Anda di halaman 1dari 29

MIKROBIOLOGI PERTANIAN

14JAN

PERAN KONSORSIUM MIKROORGANISME DALAM


LIMBAH KOTORAN SAPI MENJADI KOMPOS

Sapi merupakan jenis ternak ruminansia yang relatif lebih digemari oleh masyarakat umum.
Di pulau Lombok khususnya, pemeliharaan sapi dilakukan secara kelompok dalam suatu
kandang kolektif. Jumlah kandang kolektif yang ada berkisar 3.000 buah, yang tersebar di
seluruh wilayah Kabupaten namun belum banyak yang memikirkan pengelolaan limbahnya
(kotoran). Sebagian besar peternak belum mengelola dan memanfaatkan kotoran ternaknya.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan tercatat bahwa satu ekor sapi rata-rata
menghasilkan kotoran rata-rata 10-25 kg/hari. Apabila dalam satu kandang kolektif dipelihara
sebanyak 100 ekor sapi maka kotoran yang dapat dikumpulkan adalah 2.500 kg.
Namun sampai saat ini kotoran sapi yang dihasilkan umumnya dibuang ke saluran air.
Maksudnya dilakukan demikian oleh peternak, adalah untuk memudahkan penanganan dan
bisa dimanfaatkan untuk lahan-lahan yang terairi oleh saluran tersebut. Pada saat yang
demikian (kotoran ternak segar) belum dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tanaman
karena belum terdekomposisi dengan rasio C/N lebih dari 40. Limbah ternak dapat lebih
bermanfaat setelah melalui proses pengolahan, menjadi kompos. Keengganan peternak untuk
memproses kotoran ternak menjadi kompos disebabkan oleh lama waktu yang dibutuhkan
selama proses pengomposan lebih kurang 2 bulan. Namun dengan adanya berbagai teknologi,
kotoran ternak dapat didekomposisi menjadi kompos dalam waktu yang lebih singkat.
Memanfaatkan limbah sapi yang berupa kotoran atau feses dan air seni diolah menjadi
kompos atau pupuk organik sangat berguna bagi tanaman dan ini sangat membantu
Pemerintah dalam menangulangi pencemaran lingkungan hasil limbah kotoran sapi tersebut.
Arti dari pengkomposan adalah proses penguraian limbah padat organik menjadi materi yang
stabil oleh mikroorganisma dalam kondisi terkendali. Proses penguraian tersebut dilakukan
oleh konsorsium mikroorganisma, jasad renik yang kasat mata. Mikroorganisma yang bekerja
merupakan organisme yang memerlukan udara/ oksigen sehingga tidak timbul bau yang
menyengat. Untuk mengoptimalkan kerja mikroorganisma tersebut diperlukan beberapa
pengendalian antara lain pengendalian terhadap kelembaban, aerasi, dan temperatur untuk
menghindari terjadinya proses yang dapat menimbulkan bau busuk.
Limbah padat organik biasanya mengandung berbagai mikroorganisma yang mampu
melakukan proses pengkomposan. Ketika limbah organik dipaparkan di udara dan kandungan
airnya sesuai, maka mikroorganisma mulai bekerja. Selain oksigen dari udara dan air,
mikroorganisma memerlukan pasokan makan yang mengandung karbon dan unsur hara
seperti nitrogen, fosfor dan kalium untuk pertumbuhan dan reproduksi mereka. Kebutuhan
makanan tersebut disediakan oleh limbah organik . Mikroorganisma kemudian melepaskan
karbondioksida, air dan energi dan berkembang biak.
Energi dilepaskan sebagai panas. Akibat dari Energi yang dilepaskan, tumpukan bahan yang
dikomposkan akan melewati tahap penghangatan. Pada minggu pertama dan kedua proses
pengomposan, energi panas yang dilepaskan oleh bakteri termofilik dapat mengakibatkan
suhu tumpukan kompos mencapai 70 derajat celcius. Kemudian sejalan dengan waktu suhu
kompos akan menurun karena aktivitas mikroorganisme termofilik mulai menurun dan
digantikan oleh mikroorganisme mesotilik. Penurunan suhu pada akhir minggu ke-enam
biasanya telah mencapai 40 derajat celcius dan kompos sudah dapat dipanen. Tempat yang
digunakan adalah ruangan terbuka yang beratap lantai, proses aerasinya alamiah dan
pembuatan tumpukannya dibuat memanjang dengan ukuran yang tertentu. Untuk
mengendalikan proses tersebut, setiap waktu tertentu tumpukan dibalik dan disiram dengan
air seperlunya.
Limbah peternakan sebagian besar berupa bahan organik. Hal ini menunjukkan bahwa
apabila dikelola dengan cara yang benar dan tepat peruntukkannya, limbah peternakan masih
memiliki nilai sebagai sumberdaya yang potensial bermanfaat. Sejak dahulu limbah
peternakan sudah digunakan oleh petani sebagai bahan sumber pupuk organik, namun karena
pengaruh intensifikasi pertanian, pemanfaatan tersebut semakin berkurang. Selain itu juga
dipengaruhi oleh perkembangan teknologi pengolahan limbah peternakan yang masih belum
mampu memenuhi tuntutan kebutuhan petani pada masa itu. Pengolahan limbah sebagai
pupuk masih dilakukan secara konvensional, yaitu dibiarkan menumpuk dan mengalami
proses degradasi secara alami. Teknologi yang tepat dan benar belum dikembangkan.
Konsorsium Bakteri Bagi Pengolahan Sampah Green Phoskko Activator Kompos Phoskko A
per container 250 gr bahan organik limbah kota pertanian peternakan dan lain lainnyaLimbah
peternakan khususnya ternak sapi merupakan bahan buangan dari usaha peternakan Bakteri
ini secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik sepertiEM 4
Peternakan mampu memperbaiki jasad renik didalam saluran pencernaan ternak bakteri
pengurai bahan organic menekan pertumbuhan bakteri pathogen
Teknik pengomposan merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih untuk
menanggulangi limbah feses sapi potong. Dengan cara ini, biaya operasional relatif lebih
murah dan tidak menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Selain itu dengan
pengomposan juga dapat memperkaya unsur hara pupuk organik yang dihasilkan dari
pengolahan limbah peternakan tersebut, namun demikian data mengenai pengomposan yang
tepat untuk menangani limbah peternakan, khususnya limbah sapi potong belum diperoleh
informasi yang lengkap.
Teknik pengomposan merupakan salah satu cara pengolahan limbah yang memanfaatkan
proses biokonversi atau transformasi mikrobial. Biokonversi itu sendiri adalah proses-proses
yang dilakukan oleh mikroorganisme untuk merubah suatu senyawa atau bahan menjadi
produk yang mempunyai struktur kimiawi yang berhubungan. Proses biokonversi limbah
dengan cara pengomposan menghasilkan pupuk organik yang merupakan hasil degradasi
bahan organik. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah bahan
organik limbah sudah terdegradasi dengan baik adalah perubahan bahan organik limbah
menjadi unsur hara, terutama unsur hara makro, seperti N total, P2O5 dan K2O.
Dari berbagai produk beternak sapi tersebut, salah satu yang menjadi masalah, sehingga bisa
merepotkan pemilik ternak adalah kotoran sapi. Betapa tidak. Untuk seekor sapi betina bisa
menghasilkan kotoran antara 8 sampai 10 kilogram/harinya. Jika sapi yang diperlihara
jumlahnya banyak dan cara pemeliharaannya dibiarkan berkeliaran di berbagai tempat, tanpa
pengkandangan dan pemeliharaan yang baik, dapat dipastikan kotoran sapi akan berceceran
dimana-mana. Hal tersebut tentu tidak bisa dibiarkan begitu saja, karena selain mengganggu
dan mengotori lingkungan, juga sangat berpotensi untuk menimbulkan penyakit bagi
masyarakat sekitarnya.
Agar kotoran sapi tidak terbuang dengan sia sia, maka kotoran ini dimanfaatkan sebagai
pupuk organik yang baik untuk tanaman. Pembuatan pupuk organik tidak terlepas dari proses
pengomposan yang diakibatkan oleh mikroba yang berperan sebagai pengurai atau
dekomposisi berbagai limbah organik yang dijadikan bahan pembuat kompos. Penggunaan
mikroba sebagai aktiVator untuk memperoleh kompos dengan kualitas yang baik tergantung
kepada bahan bahan yang digunakan, cara pembuatannya, tempat pembuatannya serta lama
pengomposan.
Salah satu aktivator atau dekomposer yang sering digunakan adalah Stardec atau Starbio.
Aktivator Stardec berisi beberapa mikroba yang berperan dalam penguraian atau dekomposisi
limbah organik hingga dapat menjadi kompos. Mikroba tersebut lignolitik, selulolitik,
proteolitik, lipolitik, aminolitik dan mikroba fiksasi nitrogen non-simbiotik.
Mikroba mikroba tersebut mempunyai peran peran tersendiri hingga
mampu memperbaiki dan mempercepat proses pengomposan yang kita lakukan. Mikroba
tersebut adalah sebagai berikut:
Mikroba lignolitik berperan dalam menguraikan ikatan lignoselulose menjadi selulose dan
lignin. Lignin ini kemudian diuraikan lagi oleh enzim lignase menjadi derivate lignin yang
lebih sederhana sehingga mampu mengikat NH4.
Mikroba selulotik akan mengeluarkan enzim selulose yang dapat menghidrolisis selulosa
menjadi selulosa lalu dihidrolisis lagi menjadi D-glukosa dan akhirnya didokumentasikan
sehingga menghasilkan asam laktat, etanol, CO2 dan ammonia.

