Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

SINDROM CUSHING

Disusun oleh :
Sayekti Asih Nugraheni (G99131076)
Riani Dwi Hastuti (G99131069)
Galih Widi Sudio (G0004102)

Pembimbing :
Eva Niamuzisilawati, dr. SpPD
KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2014
HALAMAN PENGESAHAN

Referat ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu


Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD Dr.
Moewardi Surakarta. Referat ini telah disetujui dan dipresentasikan pada :

Hari :
Tanggal :

Oleh:
Sayekti Asih Nugraheni (G99131076)
Riani Dwi Hastuti (G99131069)
Galih Widi Sudio (G0004102)

Mengetahui dan menyetujui


Pembimbing Referat :

Eva Niamuzisilawati, dr. SpPD

2
BAB I
PENDAHULUAN

Sindrom Cushing adalah gangguan hormonal yang disebabkan kortisol


plasma berlebihan dalam tubuh (hiperkortisolisme), baik oleh pemberian
glukokortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik (iatrogen) atau oleh
sekresi kortisol yang berlebihan akibat gangguan aksis hipotalamus-hipofisis-
adrenal (spontan).1,2 Nama sindrom Cushing diambil dari Harvey Cushing,
seorang ahli bedah yang pertama kali mengidentifikasikan penyakit ini pada tahun
1912. Penyakit ini ditandai dengan obesitas badan (truncal obesity), hipertensi,
mudah lelah, amenorea, hirsutisme, striae abdomen berwarna ungu, edema,
glukosuria, osteoporosis, dan tumor basofilik hipofisis. 1
Sindrom Cushing relatif langka dan paling sering terjadi pada usia 20
hingga 50 tahun. Orang yang menderita obesitas dan DM-tipe 2, disertai
dengan hipertensi dan gula darah yang tidak terkontrol, akan meningkatkan
risiko terserang penyakit ini.3
Sebagian besar kasus sindrom Cushing disebabkan iatrogenik pemberian
glukokortikoid eksogen, sedangkan kejadian tahunan sindrom Cushing endogen
telah diperkirakan sebesar 13 kasus per juta individu. Dari kasus-kasus ini, sekitar
70% disebabkan hiperplasi adrenal bilateral oleh hipersekresi ACTH hipofisis
atau produksi ACTH oleh tumor non endokrin (pituitary ACTH-producing tumor),
15% karena ACTH ektopik, dan 15% karena tumor adrenal primer. 4 Insiden
hiperplasi hipofisis adrenal tiga kali lebih besar pada wanita dari pada laki-laki,
kebanyakan muncul pada usia dekade ketiga atau keempat.1 Insiden puncak dari
sindrom Cushing, baik yang disebabkan oleh adenoma adrenal maupun hipofisis

3
terjadi sekitar usia 25-40 tahun. Pada ACTH ektopik, insiden lebih sering pada
laki-laki dibanding wanita. 4
Mengingat kejadiannya yang masih relatif langka dan namanya yang masih
terdengar asing di masyarakat luas, tentunya penyakit ini masih jarang
diperbincangkan baik dalam segi patofisiologi, diagnosis maupun
penatalaksanaan. Oleh karena itu, diperlukan suatu bahan pembahasan yang
mungkin dapat menambah wawasan mengenai sindrom Cushing dan membantu
para praktisi kesehatan dalam menatalaksana pasien-pasien tersebut.

