Anda di halaman 1dari 9

16, 2013 [PNEUMONIA ASPIRASI]

Tugas Akhir Blok 7

Respiratory System
Penatalaksanaan dan Efek Samping
Penatalaksanaan dari Pneumonia Aspirasi

DISUSUN OLEH :
Samuel Steven Silaban
12000033

Fakultas Kedokteran
Universitas HKBP Nommensen
Medan
Penatalaksanaan

Page 1
16, 2013 [PNEUMONIA ASPIRASI]
Pasien dibaringkan setengah duduk. Pada pasien dengan disfagi dan atau gangguan
reflex menelan mungkin perlu dipasang selang nasogastrik. Pada PAK ( Pneumonia Aspirasi
Komunitas ) terapi empiric haruslah mencakup pathogen anaerob, sedangkan pada PAN
( Pneumonia Aspirasi Nosokomial ) harus pula mencakup pathogen Gram negative dan
Staphylococcus Aureus sampai hasil kultur sputum memberikan hasil untuk penentuan terapi
antibiotika.

Pneumonia Aspirasi ( PA) dengan tipe yang didapat di masyarakat diberikan :

1. Penisilin
2. Sefalosporin generasi ke 3
3. Klindamisin 600 mg IV/8 jam bila penisilin tidak mempan atau alergi terhadap
penisilin

Bila Pneumonia Aspirasi didapat di Rumah Sakit diberikan antibiotic spectrum luas
terhadap kuman aerob dan anaerob, misalnya Aminoglikosida dikombinasikan dengan
Sefalosporin generasi ke 3 atau 4, atau klindamisin.

Perlu dipertimbangkan pola dan resistensi kuman di rumah sakit bersangkutan.


Dilakukan evaluasi hasil terapi dan resolusi terhadap terapi berdasarkan gambaran klinis
bakteriologi untuk memutuskan penggantian atau penyesuaian antibiotic (AB).

Tidak ada patokan pasti lamanya terapi. Antibiotik perlu diteruskan hingga kondisi
pasien baik, gambaran radiologis bersih atau stabil selama 2 minggu. Biasanya diperlukan
terapi 3 6 minggu.

Pada empiema perlu dipasang water scaled drainase ( WSD ), dan pada pasien yang
pada foto toraks memberikan gambaran abses paru yang diduga disertai penyumbatan saluran
nafas atau bekuan mucus perlu dilakukan bronkoskopi terapeutik. Bedah terhadap abses tidak
diperlukan kecuali bila respons terapi kurang dan terjadi relaps infeksi ditempat yang sama.
Kortikosteroid diberikan sebagai obat tambahan bila terdapat bronkokonstriksi reaktif.

Efek Samping Penatalaksanaan

Page 2
16, 2013 [PNEUMONIA ASPIRASI]

1. Penisilin

Efek samping dari penicillin alam maupun sintetik dapat terjadi pada semua cara
pemberian, dapat melibatkan berbagai organ dan jaringan secara terpisah maupun bersama
sama dan dapat muncul dalam bentuk yang ringan sampai fatal.

Frekuensi kejadian efek samping bervariasi, tergantung dari sediaan dan cara
pemberian. Pada umumnya pemberian oral lebih jarang menimbulkan efek samping dari pada
pemberian parenteral.

Efek samping dari penicillin antara lain :

Reaksi Alergi

Reaksi alergi merupakan bentuk efek samping yang tersering dijumpai pada golongan
penicillin bahkan penicillin G khususnya merupakan salah satu obat yang tersering
menimbulkan reaksi alergi. Terjadi reaksi alergi didahului oleh adanya sensitisasi. Namun
mereka yang belum pernah diobati dengan penisilin dapat juga mengalami reaksi alergi.
Dalam hal ini diduga sensitisasi terjadi akibat pencemaran lingkungan oleh penisilin
(misalnya makanan asal hewan atau jamur).

