Anda di halaman 1dari 4

Pada percobaan kali ini dilakukan penentuaan kadar aspirin (asam asetil salisilat) di

dalam suatu sediaan farmasi dengan cara analisis kuantitatif. Aspirin merupakan asam
organik yang lemah, mengandung gugus kromofor yaitu karboksil (asam karboksilat) dan
benzena. Gugus kromofor pada aspirin ini dapat dideteksi dengan spektrofotometri UV-Vis.

Pada penetapan kadar aspirin dilakukan dengan pembuatan larutan standar dan
larutan uji. Pada pembuatan larutan standar baku pembanding yang digunakan yaitu asam
salisilat, sedangkan pada larutan uji digunakan aspirin. Pengerjaan larutan standar
dilakukan dengan menimbang 160 mg asam salisilat. Sedangkan pada aspirin dilakukan
penimbangan 5 buah tablet aspirin yang kemudian digerus dan diambil setara 160 mg yang
telah dihitung sehingga ditimbang sebanyak 198,32 mg. Ditambahkan 5 ml NaOH 1,0 N
agar terjadi reaksi hidrolisis dari asam salisilat menjadi asam salisilat yang kehilangan atom
H. Pada aspirin juga terjadi hidrolisis dan strukturnya akan sama dengan asam salisilat
yang telah terhidrolisis karena pada gugus etil ada aspirin terlepas. Lalu dilakukan
pemanasan pada larutan baku pembanding dengan maksud untuk mempercepat kelarutan
pada asam salisilat. Namun pada larutan uji tidak dilakukan pemanasan karena tanpa
dilakukan pemanasan pun larutan telah larut dalam NaOH.
Kemudian kedua larutan diencerkan dengan aquades. Penambahan aquadest
bertujuan untuk melarutkan sampel dan menurunkan konsentrasi sampel. Dipipet masing-
masing 0,5;0,4;0,3;0,2;0,1 ml untuk larutan stok baku pembanding ke dalam labu takar 10
ml. Larutan standar dibuat menjadi 5 konsentrasi yang berbeda agar pada saat mencari
kadar dapat dicari perbandingan yang tepat dengan yang mendekati larutan uji yaitu
aspirin, kemudian dilakukan pengenceran dengan penambahan FeCl3 0,02 M yang
berfungsi untuk membentuk kompleks ungu dengan asama salisilat, dilakukan pengukuran
absorbansi kemudian dapat ditentukan kurva kalibrasi dan didapat persamaan regresi linier.
Pada larutan uji, dipipet sebanyak 0,3 mL. Kemudian diencerkan larutan FeCl3 0,02 M yang
berfungsi untuk membentuk kompleks ungu dengan asam salisilat yang telah terhidrolisis
pada kedua larutan. Selain itu FeCl3 digunakan sebagai blanko pada saat pengukuran
absorbansi larutan standar dan larutan uji supaya alat spektrofotometer UV/Vis mengenal
matriks selain sampel sebagai pengotor.
Analisa kuantitatif aspirin pada sediaan farmasi ini dilakukan dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis. Spektrofotometri merupakan metode analisis yang didasarkan
pada absorpsi radiasi elektromagnetik yang bereaksi dengan elektron pada suatu bahan.
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel
sebagai fungsi panjang gelombang. Keuntungan alat ini yaitu mempunyai sensitivitas yang
relatif tinggi, pengerjaanya mudah sehingga pengukuran yang dilakukan cepat, dan
mempunyai spesifisitas yang baik. Digunakan spektrofotometri Uv-Vis disebabkan karena
struktur molekul aspirin memenuhi salah satu syarat senyawa-senyawa yang dapat terukur
melalui spektrofotometer UV-Vis, yaitu aspirin dalam struktur molekulnya memiliki gugus
kromofor atau ikatan rangkap terkonjugasi. Gugus kromofor adalah gugus fungsi yang
menyerap atau mengabsorbsi radiasi elektromagnetik di daerah panjang gelombang
ultraviolet dan daerah cahaya tampak. Adapun gugus kromofor yang dimiliki oleh aspirin
terletak pada gugus asam karboksilat dan benzena.

Adapun persamaan reaksi yang berlangsung pada percobaan ini adalah sebagai
berikut :

The complex is formed by reacting the aspirin with sodium hydroxide to form the salicylate dianion.

O
O C CH3 O- O
(s) + 3OH - (aq) (aq) + CH3C O - (aq) + 2H2O(l)
-
C OH C O
O O

The addition of acidified iron (III) ion produces the violet tetraaquosalicylatroiron (III) complex.

