Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO BUNUH DIRI


PUSKESMAS KECAMATAN BANTUR MALANG

Untuk Memenuhi Tugas

Pendidikan Profesi Ners Departemen Jiwa

Kelompok 1

Oleh :

Dwi Setyo Purnomo

NIM. 150070300011004

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2016
KONSEP RESIKO BUNUH DIRI

1 PENGERTIAN BUNUH DIRI


Menurut Clinton, bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk
mengakhiri kehidupan, individu secara sadar berhasrat dan berupaya
melaksanakan hasratnya untuk mati. Perilaku bunuh diri meliputi isyarat-isyarat,
percobaan atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka atau
menyakiti diri sendiri (Yosep, 2011).
Menurut Stuard dan Sundeen (1995) bunuh diri adalah suatu keadaan dimana
individu mengalami risiko untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan
yang dapat mengancam nyawa. Bunuh diri ini adalah perilaku destruktif terhadap
diri sendiri yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku
destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah
kematian dan individu menyadari hal ini sebagai suatu yang diinginkan. Ungkapan
bunuh diri dapat dibedakan menjadi 3, yaitu : 1) suicide attemp atau upaya bunuh
diri adalah dengan sengaja melakukan kegiatan tersebut, bila dilakukan sampai
tuntas akan menimbulkan kematian 2) suicide gesture atau isyarat bunuh diri
adalah bunuh diri yang direncanakan untuk usaha mempengaruhi perilaku orang
lain 3) suicide threat atau ancaman bunuh diri adalah suatu peringatan baik secara
langsung atau tidak langsung, verbal atau tidak verbal bahwa seseorang sedang
mengupayakan bunuh diri (Yosep, 2011).
Edwin Shneidman (1963, 1981), seorang peneliti bunuh diri yang ternama
mendefinisika perilaku bunuh diri menjadi 2 kategori, yaitu: 1) bunuh diri langsung,
yaitu tindakan yang disadari dan disengaja untuk mengakhiri hidup seperti
pengorbanan diri (membakar diri), menggantung diri, menembak diri sendiri,
meracuni diri, melompat dari tempat yang tinggi, menenggelamkan diri, atau
sufokasi 2) bunuh diri tidak langsung, yaitu keinginan tersembunyi yang tidak
disadari untuk mati, yang ditandai dengan perilaku kronis berisiko seperti penyalah
gunaan zat, makan berlebihan, aktivitas seks bebas, ketidak patuhan terhadap
program medis, atau olaraga atau pekerjaan yang membahayakan.(Videbeck,
2008)
Richman menyatakan ada dua fungsi dari metode bunuh diri (dalam Maris
dkk, 2000). Fungsi pertama adalah sebagai sebuah cara untuk melaksanakan intensi
mati. Sedangkan pada fungsi yang kedua, Richman percaya bahwa metode memiliki
makna khusus atau simbolisasi dari individu. Secara umum, metode bunuh diri terdiri
dari 6 kategori utama yaitu:
1. Obat (memakan padatan, cairan, gas, atau uap)
2. Menggantung diri (mencekik dan menyesakkan nafas)
3. Senjata api dan peledak
4. Menenggelamkan diri
5. Melompat
6. Memotong (menyayat dan menusuk)
Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak dicegah, dapat
mengarah kepada kematian. Perilaku ini dapat diklasifikasikan sebagai langsung dan
tidak langsung.
a. Perilaku destruktif diri langsung
Mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri. Niatnya adalah kematian, dan
individu menyadari hal ini sebagai hasil yang diinginkan. Lama perilaku berjangka
pendek.
b. Perilaku destruktif diri tidak langsung
Meliputi setiap aktivitas yang merusak kesejahteraan fisik individu dan dapat
mengarah kepada kematian. Individu tersebut tidak menyadari tentang potensial
terjadi kematian akibat perilakunya dan biasanya akan menyangkal apabila
dikonfrontasi. Durasi perilaku ini biasanya lebih lama daripada perilaku bunuh diri
(Gail Stuart, 2006). Perilaku destruktif diri tidak langsung meliputi perilaku berikut:
1. Merokok
2. Mengebut
3. Berjudi
4. Tindakan kriminal
5. Terlibat dalam aktivitas rekreasi beresiko tinggi
6. Penyalahgunaan zat
7. Perilaku yang menyimpang secara sosial
8. Perilaku yang membuat stres
9. Gangguan makan
10. Ketidakpatuhan pada pengobatan medis (Gail Stuart, 2006)

2 RENTANG RESPON

Rentang respons protektif diri mempunyai peningkatan diri sebagai respon


paling adaptif, sedangkan perilaku destruktif diri tidak langsung, pencederaan diri, dan
bunuh diri merupakan respons maladaptif (Gail Stuart, 2006).

