Anda di halaman 1dari 19

B.

OUTLINE PROPOSAL

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang giat


malaksanakan pembangunan di segala bidang. Jalan sebagai salah satu
prasarana transportasi, mempunyai peranan yang penting di dalam kelancaran
transportasi untuk pemenuhan hidup. Sehingga jalan yang lancar, aman dan
nyaman telah menjadi kebutuhan hidup utama. Tetapi seperti yang kita
ketahui, terkadang perjalanan kita terganggu oleh sungai, selat, danau
maupun jalan lalu lintas biasa sehingga perlu adanya suatu penghubung agar
kita dapat melintasinya dalam hal ini adalah jembatan.
Jembatan sebagai salah satu prasarana transportasi strategis bagi
pergerakan lalu lintas. Jembatan adalah istilah umum untuk suatu konstruksi
yang dibangun sebagai jalur transportasi yang melintasi sungai, danau, rawa,
maupun rintangan lainnya. Jika jembatan berada diatas jalan lalu lintas biasa
maka dinamakan Viaduct.
Seiring dengan makin berkembangnya teknologi angkutan jalan raya
maka konstruksi jembatan harus direncanakan sesuai dengan tuntutan
transportasi baik dari segi kecepatan, kenyamanan, maupun keamanan.
Disamping itu mengingat keterbatasan dana maka pemilihan jenis konstruksi
yang paling ekonomis perlu diusahakan agar biaya pembangunan dapat
ditekan serendah mungkin.
Pada pembangunan jembatan jalan raya dengan bentang pendek,
sebaiknya digunakan konstruksi beton bertulang sebagai gelagar utama.
Mengingat dalam tahun-tahun mendatang pemerintah masih membangun
jembatan-jembatan jalan raya dengan bentang yang pendek untuk
menghubungkan daerah satu dengan daerah yang lain dan sampai saat ini
jenis konstruksi beton bertulang merupakan jenis konstruksi yang baik untuk
diterapkan pada pembangunan jembatan dengan bentang yang pendek.

1
1.2 Rumusan Masalah

Dalam tugas akhir ini menganalisis struktur jembatan karang yang


terletak di dusun karang kecamatan karangpandan dan spesifikasi pekerjaannya.
Rumusan masalah tugas akhir ini adalah :
1. Bagaimana merencanakan bangunan bawah (Abutment) jembatan karang.
2. Stabilkah konstruksi bangunan bawah (Abutment) jembatan karang.
3. Bagaimana merencanakan anggaran biaya bangunan bawah (Abutment)
jembatan karang.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk meninjau atau menguji
kembali hasil perencanaan struktur jembatan karang dari beton bertulang
yang meliputi perhitungan dan gambar struktur yang ekonomis dan
mempunyai kekuatan yang memadai sesuai dengan peraturan yang berlaku
di indonesia.
2. Manfaat penulisan tugas akhir ini untuk memberikan pengetahuan,
pengertian dan pengalaman dalam merencanakan jembatan karang dari
beton betulang.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian akan dibatasi pada pembahasan yang meliputi


struktur konstruksi bagian bawah, khususnya pada analisa perhitungan daya
dukung abutment yang bekerja menahan beban statik jembatan, dan bagaimana
pengaruh stabilitas konstruksi bangunan bawah jembatan ( abutment )
,berdasarkan perhitungan yang lebih pasti.

1.5 Manfaat Penelitian

2
Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk meninjau atau menguji
kembali hasil perencanaan struktur jembatan karang dari beton bertulang yang
meliputi perhitungan dan gambar struktur yang ekonomis dan mempunyai
kekuatan yang memadai sesuai dengan peraturan yang berlaku di indonesia.
Manfaat penulisan tugas akhir ini untuk memberikan pengetahuan,
pengertian dan pengalaman dalam merencanakan jembatan karang dari beton
bertulang.

II. TINJAUAN PUSTAKA

3
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam penelitian dan
perencanaan pondasi tiang pancang yang akan dibahas dalam penulisan tugas
akhir ini adalah :

2.1 Beban Rencana

Beban rencana yang ditinjau adalah beban konstruksi yang secara garis
besar terdiri dari beban primer dan beban skunder, beban rencana didapat dari
pihak perencana yaitu PT. Mettana.

