Anda di halaman 1dari 29

1

Judul: Analisis Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penodaan Lambang Negara

A. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara hukum telah dijelaskan dalam pasal 1 ayat (3)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 45) bahwa

Negara Indonesia adalah negara berdasar atas hukum. Salah satu ciri negara

hukum adalah adanya perlindungan dan pengakuan terhadap hak asasi bagi setiap

warga negara. Indonesia merupakan negara hukum sehingga menjunjung tinggi

hak asasi manusia. Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai

dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi

manusia dijamin dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Negara

yang berdasar atas hukum berarti setiap warga negara harus taat dan patuh pada

hukum yang berlaku. Hukum yang berlaku juga harus mampu mangatur dan

melindungi hak-hak setiap warga negara tanpa ada diskriminasi.

Negara yang telah merdeka dan berdaulat tentunya memerlukan suatu ciri

atau sifat khas bagi bangsanya untuk menerangkan jatidiri sesuai dengan budaya,

agama, bahasa, cita-cita, dan tujuan negara itu sendiri. Karena itulah, Indonesia

memiliki identitas nasional yang pada hakikatnya merupakan penjelmaan nilai-

nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan suatu

bangsa dengan ciri-ciri yang berbeda antara bangsa tersebut dengan bangsa yang

lain.

Lambang negara merupakan simbol-simbol negara bangsa yang

berkehendak untuk mewujudkan sebuah cita-cita luhur bangsa menuju sebuah

tahapan-tahapan kehidupan yang lebih baik dan semakin baik di masa yang akan

datang. Dalam pendekatan antropologi hukum, maka lambang negara dapat

ditelaah dari sudut teori interaksi simbolik atas makna. Dalam teori ini setiap
objek yang dipandang akan memberikan pemaknaan-pemaknaan yang berbeda-

beda. Sebagai contohnya jika kita memandang ular, maka seketika kita merasa

ketakutan dengan ular tersebut. Dalam hal ini secara sadar atau tidak, ular telah

memberikan sebuah nilai pemaknaan tertentu. Ia bermakna jahat, mematikan,

bahkan dalam keyakinan religius tertentu ular dimaknai sebagai jelmaan iblis

yang telah berhasil menggoda Nabi Adam sehingga Adam terpaksa turun ke bumi

dari surga tempat kediamannya. Pada budaya lainnya ular memiliki nilai

pemaknaan yang sangat berbeda. Pada budaya India, ular dianggap sebagai dewa

yang dipuja, sehingga ular dilindungi dan ditempatkan dalam altar-altar pemujaan.

Perbedaan pemaknaan atas lambang-lambang negara ini juga terjadi pada

pemaknaan atas simbol-simbol negara. Interaksi budaya tertentu terhadap

lambang negara sangat bervariatif, pada masyarakat negara tertentu melihat

lambang negara dalam pemaknaan non religius, sehingga masyarakat menganggap

bahwa lambang dapat digunakan dalam setiap waktu dan kesempatan apapun.

Suatu lambang atau simbol merupakan sesuatu seperti tanda (lukisan,

lencana) yang menyatakan suatu hal atau mengandung maksud tertentu. Bagi

suatu negara lambang negara merupakan suatu hal yang sangat penting dan sakral

karena lambang menggambarkan jati diri dari negara tersebut. Dalam undang-

undang nomor 24 tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara,

Serta Lagu Kebangsaan pada pasal 1 ayat (1) dinyatakan bahwa Lambang Negara

Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Lambang Negara adalah

Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

2
Lambang negara Indonesia berbentuk burung Garuda yang kepalanya

menoleh ke sebelah kanan (dari sudut pandang Garuda), perisai berbentuk

menyerupai jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda dan

semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti Berbeda-beda tetapi tetap satu

ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Lambang ini dirancang oleh

Sultan Hamid II dari Pontianak, yang kemudian disempurnakan oleh Presiden

Soekarno, dan diresmikan pemakaiannya sebagai lambang negara pertama kali

pada Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat tanggal 11 Februari 19501.

Pada lambang garuda pancasila terdapat sebuah bentuk perisai yang

terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar Pancasila sebagai berikut2:

1. Dasar Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di bagian

tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima;


2. Dasar Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan tali

rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai


3. Dasar Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin di bagian

kiri atas perisai;


4. Dasar Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam

Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala banteng di

bagian kanan atas perisai; dan


5. Dasar Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dilambangkan

dengan kapas dan padi di bagian kanan bawah perisai.

1 https://id.wikipedia.org/wiki/Lambang_negara_Indonesia. diakses pada tanggal 25


Fsebuari 2017.

2 Pasal 47 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera,


Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan. Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 109

3
Suatu lambang negara sangat penting untuk dihormati serta dilindungi

karena lambang negara merupakan representasi dari suatu negara. Untuk

melindungi kehormatan lambang negara maka diatur dalam suatu aturan hukum

untuk melarang siapapun melakukan penodaan terhadap lambang negara. Dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana diatur pelarangan terhadap tindakan

menodai lambang negara. Bahkan sanksi yang diberikan yaitu hukuman penjara

bagi yang melakukan tindakan menodai tersebut.

Menodai adalah dimaksudkan kepada perbuatan yang dilakukan dengan

sengaja untuk menghina3. Penghinaan terhadap lambang Negara diatur dalam

Pasal 154a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi:

Barang siapa menodai Bendera Kebangsaan Republik Indonesia dan

Lambang Negara Republik Indonesia, dihukum dengan hukuman penjara selama-

lamnya empat tahun atau denda setinggi-tingginya tiga ribu rupiah.

Pasal 57 huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera,

Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan (UU 24/2009) juga

mengatur larangan bagi setiap orang untuk mencoret, menulisi, menggambari,

atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau

merendahkan kehormatan Lambang Negara.