Tindakan yang diambil terhadap reaksi alergi ialah menghentikan pemberian obat dan
memberi terapi simtomatik dengan adrenalin. Bila perlu diberikan tambahan antihistamin dan
kortikosteroid sesuai dengan kebutuhan. Pemberian antihistamin sebelum atau bersama
sama dengan pemberian penisilin tidak bermanfaat untuk mencegah reaksi alergi yang berat
(anafilaksis), sebab reaksi ini diperantarai oleh berbagai zat, termasuk histamine, serotonin
dan bradikinin.

Syok Anafilaksis

Untuk menanggulangi syok anafilaksis akibat pemberian penisilin atau obat lain,
diberikan sesegera mungkin larutan adrenalin 1:1000 secara SK sebanyak 0,3 0,4 mL.
Tidak dibenarkan memberikan adrenalin sampai 1 mL, karena dengan dosis tinggi ini dapat
terjadi reaksi paradoksal yaitu dominasi efek terhadap adrenoreseptor beta pada pembuluh
darah otot sehingga dapat memperburuk keadaan dengan lebih menurunkan tekanan darah
pasien.

Page 3
16, 2013 [PNEUMONIA ASPIRASI]
Bila dalam 5 menit tekanan darah pasien belum mencapai 90 mmHg, perlu diberikan
lagi larutan adrenalin SK dengan dosis dan cara yang sama. Hal ini perlu diulang sampai
beberapa kali tiap 5 10 menit apabila tekanan darah sistolik masih juga belum mencapai 90
mmHg. Pada umumnya untuk mengatasi syok anafilaksis akibat pemberian obat perlu
dilakukan 1 4 kali suntikan 0,3 0,4 mL adrenalin SK. Pada syok berat dan lama dapat
diberikan hidrokortison 100 mg atau deksametason 5 10 mg secara IV atau IM sebagai
tambahan, yang berefek permisif terhadap adrenalin. Pemberian antihistamin IM tidak efektif
dan tidak dianjurkan.

Bila terjadi henti jantung dan henti napas, harus segera dilakukan tindakan dan
perawatan intensif gawat-darurat yaitu dengan tindakan resusitasi kardiopulmonal. Pasien
yang pernah mengalami reaksi alergi penisilin, termasuk individu berisiko tinggi terhadap
keadaan tersebut, selanjutnya tidak boleh mendapat penisilin.

Reaksi Toksik dan Iritasi Lokal

Pada manusia, penisilin umumnya tidak toksik. Banyak diantara reaksi yang
digolongkan sebagai efek toksik terjadi berdasarkan iritatif penisilin dalam kadar tinggi.
Batas dosis tertinggi penisilin yang dapat diberikan secara aman belum dapat dipastikan.
Sejumlah orang pernah diberi penisilin G IV sebanyak 40 80 juta unit sehari selama 4
minggu tanpa memperlihatkan efek samping. Pada pasien tertentu kandungan natrium
sediaan ini mungkin menyebabkan gangguan keseimbangan elektrolit.

Efek toksik penisilin terhadap susunan saraf menimbulkan gejala epilepsy grand mal,
dan ini dapat ditimbulkan dengan pemberian penisilin IV dosis besar sekali. Dasar
kejadiannya diperkirakan akibat depolarisasi parsial dan peningkatan eksitabilitas membrane
neuron.

Perubahan Biologik

Perubahan biologic oleh penisilin terjadi akibat gangguan flora bakteri diberbagai
organ tubuh. Abses dapat terjadi pada tempat suntikan dengan penyebab stafilokokus atau
bakteri Gram Negatif. Gejala pellagra, terutama pada daerah selangkang dan skrotum,
mungkin berhubungan dengan gangguan flora usus yang mengakibatkan defisiensi asam
nikotinat.

Efek Lain

Page 4
16, 2013 [PNEUMONIA ASPIRASI]
Pada pasien sifilis yang diberi penisilin dapat terjadi reaksi Jarisch Herxheimer yang
berat. Reaksi ini diduga akibat reaksi tubuh hospes terhadap antigen Spirochaeta.