(Gbr. Clustridium sp)


Bakteri proteolitik adalah bakteri yang memproduksi enzim protease ekstraseluler, yaitu
enzim pemecah protein yang diproduksi di dalam sel kemudian dilepaskan keluar dari sel.
Semua bakteri mempunyai enzim protease di dalam sel, tetapi tidak semua mempunyai enzim
protease ekstraseluler.
Bakteri proteolitik dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok:
1. Bakteri aerobik atau anaerobik fakultatif, tidak membentuk spora,
misalnya Pseudomonas dan Proteus.
2. Bakteri aerobik atau anaerobik fakultatif, membentuk spora, misalnya Bacillus.
3. Bakteri anaerobik pembentuk spora, misalnya sebagian spesies Clostridium.
Mikroba proteolitik akan mengeluarkan enzim protease yang dapat merombak protein
menjadi polipeptida, lalu menjadi peptida sederhana dan akhirnya menjadi asam amino
bebas, CO2 dan air.

(Gbr. Pseudomonas sp)


Mikroba lipolitik akan menghasilkan enzim lipase yang berperan dalam perombakan lemak.

(Gbr. Cellulomonas sp)


Mikroba amilolitik akan menghasilkan enzim amilase yang berperan dalam mengubah
karbohidrat menjadi volatile fatty acids dan keto acids yang kemudian akan menjadi asam
amino.
Pada mikroba fiksasi nitrogen merupakan bakteri yang hidup pada bintil-bintil akar tanaman
kacang-kacangan ini hidup bersimbiosis, dan bintil akar tumbuh karena rangsangan dari zat
tumbuh yang dihasilkan oleh bakteri tersebut dan juga dapat menyuburkan tanah. Selain itu
ada pula beberapa jenis bakteri yang mampu memfiksasi N 2 (nitrogen bebas dari udara) di
atmosfer ke dalam tanah, yang kemudian N2 ini akan dimanfaatkan oleh tumbuhan dalam
pembentukan protein. Bakteri tersebut antara
lain, Azotobacter vinelandii, Clostridiumpasteurianum dan Rhodospirillum rubrum. Mikroba
bakteri fiksasi nitrogen non simbiotik diperkirakan dapat mengikat 5 20 gram nitrogen dari
1.000 gram bahan organik yang dirombak.

(Gbr. Azotobacter vinelandii)

( Gbr. Rhodospirillum sp)


Proses Pengomposan
Proses pengomposan akan segera berlansung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses
pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap
pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah
terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan
meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu
akan meningkat hingga di atas 50o 70o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu.
Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif
pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat
aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan
bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai,
maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan
kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan
akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30
40% dari volume/bobot awal bahan.
Pada proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau
anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik,
dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses
dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik.
Namun, proses ini tidak diinginkan, karena selama proses pengomposan akan dihasilkan bau
yang tidak sedap. Proses anaerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak
sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine),
amonia, dan H2S.

Gambar profil suhu dan populasi mikroba selama proses pengomposan.

Skema Proses Pengomposan Aerobik


Daftar Pustaka
Abdurohim, Oim. 2008. Pengaruh Kompos Terhadap Ketersediaan Hara Dan Produksi
Tanaman Caisin Pada Tanah Latosol Dari Gunung Sindur, sebuah skripsi. Dalam IPB
Information Resource Center, diunduh 13 Januari 2011
Isroi. 2008. KOMPOS. Makalah. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia,
Bogor.
Sutiamiharjo, Nurhalijah. 2008. Isolasi Bakteri dan Uji Aktivitas Amilase. Gramedia.
Bandung
Anonymous. 2009. Peranan konsorsium dalam limbah sapi.
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/limbahsapi.pdf Diakses tanggal 12 Januari 2011
14JAN
PEMANFAATAN BIOFERTILIZER PADA PERTANIAN ORGANIK
Posted by aguskrisno in KAJIAN MIKROBIOLOGI PERTANIAN. Leave a comment

Pertanian organik semakin berkembang dengan sejalan dengan timbulnya kesadaran akan
petingnya menjaga kelestarian lingkungan dan kebutuhan bahan makanan yang relatif
lebih sehat.dalam pertanian organik yang tidak meggunakan bahan kimia buatan seperti
pupuk kimia buatan dan pestisida,biofertilizer atau pupuk hayati menjadi salah satu alternatif
yang dapat dipertimbangkan. Beberapa mikroba tanah seperti rhizobium,azaosprillium,
azotobacter mikoriza perombak sellulosa dan efektif mikroorgnisme dapat dimanfaatkan
sebagai biofertilizer pada pertanian organik.biofertilizer tersebut fungsinya antara lain
membantu penyediaan hara pada tanaman, mempermudah penyediaan hara bagi tanaman
membantu dekomposisi bahan organik, meyediakan lingkungn rhizosfer sehingga pada
akhirnya akan mendukung pertumbuhan dan produksi peningkatan tanaman.
PERANAN BIOFERTILIZER
Pertanian organik dapat didefinisikan sebagai sistem pengolahan produksi pertanian yang
holistik yang mendorong dan meningkatkan kesehatan agro-ekosistem termasuk
biodiversitas, siklus biologi dan aktifitas biologi tanah. Dalam sistem pertanian organik
masukan (input) dari luar (eksterna) akan dikurangi dengan cara tidak menggunakan pupuk
kimia buatan, pestisida dan bahan sintetis lainya. Dalam sistem pertanian organik kekuatan
hukum alam yang harmonis dan lestari akan dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas hasil pertanian sekaligus meningkatkan ketahanan terhadap serangan hama dan
penyakit.
PERKEMBANGAN BIOFERTILIZER
Perkembangan biofertilizer saat ini di Dunia telah pesat. Berbagai negara seperti India,
Thailand, Jepang, Cina, Brazil, Taiwan dan Negara maju lainnya telah lama beralih dari
pupuk kimia ke arah pupuk biologi.
Pupuk biologi atau yang disebut juga dengan Biofertilizer dinilai lebih bermanfaat baik ke
tanaman maupun ke lingkungan. Manfaat ke tanaman karena Biofertilizer mengandung
sejumlah mikroba yang mampu menyediakan nutrisi bagi kebutuhan tanaman, seperti
Nitrogen, fosfat, Kalium, dan Biohormon.
BEBERAPA BIOFERTILIZER DAN MANFAATNYA
Dari segi fungsi metabolisme dan manfaat bagi manusia,terutama pada bidang pertanian,
mikroorganisme tanah dapat dikelompokan menjadi mikroorganisme yang merugikan dan
mikroorganisme yang bermanfaat. Mikroorgnisme tanah yang menguntungkan ini dapat
dikategorikan sebagai biofertilizer (pupuk hayati).
Secara garis besar dapat fungi yang menguntungkan dapat dibagi menjadi :
1. penyediaan hara
2. peningkatan ketersediaan hara
3. pengontrol organisme pengganggu tanaman
4. pengurai bahan organik dan pembentuk humus
5. perombak persenyawaan agrokimia
TEKNIK PEMANFAATAN BIOFERTILIZER
Mikroorganisme hasil inokulasi dari tanah pada kondisi laboratorium menggunakan media
buatan. Setelah mikroorganisme tersebut berhasil dibiakan, maka diperoleh galur yang
dikehendaki. karena tidak semua spesies dari suatu populasi bersifat efektif. Selanjutnya
galur yang efektif di isolasi, dan dilakukan pengujian di lapangan apakah hasil inokulasi
harus sesuai dengan kondisi lingkungan tertentu, harus mampu menyesuaikan dengan
fluktuasi kondisi lingkungan dan tidak kalah bersaing atau dimangsa mikroorganisme asli.
Apabila mikroorganisme yang di inokulasikan cukup efektif dalam meningkatkan hasi
tanaman, maka tugas selanjutnya mengembangkan metode untuk memperbanyak dengan
skala besar. Pada umumnya, mikroorganisme akan tumbuh dan berkembang melalui proses
fermentasi. Apabila populasi mikroorganisme mencapai ukuran tertentu, kemudian tahap
berikutnya adalah memanen dan mengemas untuk tujuan komersial. Tugas selanjutnya adalah
membuat formula cara kerja inokulan, termasuk cara memanfaatkan inokulan di lapangan
(disemprotkan ke tanah atau dicampur dengan biji), termasuk memecahkan semua masalah
yang mungkin dihadapi dalam mempertahankan inokulan tetap efektif, terutama yang
berhubungan dengan pengiriman, kemasan, penyimpanan, dan pemanfaatan
Hasil penelitian biofertilizer

