Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

Data USA Bureau of the Cencus, Indonesia diperkirakan akan mengalami


pertambahan warga lansia terbesar di seluruh dunia antara tahun 1990-2025, yaitu
sebesar 414%. Umur harapan hidup orang Indonesia diperkirakan mencapai 70
tahun atau lebih pada tahun 2015-2020. Transisi epidemiologi terjadi karena
pemerintah berhasil menekan angka penyakit infeksi, namun di sisi lain penyakit
yang berkaitan dengan faktor penuaanpun meningkat, seiring dengan semakin
banyaknya proporsi warga lansia di Indonesia. Penyakit yang berkaitan dengan
faktor penuaan sering disebut penyakit degeneratif, di antaranya Osteoartritis,
yang selanjutnya akan disingkat OA1.
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi yang paling
sering ditemukan di dunia, termasuk di Indonesia. Penyakit ini
menyebabkan nyeri dan gangguan gerakan sendi sehingga
mengganggu aktivitas sehari-hari (Adnan, 2007). Sendi lutut
merupakan sendi yang paling penting dalam menumpu berat
badan, dengan demikian sendi lutut sangat mudah mengalami
osteoarthritis yang akan menimbulkan kekakuan sendi, perubahan
bentuk dan nyeri untuk berjalan, naik tangga dan berdiri dari
duduk.Osteoarthritis banyak menyerang pada usia lanjut. Pada
umumnya pria dan wanita sama-sama dapat terkena penyakit ini
meskipun pada usia sebelum usia 45 tahun. Osteoarthritis banyak
menyerang atau terjadi pada pria dan wanita setelah usia 45
tahun, akan tetapi ostearthritis banyak menyerang wanita (Hudaya,
1996).
Ada beberapa faktor predisposisi yang diketahui berhubungan
erat dengan terjadinya osteoarthritis sendi lutut yaitu umur, jenis
kelamin, obesitas, faktor hormonal atau metabolisme, genetik,
aktivitas kerja dan trauma. Tujuan dari penatalaksanaan
osteoarthritis sendi lutut adalah untuk mencegah atau menahan
kerusakan yang lebih lanjut pada sendi lutut, untuk mengatasi nyeri
dan kaku sendi guna mempertahankan mobilitas (Carter, 1995).

1
Fisioterapi merupakan salah satu bagian dari tim medis yang
bertanggungjawab terhadap pembangunan kesehatan. Menurut
Purnamadyawati (2006), fisioterapi memiliki peran dalam
mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak serta fungsi
tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan
penanganan secara manual maupun dengan peralatan seperti
electrotherapy dan mekanis.
BAB II
LAPORAN KASUS

I. ANAMNESIS
1. Identitas Penderita
Nama : Ny. U
Umur : 61 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pensiunan
Pendidikan : S1
Agama : Islam
Alamat : Blitar
Status Pernikahan : Menikah
Suku : Jawa
Tanggal periksa : 24 Oktober 2012

2. Keluhan Utama : Nyeri pada lutut sebelah kiri

3. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang periksa ke poli rehabilitasi medik rumah sakit mardi
waluyo dengan keluhan nyeri pada lutut sebelah kiri sejak 2 bulan yang
lalu. Pasien mengatakan nyeri semakin lama semakin parah sejak 1
minggu ini. Nyeri bertambah bila dipakai berdiri setelah duduk lama dan
bediri lama dibuat duduk. Nyeri juga dirasakan bertambah ketika pagi hari
dan terasa kaku. Nyeri juga bertambah bila dipakai berjalan jauh dan
berkurang bila istirahat. Pasien juga merasa lututnya berbunyi kretek

2
kretek, tetapi tidak pernah bengkak, panas dan berwarna merah. Nyeri
tidak menjalar, tidak ada kelemahan, tidak ada rasa tebal dan tidak ada
geringgingen pada kakinya. Pasien mengaku pernah keseleo 2 tahun yang
lalu.

4. Riwayat Penyakit Dahulu:


- Riwayat trauma : tidak ditemukan
- Riwayat hipertensi : tidak ditemukan
- Riwayat sakit gula : tidak ditemukan
- Riwayat penyakit jantung : tidak ditemukan
- Riwayat alergi obat/makanan : tidak ditemukan
- Riwayat operasi tumor kandungan : tidak ditemukan
5. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat penyakit jantung : disangkal
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat sakit gula : disangkal
6. Riwayat Kebiasaan
- Riwayat merokok : disangkal
- Riwayat minum alkohol : disangkal
- Riwayat olah raga : jarang

II. PEMERIKSAAN FISIK


1. Status generalis
Keadaan Umum tampak cukup sehat, kesadaran compos mentis (GCS
E4V5M6), status gizi kesan lebih, gait (+)
Tanda Vital
Tensi : 130/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit, reguler, isi cukup, simetris
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,8 oC
BB : 78 kg

3
Thoraks : Simetris, tidak ada retraksi
- jantung : S1-S2 tunggal, murmur (-)
- paru : suara vesikuler di kedua lapang paru, ronchi -/-, wh -/-
Abdomen : bising usus normal, nyeri tekan (-), meteorismus (-)

Bagian Pergerakan Sendi Kekuatan Otot


Tubuh Pergerakan ROM Otot MMT
Neck Fleksi Full/Full Fleksor 5/5
Ekstensi Full/Full Ekstensor 5/5
Fleksi Full/Full Fleksor lateral 5/5
Lateral Full/Full Rotator 5/5
Rotasi
Trunk Fleksi Full/Full Fleksor 5/5
Ekstensi Full/Full Ekstensor 5/5
Fleksi Full/Full Fleksor lateral 5/5
Lateral Full/Full Rotator 5/5
Rotasi
Shoulder Fleksi Full/full Fleksor 5/5
Ekstensi Full/Full Ekstensor 5/5
Abduksi Full/Full Abduktor 5/5
Adduksi Full/Full Adduktor 5/5
Internal Full/Full Int. Rotator 5/5
Rotasi Full/Full Eks. Rotator 5/5
Eksternal Full/Full
Rotasi Full/Full
Elbow Fleksi Full/Full Fleksor 5/5
Ekstensi Full/Full Ekstensor 5/5
Pronasi Full/Full Pronator 5/5
Supinasi Full/Full Supinator 5/5
Wrist Fleksi Full/Full Fleksor 5/5
Ekstensi Full/Full Ekstensor 5/5
Radial Full/Full Radial 5/5

4
Deviasi Full/Full Deviator 5/5
Ulnar Ulnar
Deviasi Deviator
Fingers Fleksi Full/Full Fleksor 5/5
Ekstensi Full/Full Ekstensor 5/5
Abduksi Full/Full Abduktor 5/5
Adduksi Full/Full Adduktor 5/5
Hip Fleksi Full/Full Fleksor 5/5
Ekstensi Full/Full Ekstensor 5/5
Abduksi Full/Full Abduktor 5/5
Adduksi Full/Full Adduktor 5/5
Internal Full/Full Int. Rotator 5/5
Rotasi Full/Full Eks. Rotator 5/5
Eksternal
Rotasi
Knee Fleksi full/< 90 Fleksor 5/5
Ekstensi full/5 Ekstensor 5/5
Ankle Dorsofleksi Full/Full Dorsofleksor 5/5
Plantarfleksi Full/Full Plantarfleksor 5/5
Eversi Full/Full Evertor 5/5
Inversi Full/Full Invertor 5/5
Toes Fleksi Full/Full Fleksor 5/5
Ekstensi Full/Full Ekstensor 5/5

3. pemeriksaan neurologis
Reflek tendon dalam
Bisep : ++/++
Triseps : ++/++
Patella : ++/++
Achilles : ++/++
Reflek patologis : babinski -/-, Hoffmann tromner -/-
Tonus otot : normal
Sensorik : normal

5
4. status lokalis : Genu
Inspeksi : deformitas (-/-), hiperemi (-/-), oedema (-/-), luka (-/-),
Palpasi : nyeri tekan (-/+), hangat (-/-), krepitasi (-/+)
Pemeriksaan khusus : Patella grinding test (-/+)
Patella Aprehension test (-/-)
Anterior dreawer test (-/-)
Posterior drawer test (-/-)
Valgus stress (-/-)
Varus stress (-/-)

5. pemeriksaan penunjang : foto rontgen genu AP --Kesan : OA Genu Sinistra

III. DIAGNOSIS
Osteoartritis Genu Sinistra
Diagnosis fungsional : limitation function

IV. PROBLEM LIST


1. masalah medis : nyeri pada lutut sebelah kiri

6
2. bedah :-
3. problem rehabilitasi medic :
Mobilisasi :-
ADL : nyeri saat berjalan, kesulitan beribadah (sholat)
Komunikasi :-
Psikologi :-
Social ekonomi :-
Vocasional :-
Lainnya : Nyeri lutut kiri
ROM lutut kiri terbatas
Tujuan :
Jangka pendek : mengurangi nyeri pada lutut sebelah kiri,
meningkatkan ROM lutut sebelah kiri
Jangka panjang : menghilangkan nyeri dan mengembalikan fungsi
normal lutut sebelah kiri

V. PLANNING
1. masalah medis
medikamentosa : meloxicam 15 mg 1x1
fitbon 1x1
2. bedah :-
3. rehabilitasi medic
mobilisasi :-
ADL :
PDx :-
PTx : WSD genu sinistra
TENS genu sinistra
PMx : tanda dan gejala klinis
PEx :
Menurunkan berat badan
Tidak boleh naik turun tangga

7
Duduk di kursi
Tidak boleh lompat-lompat
Tidak boleh jongkok ,berdiri dan berjalan terlalu lama
Berjalan denga menggunakan tongkat
Latihan kekuatan otot aktif dan pasif
Latihan ROM
Komunikasi :-
Psikologi :-
Social ekonomi :-
Vocasional :-
Lainnya : sama dengan ADL