4
BAB II
PATOFISIOLOGI

1. Penyakit Addison
Defisit produksi glukokortikoid atau mineralkortikoid pada glandula
adrenal menghasilkan adrenokortikal insufisiensi, yang mana disebabkan oleh
salah satu konsekuensi dari destruksi atau disfungsi dari korteks adrenal
(insufisiensi adrenokortikal primer, atau penyakit addisons) atau akibat
sekunder dari defisit sekresi adrenocorticotropin (ACTH) pituitary (insufisiensi
adrenokortikal sekunder).5
Kehilangan fungsi lebih dari 90% pada kedua korteks andrenal
menghasilkan manifestasi klinis insufisiensi adrenokortikal. Destruksi dari
glandula, seperti terdapat pada kondisi idiopatik dan kondisi invasif dari suatu
penyakit, hal ini menyebabkan terjadinya kronisitas dari adrenal insufisiensi.
Bagaimanapun juga, desrtuksi yang berlangsung cepat terjadi pada beberapa
kasus; sekitar 25% dari pasien berada pada tahap krisis atau impending krisis
pada saat di diagnosis. Fase awal dari destruksi pada glandula adrenakortikal
terjadi pengurangan dari cadangan adrenal; meskipun demikian basal sekresi
steroid masih normal, namun demikian sekresi tersebut tidak meningkat pada
respon stres. Jadi, akut adrenal krisis dapat terjadi pada kondisi stress akibat
pembedahan, trauma, atau infeksi, yang mana memerlukan peningkatan sekresi
kortikosteroid.5
Kehilangan lebih lanjut jaringan korteks pada glandula adrenal,
menyebabkan terjadinya defisit sekresi dari basal glukokortikoid, menimbulkan
manifestasi kronisitas adrenal insufisiensi. Defesiensi mineralkortikoid dapat
terjadi pada tahap awal maupun akhir. Destruksi dari glandula adrenal akibat

5
hemoragik menghasilkan kehilangan secara tiba tiba sekresi dari
mineralkortikoid dann glukokortikoid, menyebabkan kondisi akut adrenal
krisis.5
Dengan berkurangan nya sekresi dari kortisol, level plasma dari ACTH
meningkat akibat dari penurunan umpan balik negative yang menginhibisi
sekresi ACTH. Sebagai akibatnya, peningkatan level plasma dari ACTH pada
awal merupakan kondisi sangat supoptimal dalam mengsekresikan cadangan
dari adrenokortikal.5
2. Sindrom Chusing Disease
Sindrom cushing dapat disebabkan oleh pemberian glukokortikoid
jangka panjang dalam dosis farmakologik (iatrogen) atau oleh sekresi kortisol
yang berlebihan akibat gangguan aksi hipotalamus-hipofisis-adrenal (spontan).6
Sindrom Cushing iatrogenic dijumpai pada penderita arthritis
rheumatoid, asma, limfoma, dan gangguan kulit umum yang menerima
glukokortikoid sintetik sebagai agen anti inflamasi. Pada cushing syndrome
spontan, hiperfungsi korteks adrenal terjadi sebagai akibat rangsangan
berlebihan oleh ACTH atau sebagai akibat patologi adrenal yang
mengakibatkan produksi kortisol abnormal.6
Sindrom Cushing dapat dibagi menjadi dua jenis : (1) dependen ACTH
dan (2) independen ACTH. Diantara jenis dependen ACTH, hiperfungsi
korteks adrenal mungkin disebabkan oleh sekresi ACTH kelenjar hipofisis
yang abnormal dan berlebihan. Karena tipe ini mula-mula dijelaskan oleh
Harvey Cushing pada tahun 1932, maka keadaan ini disebut dengan penyakit
Cushing. Pada 80% pasien ini ditemukan adenoma hipofisis yang mensekresi
ACTH. Pada 20% sisanya terdapat bukti-bukti histology hyperplasia hipofisis
kortikotrop. Masih tidak jelas apakah hyperplasia timbul akibat gangguan
pelepasan CRH oleh neurohipotalamus. Pada kasus lain didapatkan kelebihan
sekresi ACTH, hilangnya irama sirkadian normal ACTH, dan berkurangnya
sensitivitas system kontrol umpan balik ke tingkat kortisol dalam darah.7
ACTH juga dapat disekresi berlebihan pada pasien-pasien dengan
neoplasma yang memiliki kapasitas untuk menyintesis dan melepaskan peptide
mirip ACTH baik secara kimia maupun fisiologik. ACTH yang berlebihan
dihasilkan dalam keadaan ini menyebabkan rangsangan yang berlebihan