2.1 Tanah

Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai


material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak
tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik
yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang
mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut.

2.1.1 Jenis - jenis tanah

Tanah dapat dibagi atas beberapa jenis pengelompokan tanah yaitu


berdasarkan ukuran partikel tanah, campuran butiran dan sifat lekatannya.
Berdasarkan ukuran partikelnya, tanah dapat terdiri dari salah satu atau seluruh
jenis partikel berikut ini:

1. Kerikil (gravel) yaitu kepingan-kepingan batuan yang kadang juga partikel


mineral quartz dan feldspar yang berukuran lebih besar dari 2 mm.
2. Pasir (sand) yaitu sebagian besar mineral quartz dan feldspar yang
berukuran antara 0,06 mm - 2 mm.
3. Lanau (silt) yaitu sebagian besar fraksi mikroskopis (yang berukuran sangat
kecil) dari tanah yang terdiri dari butiran-butiran quartz yang sangat halus
dan dari pecahan-pecahan mika yang berukuran dari 0,002 sampai 0,06 mm.
4. Lempung (clay) yaitu sebagian besar terdiri dari partikel mikroskopis
(berukuran sangat kecil) dan sub-mikroskopis (tak dapat dilihat, hanya
dengan mikroskop) yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm (2 mikron).

4
2.1.2 Sifat-sifat teknis tanah

Menurut Hardiyatmo (2002), penjelasan secara umum dari sifat-sifat


teknis berbagai jenis tanah adalah sebagai berikut :
1. Tanah granuler
Tanah-tanah granuler seperti : pasir, kerikil, batuan, dan campurannya,
mempunyai sifat-sifat teknis antara lain:
a. Merupakan material yang baik untuk mendukung bangunan dan badan jalan,
karena mempunyai kapasitas daya dukung yang tinggi dan penurunan kecil,
asalkan tanahnya relatif padat.
b. Merupakan material yang baik untuk tanah urug pada dinding penahan
tanah, struktur bawah tanah, dan lain-lain, karena menghasilkan tekanan
lateral yang kecil.
c. Tanah yang baik untuk timbunan karena mempunyai kuat geser yang tinggi
d. Bila tidak dicampur dengan material kohesif, tidak dapat digunakan sebagai
bahan tanggul, bendungan, kolam, dan lain-lain, karena permeabilitasnya
besar.
e. Hal lain yang penting mengenai tanah granuler adalah bentuk dan ukuran
butirannya. Semakin besar dan kasar permukaan butiran semakin besar kuat
gesernya.
2. Tanah kohesif
Tanah kohesif, seperti : lempung, lempung berlanau, lempung berpasir
atau kerikil yang sebagian besar butiran tanahnya terdiri dari butiran halus. Kuat
geser tanah jenis ini ditentukan terutama dari kohesinya, tanah-tanah kohesif,
umumnya mempunyai sifat-sifat teknis sebagai berikut :
a. Kuat geser rendah.
b. Bila basah bersifat plastis dan mudah mampat (mudah turun).
c. Menyusut bila kering dan mengembang bila basah.
d. Berkurang kuat gesernya bila struktur tanahnya terganggu.
e. Berubah volumenya dengan bertambahnya waktu akibat rangkak (creep)
pada beban yang konstan.
f. Merupakan material kedap air.
g. Material yang jelek utuk tanah urug, karena menghasilkan tekanan lateral
yang tinggi.

5
2.2 Pondasi Tiang Pancang

Hardiyatmo (2002), mengatakan bahwa pemakaian tiang pancang


dipergunakan untuk suatu bangunan apabila tanah dasar dibawah bangunan
tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup kuat untuk
memikul berat bangunan dan bebannya, atau apabila tanah keras yang mempunyai
daya dukung yang cukup untuk memikul berat bangunan dan beban.
Pondasi tiang pancang berfungsi untuk memindahkan atau menstransfer
beban-beban dari konstruksi di atasnya (upper structure) ke lapisan tanah lebih
dalam. Di tinjau menurut cara pemindahan beban, tiang pancang dapat dibagi
menjadi dua bagian yaitu :
1. Tiang pancang dengan tahanan ujung (end bearing pile), tiang ini
meneruskan beban melalui tahanan ujung yang dipancang masuk sampai
lapisan keras.
2. Tiang gesek (friction pile), tiang yang dipancang tidak mencapai tanah
keras, maka untuk menahan beban yang diterima tiang pancang ditentukan
oleh perlawanan gesek antar dinding tiang dan tanah sekitarnya.