RENTANG RESPON PROTEKTIF DIRI

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Peningkatan Beresiko Perilaku Pencederaan Bunuh diri
diri destruktif destruktif diri diri
tidak
langsung
Rentang respon protektif diri menurut Keliat (1999) :
Peningkatan diri
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar terhadap
situasional yang membutuhkan pertahanan diri.Sebagai contoh seseorang
mempertahankam diri dari pendapatnya yang berbeda mengenal loyalitas terhadap
pemimpin di tempat kerjanya.
Beresiko destruktif
Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami perilaku destruktif
atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat
mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat kerja ketika
dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan
secara optimal.
Perilaku destruktif diri tidak langsung
Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat (maladptive) terhadap situasi
yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya, karena
pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang karyawan
menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal.
Pencederaan diri
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat hilangnya
harapan terhadap situasi yang ada.
Bunuh diri
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya
hilang(Direja, 2011).

3 PENYEBAB
Stressor pencetus secara umum
Stressor pencetus bunuh diri sebagian besar adalah kejadian memalukan,
masalah interpersonal, dipermalukan di depan umum, kehilangan pekerjaan, ancaman
penjara dan yang paling penting adalah mengetahui cara-cara bunuh diri. Faktor
resiko secara psikososial : putus asa, ras, jenis kelamin laki-laki, lansia, hidup sendiri,
klien yang memiliki riwayat pernah mencoba bunuh diri, riwayat keluarga bunuh diri,
riwayat keluarga adiksi obat, diagnostic : penyakit kronis, psikosis, penyalahgunaan
zat.
Faktor yang mempengaruhi bunuh diri
Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi,
artinya mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor
berikut dialami oleh individu :
1. Psikologis
Kegagalan yang di alami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat
timbul agresif atau amuk.Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu
perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau saksi penganiayaan.
2. Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan dirumah atau di luar rumah. Semua aspek ini
menstimulasi individu untuk mengadopsi perilaku kekerasan.
3. Social budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dari control social
yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah
perilaku kekerasan diterima (permissive)
4. Bioneurologis
Banyak pendapat bahwa kerusakan lobus frontalis, lobus temporal dan
ketidakseimbangan neurotransmitter juga berperan dalam perilaku kekerasan.
5. Diagnostik psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh
diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tipe gangguan jiwa yang membuat
individu beresiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif,
penyalahgunaan zat, skizofrenia.
6. Sifat kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh
diri adalah antipasti, impulsive dan depresi
7. Lingkungan psikososial
Factor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah
pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan social, kejadian-kejadian
negative dalam hidup, penyakit kronis, perpisahan atau bahkan
perceraian,kekuatan dukungan social sangat penting dalam menciptakan
intervensi yang terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab
masalah, respon seseorang dalam menghadapi masalah tersebut , dan lain-
lain.
8. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor penting
yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri
9. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak seperti serotonin,
adrenalin dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui rekam
gelombang Electro Enchepalo (EEG)
Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan
orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku
kekerasan. Demikian pula dengan situasi yang yang rebut, padat, kritikan yang
mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang di cintai / pekerjaan dan
kekerasan merupakan factor penyebab yang lain. Interaksi social yang provokatif
dan konflik dapat memicu perilaku kekerasan. Perilaku destruktif diri dapat
ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami oleh individu. Pencetusnya sering
kali berupa kejadian hidup yang memalukan. Factor lain yang dapat menjadi
pencetus adalah melihat atau membaca melalui media mengenai orang yang
melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya
labil, hal tersebut bisa sangat rentan.

