
konflik masuk arus secara langsung dapat ditunjukkan seperti pada Gambar 3.7
Gambar 3.7
Konflik ini bentuknya sama dengan konflik T1. Konflik T2 terjadi karena adanya
kendaraan sepeda motor atau kendaraan roda 4 yang masuk arus secara tidak
langsung dari kiri ke lajur utama di mana kendaraan kedua (sepeda motor atau
kendaraan roda 4) tidak memberi kesempatan kepada kendaraan 1. Akibatnya
kendaraan ke-2 yang bergerak dari kiri harus mengurangi kecepatan dan atau
berubah haluan. Konflik T2 juga berpotensi terhadap kecelakaan dengan tipikal
tabrak depan-samping atau tabrak samping-samping. Contoh konflik T2 dapat
ditunjukkan pada Gambar 3.8
Tipe konflik T4 pada dasarnya merupakan kebalikan dari tipe konflik T1. Tipe T4
ini diakibatkan oleh adanya kendaraan (sepeda motor atau kendaraan roda 4) yang
masuk arus secara langsung dari kanan masuk jalur lain di kirinya yang
menyebabkan kendaraan (sepeda motor atau kendaraan roda 4) pada jalur utama
harus mengurangi kecepatan dan atau berubah haluan. Tipikal konflik T4
berpotensi terhadap kecelakaan dengan tipikal tabrak depan-samping atau tabrak
samping-samping. Contoh tipikal konflik masuk arus secara langsung ditunjukkan
seperti pada gambar 3.10
Tipe konflik lurus sama arah terjadi diakibatkan kendaraan 1(sepeda motor atau
kendaraan roda 4) yang bergerak lurus sama arah dengan lambat yang
menyebabkan kendaraan ke-2 (sepeda motor atau kendaraan roda 4) harus
mengurangi kecepatan (mengerem) dan atau mengubah haluan untuk menghindari
tabrakan dengan kendaraan 1. Tipikal konflik seperti ini sangat berpotensi
menjadi kecelakaan dengan tipe tabrakan depan-belakang (cross-end). Contoh tipe
ini ditunjukkan pada Gambar 4.11
Tipe konflik T7 terjadi akibat kendaraan1 (sepeda motor atau kendaraan roda 4)
bergerak belok kanan yang mengakibatkan kendaraan 2 (sepeda motor atau
kendaraan roda 4) yang bergerak lurus harus mengurangi kecepatan (mengerem)
dan atau mengubah haluan untuk menghindari tabrakan dengan kendaraan 1.
Tipikal konflik T7 sangat berpotensi mengakibatkan kecelakaan dengan tipe
tabrakan, tabrak depan-samping. Contoh tipe konflik belok kanan-lurus
ditunjukkan seperti pada Gambar 4.13
Tipe konflik T8 pada prinsipnya sama dengan konflik T7. Konflik T8 erjadi akibat
kendaraan 1 (sepeda motor atau kendaraan roda 4) bergerak belok kanan harus
mengurangi kecepatan (mengerem) dan atau mengubah haluan untuk menghindari
tabrakan dengan kendaraan 2 (sepeda motor atau kendaraan roda 4) yang bergerak
lurus. Tipikal konflik T8 juga berpotensi mengakibatkan kecelakaan dengan tipe
tabrakan, tabrak depan-samping. Contoh tipe konflik lurus-belok kanan
ditunjukkan seperti pada Gambar 4.14
Konflik belok kanan-sama arah terjadi akibat kendaraan 1 (sepeda motor atau
kendaraan roda 4) bergerak lambat yang menyebabkan kendaraan 2 (sepeda motor
atau kendaraan roda 4) dibelakangnya terbawa ke dalam suatu situasi bahaya
tabrak depan-belakang. Untuk menghindari terjadinya tabrakan, kendaraan
pertama harus mengurangi kecepatan (mengerem) dan atau mengubah haluan ke
kiri atau kanan. Tipikal konflik T9 berpotensi mengakibatkan tabrak depan-
belakang. Contohnya diberikan pada Gambar 3.15
Konflik ini terjadi akibat kendaraan 1 (sepeda motor atau kendaraan roda 4)
mengurangi kecepatan karena akan berputar arah dari lajur dalam Jalan Soekarno-
Hatta arah Barat kembali ke jalan Soekarno-Hatta menuju arah Barat. Dampak
pergerakan kendaraan ini dapat membawa ke situasi bahaya tabrak depan
belakang bila kendaraan kedua (sepeda motor atau kendaraan roda 4) yang berada
dibelakangnya bila tidak melakukan tindakan upaya untuk menghindari tabrakan.