2.3 Perbedaan Bentuk Tiang Pancang

Sardjono (1991), mengemukakan untuk memilih pondasi yang memadai,


perlu diperhatikan apakah pondasi itu cocok untuk berbagai keadaan dilapangan
dan apakah pondasi itu memungkinkan untuk diselesaikan secara ekonomis sesuai
dengan jadwal kerjanya. Adapun bentuk-bentuk pondasi tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Tiang pancang bulat (Prestresssed Spun Pile)
Tiang pancang bulat atau sering disebut (Prestresssed Spun Pile) adalah
tiang pancang yang paling modern dan paling sering digunakan di dunia
sebagai tiang fondasi (paku bumi). Tiang pancang ini di buat dengan
menggunakan proses spining agar bisa menciptakan kepadatan dan
homogenitas.
2. Tiang pancang kotak (Prestressed Squre Pile)

6
Tiang pancang kotak atau sering disebut (Prestressed Squared Pile) adalah
jenis tiang pancang paling tua di dunia. Karena pancang ini terisi penuh
(massive) maka luas penampang akan selalu sama di setiap tiang.

Keunggulan-keunggulan tiang pancang bulat antara lain sebagai berikut :


a. Lebih tahan lama dibandingkan dengan jenis tiang pancang berbentuk
persegi atau kotak, karena kepadatan concret yang dikarenakan proses
spining, tiang pancang yang terlindung dari korosi besi yang terdapat
didalamnya.
b. Lebih ekonomis dibandingkan dengan tiang pancang berbentuk persegi atau
kotak, karena volume concrete yang digunakan lebih sedikit jika
dibandingkan dengan jenis pondasi tiang yang lainnya.
c. Easy handing, dengan bentuk silinder tiang pancang jenis ini akan mudah
digunakan pada saat pemancangan dilakukan. Proses loading, unloading dan
pemancangan akan menjadi mudah

2.4 Analisa Daya Dukung Pondasi

Hardiyatmo (2002), mengemukakan kapasitas tiang (pile capacity) adalah


kapasitas daya dukung tiang dalam yang mendukung beban. Kapasitas daya
dukung dihitung dengan menggunakan hasil penyelidikan tanah, salah satunya
berdasarkan data tanah hasil penyelidikan sondir atau CPT.

2.5 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Berdasarkan Data Lapangan

2.5.1 Kapasitas daya dukung tiang pancang dari hasil sondir

Data sondir atau cone penetration test (CPT) sangat berperan penting
dalam merecanakan pondasi tiang (pile). CPT atau sondir ini dapat juga
mengklasifikasikan lapisan tanah dan dapat memperkirakan kekuatan dan
kerakteristik dari tanah, didalam perencanaan pondasi tiang pancang data tanah

7
sangat diperlukan dalam merencanakan kapasitas daya dukung (bearing capacity)
dari tiang pancang sebelum pembangunan dimulai.

2.5.2 Kapasitas daya dukung kulit tiang pancang

Menurut Bowles (1993), kapasitas daya dukung kulit tiang pancang


adalah besarnya kapasitas yang diterima oleh sisi-sisi tiang pancang akibat
perletakan antara tiang dengan tanah sekelilingnya, pada bagian tahanan kulit
dihitung dengan menggunakan kombinasi tahanan total dan tahanan efektif,
dengan menggunakan tahanan efektif maka dihasilkan kolerasi ramalan pengujian
beban yang lebih baik, kapasitas tahanan kulit dinyatakan dengan persamaan :
Q s As xFs
......................................................................................(2.1)

Dimana :
Qs
= Tahanan gesek dinding tiang (kg)
As
= Luas selimut tiang
Fs
= Tahanan gesek dinding persatuan luas (kg/cm2)
Dalam Tomlinson (1994) bahwa besarnya Fs dapat ditentukan berdasarkan
besar tahanan ujung konus sebesar 0,012 qc.

