PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Istilah ablasio retina (retinal detachment) menandakan pemisahan retina
yaitu fotoreseptor dan lapisan bagian dalam, dari epitel pigmen retina dibawahnya.
Terdapat tiga jenis utama : ablasio regmatogenosa, ablasio traksi dan ablasio serosa
atau hemoragik.1
Prevalensi ablasio retina di dunia adalah 1 kasus dalam 10.000 populasi.
Biasanya ablasio retina terjadi pada usia 40-70 tahun. Prevalensi meningkat pada
1
beberapa keadaan seperti miopi tinggi, afakia/pseudofakia dan trauma. Pada
penderita-penderita ablasio retina ditemukan adanya miopia sebesar 55%, lattice
degenerasi 20 30 %, trauma 10-20 % dan afakia/pseudofakia 30 40 %. Traumatik
ablasio retina lebih sering terjadi pada orang muda, dan ablasio retina akibat miopia
yang tinggi biasa terjadi pada usia 25-45 tahun, dan laki-laki memiliki resiko
mengalami ablasio retina lebih besar dari perempuan.2
Bentuk tersering dari ketiga jenis ablasio retina adalah ablasio retina
regmatogenosa. Menurut penelitian, di Amerika Serikat insiden ablasio retina 1 dalam
15.000 populasi dengan prevalensi 0,3%. Sedangkan insiden per tahun kira-kira 1
diantara 10.000 orang dan lebih sering terjadi pada usia lanjut kira-kira umur 40-70
tahun. Pasien dengan miopia yang tinggi (>6D) memiliki 5% kemungkinan resiko
terjadinya ablasio retina, afakia sekitar 2%, komplikasi ekstraksi katarak dengan
hilangnya vitreus dapat meningkatkan angka kejadian ablasio hingga 10%.3
1
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi serta histologi retina?
2. Bagaimana fisiologi retina?
3. Bagaimana gambaran klinis, diagnosa serta penatalaksanaan ablasio retina?
1.3. Tujuan
1.3.1. Mengetahui anatomi dan histologi retina
1.3.2. Mengetahui fisiologi retina
1.3.3. Mengetahui gambaran klinis, diagnose serta penatalaksanaan ablasio retina
1.4. Manfaat
1.4.1. Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya, dan ilmu
penyakit mata pada khususnya.
1.4.2. Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti
kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit mata.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan terdiri
atas beberapa lapis yang melapisi bagian dalam dua pertiga belakang bola mata.
Retina membentang kedepan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir
di tepi ora serrata.1
3
1.
Membran limitans interna, merupakan membran hialin antara retina dan
vitreous.
2.
Lapisan serabut saraf, merupakan akson-akson sel ganglion menuju saraf ke
arah saraf optic.
3.
Lapisan sel ganglion, merupakan badan sel dari neuron kedua.
4.
Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel
bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
5.
Lapisan inti dalam, merupakan badan sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller.
6.
Lapisan pleksiform luar, merupakan tempat sinaps sel fotoresptor dengan sel
bipolar dan sel horizontal.
7.
Lapisan inti luar, merupakan lapisan inti sel kerucut dan sel batang.
8.
Membran limitans eksterna, merupakan membran ilusi.
9.
Lapisan fotoreseptor, terdiri dari sel batang dan kerucut.
10.