RESUME
Ny.U usia 61 tahun, datang ke poli rehabilitasi medic rumah sakit mardi
waluyo dengan keluhan nyeri pada lutut sebelah kiri sejak 2 bulan yang lalu.
Pasien mengatakan nyeri semakin lama semakin parah sejak 1 minggu ini. Nyeri
bertambah bila dipakai berdiri setelah duduk lama dan bediri lama dibuat duduk.
Nyeri juga dirasakan bertambah ketika pagi hari dan terasa kaku. Nyeri juga
bertambah bila dipakai berjalan jauh dan berkurang bila istirahat. Pasien juga
merasa lututnya berbunyi kretek kretek, tetapi tidak pernah bengkak, panas dan
berwarna merah. Nyeri tidak menjalar, tidak ada kelemahan, tidak ada rasa tebal
dan tidak ada geringgingen pada kakinya. Pasien mengaku pernah keseleo 2 tahun
yang lalu.
Pemeriksaan fisik, fleksi knee full/<90, ekstensi full/<5. Status lokalis,
nyeri tekan (-/+), krepitasi (-/+), Patella grinding test (/+).
Pemeriksaan X-Ray genu AP kesan : Osteoartristis genu sinistra.
Berdasarkan anamnesa pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
disimpulkan pasien didiagnosa osteartritis genu sinistra.
Penatalaksanaan pasien meliputi medikamentosa serta fisioterapi dengan
latihan isometrik untuk serta pemberian modalitas terapi fisik yakni WSD dan

8
TENS. Sedangkan edukasi diberikan kepada pasien dengan tujuan untuk
menghindari faktor resiko OA sehingga tidak terjadi destruksi yg progresif.

Follow Up Pasien
tgl S O A P
24/10 Nyeri (+), Motorik knee 5/5 OA Genu -
/12 kaku (+) Fleksi knee Sinistra Medikamentosa
full/<90 -SWD +TENS
Ekstensi full/5 -Terapi latihan
Status lokalis : -Edukasi
Nyeri tekan (-/+)
krepitasi (-/+)
Patella grinding test (/
+)
27/1 Nyeri (+), Motorik knee 5/5 OA Genu Medikamentosa
kaku (+) Fleksi knee Sinistra -SWD +TENS
0/12
full/<90 -Terapi latihan
Ekstensi full/5
Status lokalis :
Nyeri tekan (-/+)
krepitasi (-/+)
Patella grinding test (/
+)
30/1 Nyeri (+) Motorik knee 5/5 OA Genu Medikamentosa
berkurang Fleksi knee full/90 Sinistra -SWD +TENS
0/12
kaku (+) Ekstensi full/5 -Terapi latihan
berkurang Status lokalis :
Nyeri tekan (-/+)
krepitasi (-/+)
Patella grinding test (/
+)

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Sendi Lutut


Persendian atau artikulasio adalah suatu hubungan antara dua buah tulang
atau lebih yang dihubungkan melalui pembungkus jaringan ikat pada bagian luar
dan pada bagian dalam terdapat rongga sendi dengan permukaan tulang yang
dilapisi oleh tulang rawan6.
Fungsi dari sendi secara umum adalah untuk melakukan gerakan pada
tubuh. Sendi lutut merupakan bagian dari extremitas inferior yang
menghubungkan tungkai atas (paha) dengan tungkai bawah. Fungsi dari sendi
lutut ini adalah untuk mengatur pergerakan dari kaki. Dan untuk menggerakkan
kaki ini juga diperlukan antara lain6 :
Otot- otot yang membantu menggerakkan sendi
Capsul sendi yang berfungsi untuk melindungi bagian tulang yang
bersendi supaya jangan lepas bila bergerak
Adanya permukaan tulang yang dengan bentuk tertentu yang mengatur
luasnya gerakan.
Adanya cairan dalam rongga sendi yang berfungsi untuk mengurangi
gesekan antara tulang pada permukaan sendi.
Ligamentum-ligamentum yang ada di sekitar sendi lutut yang merupakan
penghubung kedua buah tulang yang bersendi sehingga tulang menjadi
kuat untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh.
Tulang Pembentuk Sendi Lutut
Tulang yang membentuk sendi lutut antara lain: Tulang femur
distal, tibia proximal, tulang fibula, dan tulang patella.

10
1) Tulang Femur (Tulang paha)
Tulang femur termasuk tulang panjang yang bersendi ke
atas dengan pelvis dan ke bawah dengan tulang tibia. Tulang
femur terdri dari epiphysis proximal diaphysis dan epiphysis
distalis. Pada tulang femur ini yang berfungsi dalam
persendian lutut adalah epiphysis distalis. Epiphysis distalis
merupakan bulatan sepasang yang disebut condylus femoralis
lateralis dan medialis. Di bagian proximal tonjolan tersebut
terdapat sebuah bulatan kecil yang disebut epicondylus
lateralis dan epicondylus lateralis. Pandangan dari depan,
terdapat dataran sendi yang melebar ke lateral yang disebut
fades patellaris yang nantinya bersendi dengan tulang patella.
Dan pandangan dari belakang, diantara condylus lateralis dan
medialis terdapat cekungan yang disebut fossa
intercondyloidea 1

2) Tulang patella (Tulang tempurung lutut)


Tulang patella merupakan tulang dengan bentuk segitiga
pipih dengan apeks menghadap ke arah distal. Pada
permukaan depan kasar sedangkan permukaan dalam atau
dorsal memiliki permukaan sendi yaitu fades articularis
lateralis yang lebar dan fades articulararis medialis yang
sempit
3) Tulang Tibia (Tulang kering)
Tulang tibia terdiri dan epiphysis proximalis, diaphysis
distalis. Epiphysis proximalis pada tulang tibia terdiri dari dua
bulatan yang disebut condylus lateralis dan condylus medialis
yang atasnya terdapat dataran sendi yang disebut facies
artikularis lateralis dan medialis yang dipisahkan oleh ementio
intercondyloidea 2.
Lutut merupakan sendi yang bentuknya
dapat dikatakan tidak ada kesesuaian bentuk, kedua condylus
dari femur secara bersama sama membentuk sejenis katrol
(troclea), sebaiknya dataran tibia tidak rata permukaanya,
ketidak sesuaian ini dikompensasikan oleh bentuk meniscu 1.

11
Hubungan-hubungan antara tulang tersebut membentuk suatu
sendi yaitu: antara tulang femur dan patella disebut articulatio
patella femorale, hubungan antara tibia dan femur disebut
articulatio tibio femorale. Yang secara keseluruhan dapat
dikatakan sebagai sendi lutut atau knee joint 2.
4) Tulang Fibula
Tulang fibula ini berbentuk kecil panjang terletak
disebelah lateral dan tibia juga terdiri dari tiga bagian yaitu:
epiphysis proximalis, diaphysis dan epiphysis distalis.
Epiphysis proximalis membulat disebut capitulum fibula yang
ke proximalis meruncing menjadi apex capitulis fibula. Pada
capitulum terdapat dua dataran yang disebut fades articularis
capiluli fibula untuk bersendi dengan tibia. Diapiphysis
mempunyai empat crista lateralis, crista medialis, crista
lateralis dan fades posterior. Epiphysis distalis ke arah lateral
membulat disebut maleolus lateralis (mata kaki luar) 2.

Ligamentum, Capsul Sendi dan Jaringan Lunak Sendi


a. Ligamentum
Terdapat ligamentum pada sendi lutut yang terbagi menjadi ligamentum
extracapsular dan ligamentum intracapsular3.
ligamentum extracapsular
1. Ligamentum Patellae
Melekat (diatas) pada tepi bawah patella dan pada bagian bawah
melekat pada tuberositas tibiae. Ligamentum patellae ini
sebenarnya merupakan lanjutan dari bagian pusat tendon
bersama m. quadriceps femoris. Dipisahkan dari membran
synovial sendi oleh bantalan lemak intra patella dan dipisahkan
dari tibia oleh sebuah bursa yang kecil. Bursa infra patellaris
superficialis memisahkan ligamentum ini dari kulit3
2. Ligamentum Collaterale Fibulare
Ligamentum ini menyerupai tali dan melekat di bagian atas pada
condylus lateralis dan dibagian bawah melekat pada capitulum

12
fibulae. Ligamentum ini dipisahkan dari capsul sendi melalui
jaringan lemak dan tendon m. popliteus. Dan juga dipisahkan
dari meniscus lateralis melalui bursa m. poplitei.
3. Ligamentum Collaterale Tibiae
Ligamentum ini berbentuk seperti pita pipih yang melebar dan
melekat dibagian atas pada condylus medialis femoris dan pada
bagian bawah melekat pada margo infraglenoidalis tibiae.
Ligamentum ini menembus dinding capsul sendi dan sebagian
melekat pada meniscus medialis. Di bagian bawah pada margo
infraglenoidalis, ligamentum ini menutupi tendon m.
semimembranosus dan a. inferior medialis genu .
4. Ligamentum Popliteum Obliquum
Merupakan ligamentum yang kuat, terletak pada bagian posterior
dari sendi lutut, letaknya membentang secara oblique ke medial
dan bawah. Sebagian dari ligamentum ini berjalan menurun pada
dinding capsul dan fascia m. popliteus dan sebagian lagi
membelok ke atas menutupi tendon m. semimembranosus.
5. Ligamentum Transversum Genu
Ligamentum ini terletak membentang paling depan pada dua
meniscus , terdiri dari jaringan connective, kadang- kadang
ligamentum ini tertinggal dalam perkembangannya , sehingga
sering tidak dijumpai pada sebagian orang.
ligamentum intra capsular
Ligamentum cruciata adalah dua ligamentum intra capsular yang
sangat kuat, saling menyilang didalam rongga sendi. Ligamentum ini
terdiri dari dua bagian yaitu posterior dan anterior sesuai dengan
perlekatannya pada tibiae. Ligamentum ini penting karena merupakan
pengikat utama antara femur dan tibiae.
1. Ligamentum Cruciata Anterior
Ligamentum ini melekat pada area intercondylaris anterior tibiae dan
berjalan kearah atas, kebelakang dan lateral untuk melekat pada bagian
posterior permukaan medial condylus lateralis femoris. Ligamentum ini