Sanksi pidana bagi yang melanggar ketentuan tersebut tercantum dalam

Pasal 68 UU 24/2009:

Setiap orang yang mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak


Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan
kehormatan Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a,

3 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Beserta Komentar-Komentarnya


Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor. Politea.1996. Hlm:133

4
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pada bulan Maret tahun 2016 media di indonesia diramaikan dengan

pemberitaan salah satu artis indonesia yaitu Zaskia Gotik yang melakukan

penodaan terhadap lambang negara pada suatu acara di salah satu televisi swasta.

Dalam acara tersebut Zaskia melakukan plesetan terhadap lambang pancasila

dengan menyatakan lambang sila 5 pada garuda pancasila yaitu bebek

Nungging. Pada perkembangannya kasus ini tidak diproses ke ranah pidana dan

berhenti dengan permohonan maaf yang dilalukan oleh Zaskia. Tetapi pada

kemudian hari Zaskia gotik di angkat sebagai Duta Pancasila oleh Fraksi PKB di

MPR4.

Berbeda dengan Zaskia, pada bulan Oktober 2016 ketua Front Pembela

Islam (FPI) Habib rizieq dilaporkan oleh Sukmawati ke Polisi karena diduga telah

melakukan penodaan terhadap lambang negara. Setelah dilakukan gelar perkara

oleh pihak kepolisian akhirnya habib ditetapkan sebagai tersangka. Tahap

pemeriksaan pada bulan Ferbuari 2017 sudah ditingkatkan dari penyelidikan

menjadi tingkat penyidikan. Dalam laporannya sukmawati mengatakan bahwa

Habib Rizieq telah melakukan penghinaan terhadap pancasila dan Founding

Father indonesia yang juga ayah kandungnya yaitu Ir. Soekarno. 5

4 http://www.tribunnews.com/nasional/2016/04/18/kenapa-zaskia-gotik-diangkat-jadi-
duta-pancasila-ini-penjelasan-pkb. diakses pada tanggal 25 febuari 2017

5 https://news.detik.com/berita/d-3351334/kasus-dugaan-penghinaan-pancasila-oleh-
habib-rizieq-dilimpahkan-ke-polda-jabar diakses pada tanggal 25 Febuari 2017

5
Dilihat dari kedua kasus di atas terdapat perbedaan terhadap penerapan sanksi

bagi pelaku penodaan terhadap lambang negara. Padahal undang-undang

mengatur dengan tegas tentang sanksi bagi penodaan tersebut. Bila dikaji lebih

jauh, ada perbedaan penerapan hukum dalam kasus penodaan terhadap lambang

negara ini. Jika dilihat Zaskia Gotik telah jelas melakukan penghinaan terhadap

lambang negara dan telah melanggar ketentuan dari KUHP dan UU 24/2009

namun tidak diproses secara hukum oleh pihak kepolisian. Untuk itu peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang Analisis Yuridis

Terhadap Tindak Pidana Penodaan Lambang Negara

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengaturan hukum pidana terhadap penghinaan terhadap

lambang negara dalam peraturan perundang-undangan Indonesia?


2. Bagaimanakah unsur-unsur tindak pidana penghinaan terhadap lambang

negara?
3. Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap penghinaan lambang

negara di Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan


1. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut:

6
a. Untuk mengetahui dan menjelaskan pengaturan hukum pidana terhadapa

penghinaan terhadap lambang negara dalam peraturan perundang-

undangan Indonesia
b. Untuk mengetahui dan menjelaskan unsur-unsur tindak pidana penghinaan

terhadap lambang negara


c. Untuk mengetahui dan menjelaskan Penegakan hukum pidana terhadap

penghinaan lambang negara di Indonesia


2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat terhadap penulis sendiri

maupun pembaca dari segi :

a. Manfaat Teoritis

Untuk memberikan pemahaman dan mengembangkan ilmu pengetahuan

khususnya dibidang hukum pidana dan pada umumnya ilmu hukum dan untuk

dijadikan data tambahan dan referensi bagi penelitian yang sejenis, sehingga lebih

mengaktualisasikan fenomena tersebut dalam karya yang lebih baik di masa yang

akan datang.

b. Manfaat Praktis

Penulisan skripsi ini diharapkan kepada seluruh masyarakat dapat lebih mengerti

mengenai permasalahan-permasalah dalam bidang pidana khususnya mengenai

penodaan lambang negara dan juga hasil penelitian ini diharapkan dapat

membantu pihak-pihak dalam hal ini penegak hukum dan masyarakat.

D. Kajian Kepustakaan
1. Tinjauan Tentang Lambang Negara

7
Lambang dalam setiap kebudayaan memiliki makna tertentu, termasuk

dalam hal ini adalah lambang-lambang negara. Lambang dalam budaya tidaklah

sekedar gambar keindahan tanpa makna, akan tetapi ia adalah perwujudan dari

kehendak, harapan serta cita-cita yang diinginkan oleh sang pemilik lambang.

Oleh karena itulah dalam budaya-budaya tertentu lambang bermakna magis

religius. Kajian lambang negara menjadi menarik untuk dikaji setidaknya

disebabkan oleh dua hal.

Pertama, bahwa lambang yang menjadi simbol bagi setiap kelompok,

suku, atau bahkan negara acapkali menimbulkan masalah ketegangan budaya,

sosial, dan ketika terdapat benturan pemaknaan antara budaya dan hukum.

Ketegangan tersebut dalam eskalasi tertentu dapat berubah menjadi berkaitan

dengan masalah pemaknaan atas simbol. Perbedaan pemaknaan dapat dilihat dari

dua hal: perbedaan budaya dengan budaya, dan perbedaan antara budaya dan

hukum.