2.5.3 Kapasitas daya dukung ujung tiang pancang

Mayerhof (1976) dalam Hardiyatmo (2002 ), menyatakan bahwa tahanan


ujung yang digunakan adalah qc rata-rata yang dihitung sebesar 8D diatas dasar
tiang sampai 4D dibawah dasar tiang. Tomlimson (1974) dalam Hardiyatmo
(2002), menyarankan penggunaan faktor untuk hitungan tahanan ujung
sehingga :
Qb= x Ah x qc...................................................................................(2.2)
Dimana :
= (faktor kondisi/keadaan tanah) = 1,00
Ah = Luas penampang ujung (cm2)
qc = Tahanan ujung konus (Kg/cm2)

8
Untuk hitungan tahanan ujung tiang dari pengujian sondir, Heijnen dalam
Hardiyatmo (2002) menyarankan nilai faktor dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kondisi Tanah Dan Nilai Faktor
Kondisi tanah Faktor
Pasir terkonsolidasi normal (OCR = 1) 1
Pasir mengandung banyak kerikil kasar, pasir dengan OCR 2- 4 0,67
Kerikil halus, pasir dengan OCR = 6-10 0,5
Sumber : Hardiyatmo (2002)

2.5.4 Kapasitas daya dukung vertikal yang ditinjau terhadap satu tiang

Menurut Dunn (1992), kapasitas daya dukung vertikal yang ditinjau


terhadap satu tiang dengan menghitung perlawanan yang diperoleh dari
komponen-komponen daya dukung ujung dan gesekan dari kekuatan tiang total.
Menurut Hardiyatmo (2002), kapasitas daya dukung vertikal yang ditinjau
terhadap satu tiang merupakan penjumlahan tahanan ujung dan tahanan gesek, di
hitung dengan persamaan :
Qult = Qb + Qs .............................................................................(2.3)
Qult
Qall = ..........................................................................................
SF
(2.4)
Dimana :
Qult = Kapasitas daya dukung ujung ultimit (kg)
Qb = Daya dukung ujung (kg)
Qs = Tahana kulit (kg)
SF = Faktor keamanan

Hardiyatmo (2002), menyatakan bahwa faktor keamanan pada kondisi


tanah yang bervariasi merupakan pertimbangan utama dalam pemakaian faktor
aman. Perhatian khusus diberikan jika hasil kuat geser tanah menghasilkan data
yang berbeda-beda, faktor aman F = 2,5 sampai 3 biasanya digunakan untuk
ketidaktentuan tersebut, maka dalam hal ini faktor aman digunakan adalah 2,5.

9
2.5.5 Kapasitas daya dukung vertikal yang ditinjau terhadap group tiang

Bowles (1991) mengemukakan kemungkinan konstruksi terdiri dari


sebuah tiang pancang tunggal sangat jarang, umumnya paling sedikit 2 atau 3
tiang pancang. Kapasitas daya dukung vertikal dan kapasitas yang diizinkan untuk
group tiang dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
Qult group = Qult n.Eq.......(2.5)
Qall group = Qult group / SF.........(2.6)
Dengan :
Qult group = Kapasitas daya dukung maksimum group tiang pancang
Qall group = Kapasitas daya dukung iziin group tiang (ton)
Qult = Kapasitas daya dukung maksimum untuk 1 tiang (ton)
n = Jumlah tiang pancang
Eq = Efesiensi tiang pancang group
SF = Faktor keamanan (diambil 2,5)
Efesiensi group tiang dapat dihitung dengan persamaan Tonverse-Labere
(Bowles, 1993) sebagai berikut :
Eq = 1 (br 1) m + (m + 1) b r.................
(2.7)
= arc.tg D/S..................(2.8)
Dimana :
Eq = Efesiensi group tiang 1
br = Banyak baris
m = Banyak kolom
D = Diameter tiang (cm)
S = Jarak antara tiang as ke as (cm)

2.6 Stabilitas Konstruksi

Hardiyatmo (2002), mengemukakan bahwa setiap pondasi direncanakan


harus dperhitungkan stabilitas terhadap muatan rencana yang bekerja agar
keamanan konstruksi terjamin.
Agar konstruksi pondasi yang direncanakan terjamin keamanannya, maka
perlu diperhitungkan stabilitas pondasi terhadap beban rencana yang bekerja dan
kekuatan material tiang.