2. Sefalosporin Generasi Ke 3

Jenis obat yang termasuk Sefalosporin Generasi ke 3 :

a. Sefotaksim
b. Moksalaktam
c. Seftriakson
d. Sefoperazon
e. Seftazim
f. Sefiksim

Jenis obat yang sering menimbulkan efek samping ialah :

1) Moksalaktam

Efek samping yang dapat fatal, yaitu perdarahan, kemungkinan disebabkan


moksalaktam dapat mengganggu hemostasis akibat hipoprotrombinemia dan disfungsi
trombosit. Dianjurkan untuk memberikan profilaksis vitamin K 10 mg/minggu pada
pemberian moksalaktam.

Karena disfungsi trombosit berhubungan dengan besarnya dosis, maka pasien dengan
fungsi ginjal normal yang mendapat dosis 4 g/hari selama lebih dari 3 hari dianjurkan untuk
memonitor waktu perdarahan. Dosis lazim obat ini ialah 2 4 g IM atau IV tiap 8 12 jam.
Dosis untuk anak ialah 150 200 mg/kgBB/hari yang dibagi dalam 3 4 dosis. Dosis obat
harus dikurangi pada keadaan gagal ginjal. Moksalaktam tersedia dalam bentuk bubuk obat
suntik 1,2 dan 10 g.

2) Sefoperazon

Semua efek samping sefalosporin yang umum, dapat timbul pada pemberian
sefoperazon. Gejala seperti sindrom disulfiram terjadi pada peminum alcohol selama
menggunakan obat ini, antara lain mual, muntah, diare, tekanan darah meningkat, dan flush.
Hipoprotrombinemia dapat terjadi pada penggunaan obat ini, tetapi dapat diatasi dengan
vitamin K.

Bila terjadi alergi berat, diatasi dengan pemberian antara lain epinefrin dan
kortikosteroid bila perlu. Pada wanita hamil keamanan penggunaan obat ini belum diketahui

Page 5
16, 2013 [PNEUMONIA ASPIRASI]
secara pasti. Dosis lazim obat ini untuk orang dewasa ialah 1,5 4 g/6-8jam/hari IM atau IV.
Dosis untuk anak ialah 100 150 mg/kgBB sehari yang dibagi dalam 2 atau 3 dosis. Dosis
obat tidak perlu disesuaikan pada keadaan gagal ginjal. Sefoperazon tersedia dalam bentuk
bubuk obat suntik 1 dan 2 g.

3) Sefiksim

Sefiksim adalah suatu sefalosporin generasi ketiga yang dapat diberikan secara oral.
Efek samping sefiksim umumnya ringan. Yang tersering ialah diare (16%) dan keluhan
saluran cerna lainnya.

Dosis oral untuk dewasa atau anak dengan berat badan lebih dari 50 kg ialah 200
400 mg sehari yang diberikan dalam 1 2 dosis. Untuk anak dengan berat badan < 50 kg
diberikan suspense dengan dosis 8 mg/kg sehari. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 200
dan 400 mg, serta suspense oral 100 mg/5 mL.

3. Klindamisin

Diare dilaporkan terjadi pada 2 20% pasien yang mendapat klindamisin.


Diperkirakan sekitar 0,01 10% pasien dilaporkan menderita colitis pseudomembranosa
yang ditandai oleh demam, nyeri abdomen, diare dengan darah dan lendir pada tinja.

Pada pemeriksaan proktoskopik terlihat adanya membrane putih kuning pada mukosa
kolon. Kelainan yang dapat bersifat fatal ini disebabkan oleh toksin yang dieksresi oleh C.
difficile, suatu kuman yang tidak termasuk flora normal usus besar. Penyakit ini sekarang
disebut antibiotic associated pseudomembranous colitis karena dapat terjadi pada
pemberian kebanyakan antibiotika, tetapi paling sering pada klindamisin.