Lapisan epitel pigmen retina, merupakan batas antara retina dan koroid
4
Pada kehidupan embrio, dari optic vesicle terbentuk optic cup, di mana lapisan
luar membentuk lapisan epitel pigmen dan lapisan dalam membentuk lapisan dalam
lainnya. Di antara kedua lapisan ini terdapat celah potensial. Bila terjadi robekan di
retina, maka cairan badan kaca akan melalui robekan ini, masuk ke dalam celah
potensial dan melepaskan lapisan batang dan kerucut dari lapisan epitel pigmen, maka
terjadilah ablasio retina. Keadaan ini tidak boleh berlangsung lama, oleh karena
lapisan batang dan kerucut mendapat makanan dari kapiler koroid, sedang bagian-
bagian lain dari retina mendapat nutrisi dari pembuluh darah retina sentral, yang
cabang-cabangnya terdapat di dalam lapisan urat saraf.8
Retina menjalar ke depan dan makin ke depan, lapisannya berubah makin tipis
dan berakhir di ora serrata, di mana hanya didapatkan satu lapisan nuklear. Makin ke
perifer makin banyak batang daripada kerucut, batang-batang itu telah mengadakan
modifikasi menjadi tipis-tipis. Epitel pigmen dari retina kemudian meneruskan diri
menjadi epitel pigmen yang menutupi badan siliar dan iris.8
Di mana aksis mata memotong retina, terletak makula lutea. Di tengah-
tengahnya terdapat lekukan dari fovea sentralis. Pada funduskopi, tampak makula
lutea lebih merah dari sekitarnya dan pada tempat fovea sentralis seolah-olah ada
cahaya, yang disebut refleks fovea, yang disebabkan lekukan pada fovea sentralis.
Besar makula lutea 1-2 mm. Daerah ini daya penglihatannya paling tajam, terutama di
fovea sentralis.
Struktur makula lutea:
5
berbatas tegas, pinggirnya lebih tinggi dari retina sekitarnya. Bagian tengahnya
ada lekukan yang tampak agak pucat, besarnya 1/3 diameter papil, yang
disebut ekskavasi fisiologis. Dari tempat inilah keluar arteri dan vena sentral
yang kemudian bercabang-cabang ke temporal dan ke nasal, juga ke atas dan
ke bawah.8
Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat, mata harus
berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu
transducer yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu
mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh
6
lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan.
Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk
penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis,
terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat
saraf keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang paling tajam. Macula terutama
digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik) sedangkan
bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan
terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).
Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler pada
retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan
proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung rodopsin, yang
merupakan suatu pigmen penglihatan fotosensitif yang terbentuk sewaktu molekul
protein opsin bergabung dengan 11-sis-retinal. Sewaktu foton cahaya diserap oleh
rodopsin, 11-sis-retinal segera mengalami isomerisasi menjadi bentuk all-trans.
Rodopsin adalah suatu glikolipid membran yang separuhnya terbenam di lempeng
membran lapis ganda pada segmen paling luar fotoreseptor.
Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang.
Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam-macam nuansa abu-abu,
tetapi warna tidak dapat dibedakan.
Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, jika
senja hari diperantarai oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan penglihatan malam
oleh fotoreseptor batang.
2.3. Ablasio Retina
2.3.1. Definisi
Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang retina
dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat
dengan membrane Bruch. 2 Karena antara sel kerucut dan sel batang retina tidak
terdapat suatu perlekatan struktural dengan koroid atau epitel pigmen, maka
daerah ini merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis.
7
Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel epitel pigmen
retina akan mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi retina dari pembuluh
darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi
yang menetap.
2.3.2. Epidemiologi
Prevalensi ablasio retina didunia adalah 1 kasus dalam 10.000 populasi.
Biasanya ablasio retina terjadi pada usia 40-70 tahun. Prevalensi meningkat pada
1
beberapa keadaan seperti Miopi tinggi, Afakia/pseudofakia dan trauma. Pada
penderita penderita ablasio retina ditemukan adanya Miopia sebesar 55%, lattice
degenerasi 20 30 %, trauma 10-20 % dan Afakia/pseudofakia 30 40 %.
Traumatik ablasio retina lebih sering terjadi pada orang muda, dan ablasio retina
akibat miopia yang tinggi biasa terjadi pada usia 25-45 tahun, dan laki-laki
memiliki resiko mengalami ablasio retina lebih besar dari perempuan.2
Insidensi dari ablasio retina di amerika serikat berkisar antara 1 dari 15.000
populasi, dengan prevalensi 0,3% dari total populasi. Insidensi tahunan
diperkirakan mencapai 10.000. sumber lain mengatakan bahwa hubungan umur
dengan idiopatik ablasio retina mencapai 12,5 kasus per 100.000 per tahunnya.
Atau sekitar 28.000 kasus pertahun di amerika serikat.2
8
2.3.3. Etiologi4
1. Robekan retina
2. Tarikan dari jaringan di badan kaca
3. Desakan tumor, cairan, nanah ataupun darah.
2.3.4. Patofisiologi
Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan
rongga vesikel optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar pada mata yang
matur dan dapat terpisah : 6
1. Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likuifikasi
dapat memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio progresif (ablasio
regmatogenosa).
2. Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina
(misalnya seperti pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus (ablasio
retina traksional).
3. Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina
akibat proses eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan
(ablasio retina eksudatif)
Ablasio retina idiopatik (regmatogen) terjadinya selalu karena adanya robekan
retina atau lubang retina. Sering terjadi pada miopia, pada usia lanjut, dan pada mata
afakia. Perubahan yang merupakan faktor prediposisi adalah degenerasi retina perifer
(degenerasi kisi-kisi/lattice degeration), pencairan sebagian badan kaca yang tetap
melekat pada daerah retina tertentu, cedera, dan sebagainya.9
Perubahan degeneratif retina pada miopia dan usia lanjut juga terjadi di koroid.
Sklerosis dan sumbatan pembuluh darah koroid senil akan menyebabkan
berkurangnya perdarahan ke retina. Hal semacam ini juga bisa terjadi pada miopia
karena teregangnya dan menipisnya pembuluh darah retina. Perubahan ini terutama
terjadi di daerah ekuator, yaitu tempat terjadinya 90% robekan retina. Terjadinya
degenerasi retina pada mata miopia 10 sampai 15 tahun lebih awal daripada mata
emetropia. Ablasi retina delapan kali lebih sering terjadi pada mata miopia daripada
9
mata emetropia atau hiperopia. Ablasi retina terjadi sampai 4% dari semua mata
afakia, yang berarti 100 kali lebih sering daripada mata fakia.9
Terjadinya sineresis dan pencairan badan kaca pada mata miopia satu
dasawarsa lebih awal daripada mata normal. Depolimerisasi menyebabkan penurunan
daya ikat air dari asam hialuron sehingga kerangka badan kaca mengalami
disintegrasi. Akan terjadi pencairan sebagian dan ablasi badan kaca posterior. Oleh
karenanya badan kaca kehilangan konsistensi dan struktur yang mirip agar-agar,
sehingga badan kaca tidak menekan retina pada epitel pigmen lagi. Dengan gerakan
mata yang cepat, badan kaca menarik perlekatan vireoretina. Perlekatan badan kaca
yang kuat biasanya terdapat di daerah sekeliling radang atau daerah sklerosis
degeneratif. Sesudah ekstraksi katarak intrakapsular, gerakan badan kaca pada gerkan
mata bahkan akan lebih kuat lagi.Sekali terjadi robekan retina, cairan akan menyusup
di bawah retina sehingga neuroepitel akan terlepas dari epitel pigmen dan koroid.9
2.3.5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinik ablasio retina yaitu terdiri dari gejala subjektif dan objektif.
6,7,8
Gejala subjektif :
1. Penurunan visus disebabkan robekan pada macula
2. Rasa nyeri
3. Defek lapangan pandang.
4. Riwayat trauma
5. Lakrimasi
Gejala objektif :
1. Hiperemis
2. Fotopsia merupakan persepsi kilatan cahaya yang dirasakan penderita. Hal
ini disebabkan adanya regangan atau tarikan pada retina.
3. Floaters : keluhan adanya bayangan yang bergerak oleh karena adanya
robekan pada retina, dimana robekan sel-sel masuk ke korpus vitreus
terutama bila korpus vitreus mencair, kemudian melewati area penglihatan
sehingga terlihat bayangan hitam atau seperti serangga pada mata
10
2.3.6. Klasifikasi1,2
Terdapat tiga jenis utama : ablasio regmatogenosa, ablasio traksi dan ablasio
serosa atau hemoragik.
11
defek aferen pupil akaibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat
meninggi bila telah terjadi neovaskular glaukoma pada ablasio yang telah lama. 3Mata
yang berisiko untuk terjadinya ablasi retina adalah mata dengan myopia tinggi, pasca
retinitis, dan retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer, 50% ablasi
yang timbul pada afakia.
12
Gambar 6. Robekan tapal kuda
13
vitreum menarik jaringan fibrovaskular dan retina di bawahnya ke arah anterior
menuju dasar korpus vitreum. Pada awalnya pelepasan mungkin terbatas di sepanjang
arkade-arkade vaskular, tetapi dapat terjadi perkembangan sehingga kelainan
melibatkan retina midperifer dan makula.
14
Ablasio ini adalah hasil dari penimbunan cairan dibawah retina sensorik, dan
terutama disebabkan oleh penyakit epitel pigmen retina dan koroid. Penyakit
degenerative, inflamasi, dan infeksi yang terbatas pada macula termasuk
neovaskularisasi subretina yang disebabkan oleh berbagai macam hal, mungkin
berkaitan dengan ablasio retina jenis ini.
2.3.7. Diagnosis
Diagnosis ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi,
dan pemeriksaan penunjang.
a) Anamnesis
Gejala yang sering dikeluhkan penderita adalah:
1) Floater: penderita merasakan adanya tabir atau bayangan yang datang dari
perifer (biasanya dari sisi nasal) meluas dalam lapangan pandang. Tabir ini
bergerak bersamasama dengan gerakan mata.
2) Fotopsia: penderita melihat kilatan cahaya.
3) Penurunan tajam penglihatan. Pasien mengeluh penglihatannya sebagian
seperti tertutup tirai yang semakin lama semakin luas. Selain itu, dari
anamnesis perlu ditanyakan adanya riwayat trauma, riwayat pembedahan
sebelumnya (seperti ekstraksi katarak, pengangkatan corpus alienum
intraokuli), riwayat penyakit mata sebelumnya (uveitis, perdarahan vitreus,
ambliopa, glaukoma dan retinopati diabetik), riwayat keluarga dengan penyakit
mata serta penyakit sistemik yang berhubungan dengan ablasio retina,
misalnya diabetes, tumor, leukemia, eklamsia dan prematuritas.
15
b) Pemeriksaan Oftalmologi
1) Pemeriksaan visus. Tajam penglihatan akan sangat terganggu bila makula
lutea ikut terangkat.
2) Pemeriksaan lapangan pandang. Akan terjadi defek lapangan pandang
seperti tertutup tabir dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai dengan
kedudukan ablasio retina.
3) Pemeriksaan slit lamp; anterior segmen biasanya normal, pemeriksaan
vitreous untuk mencari tanda pigmen atau tobacco dust, ini merupakan
patognomonis dari ablasio retina pada 75 % kasus.
4) Pemeriksaan funduskopi. Retina yang mengalami ablasio tampak sebagai
membran abu-abu merah muda yang menutupi gambaran vaskuler koroid
dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah.
5) Pemeriksaan tekanan bola mata. Pada ablasio retina tekanan intraokuli
kemungkinan menurun.
c) Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit
penyerta antara lain glaukoma, diabetes melitus, maupun kelainan darah.
2) Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan bila retina tidak dapat tervisualisasi
oleh karena perubahan kornea, katarak, atau perdarahan.
3) Teknik pencitraan seperti foto orbita, CT scan, atau MRI tidak
diindikasikan untuk membantu diagnosis ablasio retina tetapi dapat
dibutuhkan untuk mendeteksi benda asing intraokuli dan tumor.
16
Tabel 1. Gambaran Diagnosis Dari Tiga Tipe Ablasio Retina
17
Penyakit utama yang merupakan diagnosis banding ablasio retina khususnya
tipe regmatogenosa adalah retinoschisis. Retinoschisis menyebabkan skotoma absolut
sedangkan ablasio retina menyebabkan skotoma relatif. Tobaco dust dan atau
perdarahan jarang ditemukan pada vitreus dengan retinoschisis sedangkan hal tersebut
sering ditemukan pada ablasio retina . Retinoschisis memiliki permukaan yang halus
dan biasanya muncul berbentuk kubah. Kebalikannya ablasio retina dengan
permukaan yang tidak rata. Pada kasus ablasio retina yang lama, retina dapat muncul
halus dan tipis hampir sama dengan retinoschisis. Pada ablasio retina yang lama
biasanya epitel pigmen retina di bawah garis demarkasi dan makrosit mengalami atrofi
sedangkan pada retinoschisis normal.9
Bergelombang/berkerut
Permukaan Kubah dan halus
(tidak rata)
Perdarahan/pigmen + -
2.3.9. Penatalaksanaan6
18
Apabila robekan retina ditemukan sebelum ablasio terjadi, hal tersebut dapat
ditangani dan dicegah agar retina tidak lebih lanjut terlepas. Biasanya laser dapat
digunakan untuk menangani robekan retina. Laser tersebut dapat membuat luka
bakar baru disekitar robekan yang pada akhirnya nanti membentuk jaringan parut dan
menahan retina pada jaringan di bawahnya. Hal ini mencegah cairan (cairan vitreus)
agar tidak masuk melalui robekan dan melepaskan retina. 4
Pada kasus-kasus yang lebih jarang, laser tidak bisa dipergunakan dan sebagai
gantinya dipakai cryoprobe retina untuk menangani robekan tersebut. Cryoprobe
tersebut dapat membuat suatu reaksi pembekuan yang dapat membentuk jaringan
parut di sekitar robekan.
19
Gambar 12. Penggunaan Cryoprobe pada Ablasio Retina2
Hal inilah yang menyebabkan pentingnya suatu pemeriksaan awal apabila
terdapat gejala PVD (flashes, floaters, shower of spots). Pemeriksaan menggunakan
oftalmoskopi indirek, pemeriksaan lensa kontak, dan depresi sklera diperlukan untuk
menemukan robekan retina secara dini dan daerah di sekitarnya yang beresiko
terlepas. Jika tidak ditemukan robekan pada pemeriksaan awal, sangat penting untuk
mengadakan pemeriksaan lagi dalam waktu 1 sampai 2 minggu atau lebih awal lagi
apabila terdapat gejala baru. Walaupun robekan ditemukan dan telah ditangani,
pemeriksaan lanjutan sangat diperlukan untuk memastikan reaksi laser bekerja dan
tidak berkembang robekan baru.4
Tidak semua robekan retina memerlukan penanganan. Banyak orang memiliki
lubang bundar atau atrofi pada retina mereka yang ditemukan pada pemeriksaan rutin
dan biasanya hal ini tidak perlu ditangani. Tetapi secara umum jika suatu robekan
retina ditemukan yang berhubungan dengan temuan gejala PVD atau terdapat faktor
resiko tinggi untuk mengalami ablasio retina diperlukan suatu penanganan yang tepat.4
Penanganan robekan retina dengan laser atau cryoprobe tersebut memiliki
tingkat kesuksesan yang tinggi dan biasanya ablasio retina dapat dihindari. Sayangnya
pada kasus-kasus tertentu, terkadang robekan retina secara cepat mengarah kepada
ablasio retina tanpa ada gejala PVD. Untuk ini dan alasan lainnya banyak orang
20
didiagnosis dengan ablasio retina pada awal pemeriksaan dan hampir selalu
memerlukan perbaikan melalui tindakan pembedahan. 4
Tindakan pembedahan untuk menangani ablasio retina meliputi berbagai macam
prosedur tergantung pada keadaan penyakit. Prosedur pembedahan yang dimaksud
meliputi scleral buckle procedure, vitrectomy dan pneumatic retinopexy.
1. Scleral Buckling
Posedur pembedahan ini telah dipergunakan lebih dari 30 tahun dan biasanya
dipergunakan untuk menangani ablasio retina tipe regmatogenosa. Operasi
pemasangan scleral buckle itu adalah merupakan prosedur yang paling umum untuk
memperbaiki ablasio retina. Prosedur ini meliputi melokalisir posisi keseluruhan
robekan retina, menangani semua robekan retina dengan cryoprobe dan
mempertahankan dengan menggunakan gesper sclera (scleral buckle). Gesper yang
digunakan biasanya adalah sebuah busa silicon atau silicon padat. Tipe dan bentuk
gesper bervariasi tergantung lokasi dan jumlah robekan retina. Gesper tersebut
dipasang pada dinding luar bola mata (sclera) untuk menciptakan sebuah indentasi
atau efek gesper di dalam mata. Gesper diposisikan di bawah muskulus rektus
sehingga dapat menekan robekan retina dan secara efektif menutup robekan dan
dipertahankan pada tempatnya dengan jahitan yang minimalis pada sklera mata.
Setelah robekan tertutup, cairan di bawah retina biasanya secara spontan akan kembali
pada posisinya semula dalam 1 sampai 2 hari (menghilangkan traksi vitreus). Pada
banyak kasus dilakukan dreinase terhadap cairan yang berada di bawah retina pada
bagian retina yang terlepas dan kemudian menutup lubang yang terjadi dengan laser
4,10
atau cryoterapy.
21
Gambar 13. Prosedur Scleral Buckling2,4
2. Vitrectomy
Prosedur ini dikenal juga dengan sebutan Trans Pars Plana Vitrectomy
(TPPV), dan telah digunakan sejak 20 tahun yang lalu untuk menangani ablasio retina
tipe traksi pada pasien diabetes tapi dapat juga dipergunakan untuk ablasio retina tipe
regmatogenosa khususnya kasus-kasus yang berhubungan dengan traksi vitreus atau
pendarahan pada vitreus. Prosedur tersebut meliputi membuat insisi kecil pada dinding
bola mata agar dapat memasukkan alat yang disebut vitrector ke dalam kavitas vitreus
(bagian tengah bola mata). Langkah yang pertama dilakukan adalah menghilangkan
vitreus humor menggunakan vitreus cutter. Kemudian tergantung pada tipe dan
penyebab ablasio retina, berbagai macam instrumen (gunting, forcep, laser, dll) dan
teknik (eksisi lingkaran yang mengalami traksi, pertukaran gas-cairan, pemberian
minyak silikon, dll) dipergunakan untuk mengembalikan retina pada lapisan di
bawahnya. 4,10
22
Gambar 14. Vitrektomi4
3. Peumatic Retinopexy
Prosedur ini dilakukan untuk memperbaiki ablasio retina tipe regmatogenosa
khususnya yang memiliki robekan tunggal terletak di bagian superior retina (straight-
forward rhegmatogenous retinal detachment). Prosedur ini meliputi menginjeksikan
gelembung gas ke dalam bagian tengah bola mata (kavitas vitreus) baik sebelum atau
sesudah lubang pada retina dirawat dengan laser atau cryoterapy untuk menutup
lubang secara permanen. Gelembung gas tersebut harus diposisiskan di atas lubang
agar dapat mencegah cairan masuk ke lubang sementara retina menyembuh.