Pemanfaata pupuk asil biofertilizer pada pertanian

PERKEMBANGAN BIOFERTILIZER
Perkembangan biofertilizer saat ini di Dunia telah pesat. Berbagai negara seperti India,
Thailand, Jepang, Cina, Brazil, Taiwan dan Negara maju lainnya telah lama beralih dari
pupuk kimia ke arah pupuk biologi.
Pupuk biologi atau yang disebut juga dengan Biofertilizer dinilai lebih bermanfaat baik ke
tanaman maupun ke lingkungan. Manfaat ke tanaman karena Biofertilizer mengandung
sejumlah mikroba yang mampu menyediakan nutrisi bagi kebutuhan tanaman, seperti
Nitrogen, fosfat, Kalium, dan Biohormon.
TEKNOLOGI PRODUKSI BIOFERTILIZER
Langkah pertama yang dilakuka alam produksi biofertilizer ini adalah dengan
mengidentifikasi mikroorgaisme yang akan dijadikan biofertilizer (pupuk hayati).
Selanjutnya mikroorganisme hasil isolasi dari tanah dikembangbiakan pada laboratorium
menggunakan meia buatan. Setelah mikroorgaisme tersebut berhasil dibiakan, maka
diperoleh galur ang dikehendaki. Selajutnya galur efektif akan diisolasi dan dilakukan
pengujian lapangan apakah hasil inokulasi dapat meningkatkan pertumbuhan produksi
tanaman. Mikroorganisme yang diinkulasi harus sesuai dengan kondisi lingkungan ternentu
agar tidak kalah bersaing dengan mikroorganisme asli.
Apabila mikroorganisme yang diinokulasikan cukup efektif dalam meningkatkan hasil
produksi tanaman, maka selanjutnya mengembangka metode daam skala jumlah besar. Pada
umumnya mikroorganisme akan berkembang melalui proses fermentasi. Apabila populasi
mikroorganisme mencapai ukuran tertentu, maka selanjutnya adalah memanen dan
mengemas hasil produksi.
Pupuk biofertilizer produksi cina

Produk biofertilizer mendapatkan penghargaan


RHIZOBIUM
Bakteri rhizobium adalah salah satu bakteri yang berkemampuan sebagai bakteri penyedia
hara bagi tanaman. Bila bersimbiosis dengan tanaman legum, bakteri ini akan menginfeksi
tanaman akar dan membentuk bintil akar di dalamnya. Perana rhizobium terhadap
pertumbuhan tanaman khususnya berkaitan dengan ketersediaan nitrogen bagi tanaman
inangnya.
AZOSPIRILLIUM DAN AZOTOBACTER
Azosprillium mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan sebagai pupuk hayati.
Bakteri inibayak dijupai brasosiasi dengan tanaman jenis rerumputan termasuk jenis serelia,
tanaman jagung dan gandum. Sampai saat ini ada tiga spesies yang telah ditemukan dan
mempunyai kemampuan dalam menghambat nitrogen, yaitu azosprillium brasilense, A.
Lipoferum, A. Amazonese.
MIKORIZA
Asosiasi simbiotik antara jamur dan sistim perakaran tanaman tinggi diistilahkan dengan
mikoriza. Dalam fenomena ini jamur menginfeksi dan mengkoloni akar tanpa menimbulan
nekrosis sebagaimana biasa terjadi pada infeksi jamur patogen, dan mendapat pasokan nutrisi
secara teratur dari tanaman.
MIKROORGANISME EFEKTIF
Mikroorganisme efektif (EM) merupakan kultur campuran beberapa jenis mikroorganisme
yang bermanfaat (bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, dan jamur peragian) yang
dapatdimanfaatkan sebagai inokulan untuk meningkatkan keragamanmikroba tanah.
Pemanfaatan EM dapat memperbaiki kualitas tanah dan selanjutna memperbaiki da
meningkatkan produksi tanaman.
Pengaruh Mikroorganisme Efektif yag menguntungkan adalah sebagai berikut:
1. Memperbaiki lingkungan fisik, kimia dan bilogi tanah serta menekan hama
pertumbuhan penyakit
2. Memperbaiki perkecambahan, pembungaan, pembentukan buah dan pematangan hasil
3. Meningkatkan kapasitas fotositetis tanaman.
4. meningkatkan bahan organik sebagai sumber pupuk
KEUNTUNGAN PEMANFAATAN BIOFERTILIZER
1. Pemakaian pupuk anorganik (Urea, TSP, KCl, dll) dapat ditinggalkan
2. Dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan jalan memperbaiki struktur tanah dan
mengoptimalkan mikroba yang bekerja dalam tanah
3. Meningkatkan hasil panen
4. ketersediaan hara makro dan mikro terpenuhi dan aktifitas mikroorganisme tanah
untuk membantu kesuburan tanah juga terjaga.
TABEL MEKANISME BIOFERTILIZER
HASIL PANEN DENGAN MENGGUNAKAN BIOFERTILIZER
DAFTAR PUSTAKA
Gunalan. 1996. Penggunaan mikroba bermanfaat pada bioteknologi tanah berwawasan
lingkungan. Majalah sriwijaya vol 32. No 2
Prihatini, T, A. Kentjanasari dan Subowo 1996. Pemanfaatan biofertilizer untuk peningkatan
produktivitas lahan pertanian.
Sutanto R. 2002. Penerapan pertanian organik. Kanisius. Yogyakarta
Rao, N.S.S. 1994. Soil microorganism and plant growth. Oxford and IBM publishing CO.
(terjemahan Susilo. Mikroorganisme tanah dan pertumbuhan tanaman. Universitas indonesia)

