Anda di halaman 1dari 4

Sepuluh Langkah Menghafal Al-Quran

Menghafal Al-Quran selalu menjadi idaman setiap Muslim, ia juga selalu menjadi
batu pertama dalam menempuh perjalanan menuntut ilmu para ulama-ulama kita.
Hal ini bisa kita temukan dalam setiap biografi para pewaris Nabi ini. Di sisi lain,
menghafal Al-Quran juga menjadi salah satu bagian terpenting dalam berinteraksi
dengan kitab pusaka umat Islam, Al-Quran.

Banyak sudah tulisan yang memuat trik dan tips menghafal Al-Quran, mulai dari
zaman para Salafus Shaleh sampai sekarang. Namun ada berapa poin yang kadang
kurang dipahami oleh para penghafal Al-Quran, ada yang lebih mendahulukan poin-
poin sekunder dibanding yang primer, begitu pula ada yang lalai terhadap hal-hal
yang primer padahal itu adalah poin yang harus dimiliki oleh para penghafal Al-
Quran.

Ada sebuah buku (minibook) menarik yang dikarang oleh salah satu penulis
produktif di Mesir, DR Rajib Sirjani. Dalam bukunya Kaifa Tahfadzul Quran ia
membahas hal-hal yang harus diperhatikan oleh para penghafal Al-Quran. Secara
garis besar ia membuat dua pembahasan. Pembahasan pertama tentang tips-tips
yang bersifat primer (asasiyah) dan tips kedua bersifat sekunder (musaidah). Dan
dalam setiap pembahasan tips ada sepuluh poin yang harus diperhatikan.

TIPS-TIPS PRIMER (ASASIYAH).

Tips ini harus dimiliki oleh para penghafal Al-Quran karena menjadi hal yang sangat
mendasar selama menghafal. Ada sepuluh poin yang harus dimiliki oleh para
penghafal Al-Quran baik sebelum, sesudah atau selama ia menjalani proses
menghafal Al-Quran.

Inilah sepuluh tips primer (asasiyah) menghafal Al-Quran:

1. Ikhlas

Ikhlas merupakan fondasi terpenting dalam setiap pekerjaan. Hal ini disebabkan
karena siapa saja yang melakukan sebuah pekerjaan bukan karena mengharap
ridha Allah maka pekerjaannya akan sia-sia saja. Ia juga akan menjadi orang yang
pertama kali disidang pada hari kiamat.

Sebuah hadits dari Imam Hakim menerangkan bahwa orang yang menghafal Al-
Quran terbagi menjadi tiga golongan; golongan yang ingin pamer, golongan yang
ingin mencari makan dari hafalannya dan golongan yang memang murni karena
Allah.
Ketika kita tidak bisa ikhlas secara utuh maka kita bisa menggunakan alternatif
pembantu yaitu dengan memperbanyak niat yang baik seperti niat dapat
memperbanyak baca Al-Quran, bisa bertahajjud sambil mengulang hafalan,
berharap bisa meraih kemuliaan orang yang menghafal Al-Quran, berharap agar
orang tua kita dapat diberikan mahkota pada hari kiamat, agar terjauh dari azab
akhirat, agar dapat mengajarkannya kembali pada orang lain, agar dapat menjadi
suri tauladan baik bagi orang Muslim atau yang non-Muslim atau niat-niat baik yang
lainnya. Yang penting kita berniat karena Allah dan bukan karena dunia.

2. Keinginan yang kuat

Menghafal Al-Quran adalah sebuah pekerjaan yang amat mulia maka hanya orang
yang benar-benar mempunyai niat yang kuatlah yang dapat mencapainya. Pekerjaan
yang hebat hanya dimiliki oleh orang-orang yang hebat pula. Sama halnya ketika
seluruh orang ingin masuk surga, apakah seluruh orang itu benar-benar memiliki
tekad yang kuat untuk mencapainya, ternyata tidak, hanya segelintir orang bukan!

Keinginan yang kuat ini terpancar dari usaha yang ia lakukan untuk mencapainya.
Dari usaha yang terus menerus inilah yang akan membuatnya menjadi sebuah
kebiasaan. Dan dari kebiasaan inilah yang membuatnya terus menerus menghafal,
mengulang dan mematangkan hafalannya.

3. Mengetahui nilai menghafal Al-Quran

Orang yang mengetahui nilai sesuatu pasti akan berkorban apapun untuk
meraihnya. Kalau manusia biasanya selalu mencurahkan seluruh usaha untuk
mendapatkan hal-hal yang bersifat duniawi lalu kenapa ia tidak melakukan hal yang
sama untuk mencapai tujuan akhiratnya yang kekal.

Ketika kita mengetahui nilai pekerjaan yang kita lakukan maka kita akan semakin
rindu untuk melakukannya. Ditambah lagi, orang yang mengetahui nilai suatu
pekerjaan tidak sama dengan yang tidak mengetahuinya. Dan orang yang
mengetahuinya secara global tentu tidak sama dengan yang mengetahuinya secara
terperinci. Maka semakin kita mengetahui nilai pekerjaan itu lebih terperinci tentu
akan membuat kita semakin berpacu untuk menggapainya.