O- O
Fe(H2O)4
+3 +
+ H 2O + H 3O
- + [Fe(H 2O)6] O
C O C
O O
Sebelum melakukan pengukuran absorbansi, terlebih dahulu dicari panjang
gelombang maksimal yang menghasilkan absorbansi maksimal pada saat pengukuran
absorbansi larutan. Panjang gelombang maksimal sudah ada dalam literatur, tetapi kembali
dilakukan penetapan gelombang maksimal karena setiap pengujian dalam praktikum yang
berbeda akan memiliki panjang gelombang maksimal yang berbeda pula sehingga harus
dicari kembali panjang gelombang maksimalnya. Namun biasanya panjang gelombangnya
tidak jauh berbeda dengan yang ada pada literatur. Dilakukan pengukuran pada konsentrasi
larutan standar 0,3 mL karena konsentrasi ini tidak terlalu encer ataupun terlalu pekat.
Didapat panjang gelombang 530 nm menghasilkan absorbansi paling tinggi yaitu 0,500A.
Maka dilakukan pengukuran larutan standar dan larutan uji pada panjang gelombang 530
nm.
Masing-masing larutan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 530 nm.
Kuvet dibilas sebelum diisi dengan larutan standar yang selanjutnya agar nilai absorbansi
sesuai dengan larutan yang akan diukur dan tidak menganggu konsentrasi larutan lainnya.
Selama proses pemeriksaan ini, bagian bening kuvet tidak boleh disentuh oleh tangan
karena sumber sinar akan diteruskan melalui bagian bening kuvet. Jika bagian bening kuvet
terkontaminasi oleh tangan, maka akan mempengaruhi nilai absorbansi. Hal ini akan
memungkinkan kesalahan dalam menginterpretasikan data yang diperoleh.
Alat terlebih dahulu di blanko dengan larutan FeCl3 dimana larutan ini sebagai
pelarut pada larutan uji dan larutan standar. Blanko dilakukan agar pada pencarian nilai
absorbansi didapat hanya nilai dari asam salisilat dan aspirin saja tanpa nilai absorbansi
FeCl3. Pengukuran absorbansi larutan standar dilakukan dari konsentrasi paling rendah agar
tidak menganggu konsentrasi larutan lainnya. Ataupun bila masih terdapat kesalahan
karena tidak dibilas, hanya terjadi sedikit sekali penambahan konsentrasi pada larutan
lainnya. Hasil absorbansi yang didapat dari konsentrasi 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; berturut-turut
adalah 0,130 A; 0,276A; 0,500A; 0,612A; dan 0,812A. Sedangkan untuk larutan uji didapat
nilai absorbansi 0,769 A.
Nilai absorbansi yang paling baik adalah 0,2-0,8. Pada pengukuran absorbansi
larutan uji menunjukkan diantara nilai tersebut yang artinya hubungan antara absorbansi
terhadap konsentrasi merupakan hubungan yang bersifat linier, sepeerti halnya yang
berlaku pada hukum Lambert-Beer. Apabila absorbansi yang diperoleh lebih besar maka
hubungan absorbansi sudah tidak linier lagi, dan hukum Lambert-beer tidak berlaku.
Besarnya nilai absorbansi yang diperoleh dari larutan standar dibuat menjadi sebuah
kurva kalibrasi yang dibandingkan dengan besarnya nilai konsentrasi larutan uji. Kurva
kalibrasi tersebut menunjukkan hubungan antara konsentrasi larutan sebagai sumbu x dan
nilai absorbansi sebagai sumbu y. Adapun persamaan regresi linier yang diperoleh adalah y
= 0.0106x + (-0,044) = 76,69 ppm.
Kadar aspirin dalam tablet dapat diketahui dengan mensubstitusikan besarnya nilai
absorbansi dari aspirin ke dalam persamaan regresi linier. Hasil dari perhitungan kadar
aspirin adalah 76,9%. Hasil tersebut menyatakan kadar aspirin yang terkandung di dalam
sediaan farmasi yang diuji memiliki kadar yang rendah. Hal tersebut merujuk pada
persyaratan kadar yang terdapat dalam Farmakope Indonesia edisi IV, dimana persyaratan
kadar untuk tablet yang mengandung aspirin adalah mengandung tidak kurang dari 90,0 %
dan tidak lebih dari 110,0 %.
Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan kesalahan dan ketidak telitian praktikan
dalam proses pengerjaan praktikum, perbedaan penggunaan panjang gelombang maksimum
yang digunakan, atau kestabilan tablet yang telah terganggu sehingga terdapat beberapa
persen dari kadar aspirin yang terkandung terurai oleh beberapa faktor tertentu.

Anda mungkin juga menyukai