2.6.1 Kekuatan Material Tiang

10
Kekuatan material pondasi tiang pancang dihitung dengan menggunakan
persamaan kemampuan pikul pondasi tiang pancang terhadap beban.
Krimadibrata (1985), daya pikul pondasi tiang pancang ditentukan dengan
persamaan sebagai berikut :
Pw = 0,33 bk. Ap + a. A....(2.9)
Dimana :
Pw = Daya pikul tiang (ton)
bk = Kekuatan beton karakteristik (kg/cm2)
a = Tegangan tekan/tarik baja (kg/cm2)
Ap = Luas penampang (cm2)
A = Luas penampang tulangan (cm2)

2.7 Penurunan

Perencanaan konstruksi pondasi yang direncanakan akan terjamin


keamanannya apa bila daya dukung tanahnya diperhitungkan. Perlu diperhatikan
stabilitas konstruksi terhadap beban rencana yang bekerja dan stabilitas konstruksi
terhadap penurunan. Dalam setiap perencanaan konstruksi bangunan, perlu
diperhitungkan kstabilan pondasi terhadap beban yang bekerja agar konstruksi
tersebut benar-benar aman. Dalam arti konstruksi stabil, jika penurunan yang
terjadi tidak melebih toleransi yang diizinkan.
Selain itu kapasitas daya dukung harus juga sangat diperhitungkan,
berdasarkan rumus untuk menghitung kapasitas daya dukung izin. Menurut
hardiyatmo (2002) toleransi penurunan yang diizin kan adalah sebesar 1 inchi
(2,54 cm). Penurunan terdiri dari dua macam yaitu penurunan seketika dan
penurunan konsolidasi. Perhitungan konsolidasi tidak dapat dilakukan karna tidak
adanya data tanah dari laboratorium

2.7.1 Penurunan segera

Menurut Bowles (1993), Penurunan segera adalah penurunan yang terjadi


segera setelah beban bekerja yang berkisar antara 0-7 hari. Analisa penurunan
seketika adalah sesuai untuk semua jenis tanah yang berbutir halus termasuk lanau

11
dan lempung dengan kadar kejenuhan kira-kira kurang 90%. Semua tanah dengan
koefesien permeabilitas yang besar termasuk semua tanah tidak kohesif akan
mengalami penurunan seketika. Persamaan penurunan seketika menurut De Beer
dan Marten adalah :
H po' p
Si ln
C po'
................................................................................(2.10)

Dimana:

Si = Penurunan akhir (m) dari lapisan setebal H.

C = Angka pemampatan (angka kompresibilitas), dihitung dengan

Persamaan 2.11.

Po = Tekanan overburden efektif rata-rata, atau tegangan efektif

sebelum penerapan beban (KN/m2) .


p = Tambahan tegangan vertikal ditengah-tengah lapisan yang
ditinjau terhadap tekanan pondasi neto (KN/m2).
Untuk mendapat nilai angka pemampatan (C) menggunakan persamaan
yang dikemukakan oleh Hardiyatmo (1998) :
1,5qc
C
p o ..........................................................................................(2.11)

Dimana :
qc = Tekanan konus rata-rata pada ujung tiang (kg/cm2)
=
po Tekanan overburden efektif rata-rata, atau tegangan efektif

sebelum penerapan beban (KN/m2)

Untuk mendapatkan nilai tambahan tegangan vertikal (p), menggunakan

persamaan yang dikemukakan oleh Hardiyatmo (1998) :

12
p = q.I.......................................................................................(2.12)

Dimana :

p = Tambahan tegangan vertikal (KN/m2)

I = Nilai faktor pengaruh (persamaan 2.13)

q = Tekanan tanah dasar pondasi (kg/cm2)

Nilai faktor pengaruh (I) untuk tambahan vertikal dibawah beban terbagi

rata berbentuk lingkaran, ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut,

Hardiyatmo (2002) :

1
I 1

1 (r / z ) 2 2/3
...................................................................(2.13)

Untuk mendapatkan nilai tekanan overburden efektif (po) menggunakan


persamaan :
Po .D ..........................................................................................(2.14)

