Anda di halaman 1dari 7

TOR

1. Gejala dan tanda EH


a. Perubahan status mental.
b. Kelainan pada neuromuskular
2. Diagnosis
a. Tentukan stadium dari EH
b. Pemeriksaan kadar amoniak darah
c. Pemeriksaan/tes neuropsikologi
d. Pemeriksaan neurofisiologi (EEG)
e. Pemeriksaan imajing otak. CT scan atau MRI menyingkirkan lesi struktural

STUDI KASUS

Seorang pasien laki-laki usia 44 tahun, dirawat di Bagian Penyakit Dalam RSUP DR
M Djamil Padang dengan keluhan utama gelisah dan meracau sejak 12 jam yang lalu.
Demam sejak 2 minggu yang lalu, tidak menggigil dan tidak berkeringat dan menurut
keluarga, pasien terlihat pucat disertai buang air kecil berwarna teh pekat. Pasien juga
mengeluh sakit perut sejak 2 minggu yang lalu, hilang timbul dan disertai mual sejak 3 hari
terakhir. Tidur malam kurang nyenyak sejak 2 minggu yang lalu. Nafsu makan berkurang
sejak 3 hari yang lalu dan mengalami buang air besar berwarna hitam. Pasien terlihat gelisah
didahului banyak tidur sejak 12 jam yang lalu dan saat di IGD rumah sakit os meracau dan
mengamuk. Mata terlihat kuning tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat sakit kuning atau sakit liver sebelumnya tidak ada
- Riwayat transfusi darah tidak ada
- Riwayat operasi bedah tulang 11 tahun yang lalu ec. fraktur cruris sinistra
- Riwayat hipertensi tidak ada
- Riwayat DM tidak ada
-
Riwayat penyakit keluarga
- Riwayat orang tua sakit kuning disangkal
- Kakak no.2 (laki-laki) meninggal karena penyakit liver

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan dan Kebiasaan


- Pasien seorang pekerja swasta
- Riwayat minum alkohol sejak 17 tahun yang lalu
- Riwayat suka makan kacang-kacangan tidak ada

Pemeriksaan Umum
Kesadaran : delirium Tinggi badan : 165 cm
Keadaan umum : sedang Berat badan : 65kg
Tekanan darah : 130/70 mmHg IMT : 23,9 (normoweight)
Frek nadi : 112 x/menit
pengisian cukup Sianosis : (-)
Frek nafas : 26 x/menit Edema : (-)
Suhu : 38C Anemis : (+)
Keadaan gizi : sedang Ikterik : (-)
Kulit : spider nevi (-)
Kelenjar Getah Bening : tidak teraba pembesaran
Kepala : tidak ditemukan kelainan
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
Telinga : tidak ada kelainan
Hidung : tidak ada kelainan
Tenggorokan : tidak ada kelainan
Gigi & Mulut : carries (+), mukosa mulut tidak ikterik
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Dada: Paru
Inspeksi : Simetris statis dan dinamis kiri = kanan, spider nevi (-)
Palpasi : Fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor kiri = kanan, pekak hepar pada RIC V
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rokhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus tak terlihat
Palpasi : Iktus teraba 2 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas Jantung kiri : 1 jari med LMCS RIC V, batas kanan: LSD,
batas atas: RIC II
Auskultasi : Bunyi jantung murni, reguler M1>M2, P2<A2, bising (-)
Perut
Inspeksi : Perut tidak membuncit
Palpasi : Hepar teraba 1 jari bawah arkus kostarum, pinggir tumpul, rata,
konsistensi padat,
Perkusi : Shiffting dullness (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Punggung : Nyeri tekan CVA (-), nyeri ketok CVA(-)
Alat kelamin : Tak ada kelainan
Anus : Tidak ada kelainan
Anggota gerak : Edema (-/-), palmar eritema (+/+), flapping tremor (+)
Status neurologi:
Kesadaran apatis; GCS: E3M5V4 = 12
Tanda rangsang meningeal: Kaku kuduk (-), Brudzinski I (-), Brudzinski II (-), Kernig (-)
Tanda peningkatan tekanan intrakranial (TIK): tidak ada
Nn. Kranialis:
NI : penciuman belum bisa dinilai
N II : belum bisa dinilai
N III : reflek cahaya langsung dan tidak langsung (+/+), pupil isokor 3mm, ptosis (-),
motorik tidak bisa dinilai
N IV : belum bisa dinilai
NV : reflek kornea (+/+), motorik dan sensorik belum bisa dinilai
N VI : belum bisa dinilai
N VII : motorik: wajah simetris dengan rangsang nyeri
sensorik: belum bisa dinilai
N VIII : belum bisa dinilai
N IX,X : arcus faring simetris, uvula ditengah, reflek muntah ada
N XI : belum bisa dinilai
N XII : belum bisa dinilai
Motorik: ekstremitas superior dan inferior tidak nampak lateralisasi
Reflek fisiologis:
Bisep ++ ++
Trisep ++ ++
KPR ++ ++
APR ++ ++
Reflek patologis:
Babinski + +
Tes fungsi kognitif : NCT (number connection test) tidak bisa dilakukan
Hasil Laboratorium
Darah
Hb : 5,2 gr % SGOT : 94 u/L
Leukosit : 47.900/mm SGPT : 69 u/L
GDR : 249 mg/dl Total protein : 5,1 g/dL
Bilirubin total : 0,6 mg/dL Albumin : 1,7 g/dL
Bilirubin direk: 0,5 mg/dL Globulin : 3,4 g/dL
Bilirubin indirek: 0,1 mg/dL
RSUP DR.M.Djamil Padang :
Hb : 5,7 gr% Protein total : 5,1 g/dL
Lekosit : 58700/mm3 Albumin : 1,7 g/dL
Hitung jenis : 0/0/2/70/17/2 Globulin : 3,4 g/dL
LED : 48 /mm Bilirubin total : 0,6 mg/dl
Trombosit : 289000 Bilirubin direct : 0,5 mg/dL
Eritrosit : 1,89 juta/mm3 Bilirubin indirect : 0,1 mg/dL
MCV : 103 fL Natrium : 134 mmol/L
MCH : 30,3 pg Kalium : 4,8 mmol/L
MCHC : 29,3% Khlorida : 107 mmol/L
Hematokrit : 19,6 HBsAg : (+)
Retikulosit : 70 (5-10 ) Ureum : 85,25 g/dL
Creatinin : 0,96 g/dL
Kesan: Eritrosit : anisositosis, normokrom, polikromasi
Leukosit : leukositosis, netrofil shift to the left
Trombosit: jumlah cukup