Timbulnya penyakit tersebut tidak tergantung dari besarnya dosis dan dapat terjadi
pada pemberian oral maupun parenteral. Gejala dapat muncul selama terapi atau beberapa
minggu setelah terapi dihentikan. Bila selama terapi timbul diare atau colitis, maka
pengobatan harus dihentikan. Obat terpilih untuk keadaan ini adalah vankomisin yang
diberikan 4 kali 125 mg sehari per oral selama 7 10 hari atau metronidazol oral 3 x 500
mg/hari atau IV. Indikasi penggunaan klindamisin harus dipertimbangkan dengan baik
sebelum obat ini diberikan.

4. Aminoglikosida

Page 6
16, 2013 [PNEUMONIA ASPIRASI]
Efek samping oleh aminoglikosid dalam garis besarnya dapat dibagi dalam tiga kelompok :

1) Alergi

Secara umum potensi aminoglikosid untuk menyebabkan alergi rendah. Rash;


eosinofilia, demam, diskrasia darah, angioedema, dermatitis eksfoliatif, stomatis dan syok
anafilaksis, pernah dilaporkan.

2) Reaksi Iritasi dan Toksik

Reaksi iritasi berupa rasa nyeri terjadi di tempat suntikan diikuti dengan radang steril,
dan dapat disertai pula peningkatan suhu badan setinggi 1/2 11/2oC. Reaksi ini dikenal pada
suntikan pada streptomisin IM. Reaksi toksik terpenting oleh aminoglikosid ialah pada
susunan saraf, berupa gangguan pendengaran dan keseimbangan, dan pada ginjal. Gejala lain
pada susunan saraf ialah gangguan pernafasan akibat efek kurariform pada system
neuromuscular, ensofalopati, neuritis perifer, serta gangguan visus. Kadar plasma yang
disertai efek toksik tidak jauh dari kadar yang dibutuhkan untuk mencapai efek terapi.

Penyesuaian dosis dapat dilakukan dengan memperpanjang interval pemberian atau


mengurangi dosis atau keduanya. TIdak ada informasi pasti cara mana yang paling baik. Yang
sering digunakan ialah penyesuaian dosis dengan menggunakan nomogram di mana factor
bersihan kreatinin (serum kreatinin) mempengaruhi besarnya penyesuaian dosis tersebut.

Monitoring kadar aminoglikosid pada payah ginjal merupakan pendekatan yang lebih
tepat. Dikemukakan bahwa pengukuran kadar lembah (trough) lebih bersifat prediktif untuk
mencegah toksisitas, sedang kadar puncak prediktif untuk efek terapi maupun toksisitas.

3) Perubahan Biologik

Efek samping ini bermanifestasi dalam dua bentuk, yaitu gangguan pada pola
mikroflora tubuh dan gangguan absorpsi di usus. Perubahan pola mikroflora tubuh
memungkinkan terjadinya superinfeksi oleh kuman Gram-positif, Gran-negatif, maupun
jamur. Superinfeksi pseudomonas dapat timbul akibat penggunaan kanamisin; sedangkan
penggunaan gentamisin oral cenderung menimbulkan kandidiasis. Frekuensi kejadian
superinfeksi tidak diketahui, untuk streptomisin parenteral diperkirakan 4%.

Page 7
16, 2013 [PNEUMONIA ASPIRASI]
Gangguan absorbs dapat terjadi akibat pemberian neomisin per oral 3 g atau lebih
dalam sehari. Jenis zat yang dihambat absorbsinya meliputi karbohidrat, lemak, protein,
mineral, dan vitamin. Mekanisme hambatan absorbs ini antara lain terjadi akibat gangguan
system enzim dan nekrosis sel epitel kripta usus. Paromomisin oral juga menimbulkan
gangguan absorbsi.

Daftar Pustaka
W.Sudoyo, A., Setiyohadi, B., Alwi, I., K, M. S., & Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam; Jilid 3; Ed.5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2009.

Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. Farmakologi dan Terapi; Jilid 5. Jakarta :
Badan Penerbit FKUI ; 2011.

Page 8
16, 2013 [PNEUMONIA ASPIRASI]

Page 9

Anda mungkin juga menyukai