Dalam hal ini, untuk menghindari terjadinya tabrakan, maka kendaraan kedua
harus melakukan pengurangan kecepatan (mengerem) dan atau mengubah haluan
ke kiri atau ke kanan. Tipikal konflik T10 berpotensi mengakibatkan tabrak
depan-belakang. Contohnya diberikan pada Gambar 4.16.
b. Titik Konflik
Secara umum konflik yang akan diamati pada mulut persimpangan dari pendekat
arah Barat dikonsentrasikan pada titik-titik seperti ditunjukkan pada Gambar 3.17.
Berdasarkan pengamatan awal di lokasi studi, tipikal konflik yang mungkin
terjadi pada masing-masing konflik L1, L2, L3, L10 dapat ditunjukkan pada Tabel
3.5.
Gambar 3.17
Tabel 3.5 Tipikal konflik yang mugkin pada tiap titik konflik
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10
L1
L2
L3
L4
L5
L6
L7
L8
L9
L10
c. Desain formulir
Konflik lalu lintas (Bagulay CJ, 1984) merupakan interaksi dua kendaraan
(pengguna jalan) atau lebih ketika satu atau kedua kendaraan harus melakukan
upaya tindakan mengelak seperti mengerem dan atau berpindah haluan untuk
menghindari terjadinya tabrakan. Ada beberapa tipikal maneuver pergerakan yang
telah diamati antara lain, pergerakan memotong kendaraan dari kiri, pergerakan
mendahului dari kiri, pergerakan memotong kendaraan dari kanan, pergerakan
mendahului dari kanan, mengerem tiba-tiba, mengerem dan berubah haluan, atau
sebaliknya berubah haluan dan mengerem. Secara umum, jenis konflik yang telah
diobservasi pada lokasi survey, antara lain diberikan pada Tabel 3.6.
Formulir survey konflik lalu lintas yang digunakan di dalam tesis ini adalah
formulir yang biasa digunakan oleh TRL (TRL, 1987). Untuk memudahkan
pengisian kategori konflik. Pencatatan tipe konflik dilakukan dengan menuliskan
jenis kategorinya saja seperti T1, T2, T3, T10 (Tabel 3.6). Contoh formulir tersebut
diberikan pada tabel 3.9 yang telah dimodifikasi untuk memudahkan pencatatan.
Kamera ditempatkan pada bahu jalan yang jaraknya sekitar 20 meter dari garis
henti, dengan posisi mengarah ke persimpangan seperti ditunjukkan pada Gambar
3.18. Ketinggian maksimum kaki penyangga (tripot) kamera mencapai 9m.
Dengan jangkauan kamera yang menyapu hingga jarak 50 meter dicoba untuk
merekam pergerakan (manuver) kendaraan pada mulut persimpangan, jumlah
kendaraan yang keluar dari pendekat pada fase hijau, serta merekam penumpukan
sepeda motor yang terbentuk selama fase merah.
Pengambilan jumlah sampel konflik didasarkan atas asumsi konflik per unit
kendaraan, maka kecukupan ukuran sampel yang mendekati suati ketelitian di
dalam estimasi dari rata-rata konflik mengacu kepada rumus 3.1, yaitu:
p q t 2
NV = ...................................................................................(3.1)
PP 2
di mana :
t2
NV =0,25 2 ....................................................................................(3.2)
PP
Berdasarkan formulir data konflik Tabel 3.8 yang digunakan, terdapat data waktu
atau jam terjadinya konflik, titik konflik, kategori konflik, kendaraan berkonflik,
serta kriteria keseriusan konflik. Kriteria keseriusan konflik yang dimaksud
mencakup faktor waktu konflik (waktu untuk menghindari), jarak, tipe tindakan,
serta keseriusan tindakan menghindar. Teknik pencatatan data-data konflik
tersebut dapat dijelaskan pada uraian berikut ini.