Kimia klinik :
pH : 7,51 APTT : 29 detik (29,2-39,4)
pCO2 : 23 mHg PT : 13,4 detik (10,0-13,6)
pO2 : 62 mmHg Hb : 6,2 g/dL
Na+ ; 132 mmol/L Ht : 18,9 %
K+ : 4,5 mmol/L Leukosit : 63.300 /mm3
HCO3- : 18,4 mmol/L Trombosit : 292.000/mm3
HCO3 std : 22,4 mmol/L
TCO2 : 19,1 mmol/L
BE ecf : -4,6 mmol/L
BE (B) : -3,2 mmol/L
SO2 c : 94 %
THbc : 11,2 g/dL
Kesan :
Anemia berat normositik normokrom ec. hemolitik et hemoragik
Hipoksia ec?

EKG:
Heart rate : 75 x/menit ST segmen : isoelektrik
Irama : sinus T inverted : V1
Axis : normoaxis SV1+RV5 : < 35 mm
Gel P : normal R/S V1 :<1
QRS komplek : 0,08 detik Q patologis : (-)
PR interval : 0,16 detik Kesan : dalam batas normal

Foto Thorax : kesan dalam batas normal

PEMBAHASAN

Diagnosis ini berdasarkan pada anamnesis gelisah dan meracau sejak 12 jam yang lalu dan
termasuk klasifikasi Sherlock grade II karena ditemukan penurunan kesadaran berupa
kebingungan, bicara tidak jelas dan meracau disertai adanya flapping tremor. Diperkirakan
EH yang terjadi adalah sekunder akibat adanya faktor presipitasi berupa perdarahan saluran
cerna, infeksi (SIRS) dan dehidrasi serta adanya riwayat gangguan tidur 2 minggu
sebelumnya. Demikian juga berdasarkan klasifikasi menurut West Haven classification dan
klasifikasi menurut Trey dkk, pasien dikategorikan pada EH stadium II karena dijumpai
adanya gangguan status mental dan gejala neuromuskular yaitu asterixis (flapping tremor).
Pada pasien ini ensefalopati yang dialami akibat kondisi anemia berat (Hb waktu
masuk rumah sakit 5,7 g%) dan hipoksia (berupa saturasi oksigen yang 94%) sehingga
menyebabkan oksigenisasi otak terganggu. Setelah dikoreksi dengan pemberian transfusi
PRC dan oksigenisasi kesadaran cepat membaik (pada hari ke II rawatan). Pada literatur
dikatakan bahwa hipoksia sering dialami oleh pasien EH yang merupakan pertanda bahwa
kelainan heparnya cukup berat, dimana sering dijumpai hiperventilasi dengan turunnya
tekanan arteri PCO2 dan meningkatnya kadar pH yang terutama timbul pada keadaan koma
sampai koma dalam sedangkan bila dijumpai asidosis metabolik biasanya jarang diakibatkan
oleh gangguan hepar. Pada pasien ini dijumpai hipoksia dengan PCO2 turun tetapi PH
asidosis metabolik tidak sesuai dengan gangguan heparnya. Sedangkan kriteria SIRS dapat
ditegakkan sesuai data suhu yang tinggi (demam-suhu 38 C), leukosistosis (leukosit >
12.000/mm3 ), takikardia (Nadi > 90 x/menit), frekuensi nafas > 20 x/menit.
Pemeriksaan NCT yang dilakukan pada hari ke-2 rawatan tidak sesuai dengan klinis
dimana pasien sudah compos mentis tetapi NCT sangat rendah (2 menit 18 detik). Hal ini
dapat disebabkan karena kondisi pasien yang masih berbaring dan belum bisa duduk atau
memang masih mengalami mild EH. Nilai normal number connection test dapat dilihat pada
tabel dibawah ini :
Waktu yang dibutuhkan Stadium EH
s.d 30 detik -
31-50 detik 0-1
51-80 detik 1-2
81-120 detik 2-3
Sukar melakukan 3