13
akan mengendur bila lutut ditekuk dan akan menegang bila lutut
diluruskan sempurna. Ligamentum cruciatum anterior berfungsi untuk
mencegah femur bergeser ke posterior terhadap tibiae. Bila sendi lutut
berada dalam keadaan fleksi ligamentum cruciatum anterior akan
mencegah tibiae tertarik ke posterior.
2. Ligamentum Cruciatum Posterior
Ligamentum cruciatum posterior melekat pada area intercondylaris
posterior dan berjalan kearah atas , depan dan medial, untuk dilekatkan
pada bagian anterior permukaan lateral condylus medialis femoris.
Serat-serat anterior akan mengendur bila lutut sedang ekstensi, namun
akan menjadi tegang bila sendi lutut dalam keadaan fleksi. Serat-serat
posterior akan menjadi tegang dalam keadaan ekstensi. Ligamentum
cruciatum posterior berfungsi untuk mencegah femur ke anterior
terhadap tibiae. Bila sendi lutut dalam keadaan fleksi , ligamentum
cruciatum posterior akan mencegah tibiae tertarik ke posterior.
b. Capsul Sendi
Kapsul sendi lutut terdiri dan dua lapisan yaitu (1)
stratum fibroswn merupakan lapisan luar yang berfungsi
sebagai penutup atau selubung (2) stratum synovial yang
bersatu dengan bursa suprapatellaris, stratum synovial ini
merupakan lapisan dalam yang berfungsi memproduksi
cairan synovial untuk melicinkan permukaan sendi lutut.
Kapsul sendi lutut ini termasuk jaringan fibrosus yang
avasculer sehingga jika cedera sulit untuk proses
penyembuhan. 2

14
Gambar 1. Kapsul sendi

c. Jaringan Lunak Sendi


1) Meniscus
Meniscus merupakan jaringan lunak, meniscus pada sendi
lutut adalah meniscus lateralis dan medialis, Adapun fungsi
meniscus adalah (1) penyebaran pembebanan (2) peredam
kejut (shock absorber) (3) mempermudah gerakan rotasi (4)
mengurangi gerakan dan stabilisator setiap penekanan
akan diserap oleh meniscus dan diteruskan ke sebuah
sendi.
2. ) Bursa
Bursa merupakan kantong yang berisi cairan yang
memudahkan terjadinya
gesekan dan gerakan, berdinding tipis dan dibatasi oleh
membran synovial. Ada beberapa bursa yang terdapat pada
sendi lutut antara lain: (1) bursa popliteus, (2) bursa supra
pateliaris (3) bursa infra paterallis (4) bursa sulcutan
prapateliaris (5) bursa sub patelliaris 2.

15
Gambar 2. Lutut fleksi, cruciate dan ligament
collateral6
Gambar 3. Anatomi Sendi Lutut tampak Samping

3. Otot penggerak Sendi Lutut

16
Otot-otot utama yang menggerakkan sendi lutut adalah quadricep dan otot
hamstring. Paha depan menempel pada patela, dan tendon patela menghubungkan

17
otot ini ke bagian depan tibia. Ketika otot quadricep kontraksi lutut meluas.
Sebaliknya, ketika otot hamstring kontraksi, mereka menarik lutut ke fleksi.

Gambar 5. Sendi lutut fleksi3


Gambar 4. Sendi lutut
ekstensi3

Biomekanik lutut
a. Osteokinematika
Lutut termasuk dalam sendi giglymus (hinge modified) dan mempunyai
gerak yang cukup luas seperti sendi siku, luas gerak flexinya cukup besar.
Osteokinematika yang memungkinkan terjadi adalah gerak flexi dan extensi
pada bidang segitiga dengan lingkup gerak sendi untuk gerak flexi sebesar
130 hingga 135 dengan posisi extensi 0 atau 5, dan gerak putaran ke dalam
30 hingga 35 sedangkan putaran keluar 40 hingga 45 dari awal mid posisi.
Flexi sendi lutut adalah gerakan permukaan posterior ke bawah menjauhi
permukaan posterior tungkai bawah. Putaran ke dalam adalah gerakan yang
membawa jari-jari ke arah sisi dalam tungkai (medial). Putaran keluar adalah
gerakan membawa jari-jari ke arah luar (lateral) tungkai. Untuk putaran (rotasi)
dapat terjadi pada posisi lutut flexi 90, R (< 90).

b. Artrokinematika

18
Pada kedua permukaan sendi lutut pergerakan yang terjadi meliputi
gerak slidding dan rolling, maka disinilah berlaku hukum konkaf-konvek.
Hukum ini menyatakan bahwa jika permukaan sendi cembung (konvek)
bergerak pada permukaan sendi cekung (konkaf) maka pergerakan slidding
dan rolling berlawanan. Dan jika permukaan sendi cekung
bergerak pada permukaan sendi cembung, maka gerak slidding
dan rolling searah. Pada permukaan femur cembung (konvek)
bergerak, maka gerakan slidding dan rolling berlawanan arah.
Saat gerak flexi femur rolling kearah belakang dan sliddingnya ke
depan untuk gerak extensi rollingnya keventral dan sliddingnya
kebelakang. Dan pada permukaan tibia cekung (konkaf) bergerak,
flexi ataupun extensi menuju kedepan atau ventral.

3.2 Defiisis Osteoartritis


Osteoartritis (OA) adalah gangguan sendi yang bersifat kronis disertai
kerusakan tulang rawan sendi berupa disintegrasi dan perlunakan progresif, diikuti
pertambahan pertumbuhan pada tepi tulang dan tulang rawan sendi yang disebut
osteofit, diikuti dengan fibrosis pada kapsul sendi. Kelainan ini timbul akibat
mekanisme abnormal pada proses penuaan, trauma atau akibat kelainan lain yang
menyebabkan kerusakan tulang rawan sendi. Keadaan ini tidak berkaitan dengan
faktor sistemik ataupun infeksi.4

3.3 Epidemiologi
Dari sekian banyak sendi yang dapat terserang OA, lutut merupakan sendi
yang paling sering dijumpai terserang OA. Osteoartritis lutut merupakan
penyebab utama rasa sakit dan ketidakmampuan dibandingkan OA pada bagian
sendi lainnya.8 Data Arthritis Research Campaign menunjukkan bahwa lebih dari
550 ribu orang di Inggris menderita OA lutut yang parah dan 2 juta orang
mengunjungi dokter praktek umum maupun rumah sakit karena OA lutut. Lebih
dari 80 ribu operasi replacement sendi lutut dilakukan di Inggris pada tahun 2000
dengan biaya 405 juta Poundsterling5.

19
3.4 Faktor Resiko
Secara garis besar, terdapat dua pembagian faktor risiko OA lutut yaitu
faktor predisposisi dan faktor biomekanis. Faktor predisposisi merupakan faktor
yang memudahkan seseorang untuk terserang OA lutut. Sedangkan faktor
biomekanik lebih cenderung kepada faktor mekanis / gerak tubuh yang
memberikan beban atau tekanan pada sendi lutut sebagai alat gerak tubuh,
sehingga meningkatkan risiko terhadinya OA lutut6.
a. Faktor Predisposisi
1. Faktor Demografi
Usia
Proses penuaan dianggap sebagai penyebab peningkatan kelemahan di
sekitar sendi, penurunan kelenturan sendi, kalsifikasi tulang rawan dan
menurunkan fungsi kondrosit, yang semuanya mendukung terjadinya
OA.
Jenis kelamin
Prevalensi OA pada laki-laki sebelum usia 50 tahun lebih tinggi
dibandingkan perempuan, tetapi setelah usia lebih dari 50 tahun
prevalensi perempuan lebih tinggi menderita OA dibandingkan laki-
laki. Perbedaan tersebut menjadi semakin berkurang setelah menginjak
usia 80 tahun. Hal tersebut diperkirakan karena pada masa usia 50 80
tahun wanita mengalami pengurangan hormon estrogen yang
signifikan7.
Ras / Etnis
Prevalensi OA lutut pada penderita di negara Eropa dan Amerika tidak
berbeda, sedangkan suatu penelitian membuktikan bahwa ras Afrika
Amerika memiliki risiko menderita OA lutut 2 kali lebih besar
dibandingkan ras Kaukasia. Penduduk Asia juga memiliki risiko
menderita OA lutut lebih tinggi dibandingkan Kaukasia8.
2. Faktor Genetik
Faktor genetik diduga juga berperan pada kejadian OA lutut, hal
tersebut berhubungan dengan abnormalitas kode genetic untuk sintesis
kolagen yang bersifat diturunkan6.

20
3. Faktor Gaya Hidup
Kebiasaan Merokok
Banyak penelitian telah membuktikan bahwa ada hubungan positif
antara merokok dengan OA lutut. Merokok meningkatkan kandungan
racun dalam darah dan mematikan jaringan akibat kekurangan oksigen,
yang memungkinkan terjadinya kerusakan tulang rawan. Rokok juga
dapat merusakkan sel tulang rawan sendi.
Konsumsi Vitamin D
Orang yang tidak biasa mengkonsumsi makanan yang mengandung
vitamin D memiliki peningkatan risiko 3 kali lipat menderita OA lutut10.
4. Faktor Metabolik
Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko terkuat yang dapat dimodifikasi.
Selama berjalan, setengah berat badan bertumpu pada sendi lutut.
Peningkatan berat badan akan melipatgandakan beban sendi lutut saat
berjalan.
Osteoporosis
Hubungan antara OA lutut dan osteoporosis mendukung teori bahwa
gerakan mekanis yang abnormal tulang akan mempercepat kerusakan
tulang rawan sendi. Suatu studi menunjukkan bahwa terdapat kasus OA
lutut tinggi pada penderita osteoporosis7.
Penyakit Lain
OA lutut terbukti berhubungan dengan diabetes mellitus, hipertensi dan
hiperurikemi, dengan catatan pasien tidak mengalami obesitas7.
Histerektomi
Prevalensi OA lutut pada wanita yang mengalami pengangkatan rahim
lebih tinggi dibandingkan wanita yang tidak mengalami pengangkatan
rahim. Hal ini diduga berkaitan dengan pengurangan produksi hormon
estrogen setelah dilakukan pengangkatan rahim7.
Menisektomi

21
Osteoartritis lutut dapat terjadi pada 89% pasien yang telah menjalani
menisektomi. Menisektomi merupakan operasi yang dilakukan di
daerah lutut dan telah diidentifikasi sebagai faktor risiko penting bagi
OA lutut. Hal tersebut dimungkinkan karena beberapa hal berikut ini :
1. Hilangnya jaringan meniskus akibat menisektomi membuat tekanan
berlebih pada tulang rawan sendi sehingga memicu timbulnya OA lutut.
2. Bagi pasien yang mengalami menisektomi, degenerasi meniskal dan
robekan mungkin menjadi lebih luas dan perubahan pada tulang rawan
sendi akan lebih besar daripada mereka yang tidak melakukan
menisektomi.
b. Faktor Biomekanis
1. Riwayat Trauma Lutut
Trauma lutut yang akut termasuk robekan pada ligamentum krusiatum dan
meniskus merupakan faktor risiko timbulnya OA lutut.
2. Kelainan Anatomis
Faktor risiko timbulnya OA lutut antara lain kelainan lokal pada sendi lutut
seperti genu varum, genu valgus, Legg Calve Perthes disease dan
displasia asetabulum. Kelemahan otot kuadrisep dan laksiti ligamentum
pada sendi lutut termasuk kelainan lokal yang juga menjadi faktor risiko OA
lutut9.
3. Pekerjaan
Osteoartritis banyak ditemukan pada pekerja fisik berat, terutama yang
banyak menggunakan kekuatan yang bertumpu pada lutut. Prevalensi lebih
tinggi menderita OA lutut ditemukan pada kuli pelabuhan, petani dan
penambang dibandingkan pada pekerja yang tidak banyak menggunakan
kekuatan lutut seperti pekerja administrasi.
4. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik berat seperti berdiri lama (2 jam atau lebih setiap hari),
berjalan jarak jauh (2 jam atau lebih setiap hari), mengangkat barang berat
(10 kg 50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), mendorong objek
yang berat (10 kg 50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), naik
turun tangga setiap hari merupakan faktor risiko OA lutut.

22
5. Kebiasaan olah raga
Atlit olah raga benturan keras dan membebani lutut seperti sepak bola, lari
maraton dan kung fu memiliki risiko meningkat untuk menderita OA lutut.
Kelemahan otot kuadrisep primer merupakan faktor risiko bagi terjadinya
OA dengan proses menurunkan stabilitas sendi dan mengurangi shock yang
menyerap materi otot9.

3.5 Patogenesa
1. Tulang rawan sendi
Stage I : Gangguan atau perubahan matriks kartilago. Berhubungan dengan
peningkatan konsentrasi air yang mungkin disebabkan gangguan mekanik,
degradasi makromolekul matriks, atau perubahan metabolisme kondrosit.
Awalnya konsentrasi kolagen tipe II tidak berubah, tapi jaring-jaring kolagen
dapat rusak dan konsentrasi aggrecan dan derajat agregasi proteoglikan
menurun.
Stage II : Respon kondrosit terhadap gangguan atau perubahan matriks.
Ketika kondrosit mendeteksi gangguan atau perubahan matriks, kondrosit
berespon dengan meningkatkan sintesis dan degradasi matriks, serta
berproliferasi. Respon ini dapat menggantikan jaringan yang rusak,
mempertahankan jaringan, atau meningkatkan volume kartilago. Respon ini
dapat berlangsung selama bertahun-tahun.
Stage III : Penurunan respon kondrosit. Kegagalan respon kondrosit untuk
menggantikan atau mempertahankan jaringan mengakibatkan kerusakan
tulang rawan sendi disertai dan diperparah oleh penurunan respon kondrosit.
Penyebab penurunan respon ini belum diketahui, namun diperkirakan akibat
kerusakan mekanis pada jaringan, dengan kerusakan kondrosit dan
downregulasi respon kondrosit terhadap sitokin anabolik.12
2. Perubahan Tulang.
Perubahan tulang subchondral yang mengikuti degenerasi tulang rawan
sendi meliputi peningkatan densitas tulang subchondral, pembentukan
rongga-rongga yang menyerupai kista yang mengandung jaringan myxoid,
fibrous, atau kartilago. Respon ini muncul paling sering pada tepi sendi

23
tempat pertemuan tulang dan tulang rawan yang berbentuk bulan sabit
(crescent).Peningkatan densitas tulang merupakan akibat dari pembentukan
lapisan tulang baru pada trabekula biasanya merupakan tanda awal dari
penyakit degenerasi sendi pada tulang subchondral, tapi pada beberapa sendi
rongga rongga terbentuk sebelum peningkatan densitas tulang secara
keseluruhan. Pada stadium akhir dari penyakit, tulang rawan sendi telah rusak
seluruhnya, sehingga tulang subchondral yang tebal dan padat kini
berartikulasi dengan permukaan tulang denuded dari sendi lawan.
Remodeling tulang disertai dengan kerusakan tulang sendi rawan mengubah
bentuk sendi dan dapat mengakibatkan shortening dan ketidakstabilan tungkai
yang terlibat.12
Pada sebagian besar sendi sinovial, pertumbuhan osteofit diikuti dengan
perubahan tulang rawan sendi serta tulang subchondral dan metafiseal.
Permukaan yang keras, fibrous, dan kartilaginis ini biasanya muncul di tepi-
tepi sendi. Osteofit marginal biasanya muncul pada permukaan tulang rawan,
tapi dapat muncul juga di sepanjang insersi kapsul sendi (osteofit kapsuler).
Tonjolan tulang intraartikuler yang menonjol dari permukaan sendi yang
mengalami degenerasi disebut osteofit sentral. Sebagian besar osteofit
marginal memiliki pernukaan kartilaginis yang menyerupai tulang rawan
sendi yang normal dan dapat tampak sebagai perluasan dari permukaan sendi.
Pada sendi superfisial, osteofit ini dapat diraba, nyeri jika ditekan, membatasi
ruang gerak, dan terasa sakit jika sendi digerakkan. Tiap sendi memiliki pola
karakter yang khas akan pembentukan osteofit di sendi panggul, osteoarthritis
biasanya membentuk cincin di sekitar tepi acetabulum dan tulang rawan
femur. Penonjolan osteofit sepanjang tepi inferior dari permukaan artikuler os
humerus biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit degenartif sendi
glenohumeral. Osteofit merupakan respon terhadap proses degerasi tulang
rawan sendi dan remodelling tulang sudkhondral, termasuk pelepasan sitokin
anabolik yang menstimulasi proliferasi dan pembentukan sel tulang dan
matrik kartilageneus.12

3. Jaringan Periartikuler.

24
Kerusakan tulang rawan sendi mengakibatkan perubahan sekunder dari
synovium, ligamen, kapsul, serta otot yang menggerakan sendi yang terlibat.
Membran sinovial sering mengalami reaksi inflamasi ringan serta sedang dan
dapat berisi fragmen-fragmen dari tulang rawan sendi.Semakin lama ligamen,
kapsul dan otot menjadi contracted. Kurangnya penggunaan sendi dan
penurunan ROM mengakibatkan atropi otot. Perubahan sekunder ini sering
mengakibatkan kekakuan sendi dan kelemahan tungkai.12
3.6
Manifestasi Klinis14
Osteoarthritis biasanya mengenai satu atau beberapa sendi. Gejala-gejala
klinis yang ditemukan berhubungan dengan fase inflamasi sinovial, penggunaan
sendi serta inflamasi dan degenerasi yang terjadi di sekitar sendi.
1. Nyeri. Nyeri terutama pada sendi-sendi yang menanggung beban tubuh
seperti pada sendi panggul dan lutut. Nyeri ini terutama terjadi bila sendi
digerakkan dan pada waktu berjalan. Nyeri yang terjadi berhubungan
dengan :
Inflamasi yang luas
Kontraktur kapsul sendi
Peningkatan tekanan intra-artikuler akibat kongesti vaskuler
Nyeri berkurang setelah dilakukan aspirasi yang mengurangi
tekanan intra-artikuler.
2. Kekakuan. Kekakuan terutama terjadi oleh karena adanya lapisan yang
terbentuk dari bahan elastic akibat pergeseran sendi atau oleh adanya cairan
yang viskosa. Keluhan yang dikemukakan berupa kesukaran untuk bergerak
setelah duduk. Kekakuan pada sendi besar atau pada jari tangan menyebabkan
gangguan pada aktivitas sehari-hari penderita.
3. Pembengkakan. Pembengkakan terutama ditemukan pada lutut dan
siku. Pembengkakan disebabkan oleh cairan dalam sendi pada stadium akut
atau oleh karena pembengkakan pada tulang yang disebut osteofit. Juga dapat
terjadi oleh karena adanya pembengkakan dan penebalan pada sinovia yang
berupa kista.