12JAN
PERANAN MIKROORGANISME DALAM MELAWAN PENYAKIT TUMBUHAN
Posted by aguskrisno in KAJIAN MIKROBIOLOGI PERTANIAN. Leave a comment
Pengendalian hayati khususnya pada pcnyakit tumbuhan dengan menggunakan
mikroorganisme telah dimulai sejak lebih dari 70 tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 1920
sampai 1930 ketika pertama kali diperkenalkan antibiotik yang dihasilkan mikroorganisme
tanah, tetapi beberapa percobaan belum berhasil sampai penelitian mengenai pengendalian
hayati terhenti selama kurang lebih 20 tahun. Perhatian pakar penyakit tumbuhan terhadap
metoda pengendalian hayati bangkit kembali ketika di Barkley pada tahun 1963 diadakan
simposium internasional pengendalian hayati dengan tema Ecology of Soilborne Plant
Pathogen-Prelude to Biological Control, Buku pertama tentang pengendalian hayati terbit
pada tahun 1974 oleh Baker dan Cook dengan judul Biological Control of Plant Pathogens,
satu panitia untuk pengendalian hayati pada American Phytopathological Society kemudian
didirikan pada tahun 1976. Sekarang ini sudah menjadi satu pengetahuan bahwa
pengendalian hayati akan memainkan peranan penting dalam pertanian pada masa akan
datang. ini terutama disebabkan kekhawatiran terhadap bahaya penggunaan bahan kimia
sebagai pestisida. Sejumlah mikroba telah dilaporkan dalam berbagai penelitian efektif
sebagai agen pengendalian hayati hama dan penyakit tumbuhan diantaranya adalah dari
genus-genus Agrobacterium, Ampelomyces, Arthrobotys, Ascocoryne, Bacilllls, Bdellovibrio,
Chaetomium, Cladosporium, Coniothyrium, Dactylella, Endothia, Erwinia,
Fusarium,Gliocladium, Hansfordia, Laetisaria, Myrothecium, Nematophthora, Penicillium,
Peniophora, Phialophora, Pseudomonas, Pythium, Scytalidium, Sporidesminium,
Sphaerellopsiss, Trichoderma, dan Verticillium.
Pertanian modern di seluruh dunia saat ini dibebani oleh berbagai tuntutan mendesak untuk
mengatasi berbagai kemelut dunia, selain pertanian modern harus memenuhi kebutuhan
pangan penduduk seluruh dunia, sektor ini harus pula memenuhi tuntutan ekonomi sebagai
penghasil devisa. Karena itu berbagai kebijakan dibidang pertanian di negara manapun selalu
terkait erat dengan berbagai kebijakan di bidang politik sesuatu negara, atau hubungannya
dengan dunia intemasional. Sebagai usaha untuk mengatasi tuntutan di atas telah menjadi
satu keharusan bahwa usaha pertanian harus memproduksi berbagai jenis hasilnya dalam
jumlah yang banyak yang melebihi kebutuhan dalam negeri sehingga dengan demikian dapat
berperan sebagai penghasil devisa untuk pembangunan ekonomi dan politik negara. Karena
itu pertanian modern selalu dicirikan dengan penggunaan energi berupa pupuk dan pestisida.
Tidak dapat disangkal lagi bahwa konsep penggunaan pupuk dan pestisida yang telah
diterapkan di pertanian modern telah menimbulkan berbagai efek disamping seperti
pencemaran lingkungan di pabrik-pabrik penghasil pupuk dan pestisida maupun dilahan-
lahan pertanian yang menggunakan bahan kimia ini, biaya produksi yang semakin tinggi
akibat mahalnya harga yang harus ditebus petani untuk setiap kebutuhan pupuk dan pestisida
persatuan luas atau persatuan produksi dan kelergatungan negara, pengguna kepada negara
penghasil pupuk dan pestisida. Sehingga pertanian modern sekarang dapat dicirikan sebagai
usaha biaya tinggi. Sebuah cita-cita yang menelan dirinya sendiri.
Masalah penggunaan pestisida tidak terbatas pada yang telah disebut di atas, pestisida telah
pula menyebabkan timbulnya strain hama dan penyakit tumbuhan yang resisten terhadap
bahan beracun ini, sehingga setiap kali usaha pengendalian terhadap organisme pengganggu
ini menemui kegagalannya dan setiap kali itu pula mesti dihasilkan bahan kimia baru yang
memerlukan biaya penelitian yang sangat mahal baik secara ekonomi maupun biaya
pencemaran terhadap lingkungan yang tidak dapat dihitung secara pasti. Masalah-masalah di
atas dan masalah-masalah lain yang telah ditimbulkan pertanian modern yang telah
memasukkan energi tinggi kesetiap satuan luas lahan telah mendorong pertanian modern
untuk menggali berbagai potensi alam terutama terhadap mikroba dan serangga berguna bagi
meningkatkan hasil pertanian. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa banyak jenis
mikroba sangat potensial sebagai pengganti pupuk kimia dan pestisida yang dapat
diaplikasikan kelapangan dalam skala luas.
HABITAT MIKROBA BERGUNA DALAM PHT
Iklim wilayah Indonesia yang tidak banyak berbeda sepanjang tahun menjadikan negara kita
satu diantara negara yang menyimpan keragaman hayati yang sangat berharga dan perlu
dikelola secara benar den efektif. Sayangnya kesadaran akan hal ini justru muncul dari
banyak pakar keragaman hayati luar negri yang begitu prihatin terhadap pengelolaan
keragaman hayati di Indonesia. Salah satu yang perlu menjadi perhatian kita adalah
Mikroorganisme berguna yang akan kita manfaatkan secara maksimal didalam sistem PHT.
Secara keseluruhan habitat hidup mikroorganisme yang banyak berperan di dalam
pengendalian hayati adalah di dalam tanah disekitar akar tumbuhan (rizosfir) atau di atas
daun, balang, bunge, dan buah (fillosfir). Mikroorganisme yang bisa hidup pada daerah
rizosfir sangat sesuai digunakan sebagai agen pengendalian hayati ini mengingat bahwa
rizosfir adalah daerah yang utama dimana akar tumbuhan terbuka terhadap serangan patogen.
Jika terdapat mikroorganisme antagonis padd deerah ini patogen akan berhadapan selama
menyebar dan menginfeksi akar. Keadaan ini disebut hambatan alamiah mikroba dan jarang
dijumpai, rnikroba antagonis ini sangat potensial dikembangkan sebagai agen pengendalian
hayati (Weller 1988).
PERANAN Pseudomonads fluorescens DALAM PENGENDALIAN BIOLOGI
Bakteri dilaporkan bisa menekan pertumbuhan patogen dalam tanah secara alamiah, beberapa
genus yang banyak mendapat perhatian yaitu Agrobacterium, Bacillus, dan Pseudomonas.
Pseudomonas merupakan salah satu genus dari Famili Pseudomonadaceae. Bakteri ini
berbentuk batang lurus atau lengkung, ukuran tiap sel bakteri 0.5-0.1 1m x 1.5-4.0 m, tidak
membentuk spora dan bereaksi negatif terhadap pewarnaan Gram.
Pseudomonas terbagi atas grup, diantaranya adalah sub-grup berpendarfluor (Fluorescent)
yang dapat mengeluarkan pigmen phenazine (Brock & Madigan 1988). Kebolehan
menghasilkan pigmen phenazine juga dijumpai pada kelompok tak berpendarfluor yang
disebut sebagai spesies Pseudomonas multivorans. Sehubungan itu maka ada empat spesies
dalam kelompok Fluorescent yaitu Pseudomonas aeruginosa, P. fluorescent, P. putida, dan
P. multivorans (Stanier et al 1965). Pseudomonas sp. telah diteliti sebagai agen pengendalian
hayati penyakit tumbuhan (Hebbar et al. 1992; Weller 1983).
Diseluruh dunia perhatian kepada golongan bakteri Pseudomonas sp. ini dimulai dari
penelitian yang dilakukan di University of California, Barkeley pada tahun 70-an. Burr et al
(1978) dan Kloepper et al (1980) mengatakan bahwa strain P.fluorescens dan P. putida yang
diaplikasikan pada umbi kentang telah menggalakkan pertumbuhan umbi kentang. Schroroth
dan Hancock (1982) mengatakan bahwa Pseudomonad pendarfluor meningkatkan hasil
panen umbi kentang 5-33%, gula beet 4-8 ton/ha. dan menambah berat akar tumbuhan radish
60-144%. Strain ini dan strain-strain yang sama dengannya disebut sebagai rizobakteri
perangsang per tumbuhan tanaman (Plant Growth-Promoting Rhizobacteria, PGPR). Sebutan
sebagai rizobakteri pada bakteri Pseudomonas sp. sehubungan dengan kemampuannya
mengkoloni disekitar akar dengan cepat (Schroroth & Hancock 1982).
Kloepper dan Schroth (1978) mengatakan bahwa kemampuan PGPR sebagai agen
pengendalian hayati adalah karena kemampuannya bersaing untuk mendapatkan zat
makanan, atau karena hasil-hasil metabolit seperti siderofor, hidrogen sianida, antibiotik, atau
enzim ekstraselluler yang bersifat antagonis melawan patogen (Kloepper & Schroth. 1978;
Thomashow & Weller 1988; Weller 1988). Wei et al. (1991) mengatakan bahwa perlakuan
benih timun menggunakan strain PGPR menyebabkan ketahanan sistemik terhadap penyakit
antraknosa yang disebabkan Colletotrichum arbiculare. Alstrorn (1991) menyebutkan
aplikasi P.fluorescens strain S97 pada benih kacang telah menimbulkan ketahanan terhadap
serangan penyakit hawar disebabkan P. syringe pv. phaseolicola. Maurhofer et al. (1994)
mengatakan P. fluorescens strain CHAO menyebabkan ketahanan pada tumbuhan tembakau
terhadap serangan virus nekrotik tembakau.
Baru-baru ini telah dibutikan bahwa Pseudomonas sp. dapat menstimulir timbulnya
ketahanan tanaman terhadap infeksi jamur patogen akar, bakteri dan virus (Van Peer et al
1991; Wei et al. 1994; Zhou et al. 1992; Alstrom 1991).Voisard et al (1989) mendapati bahwa
sianida yang dihasilkan P. fluorescens stroin CHAO merangsang pembentukan akar rambut
pada tumbuhan tembakau dan menekan pertumbuhan Thielaviopsis basicola penyebab
penyakit busuk akar, diduga bahwa sianida mungkin penyebab timbulnya ketahanan sistemik
(ISR). Maurhofer et al (1994) mengatakan bahwa siderofor pyoverdine dari P.
fluorescens strain CHAO adalah sebab timbulnya ketahanan sistemik pada tumbuhan
tembakau terhadap infeksi virus nekrosis tembakau.
Perlakuan bakteri pada benih tumbuhan lobak dan umbi kentang menggunakan P.
fluorescens strain WCS374 menunjukkan pengaruh pertumbuhan yang nyata (Geels &
Schippers 1983). Sedangkan P. putida strain WCS374 telah meningkatkan pertumbuhan akar
dan produksi umbi kentang (Baker et al 1987; Geels & Schippers 1983). Leemon et al. (1995)
mengatakan bahwa siderofor dari P. fluoresces WCS374 dapat berperan sebagai perangsang
pertumbuhan tumbuhan dan menekan pertumbuhan F. oxysporon f sp. raphani penyebab
penyakit layu Fusarium pada tumbuhan lobak. Hambatan terhadap penyakit layu Fusarium
pada tumbuhan carnationdiduga disebabkan persaingan terhadap unsur besi (Duijff 1993).
Wei et al. (1991) mengatakan bahwa ketahanan sistemik akan terjadi pada timun terhadap
infeksi Colletotrichum orbiculare setelah inokulasi benih timun dengan strain PGPR. Alstrom
(1991) mengatakan bahwa perlakuan benih kacang dengan P. fluorescens strain S97
menyebabkan ketahanan sistemik terhadap infeksi Pseudomonas syringae pv. phaseolicola.
Zhou et al. (1992) dan Zhou dan Paulitz (1994) mengntakan bahwa strain Pseudomonas sp.
menyebabkan ketahanan sistemik tumbuhan timun terhadap Pythium aphanidetmatum.
Contoh-contoh PGPR yang mampu berperan sebagai agen penyebab ketahanan sistemik
tersebut di atas adalah karena perlakuan akar, tanah, atau biji dengan rizobakteri.
Mekanisme kerja dari agen pengendalian hayati umumnya digolongkan sebagai persaingan
zat makanan, parasitisme, dan antibiosis (Fravel 1988; Weller 1988). Peranan antibiotik
dalam pengendalian hayati telah dikaji oleh Siminoff dan Gottlieb (1951). Penelitian mereka
menunjukkan bahwa kemampuan Streptomyces griseuspengeluar antibiotik streptomisin dan
strain mutasi yang tidak menghasilkan antibiotik dalam menekan pertumbuhan Bacillus
subtilis temyata tidak berbeda tingkat antagonisnya, penelitian ini telah membuat Siminoff
dan Gottlieb (1951) berkesimpulan bahwa antibiotik bukan satu-satunya penyebab timbulnya
antagonis.
Kemajuan dalam rekayasa genetik telah membolehkan penelitian terhadap mutan dijalankan
dengan lebih akurat dan terperinci sehingga banyak hipotesis tentang antibiotik telah
dibuktikan, misalnya Pseudomonas fluorescens adalah agen pengendalian hayati penyakit
take-all pada gandum yang disebabkan Gaeumannomyces graminis var. tritici. Bakteri ini
terbukti menghasilkan antibiotik phenazin yang menekan pertumbuhan G. graminis dalam
pengendalian hayati (Thornashow & Weller 1987; Thomashow et al. 1986; Weller et al.
1985).
BAKTERI SEBAGAI AGEN PENGHASIL ANTIBIOTIK