1) Waktu kejadian konflik, yaitu waktu terjadinya konflik lalu lintas, data ini
dapat dilhat pada jam yang terdapa pada kamera serta video. Data waktu
kejadian konflik ini dimasukkan pada kolom 1.
2) Titik konflik, disesuaikan dengan titik kejadian konflik. data ini dimasukkan
pada kolom 2
3) Kategori konflik diperoleh dari tipikal konflik yang terjadi. Pengisian data ini
disesuaikan dengan kategori konflik seperti diberikan pada tabel 3.6 dan
dimasukkan pada kolom 3.
4) Jenis kendaraan, disesuaikan dengan data kendaraan berkonflik. Data ini
dimasukkan ke dalam kolom 4.
5) Keseriusan konflik yang terdiri dari data waktu, jarak, tipe tindakan dan
keseriusan menghindar disesuaikan dengan data, dan data-data ini dimasukkan
pada kolom 5 s/d kolom 8.
6) Tingkat keparahan konflik, merupakan nilai konversi dari item-item pada
kolom 5 s/d kolom 8 seperti diberikan pada tabel 3.7 atau tabel 3.8. Nilai ini
diisikan pada kolom 9
Kriteria keseriusan konflik yang digunakan di dalam tesis ini mengacu kepada
kriteria keseriusan konflik yang dikembangkan oleh Bagulay (1984) dan TRL
(1987) antara lain:
Faktor waktu yang dimaksud adalah lama waktu (detik) yangdibutuhkan oleh
kendaraan yang berkonflik ke situasi tabrakan (time to collision). Konflik yang
terjadi pada lokasi studi di mulai dari saat kecepatan meningkat dari kecepatan
awal. Waktu yang dibutuhkan hingga ke tengah persimpangan dengan kecepatan
40 km/jam hanya berkisar 1-2 detik. Rata-rata konflik terjadi pada awal
pergerakan hingga ke pertengahan persimpangan yang membutuhkan waktu 1-1,5
detik.
Waktu panjang (L : long) : > 2 detik
Waktu sedang (M : medium) : 1-2 detik
Waktu pendek (S : Short) : < 1 detik
2) Keseriusan menghindar
Keseriusan menghindar yang ditetapkan di dalam tesis ini merupakan upaya yang
dilakukan oleh kendaraan berkonflik dalam menghindari tabrakan, misalnya dari
cara mengerem atau cara menghindar (mengelak atau berubah haluan), antara lain:
Keterangan :
Pengukuran lokasi survey (kaki persimpangan arah Barat) yang meliputi total
lebar jalur pendekat, lebar lajur, lebar median, lebar lajur belok kiri, panjang pulau
jalan, jarak antara garis henti dengan zebra-cross, dan lebar zebra-cross.
Secara geometrik, ruas jalan ini memiliki alinemen lurus datar, dengan bentuk
persimpangan 4 yang tidak saling tegak lurus. Kaki persimpangan sebelah Barat
terbagi atas 5 jalur dengan satu jalur tambahan untuk belok kiri langsung. Jalur
arah Barat ke Timur yang menuju persimpangan terbagi atas 3 lajur dengan lebar
masing-masing lajur 3,00 meter. Dua lajur pada jalur Timur-Barat memiliki lebar
masing-masing 4,50 meter. Kedua jalur dipisahkan oleh median fisik dengan lebar
1,00 meter. Masing-masing lajur kanan dengan lebar 3,00 m rencananya akan
dimanfaatkan sebagai lajur bus (bus lane) oleh TMB (Transport Metroplitan
Bandung)
Gambar 3.19
Panjang taper pada lajur pendekat arah Barat terukur 32 meter dengan panjang
lajur pendekat hingga pangkal pulau jalan sebelah kiri adalah 50 meter. Panjang
pulau jalan pada bagian dalam lajur arah Barat-Timur adalah 12 meter. Bahu luar
jalan terukur dengan lebar 2,00 meter di kiri kanan jalan yang berbentuk trotoar.
b. Pengukuran panjang siklus waktu yang mencakup fase hijau, fase merah,
dsb
Survey ini dilakukan guna mengetahui panjang siklus lampu hijau lalu lintas
dengan cara mengukur masing-masing waktu hijau dan merah dari masing-masing
lampu pada setiap pendekat. Teknik pengukurannya dilakukan secara langsung di
lapangan masing-masing pada fase hijau untuk lurus dan belok kanan serta fase
merah menggunakan stop-watch atau menggunakan waktu yang tersedia pada
kamera.