25
4. Gangguan Pergerakan. Gangguan pergerakan pada sendi disebabkan
oleh adanya fibrosis pada kapsul, osteofit atau iregularitas permukaan sendi.
Pada pergerakan sendi dapat ditemukan atau didengar adanya krepitasi.
5. Deformitas. Deformitas sendi yang ditemukan akibat kontraktur kapsul
serta instabilitas sendi karena kerusakan pada tulang dan tulang rawan.
6. Nodus Heberden dan Bouchard. Nodus heberden ditemukan pada
bagian dorsal sendi interfalangeal distal, sedangkan nodus bouchard pada
bagian proksimal sendi interfalangeal tangan terutama pada wanita dengan
osteoarthritis primer. Nodus heberden kadang-kadang tanpa disertai rasa nyeri
tapi sering ditemukan parestesia dan kekakuan sendi jari-jari tangan pada
stadium lanjut disertai dengan deviasi jari ke lateral.
3.7
Diagnosa
3.7.1 Anamnesa
Penderita biasanya berusia lebih dari 50 tahun. Keluhan yang dirasakan
adalah nyeri dan kaku pada sendi yang terkena, terutama apabila melakukan
aktivitas dan mereda apabila istirahat. Kekakuan dipagi hari sering dirasakan.
Biasanya hilang dalam waktu 30 menit. Gejalan lain adalah krepitus atau kretek-
kretek dan bengkak. Krepitus ada apabila digunakan untuk bergerak. Bengkak
disebabkan oleh deformitas tulang, misalnya pembentukan osteofit, atau karena
efusi yang disebabkan oleh akumulasi cairan synovial13.
Nyeri merupakan gejala yang paling sering dirasakan pada pasien
osteoarthritis lutut. Pada awalnya nyeri terlokalisir pada bagian tertentu, tetapi
apabila berlanjut nyeri dirasakan pada seluruh lutut. Bengkak, penurunan ruang
gerak sendi dan abnormalitas mekanis sering menyertai nyeri13.
Pada tahap awal keluhan hilang timbul, selanjutnya durasi dan
keparahannya meningkat sejalan dengan bertambah beratnya penyakit. Olahraga,
aktivitas fisik yang meningkat, duduk terlalu lama, naik tangga, jongkok atau
perubahan cuaca sering menyebabkan kambuhnya penyakit13.
Adanya gejala demam, hilangnya berat badan, anoreksia atau hasil uji
darah tidak normal harus dicurigai bahwa ada penyekit lain, misalnya infeksi atau
keganasan13.

26
3.7.2 Pemeriksaan Fisisk

Gambar 6. Range of Motion sendi lutut12

Gambar 7 patella apprehension (instability)23 Gambar 8 patella grinding test 23

Gambar 9. Fluctuation Test Gambar 10.


Detecting Cardinal Signs of Inflammatio Palpation of Lateral Joint Line In Patient
n of Knee s With Osteoarthritis of Knee
13 13
27
3.7.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan foto polos.
Gambaran yang khas pada foto polos adalah :
Densitas tulang normal atau meninggi
Penyempitan ruang sendi yang asimetris karena hilangnya tulang rawan
send
Sclerosis tulang subkondral
Kista tulang pada permukaan sendi terutama subkondral
Osteofit pada tepi sendi
3.7.4 Kriteria Diagnosa
Kriteria diagnosis OA lutut menggunakan kriteria klasifikasi American
College of Rheumatology seperti tercantum pada tabel berikut ini

Klasifikasi osteoarthritis berdasarkan gambaran radiologis


Grade Classification Description
0 Normal No features of OA
1 Doubtfull Mungkin ada osteopit, Penyempitan diragukan.
2 Mild Osteopit nyata. Normal joint space, tapi mulai ada
penyempitan
3 Moderate Osteopit terbentuk moderate, multiple, penyempitan
nyata, Subchondral sclerosis, kemungkinan ada
deformitas.
4 Severe Deformitas nyata, Subchondral sclerosis berat.

28
The epidemiology of chronic rheumatism, Kellgren ,vol. 2. Atlas of standard radiographs.
Oxford: Blackwell Scientific; 1963.
3.8 Diagnosa Banding
Diagnosis banding yang utama untuk pasien osteoarthritis adalah
rheumatoid arthritis, yang merupakan suatu penyakit autoimun yang ditandai
dengan terdapatnya sinovitis erosif simetrik yang walaupun terutama mengenai
jaringan persendian, seringkali juga melibatkan organ tubuh lainnya. Sebagian
besar pasien menunjukan gejala penyakit kronik yang hilang timbul, yang jika
tidak diobati akan menyebabkan terjadinya kerusakan persendian dan deformitas
sendi yang progresif yang menyebabkan disabilitas dan kematian dini. Faktor
genetik, hormon seks, infeksi dan umur telah diketahui berpengaruh kuat dalam
menentukan pola morbiditas penyakit ini, walaupun etiologi rheumatoid arthritis
yang sebenarnya belum diketahui secara pasti. Kelainan artritis lutut di luar
asteoartritis yang umumnya banyak dijadikan diagnosa banding dengan
osteoartritis adalah rheumatoid arthritis dan Gout Arthritis17,18.
Pada Rheumatoid Arthtitis, pembengkakan jaringan lunak dan gejala
inflamasi setempat jelas, prediksi sendi yang terkena adalah sendi-sendi kecil,
bersifat poliartikuler, simetris dan disertai gejala sistematik15.
Kriteria diagnostik untuk rheumatoid arthritis (Price & Wilson, 2006)
Kekakuan pada pagi hari (lamanya >1 jam)
Artritis pada tiga atau lebih sendi
Artritis sendi-sendi jari-jari tangan
Usia pasien masa subur 30-40 tahun
Nodul reumatoid
Faktor reumatoid dalam serum
Perubahan radiologik (erosi atau dekalsifikasi tulang)
Gout Arthritis adalah sindrom klinis yang mempunyai gambaran khusus
yaitu Arthritis akut. Gejala Arthritis akut disebabkan oleh inflamasi jaringan
terhadap pembentukan kristal monosodium urat monohidrat akibat adanya
gangguan metabolisme purin dalam tubuh. Sering terjadi pada sendi
metatarsophalangeal dan pada sendi lutut. Pada pemeriksaan laboratorium

29
didapatkan kadar asam urat yang tinggi dalam darah serta diketahui adanya
jumlah leukosit dan laju endap darah yang meningkat16.

3.9 Penatalaksanaan
Tujuan dari penatalaksanaan pasien yang mengalami OA adalah untuk
edukasi pasien, pengendalian rasa sakit, memperbaiki fungsi sendi yang terserang
dan menghambat penyakit supaya tidak menjadi lebih parah. Penatalaksanaan OA
terdiri dari terapi non obat (edukasi, penurunan berat badan, terapi fisik dan terapi
kerja), terapi obat, terapi lokal dan tindakan bedah9.
1. Terapi Non Obat
Terapi non obat terdiri dari edukasi, penurunan berat badan, terapi fisik
dan terapi kerja. Pada edukasi, yang penting adalah meyakinkan pasien untuk
dapat mandiri, tidak selalu tergantung pada orang lain. Walaupun OA tidak dapat
disembuhkan, tetapi kualitas hidup pasien dapat ditingkatkan9.
Penurunan berat badan merupakan tindakan yang penting, terutama pada
pasien-pasien obesitas, untuk mengurangi beban pada sendi yang terserang OA
dan meningkatkan kelincahan pasien waktu bergerak. Suatu studi mengikuti 21
penderita OA yang mengalami obesitas, kemudian mereka melakukan penurunan
berat badan dengan cara diet dan olah raga. Setelah diikuti selama 6 bulan,
dilaporkan bahwa pasien-pasien tersebut mengalami perbaikan fungsi sendi serta
pengurangan derajat dan frekuensi rasa sakit5.
Terapi fisik dan terapi kerja bertujuan agar penderita dapat melakukan
aktivitas optimal dan tidak tergantung pada orang lain. Terapi ini terdiri dari
pendinginan, pemanasan dan latihan penggunaan alat bantu. Dalam terapi fisik
dan terapi kerja dianjurkan latihan yang bersifat penguatan otot, memperluas
lingkup gerak sendi dan latihan aerobik. Latihan tidak hanya dilakukan pada
pasien yang tidak menjalani tindakan bedah, tetapi juga dilakukan pada pasien
yang akan dan sudah menjalani tindakan bedah, sehingga pasien dapat segera
mandiri setelah pembedahan dan mengurangi komplikasi akibat pembedahan9.
Fisioterapi

30
Fisioterapi menggunakan modalitas, seperti panas, dingin, ultrasound dan
listrik dapat dipakai sebagai terapi tambahan, digunakan bersama latihan fisik, dan
obat-obatan. Efek yang diharapkan adalah relaksasi otot dan berkurangnya nyeri11.

Latihan fisik
Pada tahap awal, program diarahkan pada latihan untuk mengatasi keluhan
yang menimbulkan masalah fungsional seperti nyeri, keterbatasan ruang gerak
sendi atau kelemahan otot. Segera setelah keluhan mulai membaik, program
kebugaran untuk memperbaiki kesehatan dan kapasitas fungsional dapat segera
dimulai6.
Jenis latihan fisik
a. Terapi manual
Terapi manual adalah gerakan pasif yang dilakukan oleh fisioterapis
dengan tujuan meningkatkan gerakan sendi dan mengurangi kekakuan sendi.
Teknik yang dipakai adalah melatih ROM secara pasif, melatih jaringan-
jaringan sekitar sendi secara pasif, meregangkan otot atau mobilisasi jaringan
lunak, dan massage6.
b. Latihan fleksibilitas (ROM)
latihan fleksibilitas dapat dimulai dari latihan peregangan tiap
kelompok otot, setidaknya tiga kali seminggu. Apabila sudah terbiasa, latihan
ditingkatkan repetisinya per kelompok otot secara bertahap. Latihan harus
melibatkan kelompok otot dan tendon utama pada ekstremitas atas dan
bawah5.
c. Latihan kekuatan
Latihan kekuatan mempunyai efek sama dengan latihan aerobic dalam
memperbaiki disabilitas, nyeri dan kinerja. Latihan kekuatan ada 3 macam,
yaitu : latihan isometric, latihan isotonic dan isokinetik.
Latihan kekuatan otot secara isometric, isotonic maupun isokinetik
dapat mengurangi nyeri dan disabilitas serta memperbaiki kecepatan berjalan
pada pasien osteoarthritis. Latihan isotonic memberikan perbaikan lebih besar
dalam menghilangkan nyeri. Latihan ini dianjurkan untuk latihan kekuatan

31
awal pada pasien osteoarthritis dengan nyeri lutut saat latihan. Latihan
isokinetik menghasilkan peningkatan kecepatan berjalan paling besar dan
pengurangan disabilitas sesudah terapi dan saat evaluasi, sehingga latihan ini
disarankan untuk memperbaiki stabilitas sendi atau ketahanan berjalan7.

