Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap anak yang lahir ke dunia, sangat rentan dengan berbagai


masalah. Masalah yang dihadapi anak, biasanya berkaitan dengan
gangguan pada proses perkembangannya. Bila gangguan tersebut tidak
segera diatasi maka akan berlanjut pada fase perkembangan berikutnya
yaitu fase perkembangan anak sekolah. Pada gilirannya, gangguan
tersebut dapat menghambat proses perkembangan anak yang optimal.
Dengan demikian, penting bagi para orang tua dan guru untuk memahami
permasalahan-permasalahan anak agar dapat meminimalkan kemunculan
dan dampak permasalahan tersebut serta mampu memberikan upaya
bantuan yang tepat.

Perkembangan emosi perilaku anak memainkan peranan penting


dalam hidup seseorang. Istilah emosi perilaku sering diartikan sebagai
aktivitas dari perasaan yang melebihi batas, sehingga kadang-kadang
disertai perubahan fisik, seperti berkeringat, deg-degan, gerakan spontan,
muka merah, kecemasan, dan sebagainya. Dalam kamus Oxford English
Dictionary (dalam Goleman, D., 1996) dikatakan emosi perilaku
merupakan setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu,
keadaan mental yang hebat atau meluap-luap. Bentuk-bentuk emosi
seperti amarah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan (seperti bahagia, puas,
dan sebagainya), cinta, terkejut, jengkel, dan malu.

Tiap bentuk emosi pada dasarnya membuat hidup terasa lebih


menyenangkan. Karena dengan emosi anak akan merasakan getaran-
getaran perasaan dalam dirinya maupun orang lain. Bulan-bulan serta
tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan masa yang penting dan
rawan dalam perkembangan emosi anak. Emosi bersifat wajar apabila
anak mengekspresikan emosi dengan tidak mengganggu lingkungan atau

1
sesuai dengan aturan yang ada dalam masyarakat, bila kebutuhan
emosinya terpenuhi secara seimbang dalam awal kehidupan, dikemudian
hari ia pun akan berkembang menjadi individu yang bahagia dan
diharapkan mampu mewujudkan potensi-potensinya secara optimal.

Tetapi ada anak yang respon emosinya sangat berkebalikan, ada


anak yang marah, benci, pada temannya dengan merespon menyakiti
anak lain dan bersifat lama. anak-anak dengan kondisi ini akan
mengganggu dalam mencapai perkembangan yang optimal, dan bila
orang tua kurang menyadari pentingnya arti kualitas hubungan serta
sikap penuh kasih sayang pada masa ini, maka anak bisa mengalami
berbagai masalah dan gangguan emosi perilaku yang serius dikemudian
hari.

1.2. Gangguan Emosi Perilaku

Gangguan emosi dan perilaku juga diartikan sebagai anak yang


mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak
sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok
usia maupun masyarakat pada umumnya, sehingga merugikan dirinya
maupun orang lain, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan
khusus demi kesejahteraan dirinya maupun lingkungannya

Hallahan dan Kauffman (2006) dapat dimulai dari tiga ciri khas
kondisi emosi dan perilaku, antara lain yaitu :

1. Tingkah laku yang sangat ekstrim dan bukan hanya berbeda


dengan tingkah laku anak lainnya.
2. Suatu problem emosi dan tingkah perilaku yang kronis,
yang tidak muncul secara langsung,
3. Tingkah laku yang tidak diharapkan oleh lingkungan karena
bertentangan dengan harapan sosial dan cultural.

1.3. Karakteristik Gangguan Emosi dan Perilaku

Heward & Orlansky (1988) dalam Sunardi (1996) mengatakan


seseorang dikatakan mengalami gangguan perilaku apabila memiliki satu

2
atau lebih dari lima karakteristik berikut dalam kurun waktu yang lama,
yaitu:

1. ketidakmampuan untuk belajar yang bukan disebabkan oleh


faktor intelektualitas, alat indra maupun kesehatan.
2. ketidakmampuan untuk membangun atau memelihara
kepuasan dalam menjalin hubungan dengan teman sebaya
dan pendidik.
3. tipe perilaku yang tidak sesuai atau perasaan yang di
bawah keadaan normal.
4. mudah terbawa suasana hati (emosi labil),
ketidakbahagiaan, atau depresi.
5. kecenderungan untuk mengembangkan simtom-simtom
fisik atau ketakutan-ketakutan yang diasosiasikan dengan
permasalahan permasalahan pribadi atau sekolah.

Simptom gangguan emosi dan perilaku biasanya dibagi menjadi dua


macam, yaitu externalizing behavior dan internalizing behavior.
Externalizing behavior memiliki dampak langsung atau tidak langsung
terhadap orang lain, contohnya perilaku agresif, membangkang, tidak
patuh, berbohong, mencuri, dan kurangnya kendali diri. Internalizing
behavior mempengaruhi siswa dengan berbagai macam gangguan seperti
kecemasan, depresi, menarik diri dari interaksi sosial, gangguan makan,
dan kecenderungan untuk bunuh diri. Kedua tipe tersebut memiliki
pengaruh yang sama buruknya terhadap kegagalan dalam belajar di
sekolah (Hallahan & Kauffman, 1988; Eggen & Kauchak, 1997).