Kedua, bahwa lambang dalam budaya tertentu kemudian diletakkan dalam

ruang hukum. Peletakan lambang dalam budaya ke dalam ranah hukum bukanlah

tanpa tujuan. Peletakan ini berkait dengan adanya kehendak pemilik lambang

untuk menciptakan sebuah kondisi dimana tidak semua orang dapat berbuat

sekehendaknya atas lambang-lambang tersebut yang dianggap memiliki

pemaknaan nilai ideologis, kesucian, keluhuran budi dan kehendak, serta

mempertahankan nilai-nilai spiritual magis dalam budaya tersebut. Peletakan

lambang yang menjadi simbol dari ini juga telah menimbulkan benturan antara

nilai-nilai ekonomi dan hukum. Pada satu sisi lambang diartikan sebagai simbol

8
yang dapat diperjual-belikan untuk meraih nilai ekonomi tertentu, sedang pada

pihak lain tidak dapat ditukar dengan nilai ekonomi mengingat pemkanaan magis

religius serta spiritual sakral yang tinggi. Dengan demikian saat ini telah muncul

benturan antar nilai budaya hukum dan nilai-nilai ekonomi.

Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) sudah mengatur berbagai hal

yang menyangkut tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu

kebangsaan, yaitu dalam Pasal 35, Pasal 36 , Pasal 36A , Pasal 36B dan untuk

implementasinya kedalam UU diperintahkan melalui Pasal 36 C. Turunan dari

UUD 1945 maka lahirlah undang-undang undang-undang nomor 24 tahun 2009

tentang Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara Serta Lagu Kebangsaan (UU

24/2009). Sebelum adanya UU 24/2009 ini pengaturan mengenai Bendera,

Bahasa, Dan Lambang Negara Serta Lagu Kebangsaan terpisah-pisah pada

perturan-peraturan perundangan indonesia yang banyak jumlahnya.

Tujuan dari pembentukan pengaturan khusus mengenai Bahasa, Dan

Lambang Negara Serta Lagu Kebangsaan dalam UU 24/2009 adalah untuk:

1) Memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan

Republik Indonesia;
2) Menjaga kehormatan yang menunjukkan kedaulatan bangsa dan Negara

Kesatuan Republik Indonesia; dan


3) menciptakan ketertiban, kepastian, dan standardisasi penggunaan bendera,

bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan.

Disamping itu dalam pengaturan yang terdapat dalam UU 24/2009

dijalankan berdasarkan asas-asas:

1) Persatuan;
2) Kedaulatan;

9
3) Kehormatan;
4) Kebangsaan;
5) Kebhinnekatunggalikaan;
6) Ketertiban;
7) Kepastian hukum;
8) Keseimbangan;
9) Keserasian; dan
10) Keselarasan.

Pasal 1 ayat (3) UU 24/2009 menyebutkan bahwa Lambang Negara

Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Lambang Negara adalah

Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Selanjutnya

pengaturan mengenai lambang negara terdapat pada bab IV UU 24/2009.

Pasal 46 UU 24/2009 menyatakan Lambang Negara Kesatuan Republik

Indonesia berbentuk Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh lurus ke sebelah

kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda,

dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh

Garuda. Garuda tersebut memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang

mewujudkan lambang tenaga pembangunan. Garuda pancasila juga memiliki

sayap yang masing-masing berbulu 17, ekor berbulu 8, pangkal ekor berbulu 19,

dan leher berbulu 45

Pada tengah-tengah perisai garuda terdapat sebuah garis hitam tebal yang

melukiskan katulistiwa. Pada perisai tersebut terdapat lima buah ruang yang

mewujudkan dasar Pancasila sebagai berikut:

1) Dasar Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di bagian

tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima;


2) Dasar Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan tali

rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai;

10
3) Dasar Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin di bagian

kiri atas perisai;


4) Dasar Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam

Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala banteng di

bagian kanan atas perisai; dan


5) Dasar Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dilambangkan

dengan kapas dan padi di bagian kanan bawah perisai.

Terdapat Warna-warna pokok pada yang digunakan pada Garuda

Pancasila, diantaranya:

1) Warna merah di bagian kanan atas dan kiri bawah perisai;


2) Warna putih di bagian kiri atas dan kanan bawah perisai;
3) Warna kuning emas untuk seluruh burung Garuda;
4) Warna hitam di tengah-tengah perisai yang berbentuk jantung; dan
5) Warna alam untuk seluruh gambar lambang.

Pasal 52 UU 24/2009 memberi batasan penggunan lambang negara yaitu

Garuda Pancasila dalam beberapa hal tertentu,diantaranya:

1) Sebagai cap atau kop surat jabatan;


2) Sebagai cap dinas untuk kantor;
3) Pada kertas bermaterai;
4) Pada surat dan lencana gelar pahlawan, tanda jasa, dan
5) Tanda kehormatan;
6) Sebagai lencana atau atribut pejabat negara, pejabat pemerintah atau warga

negara indonesia yang sedang mengemban tugas negara di luar negeri;


7) Dalam penyelenggaraan peristiwa resmi;
8) Dalam buku dan majalah yang diterbitkan oleh Pemerintah;
9) Dalam buku kumpulan undang-undang; dan/atau
10) Di rumah warga negara indonesia.

Kemudian pada bagian terakhir BAB tentang lambang negara pada pasal

57 disebutkan larangan bagi setiap orang yaitu:

11
1) Mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara

dengan maksud menodai, menghina,atau merendahkan kehormatan

Lambang Negara;
2) Menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan

bentuk, warna, dan perbandingan ukuran;


3) Membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan,

organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang

Negara; dan
4) Menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam

Undang-Undang ini.
2. Pengertian Hukum Pidana

Menurut Moeljatno, pada dasarnya tindak pidana merupakan suatu

pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana adalah suatu pengertian

yuridis seperti halnya untuk memberikan definisi atau pengertian terhadap istilah

hukum, maka bukanlah hal yang mudah untuk memberikan definisi atau

pengertian terhadap istilah tindak pidana. Pembahasan hukum pidana

dimaksudkan untuk memahami pengertian pidana sebagai sanksi atas delik,

sedangkan pemidanaan berkaitan dengan dasar-dasar pembenaran pengenaan

pidana serta teori-teori tentang tujuan pemidanaan. Perlu disampaikan di sini

bahwa, pidana adalah merupakan suatu istilah yuridis yang mempunyai arti

khusus sebagai terjemahan dari bahasa Belanda straf yang dapat diartikan

sebagai hukuman.6

Tindak pidana adalah suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

perbuatan jahat atau kejahatan (crime atau Verbrechen atau misdaad) yang

6 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana. Bina Aksara, Jakarta. 1987. hlm. 37