Gambar 15. Quadriceps strengthening:


isometrics
Latihan isometric diindikasikan apabila sendi mengalami peradangan
akut atau sendi tidak stabil. Kontraksi isometric memberikan tekanan ringan
pada sendi dan ditoleransi baik oleh penderita osteoarthritis dengan
pembengkakan dan nyeri sendi7.
Kontraksi isotonic digunakan untuk aktivitas sehari-hari. Latihan
kekuatan isotonic memperlihatkan efek positif pada metabolism energy, kerja
insulin, kepadatan tulang dan status fungsional pada orang sehat. Jika tidak
terdapat peradangan akut meupun instabilitas sendi, bentuk latihan ini
ditoleransi baik oleh pasien osteoarthritis7.
d. latihan aerobic
latihan aerobic (berjalan, bersepeda, berenang, senam aerobic dan
latihan aerobic di kolam renang) dapat meningkatkan kapasitas aerobic,
memperkuat otot, meningkatkan ketahanan, mengurangi berat badan dan
mengurangi konsumsi obat pada pasien osteoarthritis7.
1. Terapi Latihan
Terapi latihan adalah gerak dari tubuh atau bagian dari tubuh untuk
mengurangi gejala-gejala pada Osteoarthritis atau untuk meningkatkan fungsi
tubuh akibat Osteoarthritis. Yang perlu diketahui pada terapi Osteoarthritis lutut
adalah latihan yang tidak menyebabkan pembebanan yang berlebihan pada sendi
lutut.

32
Dimana posisi aman untuk melakukan terapi latihan yaitu posisi duduk.
Posisi duduk dapat dikatakan posisi istirahat sendi lutut, karena secara
biomekanik tekanan garis weight bearing dari pusat kaput femur tidak melalui
pusat lutut sehingga beban yang ditimbulkan pada lutut minimal dan tidak
menyebabkan nyeri.
Terapi latihan sendiri dilakukan bertujuan untuk memperbaiki kerja otot yang
tidak efisien untuk kembali pada gerak sendi yang normal dan memajukan
aktivitas penderita dimana dan bilamanapun perlu. Sedangkan tujuan diberikan
terapi latihan pada otot Quadriceps Femoris terhadap penderita Osteoarthritis
adalah untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan kekuatan otot.
1. Teknik Terapi Latihan
a. Assisted active movement
Adalah gerakan yang terjadi karena kontraksi otot pasien
dibantu oleh kekuatan dari luar (Kisner, 1996) Bantuan berupa
alat atau dari terapis. Latihan ini dapat dilakukan dengan posisi
tengkurap untuk fleksi knee, tangan terapis memfiksasi pada
otot hamstring dan tangan yang satunya membantu
menggerakkan. Dilakukan secara bergantian 8x2 hitungan.

Gambar 16. Assisted active movement


b. Free active movement
Adalah gerakan yang berasal dan otot itu sendiri (Kisner, 1996)
Latihan pada sendi lutut ini dikerjakan dengan posisi tidur
tengkurap atau duduk di tepi bed dengan pasien disuruh
menggerakkan fleksi ekstensi. Yang penting tidak dikerjakan
dengan posisi menumpu berat badan penuh karena dapat
memperberat kerusakan sendinya. Dilakukan secara
bergantian 8x2 hitungan.

33
Gambar 17. free active movement

c. Resisted active movement


Adalah suatu bentuk latihan gerak dimana dalam melakukan
gerakan diberikan tahanan dan terapis (Kisner, 1996) Latihan
ini dilakukan dengan posisi tidur tengkurap, posisi terapis
disamping pasien memfiksasi. Tangan kiri berada pada lutut
atas dan tangan satu pada pergelangan kaki. Terapis
memberikan tahanan minimal dan pasien disuruh
menggerakkan atau melawan gerakan tadi ke arah fleksi.
Dilakukan secara bergantian kanan dan kiri 8x2 hitungan.

Gambar 18. Resisted active movement


d. Hold relax
Adalah suatu teknik yang mengarah pada kontraksi isometrik
rileksasi optimal dan kelompok otot antagonis yang
memendek, kemudian otot tersebut rikeks, cara
pelaksanaannya teknik hold relax, (1) gerakan atau dimana
nyeri terasa timbul, (2) terapis memberi tahanan pada
kelompok antagonus yang meningkat perlahan-lahan dan

34
pasien harus meningkat perlahan-lahan dan pasien harus
melawan tahanan tersebut, (3) instruksi yang diberikan tahan
disini, (4) rileksasi pada kelompok otot antagonis, tunggu
beberapa saat sampai ototnya rileks, (5) gerakan aktif dalam
pola agonis Kisner, 1996).

Gambar 19. Hold Relax


2. Quadriceps Exercise
Adalah suatu latihan otot yang diberikan pada quadriceps femoris dengan
tehnik latihan aktif dengan tipe kontraksi otot isometrik.
a. Tujuan Terapi Latihan Quadriceps Exercise :
Memperlancar sirkulasi darah
Mencegah kontraktur (memelihara ROM)
Meningkatkan kekuatan otot atau power muscle
Rileksasi otot
Stabilisasi sendi lutut
b. Tehnik Terapi Latihan Quadriceps Exercise
Dalam pelaksanaan terapi latihan quadriceps exercise ada beberapa tehnik
yang harus diperhatikan antara lain :
Posisi pasien harus stabil dan nyaman agar terjadi kontraksi otot yang
sempurna, pasien dapat diposisikan tidur terlentang atau duduk diatas bed
atas kursi.
Perhatikan posisi sendi, sendi lutut yang akan diterapi harus dalam posisi
Maximal Loose Pack Position (MLPP) yaitu posisi dimana permukaan
sendi dalam keadaan longgar, sehingga baik untuk dilakukan mobilisasi.
Pada sendi lutut posisi MLPP yaitu posisi fleksi 25.
Kecepatan gerakan dilakukan secara teratur dan bertahap 20-30 kali
gerakan dalam 1-2 menit.
Kontraksi melawan tahanan

35
Koordinasi antara pasien dengan terapis harus ada, memberikan
penjelasan mengenai manfaat atau tujuan dari gerakan yang dilakukan
agar pasien melaksanakan dengan penuh konsentrasi.
c. Bentuk Quadriceps Exercise
Isometrik Quadriceps Setting (Isometrik Kontraksi)
Pada bentuk latihan dari isometric quadriceps setting ini otot berkontrksi
secara isometric untuk melawan suatu kekuatan atau tahanan tanpa
disertai dengan gerakan. Posisi pasien tidur terlentang dibed dengan
kedua kaki lurus, dan tumit dalam posisi dorsi fleksi. Posisi terapis
berdiri disisi pasien, dalam hal ini disisi kaki pasien yang akan diberikan
latihan (disisi kanan). Tangan terapis atau handuk diletakkan dibawah
lutut kanan pasien (dipoplitea). Terapis memerintahkan pasien untuk
menekakan tangan terapis dengan menggunakan lutut kanannya. Lalu
tahan 5 hitungan lalu rileks kembali, lalu ulangi gerakannya kembali.
Dilakukan 2x/hr, dalam waktu 10 menit, dengan 6-8x pengulangan.

Gambar 20. Isometrik Quadriceps setting Exercise


Progressive Resisted Exercise (Pre Dolome)
Merupakan suatu latihan dengan memberikan pembebanan yang
meningkat. Terdiri dari satu seri kontraksi dari suatu otot dengan beban
yang dinaikkan. Latihan ini pada dasarnya adalah Rhytmic Dynamic
Exercise atatu latihan dinamis dengan intensitas teratur sehingga pada
akhir latihan hari itu beban yang digunakan pasien maximal dan beban
ditingkatkan dengan tujuan untuk pemulihan kekuatan otot atau untuk
mempersiapkan otot kontraksi maximal, bertujuan untuk menstimulus
kenaikan kekuatan otot tersebut.
Prosedur pemberian latihan ini yaitu adanya peningkatan rangkaian
gerakan otot sampai mencapai full ROM dan memastikan bahwa posisi

36
pasien benar, sehingga hanya kelompok agonis (primer mover) saja yang
mengalami kekuatan.
Menurut De Lorme dasar pemberian beban pada latihan ini untuk
mentukan tahanan minimal yang dapat diangkat pasien sampai full
ekstensi pada satu kali kontraksi otot tersebut 1 repitisi maximal atau
ROM, juga dapat menentukan beban yang diangkat sampai full ekstensi
penuh 10 RM.
Posisi pasien duduk ditepi bed dengan kedua tungkai terkulai dan diberi
beban berupa kantung pasir diatas ankle kanannya. Posisi terapis berada
disamping kanan pasien Terapis menyuruh pasien untuk mengangkat
beban sampai full ekstensi. Frekuensi 2x/hr
adlam waktu 10 menit dengan intensitas ringan dan repitisi 10 RM

Gambar 21. Progresive Resisted Exercise (Pre Dolorme)

