Anda di halaman 1dari 2

PATOFISIOLOGI

Sebagian besar pneumonia timbul melalui aspirasi kuman atau penyebaran langsung
kuman dari saluran respiratori atas. Dalam keadaan normal saluran respiratori bawah mulai dari
sublaring hingga unit terminal adalah steril. Paru terlindung dari beberapa mekanisme termasuk
barier anatomi dan barier mekanik, juga sistem pertahanan tubuh lokal maupun sistemik. Barier
anatomi dan mekanik diantaranya adalah filtrasi partikel dihidung, pencegahan aspirasi dengan
reflex epiglotis, ekspulsi benda asing melalui refleks batuk. Sistem pertahanan tubuh yang
terlibat baik sekresi lokal imunoglobulin A maupun respon inflamasi oleh sel-sel leukosit,
komplemen, sitokin, dan makrofag.
Pneumonia terjadi bila satu atau lebih mekanisme diatas mengalami gangguan sehingga
kuman patogen dapat mencapai saluran nafas bagian bawah. Inokulasi patogen penyebab pada
saluran nafas menimbulkan respon inflamasi akut pada pejamu yang berbeda sesuai dengan
patogen penyebabnya.
Virus akan menginvasi saluran nafas alveoli, umumnya bersifat patchy dan mengenai
banyak lobus. Pada infeksi virus ditandai lesi awal berupa kerusakan silia epitel dengan
akumulasi debris kedalam lumen. Respon inflamasi awal adalah infiltrasi sel-sel mononuklear
kedalam submukosa dan perivaskular. Sejumlah kecil sel-sel PMN akan didapatkan dalam
saluran nafas kecil. Bila proses ini meluas dengan adanya dengan adanya sejumlah debris dan
mukus serta sel-sel inflamasi yang meningkat dalam saluran nafas kecil maka akan menyebabkan
obstruksi baik parsial maupun total. Respon inflamasi ini akan diperberat dengan adanya edem
submukosa yang mungkin bisa meluas ke dinding alveoli. Respon inflamasi di dalam alveoli ini
juga seperti yang terjadi pada ruang interstisial yang terdiri dari sel-sel mononuklear. Proses
infeksi yang berat akan mengakibatkan terjadinya denudasi (pengelupasan) epitel dan akan
terbentuk eksudat hemoragik. Infiltrasi ke interstisial sangat jarang menimbulkan fibrosis.
Pneumonia viral pada anak merupakan predisposisi terjadinya pneumonia bakterial oleh
karena rusaknya barier mukosa. Pneumonia bakterial terjadi oleh karena inhalasi atau aspirasi
patogen, kadang-kadang terjadi melalui penyebaran hematogen. Terjadi tidaknya proses
pneumonia tergantung interaksi antara bakteri dan ketahanan sistem imun penjamu. Ketika
bakteri dapat mencapai alveoli maka beberapa mekanisme pertahanan tubuh akan dikerahkan.
Saat terjadi kontak antara bakteri dengan dinding alveoli maka akan ditangkap oleh lapisan
cairan epitelial yang mengandung opsonin dan tergantung pada respon imunologis penjamu akan
terbentuk antibodi imunoglobulin G spesifik. Dari proses ini akan terjadi pagositosis oleh
makrofag alveoral (sel alveoral tipe II),sebagian kecil kuman akan dilisis melalui perantaraan
komplemen. Mekanisme seperti ini terutama penting pada infeksi oleh karena bakteri yang tidak
berkapsul seperti Streptococcus pneumonia. Ketika mekanisme ini tidak dapat merusak bakteri
dalam alveolar, leukosit PMN dengan aktivitas fagistosisnya akan direkrut dengan perantaraan
sitokin sehingga akan terjadi respon inflamasi. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya kongesti
vaskular dan edema yang luas, dan hal ini merupakan karakteristik pneumonia oleh karena
pneumokokus. Kuman akan dilapisi ioleh cairan edematus yang berasal dari alveolus ke alveolus
melalui pori-pori Kohn. Area edematus ini akan membesar secara sentrifugal dan akan
membentuk area sentral yang terdiri dari eritrosit, eksudat purulen (fibrin sel-sel leukosit PMN)
dan bakteri. Fase ini secara histopatologi dinamakan red hepatization.
Tahap selanjutnya adalah hepatisasi kelabu yang ditandai dengan fagositosis aktif oleh
leukosit PMN. Pelepasan komplemen dinding bakteri dan pneumolisin melalui degradasi
enzimatik akan meningkatkan respon inflamasi dan efek sitotoksik terhadap semua sel-sel paru.
Proses ini akan mengakibatkan kaburnya struktur seluler paru.
Pada pneumonia terjadi gangguan pada komplemen volume dari ventilasi akibat kelainan
langsung di parenkim paru. Terhadap gangguan ventilasi akibat gangguan volume ini tubuh akan
berusaha mengkompensasinya dengan cara meningkatkan volume tidal dan frekuensi nafas
sehingga secara klinis terlihat takipneu dengan tanda-tanda inspiratory effort. Akibat penurunan
ventilasi maka rasio optimal antara ventilasi perfusi tidak tercapai yang disebut dengan
ventilation perfusion mismatch, tubuh berusaha meningkatkannya sehingga terjadi usaha nafas
ekstra dan pasien terlihat sesak. Selain itu dengan berkurangnya volume paru secara fungsional
karena proses inflamasi maka akan mengganggu proses difusi dan menyebabkan gangguan
pertukaran gas yang berakibat terjadinya hipoksia. Pada keadaan yang berat bisa terjadi gagal
nafas.1

1. Asih RS, Landia S, Makmuri MS. 2006. Pneumonia. Ilmu Kesehatan Anak
XXXVI, Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak VI. Fk unair

Anda mungkin juga menyukai