12
diartikan secara kriminologis dan psikologis. Mengenai isi dari pengertian tindak

pidana tidak ada kesatuan pendapat di antara para sarjana. Sebagai gambaran

umum pengertian kejahatan atau tindak pidana yang dikemukakan oleh Djoko

Prakoso bahwa secara yuridis pengertian kejahatan atau tindak pidana adalah

perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan pelanggarannya dikenakan

sanksi, selanjutnya Djoko Prakoso menyatakan bahwa secara kriminologis

kejahatan atau tindak pidana adalah perbuatan yang melanggar norma-norma

yang berlaku dalam masyarakat dan mendapatkan reaksi negatif dari masyarakat,

dan secara psikologis kejahatan atau tindak pidana adalah perbuatan manusia

yang abnormal yang bersifat melanggar hukum, yang disebabkan oleh faktor-

faktor kejiwaan dari si pelaku perbuatan tersebut7.

Tindak pidana atau yang sering disebut delik berasal dari istilah Belanda

yaitu strafbaar feit atau juga sering disebut delict. Istilah tersebut merupakan

istilah yang banyak dipergunakan dalam doktrin atau ilmu pengetahuan. Diantara

para ahli ternyata banyak mempergunakan istilah yang berlainan sesuai dengan

dasar pemikirannya masing-masing. Hal ini menimbulkan pendapat yang

beraneka ragam istilah ataupun pengertian delik, seperti: perbuatan pidana,

peristiwa pidana, tindak pidana, perbuatan yang dapat dihukum.8

Pembentuk undang-undang telah menggunakan perkataan strafbaarfeit

untuk mengganti istilah tindak pidana di dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP) tanpa memberikan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan
7 Djoko Prakoso dan Agus Imunarso, 1987. Hak Asasi Tersangka dan Peranan Psikologi
dalam Konteks KUHAP. Bina Aksara, Jakarta. hlm 137

8 I Made Widnyana, Asas- Asas Hukum Pidana, Fikahati Aneska, Jakarta, 2010, hlm. 32.

13
perkataan strafbaarfeit, sehingga timbullah di dalam doktrin berbagai pendapat

tentang apa yang sebenarnya yang dimaksud dengan strafbaarfeit tersebut, seperti

yang dikemukakan oleh Hamel dan Pompe.

Hamel mengatakan bahwa: Strafbaarfeit adalah kelakuan orang

(menselijke gedraging) yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan

hukum, yang patut dipidana (strafwaardig) dan dilakukan dengan kesalahan.9

Sedangkan pendapat Pompe mengenai Strafbaarfeit adalah sebagai berikut :

Strafbaarfeit itu dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma yang

sengaja atau tidak sengaja dilakukan oleh pelaku.10

Dikemukakan oleh Moeljatno bahwa istilah hukuman yang berasal dari

kata straf ini dan istilah dihukum yang berasal dari perkataan wordt

gestraft, adalah merupakan istilah konvensional. Moeljatno tidak setuju dengan

istilah-istilah itu dan menggunakan istilah-istilah yang inkonvensional, yaitu

pidana untuk menggantikan kata wordt gestraft. Jika straf diartikan

hukuman maka strafrecht seharusnya diartikan dengan hukuman-hukuman.

Selanjutnya dikatakan oleh Moeljotno bahwa dihukum berarti diterapi

hukuman baik hukum pidana maupun hukum perdata. Hukuman adalah hasil

atau akibat dari penerapan hukum tadi yang maknanya lebih luas daripada pidana,

sebab mencakup juga keputusan hakim dalam lapangan hukum perdata. 11 Menurut

9 Moeljatno, 1987. Op. Cit., hlm. 38

10 Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Sinar Baru. Bandung. 1984.


hlm:173-174

11 Muladi dan Barda Nawawi Arief. Teori - teori dan Kebijakan Hukum Pidana.
Alumni,Bandung. 2005. hlm. 1

14
Sudarto, bahwa penghukuman berasal dari kata hukum, sehingga dapat

diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan tentang hukum

(berechten). Menetapkan hukum untuk suatu peristiwa tidak hanya menyangkut

bidang hukum pidana saja, akan tetapi juga hukum perdata.12

Menurut Sudarto yang dimaksud dengan pidana adalah penderitaan yang

sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi

syarat-syarat tertentu. Sedangkan menurut Roeslan Saleh mengatakan bahwa

pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berujud suatu nestapa yang dengan sengaja

ditimpakan negara kepada pembuat delik itu. Sir Rupert Cross (dalam bukunya

Muladi) mengatakan bahwa pidana berarti pengenaan penderitaan oleh negara

kepada seseorang yang telah dipidana karena suatu kejahatan.13

Dengan menyebut cara yang lain Hart mengatakan bahwa pidana harus:

1) Mengandung penderitaan atau konsenkuensi-konsekuensi lain yang tidak


menyenangkan;
2) Dikenakan kepada seseorang yang benar-benar atau disangka benar
melakukan tindak pidana;
3) Dikenakan berhubung suatu tindak pidana yang melanggar ketentuan
hukum;
4) Dilakukan dengan sengaja oleh selain pelaku tindak pidana;
5) Dijatuhkan dan dilaksanakan oleh penguasa sesuai dengan ketentuan suatu
sistem hukum yang dilanggar oleh tindak pidana tersebut.14

Sejalan dengan perumusan sebagaimana dikemukakan tersebut di atas Alf

Ross mengatakan bahwa pidana adalah reaksi sosial yang :