2. Terapi Obat
Parasetamol merupakan analgesik pertama yang diberikan pada penderita
OA dengan dosis 1 gram 4 kali sehari, karena cenderung aman dan dapat
ditoleransi dengan baik, terutama pada pasien usia tua. Kombinasi parasetamol /
opiat seperti coproxamol bisa digunakan jika parasetamol saja tidak membantu.
Tetapi jika dimungkinkan, penggunaan opiat yang lebih kuat hendaknya
dihindari11.
Kelompok obat yang banyak digunakan untuk menghilangkan nyeri
penderita OA adalah obat anti inflamasi non steroid (OAINS). OAINS bekerja
dengan cara menghambat jalur siklooksigenase (COX) pada kaskade inflamasi.
Terdapat 2 macam enzim COX, yaitu COX-1 (bersifat fisiologik, terdapat pada
lambung, ginjal dan trombosit) dan COX-2 (berperan pada proses inflamasi).
OAINS tradisional bekerja dengan cara menghambat COX-1 dan COX-2,
sehingga dapat mengakibatkan perdarahan lambung, gangguan fungsi ginjal,

37
retensi cairan dan hiperkalemia. OAINS yang bersifat inhibitor COX-2 selektif
akan memberikan efek gastrointestinal yang lebih kecil dibandingkan penggunaan
OAINS yang tradisional6,7,8.
3. Terapi Lokal
Terapi lokal meliputi pemberian injeksi intra artikular steroid atau
hialuronan (merupakan molekul glikosaminoglikan besar dan berfungsi sebagai
viskosuplemen) dan pemberian terapi topikal, seperti krem OAINS, krem salisilat
atau krem capsaicin. Injeksi steroid intra artikular diberikan bila didapatkan
infeksi lokal atau efusi sendi9.
4. Operasi
Bagi penderita dengan OA yang sudah parah, maka operasi merupakan
tindakan yang efektif. Operasi yang dapat dilakukan antara lain arthroscopic
debridement, joint debridement, dekompresi tulang, osteotomi dan artroplasti.
Walaupun tindakan operatif dapat menghilangkan nyeri pada sendi OA, tetapi
kadang-kadang fungsi sendi tersebut tidak dapat diperbaiki secara adekuat,
sehingga terapi fisik pre dan pasca operatif harus dipersiapkan dengan baik9.
5. Tindakan Alternatif Lain
Perkembangan penatalaksanaan OA yang terbaru adalah penggunaan
glukosamin dan kondroitin untuk pengobatan OA, yang digolongkan dalam
makanan suplemen, namun hasilnya masih kontroversial. Terapi lain yang masih
dalam tahap eksperimen adalah cartilage repair dan transplantasi rawan sendi.
Kedua model penatalaksanaan tersebut belum dapat digunakan untuk pengobatan
OA secara umum10.

3.9 Modalitas Terapi


A. Short Wave Diathermy (SWD)
Adalah alat terapi yang menggunakan energi elektromagnetik yang
dihasilkan oleh arus bolak-balik frekuensi tinggi. Frekuensi yang
diperbolehkan pada pemakaian SWD adalah 13,66 MHz, 27,33 MHz dan
40,98 MHz, panjang gelombang yang sesuai dengan frekuensi SWD yang
sering juga disebut energi elektromagnetik 27 MHz.

38
Arus frekuensi tinggi adalah arus listrik bolak-balik yang
frekuensinya lebih dari 500.000 cycle/detik yang tidak memberikan
rangsang terhadap saraf sensorik maupun motorik. Arus ini sering juga
disebut arus oscilasi
a. Efek SWD (EEM 27 MHz)
Efek SWD terdiri dan efek fisiologis dan efek terapeutik.
1) Efek Fisiologis
Efek arus EEM 27 MHz terhadap tubuh adalah timbulnya panas dalam
jaringan. Pengaruh fisiologis yang timbul disebabkan oleh kenaikan suhu
jaringan, yaitu:
a) Metabolisme meningkat
Hukum Varit Hoff menyatakan bahwa perubahan kimia dapat
dipercepat oleh adanya panas. Dengan demikian, pemanasan jaringan akan
mempercepat perubahan kimia yaitu proses metabolisme. Supply O2 dan
sari-sari makanan akan meningkat sehingga kebutuhan jaringan akan O2
dan sari makanan akan cepat terpenuhi
b) Penambahan supply darah
Panas akan memberikan pengamh langsung pada dinding pembuluh
darah berupa timbulnya vasodilatasi terutama pada jaringan superficial.
Sebagai akibat dari vasodilatasi jumlah supply darah di daerah tersebut
bertambah. Dengan demikian jumlah O2 dan sari-sari makanan bertambah
dan pembuangan sisa-sisa metabolisme akan lebih lancar.
c) Manfaat pada serabut saraf
Apabila panas yang dihasilkan tidak berlebihan maka akan terjadi
penurunan ekstabilitas susunan saraf sehingga akan menurunkan atau
mengurangi rasa nyeri
d) Kenaikan suhu tubuh
Pada bagian tubuh apabila mendapat pemanasan maka akan terjadi
kenaikan suhu lokal pada jaringan tersebut. Namun apabila pemanasan
meliputi daerah yang luas dan waktu yang lama akan mengakibatkan
kenaikan suhu.
e) Manfaat pada jaringan otot
Kenaikan suhu jaringan akan memberikan rileksasi dan menambah
efisiensi kerja otot-otot. Serabut-serabut otot akan berkontraksi dan

39
rileksasi lebih cepat, meskipun kekuatan otot tidak berpengaruh. Rileksasi
otot-otot antagonis memberikan kebebasan kerja dari otot-otot antagonis,
kondisi optimum pada kontraksi otot.
f) Peningkatan aktivitas kelenjar keringat
Apabila kenaikan suhu tubuh, kelenjar keringat akan menjadi lebih aktif,
disamping itu pemanasan secara lokal pada kulit akan menambah aktifitas
kelenjar keringat di daerah tersebut.
2) Efek terapeutik
Efek-efek terapeutik energi elektromagnetik 27 MHz antara lain:
a) Meningkatkan sirkulasi darah
Dengan timbulnya panas yang dihasilkan oleh SWD (EEM 27 MHz) akan
menimbulkan vasodilatasi lokal pada pembuluh darah, sehingga peredaran
darah akan lebih lancar dan supply zat-zat yang dibutuhkan oleh proses
metabolism akan meningkat pula
b) Mengurangi nyeri
Akibat adanya penekanan ujung-ujung saraf sensoris pada persendian
(nociceptor) akan mengakibatkan rasa nyeri yang diakibatkan oleh
aktifitas nociceptor yang meningkat. Pemberian SWD (EEM 27 MHz)
dapat memberikan efek sedatif dan analgetik pada ujung-ujung saraf
sensoris oleh karena pengaruh thermal (panas). Sehingga merangsang
thermoreceptor terjadi dumping terhadap aktifitas nociceptor.
c) Mengurangi spasme dan menimbulkan relaksasi otot
Akibat adanya rasa nyeri maka otot-otot akan mengadakan protektif
spasme, sehingga otot-otot akan tegang (spasme). Pemberian SWD akan
menyebabkan otot-otot menjadi rileks, dan kondisi otot menjadi lebih
baik.
d) Mengurangi ketegangan struktur kapsul sendi
Adanya panas yang disebabkan oleh pemberian SWD pada jaringan
pengikat seperti tendon, ligamen, dan kapsul sendi maka akan
meningkatkan elastisitas jaringan pengikat sebagai bagian penyusun sendi
maka struktur sekitar sendi akan kendor dan kekakuan sendi akan
berkurang.
b. Indikasi dan kontra indikasi Short Wave Diathermy (SWD)

40
Energi elektromagnetik intermitten bisa diterapkan pada fase-fase
penyembuhan luka, terutama pada fase penenandaan sangat membantu
melindungi jaringan dan struktur persendian. Beberapa jenis patologi
seperti traumatologi. Rematologi dapat dipercepat proses penyembuhan
lukanya dengan adanya pemberian EEM 27 MHz. Sebagai syarat untuk
menentukan indikasi perlu pertimbangan 3 hal yaitu:

1) Stadium dari proses penyembuhan luka.


2) Sifat dan jaringan atau organ yang mengalami kerusakan seperti otot,
lemak atau jaringan lain
3) Lokalisasi dan jaringan atau organ yang mengalami kerusakan.
Beberapa kontra indikasi pada pemberian energi elektromagnetik 27
MHz :
a) Logam dalam tubuh
Pemberian EEM 27 MHz pada jaringan tubuh yang ada logamnya akan
menyebabkan konsentrasi energi pada logam. Sehingga disekitar logam
akan dapat panas yang berlebihan akibatnya bisa terbakar.
b) Gangguan peredaran darah
Pemberian EMM 27 MHz cendemng menimbulkan pendarahan gangren
dan atau trombose, buerger dessease atau gangguan jantung yang
mengarahi ke dekompensasi.
c) Jaringan dan organ yang mempunyai banyak cairan
Misalnya pada mata atau luka basah dan eksim basah juga dapat
menimbulkan kebakaran dari jaringan.
d) Gangguan sensibilitas
Pada gangguan ini terutama pada panas dan dingin maka pemberian dosis
secara subyektif sebaiknya dihindari. Penggunaanya dilanjutkan
menggunakan 30% lebih rendah dan intensitas semula.
e) Infeksi akut dan demam
Pada keadaan ini dapat memperluas infeksi bakteri melalui aliran darah.