Persimpangan Jalan Soekarno-Hatta dengan jalan Buah Batu diatur dengan lampu
pengatur lalu lintas. Sinyal lampu terbagi atas 4 (empat) phase. Untuk lampu
pengatur lalu lintas di sebelah Barat didesain dengan waktu periode lampu hijau
sekitar 60 detik, lampu kuning 5 detik dan lampu merah selama 100 detik. Khusus
untuk lajur kanan untuk belok kanan, pengaturan lampu hijaunya didesain lebih
lambat 10 detik dari kendaraan yang bergerak lurus.
c. Penempatan kamera untuk pengambilan data volume lalu lintas dan data
konflik lalu lintas
Titik pengamatan ditentukan pada kaki persimpangan Jalan Soekarno-Hatta
sebelah Barat. Pengambilan data lalu lintas dan konflik lalu lintas pada lokasi
pengamatan dilakukan menggunakan kamera CCTV. Agar pergerakan lalu lintas
(lurus, belok kiri, belok kanan, dan putar arah) serta maneuver kendaraan yang
berkonflik, maka posisi kamera ditempatkan sekitar 25 meter di belakang garis
henti. Posisi kamera ditempatkan pada bahu jalan menggunakan tripot yang
digerakkan oleh tenaga hidrolik dengan ketinggian yang bias mencapai 9 meter.
Dengan ketinggian 9 meter diatas permukaan bahu jalan atau 9,25 meter di atas
permukaan jalan dapat merekam pergerakan kendaraan dalam jarak 1,0-50,0
meter. Jarak tersebut dinilai cukup memadai untuk keperluan analisis pergerakan
lalu lintas. Gambar 3.20 berikut merupakan contoh uji coba penempatan kamera
CCTV di atas bahu Jalan Soekarno-Hatta pada pendekat Barat.
Gambar 3.20
Asumsi dasar analisis kebutuhan RHK sepeda motor didasarkan atas jumlah
kendaraan sepeda motor yang menutupi mulut persimpangan pada setiap fase
merah. Sejumlah sepeda motor yang berada dalam pendekat persimpangan ini
difasilitasi dengan ruang henti khusus sepeda motor, dimana fasilitas ini
diharapkan dapat mengurangi konflik lalu lintas yang terjadi pada mulut
persimpangan. Kebutuhan RHK yang dimaksud di desain berdasarkan ruang statis
yang dibutuhkan satu sepeda motor dalam keadaan berhenti, serta ruang dinamis
yang dibutuhkan dalam keadaan bergerak.
Dimensi ruang statis dapat diperoleh dari dimensi (panjang lebar) rata-rata dan
masing-masing klasifikasi kendaraan. Penelitian di Vietnam menggunakan ruang
statis kendaraan (Chu Cong Minh, et. al, 2005) seperti diberikan pada tabel 3.10.
Tabel 3.11 Dimensi sepeda motor jenis cup Yamaha, Suzuki, Honda
Dimensi (mm)
No. Uraian Yamaha Suzuki Honda
(110 cc) (110 cc) (125 cc)
1. Panjang keseluruhan 1870 1932 1889
2. Lebar keseluruhan 655 650 702
3. Tinggi keseluruhan 1050 1062 1074
4. Tinggi tempat duduk 755 755 -
5. Jarak poros roda 1190 1230 1242
Dimensi sepeda motor jenis cup yang diproduksi oleh Yamaha, Suzuki (Smash),
dan Honda (Supra-X) di Indonesia yang menjadi sampel antara lain dapat
diberikan pada tabel 4.2. Dengan asumsi tersebut, lebar ruang statis untuk dua
sepeda motor adalah 1,60m. Jadi, untuk dua sepeda motor yang bergerak secara
parallel membutuhkan ruang dengan lebar lajur harus lebih dari 1,60m.