Number connection test direkomendasikan untuk menilai EH akan tetapi dapat dipengaruhi
usia dan tingkat pendidikan.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai hepar membesar 2 jari arkus kosta dan lien teraba
S2. Dijumpai shifting dullness dan nyeri tekan serta nyeri lepas di seluruh permukaan
abdomen. Pada anggota gerak dijumpai palmar eritem dan edema pada kedua tungkai. Dari
pemeriksaan laboratorium dijumpai adanya anemia normokrom normositik dan
hipoalbuminemia. Semua data ini sesuai untuk pasien dengan serosis hepatis stadium
dekompensata dan dibuktikan dari hasil USG abdomen dengan kesan serosis hati,
splenomegali, hipertensi portal dan kolesistitis kronis
Pada hari kelima rawatan terjadi perbaikan, hematemesis dan melena tidak dijumpai
lagi, tetapi Hb masih rendah sehingga pada pasien belum bisa dilakukan endoskopi dan
transfusi masih lanjut sedangkan analisa cairan ascites tidak dilakukan karena ascites
minimal. Kadar albumin masih rendah dan sesuai klinis terdapat ascites di perut dan edem
kedua tungkai dan direncanakan koreksi albumin. Perbaikan Hb terjadi pada hari ke 11
rawatan dimana Hb : 10,7 g/dL dan albumin pada hari ke-13 rawatan naik menjadi: 2,454
g/dL, dan hasil ini sejalan dengan perbaikan klinis. Profil lipid dalam hal ini kadar trigliserida
yang menurun sesuai untuk gambaran adanya gangguan fungsi sintesis hepar dan dari
laboratorium tidak ditemukan kesan kearah kolestasis.
Pasien mendapat terapi prekoma sesuai dengan tujuan terapi EH, selain itu pasien juga
mendapat terapi untuk SIRS yaitu pemberian antibiotik sefalosporin generasi ke-3intravena
dalam hal ini diberikan cefotaksim 2 x 1 gr serta rehidrasi dan oksigenisasi yang adekuat.
Pada terapi prekoma, salah satu obat yang didapat pasien adalah madopar (mengandung L-
dopa dan benserazid), obat yang biasanya digunakan untuk mengatasi gejala penyakit
Parkinson. Mekanisme kerja L-dopa pada ensefalopati hepatikum ini belum diketahui dengan
pasti. Diduga neurotransmitter palsu seperti oktopamin, yang dihasilkan di saluran cerna dari
degradasi nitrogen yang normalnya didetoksikasi di hepar, mencapai sirkulasi serebral pada
kasus penyakit hati akut atau kronik melalui kolateral porto-sistemik. Neurotransmiter palsu
ini berkompetensi dengan dopamin, suatu neurotransmitter sinaptik di formasio retikularis di
batang otak sehingga dapat menyebabkan penurunan kesadaran. L-dopa, yang merupakan
prekursor dopamine dapat mengganti neurotransmitter palsu ini setelah diubah menjadi
dopamin sehingga dapat memperbaiki kesadaran.
Setelah mendapat terapi, keadaan pasien makin membaik. Salah satunya ditandai
dengan hilangnya flapping tremor. Patogenesis flapping tremor ini juga belum diketahui
dengan pasti, diduga karena adanya gangguan di ganglia basal (khususnya substansia nigra
yang menghasilkan dopamine) dan thalamus. Oleh karena itu madopar dapat juga dipakai
untuk memperbaiki gejala asterixis ini.
Prognosis pada pasien adalah dubia ad malam karena keadaan pasien sangat rentan
untuk berulang dan dianjurkan untuk beristirahat cukup, kontrol teratur dan diet rendah
protein.

Anda mungkin juga menyukai