6
terhadap sekresi kortisol oleh korteks adrenal, dan disebabkan oleh penekanan
pelepasan ACTH hipofisis. Jadi, kadar ACTH yang tinggi pada penderita ini
berasal dari neoplasma, bukan dari kelenjar hipofisisnya. Sejumlah besar
neoplasma dapat menyebabkan sekresi ektopik ACTH. Neoplasma-neoplasma
ini biasanya berkembang dari jaringan-jaringan yang berasal dari lapisan
neuroektadermal selama perkembangan embrional. Karsinoma sel oat paru,
karsinoid bronchus, timoma, dan tumor sel-sel pulau dipankreas, merupakan
contoh-contoh yang paling sering ditemukan. Beberapa tumor ini mampu
menyekresi CRH ektopik. Pada keadaan ini, CRH ektopik merangsang sekresi
ACTH hipofisis, yang menyebabkan terjadinya sekresi kortisol secara
berlebihan oleh korteks adrenal. Jenis sindrom cushing yang disebabkan oleh
sekresi ACTH yang berlebihan- hipofisis atau ektopik- seringkali disertai
hiperpigmentasi. Hiperpigmentasi ini disebabkan oleh sekresi peptide yang
berhubungan dengan ACTH dan kerusakan-kerusakan bagian-bagian ACTH
yang memiliki aktivitas melanotropik. Pigmentasi terdapat pada kulit dan
selaput lendir.7
Hiperfungsi korteks adrenal dapat terjadi tanpa tergantung pada kontrol
ACTH seperti pada tumor atau hyperplasia korteks adrenal nodular bilateral
dengan kemampuannya untuk menyekresi kortisol secara autonomi dalam
korteks adrenal. Tumor korteks adrenal yang akhirnya menjadi sindrom
cushing dapat jinak (adenoma) atau ganas (karsinoma). Adenoma korteks
adrenal dapat menyebabkan sindroma cushing yang berat, namun biasanya
berkembang secara lambat, dan gejala dapat timbul bertahun-tahun selama
diagnosis ditegakkan. Sebaliknya, karsinoma adrenokortikal berkembang cepat
dan dapat menyebabkan metastasis serta kematian.7
Adanya sindroma cushing dapat ditentukan berdasarkan riwayat
kesehatan dan pemeriksaan fisik yang telah dijelaskan diatas. Diagnosis
umumnya ditegakkan berdasarkan kadar kortisol yang abnormal dalam plasma
dan urine. Tes-tes spesifik dapat menentukan ada atau tidaknya irama sirkadian
normal pelepasan kortisol dan mekanisme pengaturan umpan balik yang
sensitive. Tidak adanya irama sirkadian dan berkurang atau hilangnya
kepekaan system pengaturan umpan balik merupakan ciri sindrom cushing.7

7
Beberapa tindakan diagnostic dapat digunakan untuk menentukan sifat
patologi dasar sindrom cushing dan membantu menentukan lesi yang mungkin
dapat ditanggulangi dengan operasi. Penderita sindroma cushing dengan
dependen ACTH memiliki kadar ACTH yang tinggi. Sebaliknya, sindroma
Cushing dengan independen ATCH memiliki kadar kortisol yang tinggi namun
dengan kadar ACTH yang rendah.8
Pemeriksaan fisiologik dapat membantu membedakan sindroma
cushing hipofisis dengan sindrom cushing ektopik. Pada sindrom cushing
ektopik, sekresi abnormal ACTH dan/atau kortisol biasanya tidak berubah pada
perangsangan ataupun penekanan untuk menguji mekanisme kontrol umpan
balik negative yang normal. Dua pemeriksaan misalnya, uji penekanan dengan
deksametason dosis tinggi (8mg) dan uji perangsangan CRH. Pasien-pasien
dengan sindrom ACTH ektopik atau penyakit korteks adrenal primer tidak
mampun menekan kadar ACTH dan/atau kortisol pada pemberian
deksametason dosis tinggi, dan tidak dapat meningkatkan kadarnya dengan
pemberian CRH domba; keadaan ini khas untuk kebanyakan pasien sindrom
cushing hipofisis yang dependen ACTH.8