Dengan asumsi tersebut, dimensi model ruang henti khusus sepeda motor yang di
desain sebagai fasilitas sepeda motor pada pendekat persimpangan didasarkan atas
jumlah sepeda motor yang berada pada mulut persimpangan per lebar lajur yang
dibutuhkan pergerakan sepeda motor.
Lebar ruang statis sepeda motor di lapangan di dasarkan atas lebar yang
dibutuhkan oleh sepeda motor ketika berhenti di lajur lalu lintas secara parallel.
Secara umum jumlah sepeda motor yang berhenti secara parallel dalam satu lajur
lalu lintas adalah 4 sepeda motor. Lebar lajur pada persimpangan yang dirancang
3,00 meter dapat diisi oleh 4 sepeda motor, yang berarti 1 sepeda motor
membutuhkan lebar ruang 0,75 meter. Dengan demikian, desain lebar ruang statis
0,75 meter dapat mengakomodasi lebar rata-rata sepeda motor desain jenis cup
yang tidak lebih lebar dari 0,75 meter
Gambar 3.21
Panjang ruang statis di lapangan didasarkan atas panjang yang dibutuhkan oleh
sepeda motor ketika berhenti di lajur lalu lintas secara memanjang. Gambar 3.22
berikut memperlihatkan panjang ruang yang dibutuhkan oleh sepeda motor dalam
kondisi statis. Panjang sepeda motor desain jenis cup paling panjang adalah 1932
mm atau 193 cm.
Gambar 3.22
Lajur pendekat ini merupakan lajur yang dirancang untuk sepeda motor agar dapat
memasuki RHK. Beberapa model desain yang dipertimbangkan adalah lajur
pendekat pada lajur kiri, atau pada lajur tengah, atau kombinasi keduanya. Secara
umum rancangan lajur pendekat ini didasarkan atas pertimbangan:
Tabel 3.12 Dimensi RHK, lajur pendekat, dan fasilitas pelengkap RHK lainnya
No. Fasilitas Panjang Lebar Jarak
1. Ruang Henti Khusus sepeda motor 14,00 m 9,00 m
2. Garis Henti (2 buah) 9,00 m 0,30 m 14,00 m
3. Lajur Pendekat pada sisi dekat (curb side) 7,00 m 3,00 m
4. Lajur lalu lintas /TMB (bus line) 3,00 m
5. Lajur belok kiri langsung 3,00 m
6. Jarak antara garis henti dengan zebra cross 2,50 m
Gambar 3.24
Survey lapangan telah dilakukan dalam tiga hari berbeda serta masing-masing hari
pada waktu padat pagi dan sore. Pelaksanaan survey dilakukan berdasarkan desain
survey, desain formulir yang telah dilakukan sebelumnya.
1) Pengambilan data ini dilakukan pada hari yang sama dan jam yang sama
dengan pengambilan volume lalu lintas di atas.
2) Menempatkan kamera CCTV dengan jarak 25 meter ke mulut persimpangan.
3) Pengambilan sampel dilakukan pada waktu padat pagi (antara pukul 06.00 s.d.
09.00 WIB) dan waktu padat sore (antara pukul 15.00 s.d. 18.00 WIB) selama
satu hari khusus pada fase merah.
4) Pengolahan data dilakukan di laboratorium dengan bantuan video dan TV
dengan menghitung jumlah sepeda motor dan kendaraan roda empat lainnya
yang berada pada area sepanjang 12 meter di mulut persimpangan.
Survey konflik lalu lintas dikonsentrasikan pada mulut persimpangan selama fase
hijau. Survey ini dilakukan sebelum dan sesudah pengimplementasian RHK.
Secara umum surveynya dilakukan pada hari dan jam yang sama dengan survey
lalu lintas lainnya dan pelaksanaannya dilakukan sebagai berikut:
Ujicoba model RHK sepeda motor sebagai proyek percontohan terbatas pada
salah satu pendekat persimpangan. Model RHK yang telah diimplementasikan
merupakan hasil rancangan seperti ditunjukkan pada Gambar 3.24, dimana
pemasangannya di lapangan dilakukan secara bertahap. Tahap pertama pada
tanggal 25 Juni 2007 malam menggunakan model RHK 9,00 m 7,00 m dengan
pendekat 21,00 m 3,00 m. Tahap kedua pada tanggal 4 Juli 2007 malam
menggunakan desain 14,00 m 9,00 m dan dengan pendekat 7,00 m 3,00 m.