Antibiotik umumnya adalah senyawa organik dengan berat molekul rendah yang dikeluarkan
oleh mikroorganisrne. Pada kadar rendah, antibiotik dapat merusak pertumbuhan atau
aktivitas metabolit mikroorganisme lain (Fravel 1988). Rose (1979) mengatakan bahwa pada
tahun 1979 diperkirakan telah dikenal 3000 jenis antibiotik dengan penambahan 50-100 jenis
antibiotik baru setiap tahunnya.
Hubungan antara akitivitas pengendalian hayati antibiotik secara in vivo dengan aktifitas
secara in vitro. Keluaran antibiotik chetomin secara in vitro oleh Chaetomium
globosum berkorelasi positif dengan antagonisnya terhadap Venturia inequalis pada bibit
pohon apel (Cullen & Andrews 1984). Hal yang sama adalah adanya zona
hambatan Agrobacterium radiobacter terhadap A. tumefaciens secara in vitro dan
kemampuannya sebagai agen pengendalian hayati di lapang pada tanaman persik. Satu
penelitian yang dilakukan oleh Broadbent et al. (1971) telah rnenguji secara in vitro 3500
mikroorganisme sebagai agen antagonis, dari penelitian ini diperkirakan 40%
mikroorganisme menekan pertumbuhan satu atau lebih patogen dan 4% diantaranya
berpotensi sebagai agen pengendalian hayati di tanah.
Broadbent et al (1971) berkesimpulan bahwa organisme yang menekan pertumbuhan secara
in vitro juga akan menekan pertumbuhan patogen di tanah, mikroorganisme yang tidak
menekan pertumbuhan secara in vitro juga tidak menekan pertumbuhan dalam tanah. Namun
perlu diketahui bahwa pengeluaran antibiotik sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan
nutrisi mikroorganisme. Filtrasi medium pembiakan bebas sel atau ekstrak dari filtrasi telah
diuji kemungkinan peranannya sebagai antibiosis dalam pengendalian hayati. Filtrasi bebas
sel T. flavus efektif terhadap mikrosklerotium V. dahliae pada tanah steril (Fravel et al
1987). Filtrasi dari medium pertumbuhan mutan T. harzianum menekan pertumbuhan patogen
busuk basah S. cepivorum (Papavizas et al. 1982). Manakala filtrasi steril dari
kultur Bacillus subtilis diaplikasikan tiga kali seminggu mengendalikan penyakit karat pada
tanaman kacang dilapangan nyata lebih baik dari fungisida mancozeb dengan aplikasi satu
kali seminggu (Baker et al. 1985).
Baru-baru ini satu penelitian tentang peranan antibiotik di dalam tanah menunjukkan bahwa
kebanyakan hasil metabolit seperti antibiotik terikat pada tanah liat dan bahan organik tanah,
atau terurai dengan cepat oleh mikroflora. Kebanyakan antibiotik tidak dapat terlepas dari
tanah liat (Pinck et.al.1962). Howell dan Stipanovic (1979) telah mengidentifikasi antibiotik
pyrrolnitrin dari kultur P. fluorescens. Pada penetiannya, antibiotik ini sangat efektif menekan
pertumbuhan Rhizoctonia solani, patogen penyebab penyakit rebah kecambah pada anak
tanaman kapas. Antibiotik ini juga menekan pertumbuhan jamur lain yang berinteraksi
dengan penyakit rebah kecambah diantaranya Thielaviopsis basicola, Alternaria sp.,
Vertiicillium dahliae, dan beberapa jenis Fusarium, bagaimanapun dikatakan bahwa
antibiotik ini tidak berpengaruh terhadap Pythium ultimum. Selanjutnya Howell dan
Stipanovic (1979) mengatakan bahwa perlakuan bakteri P. fluorescens pada tanah yang
terkontaminasi R. solani telah menambah ketahanan anak tanaman kapas terhadap patogen
tersebut 30-79 persen, sedangkan perlakuan antibiotik pyrrolnitrin menambah ketahanan 13-
70 persen. Ini berarti bakteri P. fluorescens berpotensi sebagai agen pengendalian hayati
penyakit tumbuhan.
Howell dan Stipanovic (1980) telah mengidentifikasi P. fluorecens strain Pf-5 yang antagonis
terhadap Pythium ultimum. Dari kultur P. fluorescens Pf-5 diisolasi antibiotik pyolutcorin
(4,5-dichloro-1 H-pyrrol-2-yl-2,6-dihydrokxy-phenyl ketone). Antibiotik ini menekan
pertumbuhan P. ultimum tapi tidak berpengaruh terhadap R. solani. Perlakuan benih kapas
langsung dengan kultur bakteri P. fluorerscens Pf-5 telah menambah ketahanan benih
terhadap serangan P.ultimum 28-71 persen, sedangkan perlakuan benih dengan antibiotik
pyoluteorin meningkatkan ketahanan benih 33-65 persen. Kedua percobaan di atas
menunjukkan bahwa penggunaan langsung kultur bakteri P. fluorescen lebih efektif
mengendalikan penyakit dibandingkan penggunaan antibiotiknya.
BAKTERI SEBAGAI AGEN PENGHASIL SIDEROFOR