BAB III
GEJALA dan TANDA-TANDA

1. Gejala Sindrome Cushing

8
Pasien dengan sindrom Cushing dapat mengeluhkan berat badannya
bertambah, terutama di wajah, daerah supraclavicula, punggung atas, dan dada.
Pasien sering melihat perubahan di kulit mereka, termasuk stretch mark ungu,
mudah memar, dan tanda-tanda lain dari kulit yang menipis. Karena
kelemahan otot proksimal yang progresif, pasien mungkin mengalami kesulitan
naik tangga, keluar dari kursi yang rendah, dan mengangkat tangan mereka.4
Haid tidak teratur, amenore, infertilitas, dan penurunan libido dapat
terjadi pada wanita karena inhibisi sekresi berdenyut dari luteinizing hormon
(LH) dan follicle-stimulating hormone (FSH), yang kemungkinan disebabkan
gangguan luteinizing hormone-releasing hormone (LHRH). Pada pria,
penghambatan LHRH dan FSH / LH fungsi dapat menyebabkan penurunan
libido dan impotensi. Masalah-masalah psikologis seperti depresi, disfungsi
kognitif, dan emosional. Memburuknya hipertensi dan diabetes mellitus,
kesulitan dengan penyembuhan luka, peningkatan infeksi, osteopenia, dan
osteoporosis sehingga dapat terjadi fraktur.4
Pasien dengan tumor pituitari yang menghasilkan ACTH (penyakit
Cushing) dapat mengeluh sakit kepala, poliuria dan nokturia, masalah
penglihatan, atau galaktorea. Gejala kelebihan glukokortikoid dalam
hubungannya dengan virilisasi pada wanita atau feminisasi pada pria
menunjukkan sebuah karsinoma adrenal sebagai penyebab dari sindrom
Cushing.4

2. Tanda Sindrome Cushing


a. Obesitas
Pasien mengalami peningkatan jaringan adiposa di wajah (moon face),
punggung atas di pangkal leher (buffalo hump), dan di atas klavikula
(bantalan lemak supraklavikularis). Obesitas sentral dengan jaringan
adiposa meningkat di mediastinum dan peritoneum; peningkatan ratio
pinggang-pinggul yakni >1 pada pria dan > 0,8 pada wanita. Hasil CT scan
abdomen, menunjukkan peningkatan lemak visceral yang jelas. 4
b. Kulit

9
Pada wajah terdapat facial plethora. Selain itu dapat ditemukan
Violaceous striae (striae ungu) > 0,5 cm, umumnya di abdomen, pantat,
punggung bawah, paha atas, lengan atas, dan payudara. Ekimosis,
telengiectasis dan purpura juga dapat ditemukan pada pasien. Atrofi
cutaneous dengan eksposur jaringan vaskular subkutan dan kulit tenting .
Kelebihan glucocorticoid menyebabkan peningkatan lanugo facial hair.
Acanthosis nigricans, yang berhubungan dengan resistensi insulin dan
hiperinsulinisme, umumnya ditemukan di axila, siku, leher, dan di bawah
payudara.
c. Jantung dan renal
Hipertensi dan edema dapat terjadi karena aktivasi kortisol dari
reseptor mineralokortikoid menuju natrium dan retensi air. 4
d. Gastroenterologi
Ulkus peptikum dapat terjadi dengan atau tanpa gejala. Khususnya
pada risiko pasien yang diberi dosis tinggi glukokortikoid. 4
e. Endokrin
Galaktore dapat terjadi ketika tumor hipofisis anterior menghambat
4
tangkai hipofisis yang mengarah ke tingkat prolaktin tinggi. Rendahnya
kadar testosteron pada pria dapat mengakibatkan penurunan volume testis
dari penghambatan LHRH dan LH / FSH fungsi. 4
f. Rangka/otot
Dapat terjadi kelemahan otot proksimal. Terjadinya osteoporosis
dapat menyebabkan patah tulang, kyphosis, kehilangan tinggi, dan nyeri
tulang rangka aksial. 4
Tanda klinis pada sindrom cushing berdasarkan frekuensi penderitanya : 1,9
Tanda Klinik Sindrom Cushing Frekuensi Penderita (%)
Tipikal habitus 97
Berat badan bertambah 94
Lemah dan lelah 87
Hipertensi (TD> 150/90 mmHg) 82
Hirsutisme 80
Amenore 77
Striae Kutan 67
Perubahan personal 66
Ekimosis 65
Edema 62
Poliura, polidipsi 23

10
Hipertrofi klitoris 19

Physical findings in Cushing syndrome. 4

BAB IV
KRITERIA DIAGNOSIS

Pada umumnya , uji lab sering digunakan untuk membedakan pasien dengan
sindrom cushing ringan dari hiperkortisolisme fisiologik ringan (pseudo-cushing).
Diagnosis sindrom cushing bergantung pada kadar produksi kortisol dan
kegagalan menekan sekres kortisol secara normal bila diberikan deksametason.10
Pengujian skrining lini pertama
1. Uji urinary free cortisol (UFC) 24 jam11
Pemerikasaan urin 24 jam tidak terpengaruhi oleh faktor faktor yang
mempengaruhi kadar globulin pengikat kortikosteroid, yang berbeda
konsepnya adalah dengan penghitungan kadar kortisol dalam plasma yang
mengukur kadar kortisol total, baik yang terikat atau yang tidak. Karena
adanya kemungkinan hiperkortisolisme intermitten, jika kerucigaan tingg dan