Keuntungan utama dari prosedur ini adalah dapat dilakukan di praktek dokter tanpa
harus lama menginap di rumah sakit dan juga dapat dihindari komplikasi dari prosedur
sclera buckling walaupun tentunya memiliki komplikasi tersendiri. Sedangkan
keburukannya adalah prosedur ini memerlukan posisi kepala yang tetap selama 7 10
hari mendatang dan memiliki angka kesuksesan yang lebih rendah dibandingkan
prosedur sclera buckling. 4,10
23
Gambar 15. Pneumatic Retinopexy4
2.3.10. Komplikasi
2.3.11. Prognosis
Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya
ablasio, diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan. Terapi yang cepat
memberikan prognosis yang lebih baik. Prognosis lebih buruk bila mengenai
makula atau jika telah berlangsung lama. Jika macula melekat dan pembedahan
berhasil melekatkan kembali retina perifer, maka hasil penglihatan sangat baik
dan robekan yang lebih luas pada vitreus dapat dicegah. Jika makula lepas lebih
dari 24 jam sebelum pembedahan, maka tajam penglihatan sebelumnya
mungkin tidak dapat pulih sepenuhnya. Namun, bagian penting dari penglihatan
dapat kembali pulih dalam beberapa bulan.
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan
terpisahnya sel kerucut dan sel batang retina dari sel epitel pigmen
retina. Ablasio retina lebih banyak terjadi pada usia 40-70 tahun. Faktor
penyebab ablasio retina terbanyak adalah miopia, operasi katarak
(afakia, pseudofakia), dan trauma okuler. Gejala dari ablasio retina
adalah adanya floater, fotopsia, dan penurunan tajam penglihatan. Pada
pemeriksaan funduskopi diperoleh retina yang mengalami ablasio
tampak sebagai membran abu-abu merah muda yang menutupi gambaran
vaskuler koroid dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah.
Prinsip penatalaksanaan pada ablasio retina adalah untuk
melekatkan kembali lapisan neurosensorik ke lapisan epitel pigmen
retina, yaitu dengan pembedahan. Namun, pada ablasio retina eksudatif
juga diberikan terapi medikamentosa sesuai dengan etiologinya.
Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya
ablasio, diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan. Pada miopia
tinggi, karena ada degenerasi retina, maka prognosis buruk.
3.2 Saran
Dilakukan penelitian epidemiologi tentang penatalaksanaan secara
empiris pada kasus ablasio retina di Indonesia khususnya di tiap-tiap daerah.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Basic and Clinical Science Course, Retinal and Vitreous, saection 12,
American-Academy of Ophtalmology, United State, 1997.
2. Elkington AR, Khaw PT, Petunjuk Penting Kelainan Mata, Buku Kedokteran
EGC, Jakarta,1995.
3. Freeman WR, Practical Atlas of Retinal Disease and Therapy. Edition 2,
Lippincott-Raven, Hongkong,1998
4. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, Oftalmologi Umum, Edisi 14, Widya Medika,
Jakarta, 2000
5. Nema HV, Text Book of Ophtalmology, Edition 4, Medical publishers, New
Delhi, 2002
6. Langston D, Manual of Ocular Diagnosis and Therapy, Edition 4, Deborah
Pavan-Langston, United State, 1996.
7. Ilyas S, dkk. Ablasio Retina. Dalam: Sari Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-4.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004: 9,10,183-6.
8. Anonim. Anatomi mata dan retina. [online] 2007 [cited 2009 Nov 5]: [2
screens]. Available from: URL :http//www.google.com/picture/anatomi
mata_retina.
9. Lihteh Wu. Retinal Detachment, Exudative. [online]. 2010 feb 23 : available
from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/1224509-overview
10. The Northwest Kansas Eye Clinic, located in Hays, Kansas, [online]. available
from: URL: http://www.nwkec.org/005rd010.htm
11. The Eye MD. Association, Retina and Vitreus. In: Basic and Clinical Science
Cource 2003-2004 on CD-ROM, section 12. America Academy of
Ophthalmology: 2003-2004.
12. Kanski JJ. Retinal Detachment. In: Clinical Ophthalmology. 5th ed.
Butterworth Heinemann. Philadelphia; 2003: 349-89.
26