Faktor faktor lain yang mempengaruhi bunuh diri


Faktor mood dan biokimiawi otak
Ghanshyam Pandey beserta timnya dari university of Illinois, Chicago,
menemukan bahwa aktivitas enzim di dalam pikiran manusia bisa
memperngaruhi mood yang memicu keinginan mengakhiri nyawanya
sendiri.Pandey mengetahui fakta tersebut setelah melakukan eksperimen
terhadap 34 remaja yang 17 diantaranya meninggal akibat bunuh diri. Ditemukan
bahwa tingkat aktivitas protein kinase C ( PKC ) pada otak pelaku bunuh diri lebih
rendah dibanding mereka yang meinggal bukan karena bunuh diri. Temuan yang
dipublikasikan di Jurnal Achives of General Psychiatry menyatakan PKC
merupakan komponen yang berperan dalam komunikasi sel, terhubung erat
dengan gangguan mood seperti depresi masa lalu.
Psikolog dari Benefit Strategic HRD Hj. Roswita mengatakan, depresi berat
menjadi penyebab utama.Depresi timbul, karena pelaku tidak kuat menanggung
beban permasalahan yang menimpa.Karena terus menerus mendapat tekanan,
permasalahan klien menumpuk dan puncaknya memicu keinginan bunuh diri.
Faktor riwayat gangguan mental
Pandey dan timnya sangat tertarik untuk mengetahui kaitan lain antara PKC
dengan kasus bunuh diri di kalangan remaja belasan tahun. Dari 17 remaja yang
meninggal akibat bunuh diri, Sembilan di antaranya memiliki sejarah gangguan
mental. Delapan yang lain tidak mempunyai riwayat gangguan psikis, namun dua
diantaranya mempunyai sejarah kecanduan alcohol dan obat terlarang.
Faktor meniru, imitasi dan pembelajaran
Gangguan kejiwaan memang dipengaruhi pula oleh factor genetic. Tidak secara
otomatis tetapi melalui proses yang berlangsung secara genetic yang
mempengaruhi proses biologis juga.
Dalam kasus bunuh diri, dikatakan ada proses pembelajaran. Para korban
memiliki pengalaman dari salah satu keluarganya yang pernah melakukan
percobaan bunuh diri atau meninggal karena bunuh diri. Tidak hanya itu bisa juga
terjadi pembelajaran dari pengetahuan lainnya .
Faktor Isolasi social dan Human Relations
Orang memilih bunuh diri secara umum oleh stress dikarenakan kegagalan
beradaptasi. Ini dapat terjadi di lingkungan, keluarga, sekolah, pergaulan dalam
masyarakat,dan sebagainya. Demikian pula bila seseorang merasa terisolasi,
kehilangan hubungan atau terputusnya hubungan dengan orang yang
disayangi.Padahal hubungan interpersonal merupakan sifat alami
manusia.Bahkan bunuh diri bisa dikarenakan karena perasaan bersalah. Suami
membunuh istri, kemudian dilanjutkan dengan membunuh dirinya sendiri, bisa
dijadikan contoh kasus
Faktor Hilangnya rasa aman dan ancaman kebutuhan dasar
Rasa tidak aman merupakan penyebab terjadinya banyak kasus bunuh diri di
Jakarta dan sekitarnya akhir-akhir ini.Tidak adanya rasa aman untuk
menjalankan usaha bagi warga serta ancaman terhadap tempat tinggal mereka
berpotensi kuat memunculkan gangguan kejiwaan seseorang hingga tahap
bunuh diri.
Faktor Religiusitas
Bunuh diri merupakan sebagai gejala tipisnya iman atau kurang begitu
memahami ilmu agama.Memperkuat keimanan dan pendalaman masalah
keagamaan salah satu jalan keluarnya.Dengan alasan apapun dan di agama
mana pun, bunuh diri di pandang dosa besar dan mengingkari kekuasaan
Tuhan.Di Eropa, Swiss, Negara yang tergolong paling makmur itu, bunuh diri
menempati urutan ketiga di banding kematian yang disebabkan oleh
kanker.Ironisnya pelaku lebih banyak dari kalangan terdidik ketimbang
awam.Secara global, jumlah angka bunuh diri terus meningkat.Kenyataan
tingginya angka bunuh diri di Negara maju itu menyiratkan, dengan kehidupan
spiritualis yang porak poranda, kasus bunuh diri sangat signifikan.Di jerman
barat, kematian lewat bunuh diri mencapai 6000 orang tiap tahun.Begitulah
nuansa kehidupan kalangan orang yang tidak mempercayai adanya Tuhan
sebagai pengatur seluruh alam semesta dan hidup ini.