1.4. Faktor Penyebab Gangguann emosi dan perilaku Anak

Terdapat beberapa faktor penyebab Gangguan pada anak, baik yang


bersifat intrinsik (berasal dari diri anak sendiri) maupun ekstrinsik
(berasal dari luar diri anak). Secara umum, faktor-faktor tersebut
adalah:
a. pembawaan, yakni anak dengan semua keadaan yang
ada pada dirinya;
b. lingkungan keluarga, mencakup pola asuh orang tua,
keadaan social ekonomi keluarga, dan lain-lain;

3
c. lingkungan sekolah, meliputi cara mengajar guru, proses
belajar mengajar, alat bantu, kurikulum, dan lain-lain);
d. masyarakat, mencakup pergaulan, norma, adat istiadat,
dan lain-lain.

BAB II

IDENTIFIKASI

2.1. Identifikasi Hambatan Yang Dialami Anak

2.1.1. Identifikasi Hambatan

Emosi perilaku merupakan setiap kegiatan atau pergolakan pikiran,


perasaan, nafsu, keadaan mental yang hebat atau meluap-luap. Bentuk-
bentuk emosi seperti amarah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan (seperti
bahagia, puas, dan sebagainya), cinta, terkejut, jengkel, dan malu.

Namun berbeda kasus dengan anak autis, yang pada dasarnya


memiliki gangguan dalam emosi dan perilaku. Gangguan pemrosesan
pada anak autistik yang dapat menyebabkan anak salah menafsirkan
informasi emosional dari sekelilingnya tersebut mengakibatkan reaksi
emosional yang tidak tepat atau ekstrim sehingga menyebabkan perilaku
kecemasan dan ketakutan.

Dalam pengenalan emosi anak autis memiliki strategi pengganti


sehingga mereka memiliki respon yang berbeda pula. Dalam beberapa
teori dan penelitian mengenai rasa cemas merupakan salah satu sifat
yang dimiliki anak autis, namun berbeda dengan anak pada umumnya,
rasa kecemasan yang nampak pada anak autis biasanya lebih terlihat
jelas dibandingkan dengan anak seusianya yang tidak menyandang

4
autisme. Gangguan emosi perilaku yang nampak pada anak autistik
terkadang dapat menimbulkan kebahayaan pada lingkungan sekitar
apabila tidak ditangani dengan segera.

2.1.2. Subjek dan Tempat Uji Coba

Subjek dalam penelitian ini adalah anak autistik yang berada di sekolah
SLB KASIH IBU. setelah dilakukan asesmen pada beberapa anak
berkebutuhan khusus, maka yang betul-betul mengalami gangguan
emosi perilaku seperti kecemasan yang berlebih ialah anak yang
mengalami autistik. Dengan demikian subjek dalam uji coba ini ialah 3
anak autistik yang ada dalam SLB KASIH IBU.

2.2.Identifikasi Kebutuhan Khusus sebagai Dampak yang


Dialami Subjek

Untuk mengatasi gangguan emosi perilaku bagi subjek dalam uji


coba ini memerlukan alternative. Strategi untuk mengatasi gangguan
emosi perilaku dengan cara memberi rasa nyaman seperti simulasi
pelukan, teknologi ini dapat mengurangi perasaan cemas dan
ketakutan yang dirasakan oleh anak autistik, beberapa anak autistik
yang risih akan pelukan tak perlu khawatir, karena teknologi ini tidak
membuat anak autistik risih seperti sentuhan oleh seseorang, namun
meski seperti ini tanpa sadar anak autistik akan merasa nyaman
sehingga dapat mengurangi gangguan emosi perilaku tersebut.

5
BAB III

METODE DAN IDENTIFIKASI TEKNIS ASISTIF

3.1. Identifikasi Teknologi yang Serupa dengan Jaket Simulasi


Peluk

Sudah ada beberapa teknologi yang hampir serupa diciptakan demi


memberikan rasa nyaman kepada anak autistik, sepert misalkan ada
sebuah alat bernama hug machine

6
Serupa dengan jaket simulasi peluk, teknologi tersebut diciptakan untuk
mengurangi gangguan emosi perilaku pada anak autistik, Ketika
gangguan emosi mereka sedang diatas ambang berlebih, maka anak
didudukan pada alat itu kemudian beberapa saat anak akan merasa
tenang, seakan akan mereka sedang dipeluk, alat tersebut juga dapat
digunakan sebagai alat bantu terapi.

3.2. Identifikasi Teknis Asistif Jaket Simulasi Peluk

7
Jaket ini memberikan tekanan sentuhan yang mendalam yang dapat
membantu orang yang sedang merasa cemas agar lebih tenang, dengan
demikian dapat meningkatkan kemampuan mengontrol emosi mereka.