f) Menstruasi

41
Pemberian EEM 27 MHz pada saat menstruasi pada daerah lumbal dan
sacral dapat mengganggu siklus menstruasi.
g) Kehamilan
Aplikasi EEM 27 MHz secara langsung didaerah kehamilan atau
lumbosacral menyebabkan gangguan keseimbangan zat asam (oksigen)
pada placenta (Sujatno, et.al., 1993).
b. Pemberian dosis terapi
Pemberian dosis dalam suatu pengobatan ditentukan oleh:
1) Lama pulsasi
Lama pulsasi adalah waktu berlangsungnya pulsasi atau ms dan EEM
intermitten didalam jaringan. Nilai lama pulsasi 0,4 ms tetapi beberapa alat
yang modem mempunyai lama pulsasi yang bervariasi.
2) Frekuensi pengulangan pulsasi
Jika frekuensi pulsasi tinggi, maka intensitas rata-rata juga tinggi dan
sering menimbulkan panas. Frekuensi pengulangan pulsasi juga dapat
menentukan efek komulatif dan panas yang terjadi. Dengan menatakan
pulsasi istirahat maka kenaikan temperatur dapat dicegah dan panas bisa
diatur sampai dosis submitis.
3) Intensitas
Pada pemberian EEM intermitten maka intensitas dan pulsasi bisa tinggi.
Pada beberapa alat intensitas yang diperbolehkan sampai mencapai 1000
watt.
4) Lama pengobatan
Lama pengobatan antara 10-15 menit, Earth dan Kern menyatakan bahwa
dengan menggunakan kumparan untuk meningkatkan sirkulasi darah
dalam otot diperlukan waktu kurang lebih 10 menit.
5) Frekuensi pengobatan
Pada dosis yang rendah pengobatan bisa diberikan setiap hari tanpa beban
terhadap sirkulasi darah terutama untuk aktualitas radang yang tinggi.
Pada dosis yang tinggi pengobatan bisa diberikan 2-3 kali per rninggu atau
1 kali satu minggu.
B. TENS (Transcutaneus Nerve Stimulation)

42
TENS merupakan suatu cara penggunaan energi listrik yang berguna
untuk merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit dan terbukti efektif
untuk mengurangi berbagai tipe nyeri.
TENS mampu mengaktivasi baik serabut saraf berdiameter besar
maupun berdiameter kecil yang akan menyampaikan berbagai informasi
sensoris ke sistem saraf pusat. Efektivitas TENS dapat diterangkan lewat teori
kontrol gerbang (gate control )nya Melzack dan Wall yang diaplikasikan
dengan intensitas comfortable. Lewat stimulasi antidromik TENS dapat
memblokir hantaran rangsang dari nociceptor ke medulla spinalis. Stimulasi
antidromik dapat mengakibatkan terlepasnya materi P dari neuron sensoris
yang akan berakibat terjadinya vasodilatasi arteriole yang merupakan dasar
bagi terjadinya triple responses.
Mekanisme Kerja dari Tens
Teori Melzack and Wall (gate control theory):

- Serabut sensoris afferen ada 3 :


1. A-Beta fiber : O besar ---sel neuron sensori

( tidak menghantarkan nyeri )


2. A-Delta fiber : O kecil---sel nociceptive

( menghantarkan nyeri)
3. C fiber tidak bermielin/ O kecil
Secara normal sel nociceptive/A-delta(O kecil) menghantarkan nyeri ke
gate(pintu masuk) di substansia gelatinosa untuk di teruskan ke thalamus
dan otak
TENS merangsang sel neuron sensory (diameter besar) untuk masuk lebih
dahulu ke gate(pintu masuk) di subtansia gelatinosa dan menghambat sel
nociceptive (diameter kecil) untuk memberikan informasi ke otak
sehingga rangsang nyeri tidak sampai ke otak nyeri berkurang
1. Sentral, berpusat di Brainstem/thalamus menghambat impuls nyeri
melalui kontrol ascenden dan descenden.
2. Perifer, menghambat transmisi sinaps melalui saraf diameter besar.
3. Neurohumoral,melalui pengeluaran zat endorphin/enkapalin pada
subs grisea yang menghasilkan efek analgesik.

43
Meningkatkan aliran darah dan pertukaran cairan sehingga memberikan
kontraksi otot ringan stimulasi saraf otonom pemindahan zat kimia
yang menyebabkan iritasi nyeri ber(-)
Mekanisme lain yang dapat dicapai oleh TENS ialah mengaktivasi system
saraf otonom yang akan menimbulkan tanggap rangsang vasomotor yang
dapat mengubah kimiawi jaringan. Postulat lain menyatakan bahwa TENS
dapat mengurangi nyeri melalui pelepasan opioid endogen di SSP. TENS
dapat juga menimbulkan efek analgetik lewat sistem inhibisi opioid endogen
dengan cara mengaktivasi batang otak. Stimulasi listrik yang diberikan cukup
jauh dari jaringan yang cidera /rusak, sehingga jaringan yang menimbulkan
nyeri tetap efektif untuk memodulasi nyeri.

44
BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pasien Ny.U 61 tahun, berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang disimpulkan pasien didiagnosa osteartritis genu sinistra
dengan keluhan nyeri pada lutut sebelah kiri sejak 2 bulan yang lalu. Pasien
mengatakan nyeri semakin lama semakin parah sejak 1 minggu ini. Nyeri bertambah
bila dipakai berdiri setelah duduk lama dan bediri lama dibuat duduk. Nyeri juga
dirasakan bertambah ketika pagi hari dan terasa kaku. Nyeri juga bertambah bila
dipakai berjalan jauh dan berkurang bila istirahat. Pasien juga merasa lututnya
berbunyi kretek kretek, tetapi tidak pernah bengkak, panas dan berwarna merah.
Nyeri tidak menjalar, tidak ada kelemahan, tidak ada rasa tebal dan tidak ada
geringgingen pada kakinya. Pasien mengaku pernah keseleo 2 tahun yang lalu.
Pemeriksaan fisik, fleksi knee full/<90, ekstensi full/<5. Status lokalis, nyeri tekan
(-/+), krepitasi (-/+). Q angle full/10. Pemeriksaan X-Ray genu AP kesan
osteoartristis genu sinistra.
Program terapi yang kami berikan kepada pasien meliputi terapi
medikamentosa dan non medikamentosa. Terapi medikamentosa yang kami berikan
adalah OAINS untuk menghilangkan nyeri dan Fitbon untuk vitamin tulang. Program
rehabilitasi yang kami berikan terapi modalitas panas menggunakan SWD, untuk
menghilangkan nyeri kami gunakan TENS dan untuk memperbaiki pergerakan sendi
diberikan terapi self stretching.

3.2 Saran
Adanya peran serta aktif yang baik dan benar dari seluruh pihak yang terkait
mulai dari pasien, keluarga dan tenaga kesehatan sangat diperlukan dalam upaya
pencegahan dan penanganan penyakit pasien. Pemeriksaan terhadap pasien berperan
penting dalam hal diagnosis dini, diharapkan dapat lebih mengembangkan terapi yang
lebih efektif demi tercapainya kondisi pasien yang lebih baik.

45
DAFTAR PUSTAKA

1. Evelyn, C (2002). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. EGC.


Jakarta.
2. Messier S.P., Loeser R.F., Mitchell M.N., et al. Exercise and Weight Loss in
Obese Older Adults with Knee Osteoarthritis : A Preliminary Study. Journal of
American Geriatric Society, 2000; 48 : 1062 1072
3. Evelyn, C (2002). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. EGC.
Jakarta.
4. Platzer W, Kahle W, Leonhardt H, (1993). Atlat dan Buku Teks
Anatomi Lutut. TITAFI XV, Semarang.
5. Lumongga, fitriani. 2008. Sendi lutut. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Available at Fakultas KedokteranUniversitas Sumatera Utara. Diunduh tanggal 8 april
2012.
6. Maharani, eka. 2007. Factor-faktor resiko osteoarthritis lutut (studi kasus di
rumah sakit dokter kariadi semarang). Unuversitas diponegoro; Semarang.
7. Arthritis Research Campaign 2000. Available at :
http:///www.arc.org.uk/about_arth/astats.htm,
8. Klippel John H., Dieppe Paul A., Brooks Peter, et al. Osteoarthritis. In :
Rheumatology. United Kingdom : Mosby Year Book Europe Limited, 1994 : 2.1
10.6.
9. Felson D.T., Zhang Y. An Update on the Epidemiology of Knee and Hip
Osteoarthritis with a View to Prevention. Arthritis Rheumatology, 1998; 41 : 1343
1355
10. Haq I., Murphy E., Dacre J. OsteoarthritisReview. Postgrad Med J, 2003; 79 :
377 383.
11. Setiyohadi Bambang. Osteoartritis Selayang Pandang. Dalam Temu Ilmiah
Reumatologi. Jakarta, 2003 : 27 31.

46
12. Messier S.P., Loeser R.F., Mitchell M.N., et al. Exercise and Weight Loss in
Obese Older Adults with Knee Osteoarthritis : A Preliminary Study. Journal of
American Geriatric Society, 2000; 48 : 1062 1072
13. Rasjad, Chaeruddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi, Makassar, Bintang
Lamumpatue,2007
14. Barrack L, Booth E, et all. 2006. OKU : Orthopaedic Knowledge Update 3.
Hip and Knee Reconstruction Chapter 16 : Osteoarthritis dan Arthritis
Inflamatoric.
15. Ambardini, RL. 2008. Peran latihan fisik dalam manajemen terpadu osteoarthritis.
Available at http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132256204/Latihan%20Fisik-
Manajemen%20Osteoartritis.pdf.
16. Oliveria S.A., Felson D.T., Reed J.L., et al. Incidence of Symptomatic Hand,
Hip and Knee Osteoarthritis among Patients in a Health Maintenance
Organization. Arthritis Rheum, 1995; 38 : 1134 1141.
17. Azizah. 2008 .penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi osteoarthritis genu
bilateral dengan modalitas microwave diathermi dan terapi latihan di rsud sragen.
fakultas ilmu kesehatan universitas muhammadiyah; Surakarta
18. Setiyohadi Bambang. Osteoartritis Selayang Pandang. Dalam Temu Ilmiah
Reumatologi. Jakarta, 2003 : 27 31.

47

Anda mungkin juga menyukai