4 TANDA DAN GEJALA


Menurut Direja (2011) Tanda Gejala Resiko Bunuh Diri adalah sebagai berikut:
Observasi: Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat.
Sering pula tampak klien memaksakan kehendak (memukul jika tidak senang).
Wawancara:
mempunyai ide untuk bunuh diri
mengungkapkan keinginan untuk mati, mengungkapkan rasa bersalah dan
keputusasaan, impulsive, dan memiliki riwayat percobaan bunuh diri
verbal terselubung (bebicara tentang kematian, menanyakan tentang obat
dosis mematikan)
status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah, dan
mengasingkan diri)
kesehatan mental (secara klinis klien terlihat sebagai orang depresi, psikosis,
dan menyalahgunakan alkohol).
Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal)
Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami
kegagalan dalam karier)
Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan)
Konflik interpersonal
Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil

5 PROSES TERJADINYA MASALAH


Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut
telah membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan
renana bunuh diri tersebut. Orang yang siap membunuh diri adalah orang yang
merencanakan kematian dengan tindak kekerasan, mempunyai rencana spesifik,
dan mempunyai alat untuk melakukannya (Gail Stuart, 2006).
Berdasarkan besarnya kemungkinan pasien melakukan bunuh diri, terdapat tiga
macam perilaku bunuh diri, yaitu :
Isyarat bunuh diri
Biasanya ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh
diri, misalnya dengan mengatakan, Tolong jaga anak-anak karena saya akan
pergi jauh! atau Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.
Dalam kondisi ini pasien mungkin sudah mempunyai ide untuk mengakhiri
hidupnya, tetapi tidak disertai dengan ancaman dan percobaan diri. Pasien
umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah, sedih, marah, putus
asa, atau tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang
dirinya sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.(B. A. Keliat, 2006)
Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk
mati disertai oleh rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk
melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana
bunuh diri, tetapi tidak disertai dengan percobaan bunuh diri (B. A. Keliat, 2006).
Walaupun dalam kondisi ini belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan
ketat harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan pasien untuk
melaksanakan rencana bunuh dirinya. (B. A. Keliat, 2006)
Mengkomunikasikan secara nonverbal dengan memberikan barang berharga
sebagai hadiah, merevisi wasiatnya, dan sebagainya. Pesan-pesan ini harus
dipertimbangkan dalam konteks peristiwa kehidupan saat ini. Ancaman
menunjukkan ambivalensi seseorang terhadap kematian. Kurangnya respons
positif dapat ditafsirkan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri
(Gail Stuart, 2006).
Percobaan bunuh diri/ Upaya bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri
untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri
dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan
diri dari tempat yang tinggi (B. A. Keliat, 2006).

6 Pohon Masalah
Berdasarkan besarnya kemungkinan pasien melakukan bunuh diri, terdapat
tiga macam perilaku bunuh diri, yaitu :
Isyarat bunuh diri
Biasanya ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh
diri, misalnya dengan mengatakan, Tolong jaga anak-anak karena saya akan
pergi jauh! atau Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.
Dalam kondisi ini pasien mungkin sudah mempunyai ide untuk mengakhiri
hidupnya, tetapi tidak disertai dengan ancaman dan percobaan diri. Pasien
umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah, sedih, marah, putus
asa, atau tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang
dirinya sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.(B. A. Keliat, 2006)
Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk
mati disertai oleh rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk
melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana
bunuh diri, tetapi tidak disertai dengan percobaan bunuh diri (B. A. Keliat, 2006).
Walaupun dalam kondisi ini belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan
ketat harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan pasien untuk
melaksanakan rencana bunuh dirinya. (B. A. Keliat, 2006)
Mengkomunikasikan secara nonverbal dengan memberikan barang berharga
sebagai hadiah, merevisi wasiatnya, dan sebagainya. Pesan-pesan ini harus
dipertimbangkan dalam konteks peristiwa kehidupan saat ini. Ancaman
menunjukkan ambivalensi seseorang terhadap kematian. Kurangnya respons
positif dapat ditafsirkan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri
(Gail Stuart, 2006).
Percobaan bunuh diri/ Upaya bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri
untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh
diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau
menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi (B. A. Keliat, 2006).