11
hasil pertama adalah normal, maka perlu dilakkan pemeriksaan sebanyak tiga
kali.
Jika hasil dari tiga kali pemerikassan adalah normal, maka bukan
sindrom chusing. Peningkatan kortisol urinary yang lebih ringan dapat terjadi
pada kecemasan krons, depresi, dan alkoholisme yang semuanya dikenal
sebagai pseudo-chusing.
2. Uji Dexamethasone supresi
DST dodis rendah ini digunakan untuk membedakan sindrom chusing
dari orang normal. DST dosis rendah malam hari (1 mg) erdiri dari asupan oral
1 mg^ DST antara jam 11 dan 12 diikuti pengukurnan kortisol lasma puasa
antara jam 8 dan jam 9 kesokan harinya. Kriteria awal kadar normal adalah 138
nmol/loter (5g / dl)
3. Kortisol salivari pada tengah malam
Konsentrasi kortisol dalam saliva berhubungan dengan kortisol plasma
bebas, yang terlepas dari kecepatan aliran saliva, dan staabil pada suhu kamar
selama satu minggu. Rentang nilai referensi normal bergantung pada alat
pemerikasaan dan haris divalidasi pada tiap laboratorium. Tes ini dilakukan
pada penghujung malam sekitar jam 23.00.

Pengujian skrining lini kedua11


1. Ritme sirkadian kortisol plasma tengah malam
Pasien sindrom cushing sering memiliki konsentrasi serum kortisoldi
pagi hari sedikit lebih tinggi atau berada dalam rentan normal , tetapi tidak
memiliki sirkadian yang normal ( 7,5 mg / dl , 107 nmol.L )
2. DST dosis rendah
DST dosis renddah selama 2 hari , pasien menggunakan deksametason
0,5 mg oral setiap 6 jam . urin dikumpulkan untuk UFC pada 2 hari baseline 5 .

12
Alur diagnosis untuk mengevaluasi pasien tersangka menderita sindrom
Cushing. 1,9
Tanda Klinik
Osteoporosis
DM
Hipertensi diastolik
Adipositas sentral
Hirsutisme dan amenore

Tes Skrining
Kortisol plasma pada jam 08.00 > 140nmol/L
(5g/dL) setelah 1 mg dexamethason pada tengah malam ; kortisol bebas urin > 275 nmol/L (100 g/hari)

Tes supresi dexamethason


Respon kortisol pada hari ke-2 menjadi 0,5 mg /6jam

Respon normal Respon abnormal


Sindrom Cushing Respon kortisol pada hari ke-2
supresi dexa (2mg/6jam)

Supresi Tidak ada respon


Hiperplasi adrenal sekunder terhadap sekresi
Hiperplasi
ACTHadrenal
hipofisis
sekunder terhadap tumor yang menghasilkan ACTH
Neoplasia adrenal

ACTH tinggi ACTH rendah


Hiperplasi adrenal sekunder terhadap tumor yang menghasilkan
Neoplasia
ACTH adrenal

Positif Negatif Tinggi> 6cm Normal-rendah (<3cm)