Siderofor adalah senyawa organik selain antibiotik yang dapat berperan dalam pengendalian
hayati penyakit tumbuhan. Siderofor diproduksi secara ekstrasel, senyawa dengan berat
molekul rendah dengan affinitas yang sangat kuat terhadap besi (III). Kemampuan siderofor
mengikat besi (III) merupakan pesaing terhadap mikroorganisme lain, banyak bukti-bukti
yang menyatakan bahwa siderofor berperan aktif dalam menekan pertumbuhan
mikroorganisme patogen (Fravel 1988).
Selain peranannya sebagai agen pengangkutan besi (III), siderofor juga aktif sebagai faktor
pertumbuhan, dan beberapa diantaranya berpotensi sebagai antibiotik (Neilands 1981).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa siderofor berpendarfluor kuning-kehijauan yang
dihasilkan oleh Pseudomonad pendarfluor disebut sebagai pseudobactin bermanfaat untuk
pertumbuhan tanaman (Neilands & Leong 1986; Leong 1986). Pigmen pendarfluor hijau-
kekuningan larut dalam air, dikeluarkan oleh kebanyakan spesies Pseudomonas. Diantara
spesies yang banyak diteliti sehubungan dengan pigmen ini adalah P. airuginosa, P. ovalis, P.
mildenbergil, P. reptilivora, P. geniculata, P. calciprecipitans. Pengenalan terhadap pigmen
ini tidak susah, terutama jika bakteri dikulturkan pada medium Kings B (KB). Ciri-ciri
sebagai pengeluar pigmen ini masih digunakan sebagai penanda taksonomi untuk identifikasi
bakteri ini yang disebut sebagai bakteri Pseudomonas pendarfluor (Meyer et al. 1987).
Menurut Neilands dan Leong (1986) mungkin semua Pseudomonad pendarfluor dapat
menghasilkan siderofor sejenis pseudobaktin yang masing-masing berbeda dalam hal jumlah
dan susunan asam amino dalam rantai peptide. Pseudomonad pendarfluor banyak diteliti
sehubungan dengan kemampuan bakteri ini sebagai perangsang pertumbuhan (Plant Growth
Promoting Rhizobacteria=PGPR) dan menekan serangan penyakit yang
disebabkan Fusarium oxysporum dan penyakit akar yang disebabkan Gaeumannomyces
graminis. Mekanisme kerja PGPR diketahui sebagai senyawa yang berfungsi sebagai
pemasok zat makanan, bersifat antibiosis, atau sebagai hormon pertumbuhan, atau
penggabungan dari berbagai cara tersebut. Pseudomonad pendarfluor yang diisolasi dari
tanah yang secara alami menekan pertumbuhan Fusarium juga menekan pertumbuhan
Gaeumannomyces graminis var. tritici penyebab penyakit take-all (Wong & Baker 1984),
penelitiannya membuktikan bahwa tidak hubungan antara hambatan antibiosis yang
dihasilkan bakteri secara in vitro di atas agar dan hambatannya terhadap penyakit pada
tanaman di dalam polibag.
Menurut Wong dan Baker (1984) hasil ini menunjukkan bahwa mekanisme pengendalian
patogen karena persaingan zat besi. Menurut Neilands dan Leong (1986) jamur-jamur
patogen tidak menunjukkan kemampuan menghasilkan siderofor jenis yang sama dengan
yang dihasilkan bakteri Pseudomonas sp. sehingga jamur patogen mengalami defisit unsur
besi menyebabkan pertumbuhan patogen menjadi terhambat.
PENUTUP

Pertanian modern sebagaimana yang telah disaksikan hari ini ternyata gagal dalam memenuhi
harapannya sendiri terbukti dengan timbulnya berbagai kerusakan alam yang terjadi akibat
budidaya pertanian hal ini tentu terasa sangat ironis karena seharusnya pertanian adalah satu-
satunya usaha manusia yang paling akrab dengan alam justru telah mencemari alam
tempatnya berpijak dengan menumpahkan berbagai bentuk bahan kimia sintetik berupa
pupuk dan pestisida. Aktibat penggunaan pupuk dan pestidia secara berlebihan ini telah
merusak keseimbangan hayati terbukti dengan munculnya resurjensi hama dan patogen dan
meningkatnya serangan hama dan patogen sekunder dan menurunnya populasi serangga dan
mikroorganisme antagonis yang berperan sebagai agensia pengendalian hayati. Dengan
kesadaran baru dibidang pertanian yaitu dengan penerapan sistem pengendalian hama terpadu
(PHI) dengan cara memaksimalkan penerapan berbagai metode pengendalian hama secara
komprihensif dan mengurangi penggunaan pestisida.
Salah satu komponen PHI teresebut adalah pengendalian hayati dengan memanfaatkan
bakteri antagonis. Berbagai penelitian tentang bakteri antagonis terbukti bahwa beberapa
jenis bakteri potensial digunakan sebagai agensia hayati.
Bakteri-bakteri antagonis ini diantaranya selain dapat menghasilkan antibiotik dan siderofor
jugn bisa berperan sebagai kompetitor terhadap unsur hara bagi patogen tanaman,
Pemanfaatan bakteri-bakteri antagonis ini dimasa depan akan menjadi salah satu pilihan bijak
dalam usaha meningkatkan produksi pertanian sekaligus menjaga kelestarian hayati untuk
menunjang budidaya pertanian berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Baker, C.J., Stavely, J.R., & Mock. N. 1985. Biocontrol of bean rust by Bacillus subtilis
under field conditions. Plant Disease. 69: 770-772.
Brock. T.D. & Madigan, M.T. 1988. Biology of microorganism. Prentice-Hall International
Edition.
Hasanuddin. 2010. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1128/1/. Diakses 11
Januari 2011. Malang
Pink, L.A., Holton, W.F., & Allison, F. 1961. Antibiotikin soils: I. Physiochemical studies of
antibiotics-clay complexes. Soil Sci. 91: 22-28
11JAN
Aplikasi Rhizobium sp. dalam Peningkatan Produktivitas Pertanian
Posted by aguskrisno in KAJIAN MIKROBIOLOGI PERTANIAN. Leave a comment

Mikrobiologi Pertanian
Mikrobiologi pertanian adalah ilmu yang mempelajari tentang peranan mikroba dalam bidang
pertanian. Mikrobiologi Pertanian merupakan penggunaan Mikrobiologi untuk tujuan
memecahkan masalah-masalah praktis di bidang pertanian. Dengan demikian dapat
dirumuskan tugas dari Mikrobiologi Pertanian adalah mempelajari dan memanfaatkan
mikrobia sebaik mungkin guna meningkatkan produksi pertanian baik kuantitas maupun
kualitas dan menekan kemungkinan kehilangan produksi karena berbagai sebab.
Bidang pertanian juga mempunyai peran dalam penambatan nitrogen, mikororganisme
tersebut adalah (baktero fotosintesis, Azotobacter, Clostridium dan Rhizobium). Proses
penambahan utama terdiri atas dua reaksi yang terpisah, yaitu
1) pembentukan reduktan,
2) pengikatan gas nitrogen.
ATP diperlukan untuk reaksi pertama yang elektronnya diteruskandari feredoksin terduksi ke
reduktan yang hinggga kini belum diketahui paada reaksi kedua nitrogen ditambatkan pada
protein (nitrogenase) yang mengandung molibdenum, besi dan sulfur, diperlukan untuk
pemanfaatan kembali senyawa-senyawa sulfur untuk pertumbuhan tanaman. Pembentukan
H2S dari penguraian protein dapat diselesaikan oleh berbagai bakteri heterotrof. Dikarenakan
pada dasarnya semua protein mengandung sistein dan metionin asam amino yang
mengandung sulfur penguraian protein yang lengkap melepaskan sulfur sebagai sulfied.
Beberapa kelompok mikroorganisme yang melaksanakan daun sulfur adalah kelompok
bakteri yang berbentuk benang yang melayang.
Bakteri nitrifikasi adalah bakteri-bakteri tertentu yang mampu menyusun senyawa nitrat dari
amoniak yang berlangsung secara aerob di dalam tanah. Nitrifikasi terdiri atas dua tahap
yaitu:
Oksidasi amoniak menjadi nitrit oleh bakteri nitrit. Proses ini dinamakan nitritasi.

Reaksi nitritasi
Oksidasi senyawa nitrit menjadi nitrat oleh bakteri nitrat. Prosesnya dinamakan
nitratasi.

Reaksi nitratasi
Dalam bidang pertanian, nitrifikasi sangat menguntungkan karena menghasilkan senyawa
yang diperlukan oleh tanaman yaitu nitrat. Tetapi sebaliknya di dalam air yang disediakan
untuk sumber air minum, nitrat yang berlebihan tidak baik karena akan menyebabkan
pertumbuhan ganggang di permukaan air menjadi berlimpah.
Pemanfaatan Mikrobia dalam Produksi Pertanian Dilakukan Melalui:
1. Pemeliharaan dan peningkatan kesuburan tanah dengan memanfaatkan mikrobia yang
berperan dalam siklus Nitrogen (mikrobia penambat nitrogen, mikrobia amonifikasi,
nitrifikasi, dan denitrifikasi), Fosfor (mikrobia pelarut fosfat), Sulfur (Mikrobia
pengoksidasi sulfur), dan Logam-logam (Fe, Cu, Mn, dan Al),
2. Pemeliharaan kesehatan tanah dengan memanfaatkan mikrobia penekan organisma
pengganggu tanaman (OPT),
3. Pemulihan kesehatan tanah dengan memanfaatkan mikrobia pendekomposisi /
penyerap senyawa-senyawa toksik terhadap mahluk hidup (Bioremediasi),
4. Pemacuan pertumbuhan tanaman dengan memanfaatkan mikrobia penghasil
fitohormon.
Pengertian Rhizobium sp.
Rhizobium (yang terkenal adalah Rhizobium leguminosarum) adalah basil yang gram negatif
yang merupakan penghuni biasa didalam tanah. Bakteri ini masuk melalui bulu-bulu akar
tanaman berbuah polongan dan menyebabkan jaraingan agar tumbuh berlebih-lebihan hingga
menjadi kutil-kutil. Bakteri ini hidup dalam sel-sel akar dan memperoleh makanannya dari
sel-sel tersebut. Biasanya beberapa spesies Actinomycetes kedapatan bersama-sama
dengan Rhizobium sp dalam satu sel.
Bakteri nitrogen adalah bakteri yang mampu mengikat nitrogen bebas dari udara dan
mengubahnya menjadi suatu senyawa yang dapat diserap oleh tumbuhan. Karena
kemampuannya mengikat nitrogen di udara, bakteri-bakteri tersebut berpengaruh terhadap
nilai ekonomi tanah pertanian. Kelompok bakteri ini ada yang hidup bebas maupun simbiosis.
Bakteri nitrogen yang hidup bebas yaitu Azotobacter chroococcum, Clostridium
pasteurianum, dan Rhodospirillum rubrum. Bakteri nitrogen yang hidup bersimbiosis dengan
tanaman polong-polongan yaitu Rhizobium leguminosarum, yang hidup dalam akar
membentuk nodul atau bintil-bintil akar. Tumbuhan yang bersimbiosis
dengan Rhizobium banyak digunakan sebagai pupuk hijau seperti Crotalaria, Tephrosia,
dan Indigofera. Akar tanaman polong-polongan tersebut menyediakan karbohidrat dan
senyawa lain bagi bakteri melalui kemampuannya mengikat nitrogen bagi akar. Jika bakteri
dipisahkan dari inangnya (akar), maka tidak dapat mengikat nitrogen sama sekali atau hanya
dapat mengikat nitrogen sedikit sekali. Bintil-bintil akar melepaskan senyawa nitrogen
organik ke dalam tanah tempat tanaman polong hidup. Dengan demikian terjadi penambahan
nitrogen yang dapat menambah kesuburan tanah.
( Anonymous,2010) (Anonymous,2010)
Bakteri Rhizobium sp dan Daur Hidupnya
Sumber utama nitrogen adalah nitrogen bebas (N2) yang terdapat di atmosfir, yang
takarannya mencapai 78% volume, dan sumber lainnya yang ada di kulit bumi dan perairan.
Nitrogen juga terdapat dalam bentuk yang kompleks, tetapi hal ini tidak begitu besar sebab
sifatnya yang mudah larut dalam air.
Pada umumnya derivat nitrogen sangat penting bagi kebutuhan dasar nutrisi, tetapi dalam
kenyataannya substansi nitrogen adalah hal yang menarik sebagai polutan di lingkungan.
Terjadinya perubahan global di lingkungan oleh adanya interaksi antara nitrogen oksida
dengan ozon di zona atmosfir. Juga adanya perlakuan pemupukan (fertilization treatment)
yang berlebihan dapat mempengaruhi air tanah (soil water), sehingga dapat mempengaruhi
kondisi air minum bagi manusia.
Bentuk atau komponen N di atmosfir dapat berbentuk ammonia (NH3), molekul nitrogen
(N2), dinitrit oksida (N2O), nitrogen oksida (NO), nitrogen dioksida (NO2), asam nitrit
(HNO2), asam nitrat (HNO3), basa amino (R3-N) dan lain-lain dalam bentuk proksisilnitri.
Dalam telaah kesuburan tanah proses pengubahan nitrogen dapat dilakukan dengan berbagai
cara, yaitu mineralisasi senyawa nitrogen komplek, amonifikasi, nitrifikasi, denitrifikasi, dan
volatilisasi ammonium.
Sejumlah organisme mampu melakukan fiksasi N dan N-bebas akan berasosiasi dengan
tumbuhan. Senyawa N-amonium dan N-nitrat yang dimanfaatkan oleh tumbuhan akan
diteruskan ke hewan dan manusia dan kembali memasuki sistem lingkungan melalui sisa-sisa
jasad renik. Proses fiksasi memerlukan energi yang besar, dan enzim (nitrogenase) bekerja
dan didukung oleh oksigen yang cukup. Kedua faktor ini sangat penting dalam memindahkan
N-bebas dan sedikit simbiosis oleh organisme.
Nitrogenase mengandung protein besi-belerang dan besi-molibdenum, dan mereduksi
nitrogen dengan koordinasi dan transfer elektron dan proton secara kooperatif, dengan
menggunakan MgATP sebagai sumber energi. Karena pentingnya reaksi ini, usaha-usaha
untuk mengklarifikasi struktur nitrogenase dan mengembangkan katalis artifisial untuk
fiksasi nitrogen telah dilakukan secara kontinyu selama beberapa tahun. Baru-baru ini,
struktur pusat aktif nitrogenase yang disebut dengan kofaktor besi-molibdenum telah
ditentukan dengan analisis kristal tunggal dengan sinar-X.
Nitrogen organic diubah menjadi mineral N-amonium oleh mikroorganisasi dan beberapa
hewan yang dapat memproduksi mineral tersebut seperti : protozoa, nematoda, dan cacing
tanah. Serangga tanah, cacing tanah, jamur, bakteri dan aktinbimesetes merupakan biang
penting tahap pertama penguraian senyawa N-organik dalam bahan organic dan senyawa N-
kompleks lainnya. Semua mikroorganisme mampu melakukan fiksasi nitrogen, dan
berasosiasi dengan N-bebas yang berasal dari tumbuhan. Nitrogen dari proses fiksasi
merupakan sesuatu yang penting dan ekonomis yang dilakukan oleh bakteri genus Rhizobium
dengan tumbuhan Leguminosa termasuk Trifollum spp, Gylicene max (soybean), Viciafaba
(brand bean), Vigna sinensis (cow-pea), Piscera sativam (chick-pea), dan Medicago sativa
(lucerna).
Bakteri dalam genus Rhizobium merupakan bakteri gram negatif, berbentuk bulat
memanjang, yang secara normal mampu memfiksasi nitrogen dari atmosfer. Umumnya
bakteri ini ditemukan pada nodul akar tanaman leguminosae.
Rhizobium berasal dari dua kata yaitu Rhizo yang artinya akar dan bios yang berarti
hidup. Rhizobium adalah bakteri yang bersifat aerob, bentuk batang, koloninya berwarna
putih berbentuk sirkulasi, merupakan penghambat nitrogen yang hidup di dalam tanah dan
berasosiasi simbiotik dengan sel akar legume, bersifat host spesifik satu spesies Rhizobium
cenderung membentuk nodul akar pada satu spesies tanaman legume saja. Bakteri Rhizobium
adalah organotrof, aerob, tidak berspora, pleomorf, gram negatif dan berbentuk batang.
Bakteri rhizobium mudah tumbuh dalam medium pembiakan organik khususnya yang
mengandung ragi atau kentang. Pada suhu kamar dan pH 7,0 7,2.
Morfologi Rhizobium dikenal sebagai bakteroid. Rhizobium menginfeksi akar leguminoceae
melalui ujung-ujung bulu akar yang tidak berselulose, karena bakteri Rhizobium tidak dapat
menghidrolisis selulose.
Rhizobium yang tumbuh dalam bintil akar leguminoceae mengambil nitrogen langsung dari
udara dengan aktifitas bersama sel tanaman dan bakteri, nitrogen itu disusun menjadi
senyawaan nitrogen seperti asam-asam amino dan polipeptida yang ditemukan dalam
tumbuh-tumbuhan, bakteri dan tanak disekitarnya. Baik bakteri maupun legum tidak dapat
menambat nitrogen secara mandiri, bila Rhizobium tidak ada dan nitrogen tidak terdapat
dalam tanah legum tersebut akan mati. Bakteri Rhizobium hidup dengan menginfeksi akar
tanaman legum dan berasosiasi dengan tanaman tersebut, dengan menambat nitrogen.
(Anonymous, 2010) (Anonymous, 2010)
Pengaruh dan Penerapan Bakteri Rhizobium sp Terhadap Mikrobiologi Pertanian
Pada dunia pertanian bakteri rhizobium sp mengikat unsur nitrogen dari lingkungan sekitar
dan menularkan ke tumbuhan, tetapi bagian akar dan juga pada bagian tanah pada suatu
tanaman. Kebanyakan rhizobium sp menularkan pada tanaman yang berbiji : contohnya saja
akar pada tanaman kedelai.
Pada tanaman kedelai tersebut, bakteri rhizobium sp menempel pada bintil akar. Dan itu
membuat tanaman tersebut tumbuh subur dan untuk melangsungkan hidupnya karena
tanaman tersebut telah terinfeksi oleh bakteri Rhizobium sp.
Tumbuhan yang bersimbiosis dengan Rhizobium banyak digunakan sebagai pupuk hijau
seperti Crotalaria, Tephrosia, dan Indigofera. Akar tanaman polong-polongan tersebut
menyediakan karbohidrat dan senyawa lain bagi bakteri melalui kemampuannya mengikat
nitrogen bagi akar. Jika bakteri dipisahkan dari inangnya (akar), maka tidak dapat mengikat
nitrogen sama sekali atau hanya dapat mengikat nitrogen sedikit sekali. Bintil-bintil akar
melepaskan senyawa nitrogen organik ke dalam tanah tempat tanaman polong hidup. Dengan
demikian terjadi penambahan nitrogen yang dapat menambah kesuburan tanah.
Dalam penerapan tersebut sesuai dengan ayat Al- Baqaroh 164:

Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan
siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang
Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati
(kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan
awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan
kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.
Kandungan yang terdapat diatas menjelaskan bahwa bahwa semua jenis bakteri yang berasal
dari mikrobiologi pertanian itu semua adalah ciptaan Allah Maha Kuasa. Dan juga dari
penggalan bukti ayat-ayat Al-quran tersebut telah jelas bahwa kita sebagai orang yang
beriman, yang yakin akan adanya sang Khalik harus percaya bahwa seluruh makhluk baik di
langit dan di bumi, baik berukuran besar maupun kecil, bahkan sampai mikroorganisme
(jasad renik) yang tidak dapat terlihat dengan mata telanjang adalah makhluk ciptaan Allah
SWT, sehingga dengan mengetahui dengan adanya mikrobiologi lingkungan, pertanian
maupun peternakan. Secara tidak langsung pengetahuan tentang aqidah kitapun semakin
bertambah. Sesungguhnya manusia hanyalah sedikit pengetahuannya, jika dibandingkan
dengan ilmu Allah SWT yang maha luas dan tak terbatas.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2010. bakteri-menguntungkan. http://www.anneahira.com/. Diakses 10
desember 2010
Anonymous,2009. klasifikasi-mikroba-klasifikasi-dan-peranan-mikroba-dalam-kehidupan.
http://zaifbio.wordpress.com Diakses 10 desember 2010
Anonymous, 2008. probiotik-pengganti-antibiotik-dalam.html http://yudij.blogspot.com.
Diakses 9 desember 2010
Anonymous, 2010. bakteri-menguntungkan. http://www.anneahira.com Diakses 9 desember
2010
Anonymous, 2009.http://idonkelor.blogspot.com/2009/08/bakteri-rizobium-pada-
legum.html Diakses 10 desember 2010
waluyo, lud 2005. Mikrobiologi Umum. Malang: UMM

Anda mungkin juga menyukai