Akan tetapi penggunaannya di lapangan dilakukan masing-masing pada tanggal 5
Juli 2007 dan tanggal 19 Juli 2007. Pelaksanaan uji coba dibantu oleh staf
Ditlantas Polda Jawa Barat dan Satlantas Polwiltabes Bandung masing-masing
satu hari pada tanggal 5 Juli 2007 dan tanggal 19 Juli 2007. Uji coba ini selain
dibantu dengan arahan staf Satlantas Polwiltabes Bandung di lapangan, RHK juga
dilengkapi dengan perambuan sementara berupa rambu penjelasan pemanfaatan
RHK sepeda motor kepada pengguna jalan. Beberapa perlengkapan dalam uji
coba RHK antara lain:
1) Marka jalan (sementara) berupa garis henti untuk sepeda motor dan garis henti
untuk kendaraan bermotor roda empat.
2) Marka garis pemisah lajur untuk lajur pendekat sepeda motor.
3) Marka jalan (sementara) berupa gambar sepeda motor yang ditempatkan pada
lajur pendekat dan RHK sepeda motor.
4) Marka petunjuk arah (lurus, belok kiri, dan belok kanan).
5) Rambu untuk menjelaskan bahwa lalu lintas memasuki persimpangan dengan
fasilitas sepeda motor, yang isinya agar pengguna sepeda motor untuk
menggunakan fasilitas sepeda motor yang disediakan.
6) Rambu tanda lajur pendekat sepeda motor dan RHK.
1) Fase lampu baik fase merah maupun fase hijau diasumsikan tidak diubah dari
kondisi eksistingnya.
2) RHK yang ditempatkan di antara dua marka garis henti hanya diperuntukan
bagi sepeda motor selama fase merah.
3) Lajur pendekat yang diberikan merupakan fasilitas yang diperuntukkan bagi
sepeda motor agar bisa masuk ke RHK selama fase merah.
4) Selama fase merah kedua fasiltas baik RHK dan lajur pendekat yang
disediakan hanya diperuntukkan bagi sepeda motor.
5) Ketika fase hijau, baik RHK dan lajur pendekat bisa dilewati lalu lintas roda
empat lainnya.
6) Ketika memasuki fase merah berikutnya semua kendaraan roda empat
disarankan untuk tidak menempati kedua fasilitas RHK dan lajur pendekat.
7) Selama fase hijau semua pengguna jalan diasumsikan bergerak mengikuti lalu
lintas secara normal.
Kompilasi dan pengolahan data merupakan proses pengolahan data yang dimulai
dari pemasukan data ke komputer, dan hasilnya disajikan dalam bentuk tabel,
grafik, dan kurva.
Uji kecukupan data dimaksudkan untuk mengukur jumlah sample data yang
dibutuhkan untuk analisis data konflik lalu lintas sebagai data utama dari studi ini.
Teknik pengujian yang dilakukan didasarkan atas asumsi bahwa tingkat konflik
lalu lintas yang ditentukan dari total kejadian konflik persatuan jumlah lalu lintas.
Rumus yang digunakan mengacu kepada rumus 3.3
dalam estimasi dari rata-rata konflik mengacu kepada rumus 3.1, yaitu:
2
p q t
NV = 2 ...................................................................................(3.3)
PP
di mana :
NV = jumlah sampel (kendaraan yang diobservasi)
t = konstanta tingkat kepercayaan (lihat Tabel 2.4)
p = ekspektasi proporsi kendaraan yang terlibat konflik
q = ekspektasi proporsi kendaraan yang tidak terlibat konflik
PP = estimasi kesalahan proporsi dari kendaraan yang terlibat konflik
Ekspektasi proporsi kendaraan yang terlibat konflik dan yang tidak terlibat konflik
tidak bisa ditentukan, sehingga nilai p dan q diasumsikan 0,5. Sedangkan estimasi
kesalahan proporsi diasumsikan 0,01 dan nilai t yang bersesuai diperoleh dari
Tabel 2.5.
a. Proporsi volume lalu lintas (lurus, belok kanan dan putar arah) per fase hijau
baik sebelum dan sesudah pengimplemetasian RHK.
b. Proporsi komposisi lalu lintas (mobil penumpang, bus kecil, bus besar, truk
ringan, truk besar, dan sepeda motor) per jam sebelum dan sesudah
pengimplementasian RHK.
Uji statistik yang digunakan adalah statistik inferensial yang biasa digunakan
untuk menganalisis data sampel. Ditinjau dari tipikal data volume lalu lintas dan
data konflik yang merupakan data diskrit, maka jenis analisis statistik yang
digunakan adalah statistik non-parameterik yaitu Uji Chi-Kuadrat (Siegel, 1994).
Uji keseragaman data yang telah dilakukan pada tesis ini menghipotesakan H 0
(hipotesis nol) bahwa distribusi proporsi kendaraan yang didapatkan sebelum dan
sesudah pengimplementasian RHK adalah homogen. Sedangkan hipotesis
alternatifnya (H1) mengasumsikan distribusi proporsi kendaraan tidak seragam.
Rumusan hipotesanya adalah :
2
N
x 2=
(
N | ADBC|
2 ) .................................................3.4
( A+ B ) ( C + D ) ( A+C ) ( B+ D)
Sedangkan untuk kelompok data yang terdiri dari n kondisi (i j) seperti Tabel
3.15 nilai X2hitung diperoleh dari perhitungan :
9 E9
O
( E 9 ]
2
r ................................................................................................3.5
i=1
r
2
x =
i=1
Nilai X2tabel untuk dk = (r1)(c1) untuk taraf kesalahan =0,05. Untuk setiap X2
hitung > X2tabel menggambarkan bahwa hipotesa menerima H 0 dan menolak H1 yang
mengasumsikan bahwa proprosi kendaraan tidak berbeda secara signifikan untuk
taraf kesalahan 5%.
Tabel 3.15 Tabel Kontingensi 1 1
Kondisi 1 Kondisi 2 Kondisi-n Total
Variabel
X1 X2
Before O A B
After E C D
Total O A+C B+C
E
Total
Analisis konflik yang dilakukan lebih difokuskan kepada frekuensi konflik yang
terjadi di masing-masing titik konflik pada mulut persimpangan. Analisis konflik
yang mencakup konflik sebelum dan sesudah pengimplementasian ruang henti
khusus sepeda motor ini akan mengeluarkan intensitas konflik, tipikal konflik,
tingkat konflik dan tingkat keparahan konflik (Tabel 3.7 dan Tabel 3.8) pada
masing-masing titik konflik. Sehingga dengan mengenali intensitas dan
penyebarannya akan lebih membantu upaya meminimumkan konflik pada titik-
titik konflik yang dinilai berpengaruh terhadap pergerakan lalu lintas.
Untuk mengkuantifikasi frekuensi konflik per titik konflik, dapat diberikan dalam
tingkat konflik (conflict rate) per fase hijau yaitu jumlah konflik per jumlah
kendaraan per lajur yang keluar dari pendekat persimpangan selama fase hijau.
Tingkat konflik (CR) pada titik konflik L1 diberikan sebagai perbandingan jumlah
konflik pada L1(F) dengan jumlah kendaraan (V) yang masuk ke persimpangan
dari pendekat arah Barat dalam satuan konflik/1000 pergerakan kendaraan.
Rumus .........................................................................................................3.6
Analisis efektifitas pemanfaatan fasilitas ruang henti khusus sepeda motor pada
mulut persimpangan dilakukan dengan pendekatan analisis statistik sebelum dan
sesudah (before-after analysis) penerapan ruang henti khusus sepeda motor.
Analisis ini memanfaatkan pendekatan uji statistik, yaitu uji hipotesis komparatif
independen seperti yang digunakan pada sub-bab 3.7.2 diatas.
Analisis statistik ini akan menguji pengaruh RHK sepeda motor terhadap konflik
lalu lintas setelah adanya RHK sepeda motor. Lebih spesifik analisis statistik ini
menghipotesakan bahwa sebaran konflik lalu lintas pada persimpangan sebelum
pengimplementasian RHK sepeda motor dengan sebaran konflik sesudah
pengimplementasian RHK sepeda motor. Rumusan hipotesanya adalah :