Adenoma hipofisis Tumor ektopik Karsinoma adrenal Adenoma adrenal

13
BAB V
TATALAKSANA DAN PROGNOSIS

A. TATALAKSANA
PenatalaksanaanAdrenalCortexFailure
1 Pasien penderita dapat diterapi dengan hidrokortison ataupun kortison yang
digunakan pada pagi dan sore hari. Dosisnya adalah 25mg hidrokortison
(dibagi menjadi 2 dosin=s yaitu 10 mg dan 15 mg) atau 37,5 kortison
(dibagi menjadi 2 dosis yaitu 25 mg dan 12,5 mg), tetapi dosis sehari- hari
bisa dikurangi sebesar 20-15 mg hidrokortison selama keadaan pasien sudah
berangsur membaik.
2 Pengukuran urinary cortisol dapat digunakan untuk menentukan dosis
pemberian hidrokortison.
3 Apabila dalam keadaan emergency, maka pasien harus disarankan diberi 2
sampai 3 kali lipat dosis hidrokortison sementara apabila mereka mengalami
cedera atau dan harus diberikan ampul dari glukokortikoid untuk diinjeksi
sendiri atau supositoria glukokortikoid yang akan digunakan
dalam kasus muntah.
4 Dalam keadaan gawat darurat, dapat diberikan injeksi intravena
hidrokortison dengan dosis yang lebih tinggi.Pasien dengan hipovolemia
dan hiponatremia dapat diberikan isotonik saline secara intravena
5 Pemberian steroidogenesis dengan dosis seperti tabel di bawah ini :
Drug Initial Dose Maximal Total daily
dosage dosage

Ketoconazol 200 mg 400 mg 1200 mg


e

Metyrapone 250 mg 15oo mg 6000 mg

Mitotane 500 mg 3000 mg 9000 mg

14
Etomidate 0,03 mg intravena 0,3 mg
diikuti dengan
infusi 0,1 mg

B. PROGNOSIS
Adenoma adrenal yang berhasil diobati dengan pembedahan merupakan
prognosis baik dan tidak mungkin kambuh lagi. Prognosis bergantung pada
efek jangka lama dari kekebalan kortisol sebelum pengobatang terutama
aterosklerosis dan osteoporosis.12
Prognosis karsinoma adrenala adalah amat jelek, disamping pembedahan.
Laporan memberikan kesan survival 5 tahun namun kenyataaanya kurang dari
tersebut. Usia kurang dari 40 tahun dan jauhnya metaststis berhubungan
dengan prognosis yang jelek.12
Prognosis insufisiensi adenokortkoid akut adalah pemberian kortision
dengan dosis berurutan memperoleh produksi dan ritme yang normal .
Prognosis kecuali resiko krisis adrenal, kesehatan dan usia pasien biasanya
normal, dan pigmentasi yang menetap.12
Untuk yang kegagalan korteks adrenal akut iatrogenetik (sekunder) dapat
terjadi apabila terapi terapi kortikosteroid dihentikan secara mendadak. Terapi
kortikosteroid jangka panjang akab menyebabkan supresi produksi steroid
endogen normal oleh korteks adrenal yang mengalami atrofi ringan.
Penghentian mendadak akan menyebabkab kegagalan korteks adrenal akut
disertai syok hipovolemik dan hipotensif, hipoglikemia, dan resiko kematian
mendadak. Dosis obat kortikosteroid haris diturunkan secara bertahap sebelum
dihentikan secara total agar tersedia waktu bagi pemulihan fungsi adrenal.12
Terapi awal jika pasien dengan keadaan krisis adalah cairan salin
intervena untuk mengkoreksi volume darah yang rendah dan hidrokortison.
Kemudian pasien diberi glukokortikoid oral seperti hidrokortison dan
mineralkortikoid sintetik seperti fluddrokortison.13

15
BAB VI
RINGKASAN

Sindrom Cushing adalah gangguan hormonal yang disebabkan kortisol


plasma berlebihan dalam tubuh (hiperkortisolisme), baik oleh pemberian
glukokortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik (iatrogen) atau oleh
sekresi kortisol yang berlebihan akibat gangguan aksis hipotalamus-hipofisis-
adrenal (spontan).1,2 Sindrom ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu Dependen ACTH
2.
dan Independen ACTH. Penyebab dari sindrom Cushing dapat berasal dari
pemberian steroid eksogen, overproduksi glukokortikoid endogen karena
adenoma penghasil ACTH hipofisis maupun adrenal lesi primer, dan ektopik
ACTH.
Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada penderita penyakit ini antara
lain : penumpukan lemak pada wajah, sehingga tampak gambaran moon face,
obesitas sentral, lemah dan lelah, hipertensi (TD> 150/90), hirsutisme, amenore,
striae kutan, ekimosis, edema, poliura, polidipsi, dan hipertrofi klitoris.4 Secara
patofisiologi, sindrom Cushing mengacu terhadap kelebihan kortisol berdasarkan
etiologi apapun, Peningkatan kadar kortisol menyebabkan umpan balik negatif
(negative feedback) pada hipofisis sehingga menurunkan jumlah ACTH yang
dilepaskan dari kelenjar hipofisis.5 Namun pada kasus lain, kadar ACTH dalam
darah meningkat bersamaan dengan kortisol dari kelenjar adrenal. Kadar ACTH
tetap tinggi karena tumor menyebabkan hipofisis menjadi tidak responsif terhadap
umpan balik negatif dari kadar kortisol yang tinggi. 5 Salah satu tumor yang
berperan adalah corticotrophic pituitary adenoma. Penegakkan diagnosis sindrom
cushing didapat dari tanda-tanda klinis ditambah dengan pemeriksaan penunjang.1
Pemeriksaan kadar ACTH plasma dapat digunakan untuk membedakan berbagai
penyebab Sindrom Cushing, terutama memisahkan penyebab dependen ACTH
dan independen ACTH.1 Pencitraan yang biasanya dilakukan adalah CT scan
kelenjar adrenal. CT scan kelenjar adrenal biasanya menunjukkan pembesaran

16
adrenal pada pasien dengan sindrom Cushing dependen ACTH dan massa
adrenal pada pasien dengan adenoma atau karsinoma adrenal. 2,9
Penatalaksanaan yang diberikan tergantung etiologinya, sebagai contoh
bila diagnosis adenoma atau karsinoma ditegakkan, maka dapat dilakukan
eksplorasi adrenal dengan eksisi tumor. Sindrom Cushing, jika tidak diobati,
menghasilkan morbiditas serius dan bahkan kematian. Pasien mungkin menderita
dari salah satu komplikasi hipertensi atau diabetes. Kerentanan terhadap infeksi
meningkat. Kompresi patah tulang belakang osteoporosis dan nekrosis aseptik
kepala femoral dapat menyebabkan kecacatan. 8

17
BAB VII
DAFTAR PUSTAKA

1. Piliang S, Bahri C. Hiperkortisolisme. In : Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam. Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi IV FKUI. 2006.halm .1979-1983.

2. Schteingart D. Gangguan Hipersekresi Adrenal. In : Price SA, Wilson LM,


editors. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Ed 6. Vol 2. Jakarta:
EGC; 2003.hlm.1237-1244.

3. NIDDK. Cushing Syndrome. U.S Department of Health and Human


Services. 2010 .
http://endocrine.niddk.nih.gov/pubs/cushings/Cushings_Syndrome_FS.
pdf

4. Adler GK. Cushing Syndrome. Harvard Medical School. USA 2009.


Available from http://emedicine.medscape.com/article/117365.

5. Gardner DG, Shoback D. Greenspans basic & clinical endocrinology.


Eight edition. On Aron D, Findling J. Tyrrell B. Section 10. Glucocorticoid
& adrenal androgens part. Primery adrenocortical insufficiency (addisons
disease). Mc Graw-Hill companies. 2007; 367-372.

6. Cooper MS,Stewart PM ; Corticosteroid Insufficiency in Acute ill Patient,


Review Article; N Engl J Med 2003 ; 348:8 727-34

7. Newell Price J et al. 1999. Diagnosis and management of Cushings


syndrome. Lancet 353:2087

8. Pitt B et al. 2003. Eplerenone, a selective aldosterone blocker, in patients


with left ventricular dysfunction after myocardial infarction. N Engl J Med
348: 1309.

18
9. Gordon H, et al. Disorders of the Adrenal Cortex-Cushing syndrome. In:
Kasper D, et al, editors. Harrison Principle Of Internal Medicine
Sixteenth Edition.Mc. Graw-Hill. New York. USA 2005.hlm.2134-2138.

10. Wiliam G.H., Dluhy R.G. 2005. Disease of the Adrenal Cortex, in
Harrisons Principles of Internal Medicine. Vol II ed 16th. Boston :
McGraw Hill. p 2035-56.

11. Guignat L, Bertherat J. 2010. The diagnosis of Cushings syndrome: an


Endocrine Society Clinical Practice Guideline. European Journal of
Endocrinology. 163 913

12. Sudoyo, et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Interna Publishing

13. Wood, Diana, et al. 2005. At a Glance Sistem Endokrin. Jakarta : Erlangga.

19

Anda mungkin juga menyukai