Faktor predisposisi dan faktor


presipitasi

Koping individu tidak efektif

Harga diri rendah

Menarik diri

Defisit perawatan diri

Data yang perlu dikaji


FAKTOR-FAKTOR DALAM PENGKAJIAN PASIEN
DESTRUKTIF-DIRI
Lingkungan Upaya Bunuh Diri
Pencetus peristiwa kehidupan yang memalukan;
Tindakan persiapan: mendapatkan suatu metode, mengatur rencana, membicarakan tentang
bunuh diri, memberikan barang berharga sebagai hadiah, catatan untuk bunuh diri;
Penggunaan metode kekerasan atau obat/ racun yang lebih mematikan;
Pemahaman letalitas dari metode yang dipilih
Kewaspadaan yang dilakukan agar tidak diketahui

Petunjuk Gejala
Keputusasaan;
Menyalahkan diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berharga;
Alam perasaan tertekan;
Agitasi dan gelisah;
Insomnia yang menetap;
Penurunan berat badan;
Berbicara lamban,keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial;
Pikiran dan rencana bunuh diri

Gangguan Jiwa
Upaya bunuh diri sebelumnya;
Gangguan alam perasaan;
Alkoholisme atau penyalahgunaan zat;
Gangguan tingkah laku dan depresi pada remaja;
Demensia dini dan status konfusi pada lansia yang mengalami skizofrenia;
Kombinasi dari kondisi diatas.

Riwayat Psikososial
Baru berpisah, bercerai, atau kehilangan;
Hidup sendiri;
Tidak bekerja, perubahan atau kehilangan pekerjaan yang baru dialami;
Stres kehidupan multipel (pindah, kehilangan, putus hubungan yang berarti, masalah sekolah,
ancaman terhadap krisis disiplin);
Penyakit medis kronik;
Minum alkohol yang berlebihan atau penyalahgunaan zat;

Faktor Kepribadian
Impulsif, agresif, rasa bermusuhan;
Kekakuan kognitif dan negativitas;
Keputusasaan;
Harga diri rendah;
Gangguan kepribadian ambang atau antisosial.

Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga berperilaku bunuh diri;
Riwayat keluarga gangguan alam perasaan, alkoholisme, atau keduanya.

Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Bunuh Diri
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
3. ketidakefektifan koping

Rencana tindakan keperawatan


Tgl/
Tindakan Keperawatan untuk Pasien Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
No Dx
SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi benda-benda yang 1. Menjelaskan masalah yang
dapat membahayakan pasien dirasakan keluarga dalam merawat
2. Mengamankan benda-benda yang pasien
dapat membahayakan pasien 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
3. Melakukan kontrak treatment gejala risiko bunuh diri, dan jenis
4. Mengajarkan cara mengendalikan waham yang dialami pasien, serta
dorongan bunuh diri proses terjadinya
5. Melatih cara mengendalikan 3. Menjelaskan cara merawat pasien
dorongan bunuh diri dengan risiko bunuh diri
SP 2 SP 2
1. Mengidentifikasi aspek positif pasien 1. Melatih keluarga mempraktikkan
2. Mendorong pasien untuk berpikir cara merawat pasien dengan risiko
positif terhadap diri bunuh diri
3. Mendorong pasien untuk menghargai 2. Melatih keluarga melakukan cara
diri sebagai individu yang berharga merawat langsung pasien risiko
bunuh diri
SP 3 SP 3
1. Mengidentifikasi pola koping yang 1. Membantu keluarga untuk
biasa diterapkan pasien membuat jadwal aktivitas di rumah
2. Menilai pola koping yang biasa termasuk minum obat (discharge
digunakan planning)
3. Mengidentifikasi pola koping yang 2. Menjelaskan follow up pasien
konstruktif setelah pulang
4. Mendorong pasien memilih pola
koping yang konstruktif
5. Menganjurkan pasien menerapkan
pola koping konstruktif dalam
kegiatan harian
SP 4
1. Membuat rencana masa depan yang
realistis bersama pasien
2. Mengidentifikasi cara mencapai
rencana masa depan yang realistis
3. Memberi dorongan pasien
melakukan kegiatan dalam rangka
meraih masa depan yang realistis
DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino
Gondoutomo. 2003

Direja. S. H, Ade. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta. Nuha Medika


Damaiyanti, Mukhripah & Iskandar. 2012. Asuhan Keperatan Jiwa. Gunarsa, Aep
(ed). Bandung : PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai