Anda di halaman 1dari 4

PENGARUH EKSTRAK DAUN AKASIA SEBAGAI BIOHERBISIDA

TERHADAP PERTUMBUHAN GULMA PUTRI MALU (Mimosa pudica)

Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh pada waktu, tempat dan kondisi
yang tidak diinginkan manusia). Menurut Rukmana (1999) gulma merupakan
setiap tumbuhan yang tumbuh di tempat yang tidak dikehendaki terutama di
tempat manusia bermaksud mengusahakan tanaman budidaya.
Keberadaan gulma pada areal tanaman budidaya dapat menimbulkan
kerugian baik dari segi kuantitas maupun kualitas produksi. Kerugian yang
ditimbulkan oleh gulma adalah penurunan hasil pertanian akibat persaingan dalam
perolehan air, unsur hara dan tempat hidup, penurunan kualitas hasil, menjadi
inang hama dan penyakit, membuat tanaman keracunan akibat senyawa racun
(alelopati) (Rukmana, 1999).
Metode pengendalian gulma yang dapat dipraktikan di lapangan diantaranya
pengendalian dengan upaya preventif, mekanis/fisik, kultur teknis, pengendalian
dengan upaya memanfaatkannya, dan pengendalian secara kimiawi (herbisida).
Beberapa cara pengendalian tersebut memiliki kekurangan maupun kelebihan
tersendiri. Pada saat ini banyak digunakan herbisida sintetis, yang dapat
menimbulkan dampak negatif kerusakan lingkungan. Menurut Setyowati dan
Suprijono (2001) penggunaan herbisida sintetik mempunyai dampak negatif
seperti pencemaran lingkungan, meninggalkan residu pada produk pertanian,
matinya beberapa musuh alami dan merusak alam baik untuk sementara maupun
secara permanen
Pengendalian gulma yang ramah lingkungan atau berwawasan lingkungan
merupakan salah satu alternatif yang digunakan. Upaya tersebut dapat dilakukan
dengan menggali potensi senyawa kimia yang berasal dari tumbuhan (alelopati)
yang dapat dimanfaatkan sebagai bioherbisida.
Alelopati adalah interaksi biokimia antara mikroorganisme atau tanaman
baik yang bersifat positif maupun negatif (Molisch,1937 dalam Putnam dan
Duke, 1978). Warnell (2002) mendefinisikan alelopati sebagai suatu kadungan
bahan kimia yang bersifat aktif maupun pasif yang dibebaskan ke lingkungannya
sehingga mempengaruhi organisme lainnya. Senyawa alelopati kebanyakan
dikandung pada jaringan tanaman, seperti akar, ubi, rhizome, batang, daun, bunga,
buah dan biji yang dikeluarkan tanaman melalui cara penguapan, eksudasi akar,
hasil lindihan dan pelapukan sisa-sisa tanaman (Moenandir, 1988) yang mampu
mengganggu pertumbuhan tanaman lain di sekitarnya. Beberapa senyawa yang
diidentifikasi sebagai alelopati adalah flavanoid, tanin, asam fenolat, asam
ferulat, kumarin, terpenoid, stereoid, sianohidrin, quinon, asam sinamik dan
derivatnya, (Risvi et al.,1992).

Alelopati mampu menurunkan perkecambahan benih dan memperlama


waktu untuk berkecambah maupun kemunculan bibit di permukaan tanah
dibanding tanpa alelopati, karena aelopati mengakibatkan hambatan aktivitas
enzim-enzim yang melakukan degradasi cadangan makanan dalam benih sehingga
energi tumbuh yang dihasilkan sangat rendah dan dalam waktu lebih lama yang
selanjutnya menurunkan potensi perkecambahan. Menurut Sastroutomo (1991)
bahwa mekanisme alelopati antara lain menghambat aktivitas enzim, bahkan
menurut Fitter dan Hay (1991) bahwa alelopati dapat menyebabkan terjadinya
degradasi enzim dari dinding sel, sehingga aktivitas enzim menjadi terhambat atau
mungkin menjadi tidak berfungsi. Hambatan fungsi enzim A amylase dan B
amylase pada degradasi karbohidrat, enzim protease pada degradasi protein,
enzim lipase pada degradasi lipida dalam benih menyebabkan energi tumbuh yang
dihasilkan selama proses perkecambahan menjadi sangat sedikit dan lambat,
sehingga proses perkecambahan menurun yang dicerminkan pada penurunan
prosentase perkecambahan dan meningkatnya lama waktu untuk berkecambah.

Selain itu Alelopati menyebabkan penurunan permiabilitas membran sel,


menghambat pembelahan, pemanjangan dan pembesaran sel, menurunkan
kemampuan penyerapan air dan unsur hara terlarut (Sastroutomo, 1991).
Penurunan permiabilitas sel akibat alelopati menjadikan sel tidak elastis sehingga
menghambat lalu lintas air dan hara terlarut melewati membran sel. Devlin dan
Witham (1983) menyebutkan bahwa permiabilitas sel yang menurun
menyebabkan hambatan lewatnya air dan hara terlarut. Hambatan tersebut terjadi
pada saat proses penyerapan unsur hara yaitu masuknya air dan hara terlarut ke sel
akar maupun transportasi unsur hara dan hasil fotosintesis diantara sel-sel jaringan

pengangkut dalam tanaman. Hambatan penyerapan unsur hara menyebabkan


jumlah dan macam unsur terserap sedikit, yang selanjutnya mengakibatkan
hambatan penyusunan senyawa, reaksi tertentu maupun proses fisiologi tanaman.
Hambatan penyerapan unsur, seperti N, S, P, Fe, Mg dan Mn mengakibatkan
hambatan penyusunan senyawa protein dan klorofil.

Jenis pohon yang mengandung senyawa alelopati memiliki beberapa


kelompok bahan biokimia yang khas terhadap organisme lain : pertama,senyawa
yang mengandung anti-biotik (jasad renik kepada jasad renik); kedua koloni
(berkelompok); ketiga, senyawa fitosianida (sumber bahan kimia yang
berpengaruh pada bahan kimia mikroorganisme). Kandungan senyawa Allelopati
pada pohon yang bersifat efek racun memberikan efek bagi tumbuhan sehingga
mempengaruhi perkecambahan benih, pertumbuhan akar, efektivitas simbiotik,
merubah lahan yang mengandung banyak jasad renik, dan bersifat sebagai
pathologi pada serangga. Jenis Juglans nigra menurut Isfahan and Shariati (2007)
mempunyai senyawa alelopati yang dapat mematikan tanaman Lycopersicum
esculentum (tomat) dan Medicago sativa (alfalfa). Chou dan Kuo (1986) dikutip
Lambers et.all (1998) menyatakan bahwa sumber racun alelopati pada pohon
adalah daun, batang, cabang dan akar yang mengandung asam phenol. Peranan
asam fenol sangat menarik, menurut Hay (1991) senyawa ini merupakan produk
pemecahan yang bisa mengakibatkan penghambatan terhadap pengambilan fosfat
dan kalium.

Salah satu upaya untuk mengendalikan gulma adalah dengan


memanfaatkan herbisida kimia, tetapi jika dilakukan secara terus menerus dapat
mengakibatkan kerusakan lingkungan dan meningkatkan resistensi tanaman
budidaya terhadap penyakit tertentu bahkan mengganggu kesehatan manusia.
Dimana para petani sering menggunakan dosis herbisida kimia melebihi dosis
anjuran. Produksi tanaman yang menggunakan herbisida kimia memiliki daya
saing yang rendah dibandingkan dengan yang menggunakan herbisida alami atau
organik. produksi tanaman yang menggunakan herbisida alami merupakan salah
satu upaya untuk meningkatkan daya saing kualitas dan kuantitas produksi.
Persiapan Media Tanam Media tanam merupakan hal yang penting dalam
penelitian ini. Karena objek akan ditanam pada media tanam. Media tanam yang
akan digunakan adalah tanah top soil, kompos. Perbandingan pembuatan media
tanam adalah 1:1 antara tanah top soil dan kompos. Kemudian tanah dituangkan
kedalam polybak. Dengan ukuan setengah bagian pot terisi.
Penanaman Benih Dalam penelitian ini yang diginakan adalah benih putri
malu. Setelah media tanam selesai, maka benih ditanam pada media tanam. Setiap
benih ditanam pada setiap polybak yang sudah terisi media tanam dalam setiap
polybak ditanam benih 20 benih per polybak. Pembuatan Ekstrak Pembuatan
ekstrak alang-alang dengan cara mengambil daun akasia yang segar. Kemudian
stolon tersebut dibersikan dan dicincang lallu di tumbuk /digiling. Lalu akar yang
sudah digiling lalu dperas dan dimasukkan kedalam botol. Aplikasi perlakuan
daun akasia yang sudah diekstrak maka diaplikasikan pada media sesuai dengan
perlakuan yang telah dicantumkan pala pot disetiap plotnya. Aplikasi ekstrak daun
akasia dilakukan tiga kali dalam seminggu . Ekstrak dicampur dengan akuades
sesuai persentase perlakuan.
Pemeliharaan Dalam setiap penelitian perlu dilakukan pemeliharaan agar
tercapai tujuan yang diharapkan. Seperti gulma lain selain objek, maupun
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) lainnya yang tidak diharapkan
keberadaannya. Pemeliharaan dilakukan setiap hari sembari melakukan
penyiraman setiap harinya. Pengambilan Data Periode Perkecambahan (hari)
Periode perkecambahan dihitung dari munculnya kecambah pertama dari biji
gulma pada masing-masing perlakuan Mortalitas

Anda mungkin juga menyukai