Berikut ini beberapa keuntungan penggunaan jaket simulasi peluk

1. Dapat memberi rasa ketenangan


2. Seperti sedang di refleksi, karena bagian belakang jaket ini didesain
seperti alat pemijit yang dapat memijit punggung belakang
3. Praktis, karena dapat digunakan kapan saja, dan mudah di bawa-
bawa, tidak seperti hug machine yang terlalu besar, sehingga sulit
untuk di bawa kemana-mana
4. Dilengkapi dengan alat pelacak, jadi jika orang tua merasa
kehilangan anaknya pada kondisi yang ramai, dengan teknologi
smartphone dapat membantu menemukan dimana anak tersebut
berada, karena jaket tersebut dilengkapi dengan gps
5. Meski di bagian belakang jaket terdapat alat untuk refleksi, namun
jaket ini dapat dicuci, karena alat tersebut dibuat dengan
kemampuan tahan air.

8
BAB IV

RANCANGAN PENGEMBANGAN JAKET SIMULASI PELUK YANG


TERSAMBUNG DENGAN SMARTPHONE

4.1. Desain Pengembangan Jaket Simulasi Peluk

9
Yang membedakan Jaket simulasi peluk berbeda dengan jaket
lainnya, karena jaket simulasi peluk dilengkapi dengan portabilitas yang
sempurna Jadi orang akan menganggap bahwa jaket ini adalah jaket biasa
tanpa keistimewaan apa-apa.
Selain itu juga jaket ini dilengkapi dengan pengaturan tekanan, jadi bila
kondisi emosional anak sedang baik maka tekanan pada jaket ini akan
ringan dan tidak terlalu bekerja keras, namun jika emosi anak sedang
tidak stabil atau saat anak mengalami tantrum seecara tiba-tiba maka
tekanan pada jaket tersebut dapat diatur melalui perangkat yang terdapat
pada smartphone. Selain dapat mengatur tekanan, jaket tersebut
dilengkapi dengan teknologi pelacak, atau yang akrab disebut dengan
GPS.
Jaket yang dapat dideteksi keberadaanya ini sangat menguntungkan
para orang tua yang memiliki anak yang senang berlari kesana kemari
tanpa kontrol. Jika anak berada terlalu jauh dari jangkauan, maka
perangkat khusus yang terdapat pada smartphone akan memunculkan
pesan.
4.2. Prosedur Pemakaian Jaket
a. Pastikan saat membeli jaket, smartphone Anda di setting juga,

10
memasukan perangkat yang dapat digunakan untuk mengontrol
kerja dari jaket tersebut.
b. Ketika si anak sedang mengalami ketidakstabilan emosi dan
perilaku, segera atur tekanan jaket tersebut melalui perangkat yang
ada di smartphone.

c. Setelah emosi anak mulai stabil maka kembalikan pengaturan


tekanan ke menu stabil.
d. Jika anak berada jauh dari jangkauan Anda, silahkan klik menu
pencarian maka smartphone akan mendapat pesan yang berisi
seberapa jauh lokasi anak Anda, semakin dekat maka signalnya
akan semakin kuat.
e. Jika smartphone Anda kehabisan daya namun anak sedang
mengalami tantrum tiba-tiba, Anda bisa mengatur manual dengan
cara menekan tombol setting yang ada pada belakang jaket.

11
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Jaket simulasi peluk merupakan teknologi yang dapat mengurangi
perasaan cemas dan ketakutan yang dirasakan oleh anak autistik,
beberapa anak autistik yang risih akan pelukan tak perlu khawatir,
karena teknologi ini tidak membuat anak autistik risih seperti sentuhan
oleh seseorang, namun meski seperti ini tanpa sadar anak autistik akan
merasa nyaman sehingga dapat mengurangi gangguan emosi perilaku
tersebut. Dengan penggunaan yang mudah dan dapat dikontrol melalui
smartphone, pengguna juga tidak perlu khawatir karena teknologi ini
dilengkapi dengan alat pelacak keberadaan.

Saat anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku seperti yang
dialami oleh anak autistik dapat ditangani dengan tepat, maka bukan hal
yang tidak mungkin akan menunjang proses belajar si anak tersebut.

5.2. Saran

Semua manfaat teknologi dapat dirasakan sesuai dengan


penggunanya. Walaupun teknologi ini masih jauh dari kata sempurna,
namun upaya untuk memberikan rasa nyaman kepada anak autistik akan
terus dilakukan, demi mewujudkan proses belajar yang berjalan dengan
semestinya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Delphie, B. (1996). Autisme Usia Dini. Bandung: Mitra Grafika


Hallahan, D. P., & Kauffman, J.M. (2006) Exceptional children: An
Introduction to special education (10th ed). Boston: Pearson.
Goleman, Daniel. (1996). Kecerdasan Emosional, terj. Hermaya, Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Marijani, L. (2003). Bunga Rampai Seputar Autisme dan Permasalahannya.
Jakarta: Puterakembara Foundation.
Sunardi dan Sunaryo. 2006. Intervensi Dini Anak Berkebutuhan Khusus.
Bandung: Jurusan PLB UPI Bandung.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/scan0007.pdf

13

Anda mungkin juga menyukai