12 Sudarto, . Hukum Pidana 1 A - 1B. Fakultas Hukum Universitas Jenderal


Soedirman,Purwokerto. 1990/1991. hlm. 3

13 Muladi. Lembaga Pidana Bersyarat. Alumni, Bandung. 1985 hlm. 22

14 Ibid., hlm. 23

15
a. Pidana itu pada hakikatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau
nestapa atau akibat-akibat yang lain yang tak menyenangkan;
b. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang
mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang);
c. Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak
pidana menurut undang-undang.15

3. Unsur-Unsur Pidana

Pengertian unsur-unsur tindak pidana hendaklah dibedakan dari pengert

ian unsur-unsur tindak pidana sebagaimana tersebut di dalam rumusan undang-

undang (rumusan pasal). Pengertian unsur-unsur tindak pidana lebih luas daripada

pengertian unsur-unsur tindak pidana sebagaimana tersebut dalam rumusan

undang-undang, yang dala bahasa Belanda disebut element van de wettelijke

delictsome schrijving.16

Menurut Lamintang, bahwa setiap tindak pidana dalam KUHP pada

umumnya dapat dijabarkan unsur-unsurnya menjadi dua macam, yaitu unsur-

unsur subyektif dan obyektif. Yang dimaksud dengan unsur-unsur subyektif

adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan

dengan diri si pelaku dan termasuk kedalamnya yaitu segala sesuatu yang

terkandung di dalam hatinya. Sedangkan yang dimaksud dengan unsur obyektif

itu adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu

keadaan-keadaan di mana tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan17.

15 Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1992. Op. cit., hlm. 4

16 Mohammad Ekaputra, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Medan.USU-Press,2010. hlm:


103

17 Lamintang, 1984. Op. cit., hlm: 183.

16
Menurut doktrin, unsur-unsur delik terdiri atas unsur subjektif dan unsur

objektif, yakni :

a. Unsur Subjektif

Unsur subjektif adalah unsur yang berasal dari dalam diri pelaku. Asas

hukum pidana menyatakan tidak ada hukum kalau tidak ada kesalahan (An act

does not make a person guilty unless the mind is guilty or actus not facit reum nisi

mens sit rea). Kesalahan disini yang dimaksud adalah kesalahan yang diakibatkan

oleh kesengajaan (intention/opset/dolus) dan kealpaan (negligence or schuld).

Pada umumnya para pakar telah menyetujui bahwa kesengajaan terdiri atas 3

bentuk, yakni:

1) Kesengajaan sebagai maksud (oogmerk)


2) Kesengajaan dengan keinsafan pasti (opzet als zekerheidsbewustzijn)
3) Kesengajaan dengan keinsafan akan kemungkinan (dolus evantualis)
b. Unsur Objektif

Unsur objektif merupakan unsur dari luar pelaku yang terdiri atas :

1) Perbuatan manusia, berupa:


a) Act, yakni berupa aktif atau perubahan positif
b) Omission, yakni perubahan pasif atas perubuatan negatif, yaitu

perbuatan yang mendiamkan atau membiarkan.


2) Akibat (result) perbuatan manusia

Akibat tersebut membahayakan atau merusak bahkan menghilangkan

epentingan-kepent ingan yang dipertahankan oleh hukum, misalnya nyawa, badan,

kemerdekaan, hak milik, kehormatan dan kebahagiaan.

3) Keadaan-keadaan (circumstances)

Pada umumnya, keadaan tersebut dibedakan antara lain:

a) Keadaan pada saat perbuatan dilakukan


b) Keadaan setelah perbuatan dilakukan

17
4) Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum

Sifat dapat dihukum berkenaan dengan alasan - alasan yang membebaskan

si pelaku dari hukuman. Adapun sikap melawan hukum adalah apabila perbuatan

itu bertentangan dengan hukum, yakni berkenan dengan larangan atau perintah.

Bambang Poernomo menyebutkan beberapa ahli yang membagi unsur-

unsur tindak pidana secara mendasar, sebagai berikut18:

1) Menurut Van Apeldoorn, bahwa elemen delik itu terdiri dari elemen objektif

yang berupa adanya suatu kelalukan (perbuatan) yang bertentangan dengan

hukum (onrechtmatig / wederrechtelijk) dan elemen subjektif yang berupa

adanya seseorang pembuat (dader) mampu bertanggungjawab atau dapat

dipersalahkan (toerekeningsvatbaarheid) terhadap kelakuan yang

bertentangan dengan hukum itu.


2) Van Bemmelen menyatakan bahwa elemen-elemen dari Strafbaar feit dapat

dibedakan menjadi:
a) Elementen voor de strafbaarheid van het feit, yang terletak dalam objektif

karena pada dasarnya menyangkut tata kelakuan yang melanggar hukum


b) Mengenai elementen woor strafbaarheid van dedader, yang terletak dalam

subjektif karena pada dasarnya menyangkut keadaan/sikap batin orang

yang melanggar hukum, yang kesemuanya itu merupakan elemen yang

diperlukan untuk menentukan dijatuhkannya pidana sebagaimana

diancamkan.

Di bawah ini unsur unsur tindak pidana yang dimaksudkan kedalam

aliran monistis:

1) Menurut Simons, unsur-unsur tindak pidana (strafbaar feit) adalah :

18 Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, 1981. Hlm: 103

18
a) Perbuatan manusia (positif atau negative, berbuat atau tidak berbuat

atau membiarkan).
b) Diancam dengan pidana (statbaar gesteld)
c) Melawan hukum (onrechtmatig)
d) Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand)
e) Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatoaar

person).

Simons juga menyebutkan adanya unsur obyektif dan unsur subyektif dari

tindak pidana (strafbaar feit).

Unsur Obyektif :

a) Perbuatan orang
b) Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu.
c) Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu seperti

dalam Pasal 281 KUHP sifat openbaar atau dimuka umum.

Unsur Subyektif :

a) Orang yang mampu bertanggung jawab


b) Adanya kesalahan (dollus atau culpa). Perbuatan harus dilakukan

dengan kesalahan. Kesalahan ini dapat berhubungan dengan akibat

dari perbuatan atau dengan keadaan mana perbuatan itu dilakukan.