Ada banyak kelebihan dan keutamaan bagi orang yang menghafal Al-Quran baik
dalam Al-Quran itu sendiri atau hadits Nabi. Kita juga bisa menemukannya dalam
beberapa literatur baik yang berbahasa Arab seperti At-tibyan fi adabi hamalatil
Quran karya Imam Nawawi atau yang berbahasa Indonesia.

4. Mengamalkan apa yang ia hafal


Poin ini menjadi poin terpenting dari tujuan menghafal Al-Quran. Karena hafal
semata tidak akan menghasilkan nilai yang berarti tanpa dibarengi dengan praktik
realita. Hal inipun sudah disinggung oleh Anas bin Malik; berapa banyak orang yang
membaca Al-Quran namun Al-Quran malah melaknatnya.

Metode inilah yang digunakan oleh para generasi terbaik, generasi sahabat. Umar
bin Khatthab telah mengajarkan kita metode yang tokcer dalam berinteraksi dengan
Al-Quran, ia tidak pernah menghafal sesuatu kecuali ia telah mengamalkannya dan
ia akan pindah ke hafalan berikutnya setelah ia mengamalkannya dan begitu
seterusnya.

Ali bin Abi Thalib juga pernah memprediksi bahwa nanti suatu saat akan ada sebuah
kaum yang ilmu mereka tidak lebih dari kerongkongan saja karena apa yang mereka
lakukan berbeda dengan apa yang mereka ketahui. Bukankah orang yang
mengamalkan apa yang ia tahu akan Allah berikan padanya hal-hal yang belum ia
tahu.

5. Meninggalkan dosa dan maksiat

Hati yang sering berbuat maksiat tidak akan bisa menampung cahaya Al-Quran.
Semakin ia bermaksiat maka akan mempengaruhi hatinya. Ketika hatinya semakin
keruh maka lemahlah kemampuannya dalam menghafal Al-Quran yang suci. Karena
dosa ibarat sebuah titik, semakin banyak ia bermaksiat dan berdosa maka akan
semakin banyaklah titik hitam dalam hatinya, namun ia bisa dihapus dengan
bertaubat dan memperbanyak istighfar.

Imam Syafii juga pernah mengalami hal ini kemudian bertanya kepada Imam Waqi
yang akhirnya beliau membuat dua syair yang sangat terkenal, Syiir Syakautu ila
Waqi. Seorang Tabiin (Dohhak bin Mazahim) pernah berkata tak ada seorang pun
yang belajar Al-Quran kemudian ia lupa kecuali karena dosa yang ia perbuat. Dan
melupakan Al-Quran termasuk musibah terbesar.

6. Berdoa

Berdoa merupakan senjata orang Islam. Karena ia yakin bahwa tidak ada yang sia-
sia dari doanya, ia selalu yakin bahwa Allah selalu mengabulkan doa mereka baik
secara langsung, ditunda waktunya atau diganti dengan yang lebih baik.

Ada beberapa waktu yang tepat dalam berdoa seperti waktu sahur, usai shalat,
sepuluh akhir Ramadhan, apalagi ketika kita sendiri dalam keheningan malam,
ketika hujan, dalam perjalanan dan lain-lain. Selain itu ada beberapa tempat yang
dapat mempercepat terkabulnya doa kita seperti di tanah haram (Mekkah dan
Medinah), Hajar Aswad, Kabah, Raudhah dan lain-lain.

7. Pemahaman yang benar

Orang yang paham arti apa yang ia hafal akan lebih mudah menghafalnya dibanding
mereka yang tidak paham. Dalam membantu pemahaman, kita bisa menggunakan
beberapa alternatif seperti Al-Quran terjemah, tafsir yang simple atau yang lebih
terperinci kajiannya.

8. Membaca dengan tajwid

Membaca Al-Quran dengan tajwid akan sangat membantu hafalan. Orang yang
menghafal tanpa tajwid akan sangat sulit untuk dibenarkan ketika ia sudah selesai
menghafal karena ia sudah terbiasa membaca dengan bacaannya yang salah.
Apalagi orang yang membaca dengan tajwid ternyata mendapat pahala yang lebih
besar.

Yang harus diperhatikan dalam belajar tajwid adalah harus mengambil dari seorang
guru yang sudah mantap hafalan dan bacaannya, dan tidak cukup belajar dari buku
saja. Setelah belajar dari seorang guru yang hebat mungkin dia bisa menggunakan
sarana pembantu seperti mendengar dari kaset atau komputer dan lain-lain.

9. Terus membaca Al-Quran

Orang yang sering membaca Al-Quran akan lebih banyak mendapat pahala dan di
sisi lain hal itu akan mempermudah dan memperkuat hafalannya. Karena terus
menerus membaca Al-Quran akan memindahkan daya ingatannya dari memori
jangka pendek ke memori jangka panjang.

Biasanya para sahabat menghatamkan Al-Quran dalam seminggu. Hanya sebagian


yang kurang dari itu dan hanya sebagian kecil yang lebih dari itu.

10. Membaca dalam shalat

Bagi yang berkesempatan menjadi imam maka ia dapat langsung mengulang


hafalannya. Namun bagi yang tidak menjadi imam ia dapat melakukannya ketika
shalat malam, usai shalat isya, shalat dhuha atau shalat sunnah lainnya.

Anda mungkin juga menyukai