Dimana :

Po = Tekanan overburden efektif (KN/cm2)


= Berat isi tanah (kg/cm2)

D = Kedalaman (m)
r = Jarak horizontal titik didalam tanah terhadap garis kerja beban
(m)

z = Kedalaman titik yang ditinjau (m)

2.8 Ketebalan Kepala Tiang Pancang (poer)

13
Menurut Anugrah dan Erny (2002), mengemukakan bahwa Ketebalan
pondasi telapak di atas lapisan tulangan bawah tidak boleh kurang dari 300 mm
untuk pondasi di atas pancang (SNI-03-2487-2002 pasal 17.7). Kuat geser pondasi
telapak di sekitar kolom, beban terpusat, atau daerah reaksi ditentukan oleh
kondisi terberat dari dua hal adalah sebagai berikut :
Aksi balok satu arah di mana masing-masing penampang kritis yang akan ditinjau
menjangkau sepanjang bidang yang memotong seluruh lebar pondasi telapak.
1. Aksi balok satu arah dimana masing-masing penampang kritis yang akan
ditinjau menjangkau sepanjang bidang yang memotong seluruh lebar
pondasi telapak.
2. Aksi dua arah di mana masing-masing penampang kritis yang akan
ditinjau harus ditempatkan sedemikian hingga perimeter penampang
adalah rninimum.
Perhitungan gaya geser 1 arah dan 2 arah untuk poer sama dengan
perhitungan gaya geser 1 arah dan 2 arah pada pondasi telapak dengan syarat
Vc Vu
Maka untuk itu digunakan persamaan sebagai berikut:
1. Gaya geser satu arah
Gaya geser penampang kritis adalah :
Vu .L.G '
..........................................................................................(2.15)

Dimana :

Vu = Gaya geser terfaktor (t)


= Daya dukung tanah(t/m2)

L = Panjang pondasi (cm)


D = Tebal efektif pile cap
= h selimut beton (mm)
G = Daerah pembebanan yang diperhitungkan untuk geser penulangan
satu arah
= L-(L/2 + Lebar kolom/2 + d) (mm)
Kuat geser beton adalah :

14
1
Vc f ' c .b.d
6
...............................................................................(2.16)

Dimana :
= faktor reduksi kekuatan geser = 0,75

b = Panjang pondasi

d = Tebal efektif pondasi

Vc = Gaya geser nominal yang disumbangkan oleh beton

fc = kuat tekan beton yang disyaratkan,

Vu = Gaya geser terfaktor (t)


2. Gaya geser dua arah
Gaya geser penampang kritis adalah :
Vu ( L2 B' 2 )
.................................................................................(2.17)

Dimana :
= Daya dukung tanah (t/m2)

L = Panjang pondasi (cm)


B = Lebar penampang kritis pondasi

III.METODE PENELITIAN

Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis melakukan tahapan-tahapan


penyajian dengan mengikuti kaidah ilmiah yang berlaku berdasarkan studi kasus
yang terjadi di lapangan. Adapun urutan/tahapan-tahapan penyajian tugas akhir ini
adalah:

3.1 Metode Pengumpulan Data

15
Data untuk merencanakan perhitungan dikumpulkan dari data sekunder,
dan data primer sedangkan pengolahannya dilakukan dengan menggunakan
rumus-rumus perencanaan yang ada.
Adapun data yang dihimpun sebagaimana tersebut di bawah ini :
1. Penentuan beban bangunan akan dihitung berdasarkan gambar struktur yang
dibuat oleh PT. Mettana.
2. Perhitungan yang berkenaan dengan berat satuan maksimal dan gaya-gaya
bekerja didasarkan pada Peraturan SNI 1726.2002
3. Data tanah didasarkan pada laporan penyelidikan tanah di lapangan yaitu
data CPT yang dilakukan oleh PT. Mettana.

3.1 Beban Rencana

Beban rencana digunakan untuk mendimensi bentuk dan jenis pondasi,


beban-beban yang digunakan dalam perhitungan pondasi di tiang pancang ini
diambil dari pihak perencana, yaitu PT. Mettana.