2) Van Hamel memberikan defenisi Strafbaar Feit adalah: eem wettelijk

omschreven menschelijke gedraging, onrechmatig, strafwaardig en aan

schuld te wijten. Jadi unsur-unsurnya adalah:


a) Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang.
b) Melawan hukum.
c) Dilakukan dengan kesalahan.
d) Patut dipidana
3) Mezger, menurutnya unsur-unsur tindak pidana ialah:
a) Perbuatan dalam arti yang luas dari manusiai (aktif atau membiarkan).
b) Sifat melawan hukum (baik bersifat objektif maupun yang subjektif).
c) Dapat dipertanggungjawabkan kepada seseorang.
d) Diancam dengan pidana.

19
4) Karni memberikan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut: Bahwa delik

itu mengandung perbuatan yang mengandung perlawanan hak, yang

dilakukan dengan salah dosa, oleh orang yang sempurna akal budinya dan

kepada siapa perbuatan patut dipertanggungjawabkan.


5) Wirjono Prodjodikoro beliau mengemukakan definisi pendek, yakni tindak

pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana

Selanjutnya beberapa ahli yang dimasukkan sebagai golongan yang

mempunyai pandangan dualistis tentang syarat-syarat pemidanaan adalah:

1) H.B.Vos Strafbaar Feit berunsurkan:


a) Kelakukan manusia.
b) Diancam pidana dalam undang-undang.
2) W.P.J. Pompe berpendapat bahwa menurut hukum positif strafbaar feit

adalah tidak laian daripada feit, yang diancam pidana dalam ketentuan

undang-undang. (Volgens ons positieve recht is het strafbare feit niets

anders date en feit, dat in oen wettelijke strafbepaling als strafbaar in

omschreven). Memang beliau mengatakan, bahwa menurut teori, strafbaar

feit itu adalah perbuatan, yang bersifat melawan hukum, dilakukan dengan

kesalahan dan diancam pidana.


3) Sementara menurut Moeljatno unsur-unsur perbuatan pidana :
a) Perbuatan (manusia)
b) Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil)
c) Bersifat melawan hukum (syarat materiil)
4. Tindak Pidana Penodaan Lambang Negara

Sebelum lahirnya UU 24/2009 pengaturan mengenai bendera, bahasa, dan

lambang negara, serta lagu kebangsaan masih terpecah pada beberapa peraturan

dalam peraturan perundang-undangan Indonesia. Padahal dalam UUD 1945 dalam

pasal 36 C telah mengamanatkan pembentukan undang-undang yang khusus

mengatur tentang bendera, bahasa, dan lambang negara.

20
Dalam KUHP terdapat pasal yang mengatur tentang larangan terhadap

tindakan menodai lambang negara. Pasal 154a KUHP menyebutkan:

Barang siapa menodai bendera kebangsaan Republik Indonesia dan


lambang Negara Republik Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu
rupiah.

Terkait pasal ini, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal .

menjelaskan bahwa menodai adalah perbuatan yang dilakukan dengan

sengaja untuk menghina. Bila merujuk pada Kamus besar bahasa Indonesia

dijelaskan bahwa arti menodai sama dengan mencemarkan, menjelekkan (nama

baik). Ini berarti segala perbuatan yang mencemarkan, menjelekkan atau

merendahkan daripada bendera dan lambang negara maka dapat dipidanakan.

Setelah lahir UU 24/2009 ketentuan pidana dalam KUHP mengenai

bendera dan lambang negara pun dirubah. Disini ada terdapat penambahan

batasan maksimal hukuman yang sebelumnya 4 tahun menjadi 5 tahun penjara.

Pasal 68 UU 24/2009 menyebutkan: Setiap orang yang mencoret,

menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud

menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a, dipidana dengan pidana penjara

paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima

ratus juta rupiah).

21
Dari bentuk-bentuk larangan terhadap lambang negara yang dimaksud di

atas dapat kita lihat unsur-unsur pidananya19:

1) setiap orang;
2) mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak lambang negara;
3) Dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan
lambang negara.

Oleh karena itu, untuk dapat dihukum dengan pasal ini, orang tersebut

harus memenuhi seluruh unsur-unsur pidananya terutama dengan maksud atau

dengan sengaja menghina lambang negara dan unsur-unsur pidana itu perlu

dibuktikan.

E. Metode Penelitian
Metode penelitian pada setiap kegiatan penelitian didasarkan pada cakupan

ilmu pengetahuan yang mendasari kegiatan penelitian. 20 Metode penelitian

merupakan cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran seksama untuk

mencapai tujuan dengan cara mencari, mencatat dan merumuskan serta

menganalisis hingga menyusun laporan.21 Oleh karena itu untuk memudahkan

peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini, maka penelitian memakai beberarpa

metode penelitian sebagai berikut:


1. Pendekatan, Jenis, Sifat, dan Bentuk Penelitian

19 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt56ecec7f0a177/jerat-pidana-bagi-
penghina-lambang-negara . diakses pada tanggal 28 febuari 2017

20 Muhammad Muhdar, Metode Penelitian Hukum Sub Pokok Bahasan Penulisan


Hukum:Skripsi, Balikpapan, 2010, hlm. 1

21 Chalid Narbuko dan Abu Ahmad, Metode Penelitian, Bumi Aksara, 2007, hlm. 2.

22
Untuk mengkaji pokok permasalahan, Penelitian ini menggunakan

pendekatan penelitian hukum normatif (yuridis normative), Penelitian hukum

normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah

bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas,

norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian

serta doktrin.22 Pendekatan ini dilakukan guna membandingkan peraturan

perundang-undangan atau doktrin-doktrin terkait fokus masalah yang diteliti.


Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif. Hal ini merupakan

prosedur penelitian yang menghasilkan kata-kata tertulis atau tulisan dari orang-

orang dan perilaku yang diamati dan berupaya untuk mencari makna yang

terkandung di dalamnya.23
Penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk

menggambarkan tentang suatu hal pada tempat dan pada saat tertentu dengan

menuturkan dan menafsirkan data untu pemecahan masalahnya.24


Penelitian berbentuk preskriptif. Bentuk penelitian ini dilakukan guna

memberikan gambaran atau merumuskan masalah sesuai keadaan atau fakta yang

ada.25 Penyusun hendak memberikan gambaran upaya pemiskinan koruptor di

dalam sistem hukum Indonesia.


2. Sumber Data

22 Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hlm. 34.

23 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2005, hlm. 94.

24 Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh , Pedoman Pembelajaran Tugas Akhir,


Lhokseumawe, 2016, hlm. 80

25 Ibid., hlm. 81

23
Metode yang digunakan dalam rangka penyusunan skripsi ini, yaitu dengan

menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Oleh karena itu, penelitian ini

lebih mengutamakan pada data sekunder, sedangkan data primer, lebih bersifat

sebagai pendukung. Data sekunder di dalam penelitian normatif meliputi:

a. Bahan Hukum Primer


Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif,

artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari peraturan-

perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan

perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.26 Penyusun mengambil bahan

hukum primer yang bersumber dari peraturan perundang-undangan dan putusan-

putusan hakim yang berkaitan dengan penelitian ini.


b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan

merupakan dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks,

kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan-

putusan pengadilan.27 Penyusun mengambil bahan hukum sekunder yang

bersumber dari literatur atau buku-buku yang terkait, jurnal hukum yang resmi

dan juga skripsi ataupun penelitian-penelitian yang berkaitan dengan

permasalahan penelitian ini.


c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan pendukung penelitian atau referensi

dalam penyelesaian permasalahan di dalam penelitian ini. Penyusun mengambil

bahan hukum tersier yang bersumber dari artikel di internet, berita-berita di media

26 Peter Mahmud Marzuki, Op. Cit.,. hlm. 141.

27 Ibid., hlm. 142.

24
cetak maupun online ataupun artikel atau opini yang banyak dimuat di media

massa.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan atas

permasalahan di dalam penelitian ini, maka pengumpulan data dilakukan melalui

penelitian kepustakaan (library research).28 Hal ini dilakukan untuk memperoleh

data yang bersifat teoritis dan yuridis dengan mempelajari berbagai literatur,

berbagai tulisan yang ada kaitannya dengan penelitian ini dan peraturan

perundang-undangan untuk digunakan sebagai landasan berpikir serta merupakan

titik tolak awal dalam meganalisa penelitian ini. Data ditambah dari berbagai

pendapat para ahli yang berkaitan dengan anti korupsi di Indonesia.


4. Alat Pengumpulan Data
Adapun alat yang digunakan dalam pengumpulan data ialah buku-buku,

jurnal hukum, dokumen resmi negara, dokumen yang terkait dengan bidang

hukum, buku-non hukum yang mendukung penelitian ini dari berbagai

perpustakaan maupun koleksi pribadi dan internet. Serta berdiskusi dengan dosen

yang membimbing dalam pembuatan penelitian ini.


5. Analisis Data
Data primer yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis dengan

menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu suatu tata cara penelitian yang

menghasilkan data deskriptif analisis.29 Agar lebih terarah, penelitian ini

menggunakan beberapa tahapan dalam menganalisis data,30 tahapan pertama,

28 Ibid.,

29 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan III, UI Press, Jakarta,


1986, hlm. 250.

30 Matthew B. Miles & A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, diterjemahkan


oleh Tjejep Rohendi Rohidi, UI Press, Jakarta, 1992, hlm. 20.

25
pengumpulan data yakni merupakan upaya untuk memperoleh bahan-bahan yang

akurat dan relevan dengan upaya memiskinkan koruptor. Bahan ini dikumpulkan

melalui cara yakni melalui telaah kepustakaan (library research) peraturan

perundang-undangan yang terkait serta dari buku-buku yang membahas

permasalahan yang ada di dalam penelitian ini.


Tahapan kedua, reduksi data yakni merupakan suatu bentuk analisis yang

menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan

mengorganisasi bahan dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan finalnya

dapat ditarik dan diverifikasi. Tahapan ketiga, penyajian bahan yang berguna

untuk menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu,

mudah diraih dan relevan dengan permasalahan penelitian. Tahapan keempat,

yakni tahapan terakhir dimana akan ditarik kesimpulan dalam penelitian ini.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran singkat di dalam pembahasan penelitian ini,

maka dibuatlah sistematika penulisan. Adapun penelitian ini terdiri dari:

Bab I yang merupakan bab pendahuluan, pada bab ini meliputi latar belakang,

rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, serta

sistematika penulisan.

Bab II berjudul pengaturan hukum pidana terhadap penghinaan terhadap lambang

negara dalam peraturan perundang-undangan Indonesia. Dalam bab ini

akan dan dianalisa seluruh peraturan perundang-undangan di Indoensia

mengenai tindak pidana penodaan lambang negara sesuai dengan

perkembangannya

26
Bab III berjudul unsur-unsur tindak pidana penghinaan terhadap lambang negara.

Dalam bab ini akan dibahas dan dianalisa mengenai unsur-unsur yang

harus dipenuhi seorang pelaku tindak pidana penodaan lambang negara

terhadap ketentuan pidana yang berlaku

Bab IV berjudul penegakan hukum pidana terhadap penghinaan lambang negara

di Indonesia. Dalam bab ini akan digambarkan penegakan dan penerapan

sanksi terhadap pelaku penodaan lambang negara

Bab V merupakan kesimpulan dan saran. Dalam bab ini berisi tentang

kesimpulan dan saran yang dibuat oleh penyusun berdasarkan apa hasil

yang sudah ditemukan.

27
Daftar Pustaka

Buku-Buku:

Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, 1981

Chalid Narbuko dan Abu Ahmad, Metode Penelitian, Bumi Aksara, 2007.

Djoko Prakoso dan Agus Imunarso, Hak Asasi Tersangka dan Peranan
Psikologi dalam Konteks KUHAP. Bina Aksara, Jakarta. 1987.

Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh , Pedoman Pembelajaran Tugas Akhir,


Lhokseumawe, 2016.

I Made Widnyana, Asas- Asas Hukum Pidana, Fikahati Aneska, Jakarta, 2010.

Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Sinar Baru. Bandung. 1984

Matthew B. Miles & A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif,


diterjemahkan oleh Tjejep Rohendi Rohidi, UI Press, Jakarta, 1992

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana. Bina Aksara, Jakarta. 1987

Mohammad Ekaputra, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Medan.USU-Press,2010.

Muladi. Lembaga Pidana Bersyarat. Alumni, Bandung. 1985

Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010.

Muhammad Muhdar, Metode Penelitian Hukum Sub Pokok Bahasan Penulisan


Hukum:Skripsi, Balikpapan, 2010.

Muladi dan Barda Nawawi Arief. Teori - teori dan Kebijakan Hukum Pidana.
Alumni,Bandung. 2005.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2005.

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Beserta Komentar-


Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor. Politea.1996.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan III, UI Press, Jakarta,


1986.

Sudarto, Hukum Pidana 1 A - 1B. Fakultas Hukum Universitas Jenderal


Soedirman,Purwokerto. 1990/1991.

28
Peraturan Perundang-Undangan:

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Republik Indonesia

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera,


Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 109

Website:

https://id.wikipedia.org/wiki/Lambang_negara_Indonesia.

http://www.tribunnews.com/nasional/2016/04/18/kenapa-zaskia-gotik-diangkat-
jadi-duta-pancasila-ini-penjelasan-pkb

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt56ecec7f0a177/jerat-pidana-bagi-
penghina-lambang-negara

https://news.detik.com/berita/d-3351334/kasus-dugaan-penghinaan-pancasila-
oleh-habib-rizieq-dilimpahkan-ke-polda-jabar

29

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen2 halaman
    Bab 1
    Sri Ayu Mulia
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka
    ikhroni muhammad
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    ikhroni muhammad
    Belum ada peringkat
  • Cover Referat
    Cover Referat
    Dokumen1 halaman
    Cover Referat
    ikhroni muhammad
    Belum ada peringkat
  • Bagan
    Bagan
    Dokumen1 halaman
    Bagan
    ikhroni muhammad
    Belum ada peringkat
  • Bab 3
    Bab 3
    Dokumen1 halaman
    Bab 3
    ikhroni muhammad
    Belum ada peringkat
  • Perbandingan Hukum
    Perbandingan Hukum
    Dokumen4 halaman
    Perbandingan Hukum
    ikhroni muhammad
    Belum ada peringkat
  • Nama Narasumer
    Nama Narasumer
    Dokumen4 halaman
    Nama Narasumer
    ikhroni muhammad
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    ikhroni muhammad
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pertanyaan Informan
    Daftar Pertanyaan Informan
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pertanyaan Informan
    ikhroni muhammad
    Belum ada peringkat
  • Narasumber BNI Life
    Narasumber BNI Life
    Dokumen3 halaman
    Narasumber BNI Life
    ikhroni muhammad
    Belum ada peringkat
  • Cover Skripsi 2
    Cover Skripsi 2
    Dokumen1 halaman
    Cover Skripsi 2
    ikhroni muhammad
    Belum ada peringkat
  • Narkoba 1
    Narkoba 1
    Dokumen37 halaman
    Narkoba 1
    ikhroni muhammad
    Belum ada peringkat
  • Suap Bru
    Suap Bru
    Dokumen3 halaman
    Suap Bru
    ikhroni muhammad
    Belum ada peringkat
  • Cover Sariyulis
    Cover Sariyulis
    Dokumen1 halaman
    Cover Sariyulis
    ikhroni muhammad
    Belum ada peringkat
  • Proposal Sariulis Kirim 17 MARET
    Proposal Sariulis Kirim 17 MARET
    Dokumen30 halaman
    Proposal Sariulis Kirim 17 MARET
    ikhroni muhammad
    Belum ada peringkat
  • Money Loundry
    Money Loundry
    Dokumen3 halaman
    Money Loundry
    ikhroni muhammad
    Belum ada peringkat
  • Masalah Dan Ulasannya
    Masalah Dan Ulasannya
    Dokumen7 halaman
    Masalah Dan Ulasannya
    ikhroni muhammad
    Belum ada peringkat
  • Om Fimn2
    Om Fimn2
    Dokumen3 halaman
    Om Fimn2
    ikhroni muhammad
    Belum ada peringkat
  • Proposal Hulli 19 Aret 2017
    Proposal Hulli 19 Aret 2017
    Dokumen26 halaman
    Proposal Hulli 19 Aret 2017
    ikhroni muhammad
    Belum ada peringkat
  • Skripsi Dara
    Skripsi Dara
    Dokumen56 halaman
    Skripsi Dara
    ikhroni muhammad
    Belum ada peringkat
  • Cover Jack
    Cover Jack
    Dokumen1 halaman
    Cover Jack
    ikhroni muhammad
    Belum ada peringkat
  • Lembar Pengesahan-1
    Lembar Pengesahan-1
    Dokumen1 halaman
    Lembar Pengesahan-1
    ikhroni muhammad
    Belum ada peringkat
  • Latar Belakang Hak Cipta
    Latar Belakang Hak Cipta
    Dokumen3 halaman
    Latar Belakang Hak Cipta
    ikhroni muhammad
    Belum ada peringkat
  • Judul Orang Merokok
    Judul Orang Merokok
    Dokumen4 halaman
    Judul Orang Merokok
    ikhroni muhammad
    Belum ada peringkat
  • Abstak, Daftar Isi Skripsi 3
    Abstak, Daftar Isi Skripsi 3
    Dokumen10 halaman
    Abstak, Daftar Isi Skripsi 3
    ikhroni muhammad
    Belum ada peringkat
  • Revisi 1
    Revisi 1
    Dokumen61 halaman
    Revisi 1
    ikhroni muhammad
    Belum ada peringkat