3.2 Pendimensian Pondasi Tiang Pancang

Dimensi pondasi tiang pancang seperti kedalaman, bentuk, jumlah dan


diameter sangat dipehatikan perencanaannya agar mendapat suatu daya dukung
yang aman terhadap beban yang bekerja.

3.2.1 Analisa daya dukung pondasi tiang pancang

Perhitungan kemampuan daya dukung pondasi tiang pancang dapat dihitung


dengan cara menambahkan nilai tahanan ujung dengan kapasitas tahanan kulit.
Pondasi tiang pancang mendukung beban vertikal dengan mengandalkan tahanan
gesek dinding, tahanan dukung ujung dan kombinasi dari keduanya.

3.2.2 Kapasitas daya dukung ujung tiang pancang

Tahanan ini terjadi di ujung sampai pada lapisan tanah keras sehingga daya
dukung tanah keras mampu melawan beban kerja vertikal yang disalurkan

16
pondasi. Daya dukung ujung tiang pancang dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan 2.2.

3.2.3 Kapasitas daya dukung kulit tiang pancang

Perhitungan kapasitas daya dukung kulit dapat dihitung dengan cara


mengalikan luas selimut tiang dengan tahanan gesek dinding. Kapasitas daya
dukung kulit di hitung berdasarkan persamaan 2.1.

3.2.4 Kapasitas daya dukung terhadap satu pondasi tiang pancang

Perhitungan daya dukung terhadap satu pondasi tiang pancang dapat


dihitung dengan cara menambahkan jumlah tahanan ujung dan tahanan gesek.
Daya dukung terhadap satu pondasi di hitung berdasarkan persamaan 2.3, untuk
kapasitas daya dukung yang diizinkan dihitung dengan persamaan 2.4.

3.2.5 Kapasitas daya dukung vertikal tiang pancang


terhadap group tiang

Kapasitas daya dukung maksimum group tiang yaitu


kapasitas tiang untuk mendukung semua beban yang ditinjau
dalam group yang kapasitas daya dukung tiang dapat dihitung
dengan persamaan 2.5 sampai dengan persamaan 2.6.

3.2.6 Kekuatan material pondasi tiang pancang

Kekuatan material pondasi tiang pancang perlu diperhitungkan, agar


konstruksi pondasi tiang pancang sudah terjamin keamanannya. Persamaan yang
digunakan dalam perhitunga ini adalah persamaan 2.9.

3.2.7 Penurunan

Penurunan tanah di dalam perhitungan sukar diperkirakan karena yang


terjadi adalah induksi tanah yang merupakan akumulasi bergelincirnya dari
partikel tanah yang tergantung pada waktu. Keadaan tersebut menghasilkan

17
perubahan permanen dari bagian struktur tanah, selain itu juga akibat dari
heterogenitas alami massa tanah pada arah lateral dan kedalaman, sehingga
penentuan besarnya penurunan perlu dipertimbangkan keseluruhannya. Penurunan
yang diperhitungkan meliputi perhitungan penurunan segera. Perhitungan
konsolidasi tidak dapat dihitung karena tiadak adanya data tanah dari
laboratorium. Perhitungan dihitung dengan menggunakan persamaan 2.10 sampai
persamaan 2.14.

3.3 Ketebalan Tiang Pancang (poer)

Yang berfungsi untuk mengikat tiang-tiang menjadi satukesatuan dan


memindahkan beban kolom kepada tiang. Pile cap biasanya terbuat dari beton
bertulang. Perhitungan poer dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.15
sampai dengan persamaan 2.17.

18
IV. RENCANA HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan perhitungan-perhitungan berdasarkan data-


data yang berhubungan dengan Pengaruh Perubahan Bentuk dan Dimensi
Terhadap Jumlah Tiang Pancang Dengan Beban Statik (Tetap), Pembahasan ini
menggunakan teori, dan rumus yang dikemukakan dari tinjauan kepustakaan.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan diambil berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh pada


Bab IV dimana di harapkan mengetahui Pengaruh Perubahan Bentuk dan Dimensi
Terhadap Jumlah Tiang Pancang Dengan Beban Statik (Tetap) .

5.2. Saran

Saran akan di berikan setelah hasil perhitungan di Bab IV selesai dan


penulis baru bisa mendapat kesimpualan yang di peroleh.

19

Anda mungkin juga menyukai