Anda di halaman 1dari 8

PANDANGAN ISLAM TENTANG ABORSI

Tahapan Penciptaan dan Pembentukan Janin


Secara umum, tahapan penciptaan manusia pertama kali adalah ketika nabi Adam alihissalm-
diciptakan oleh Allah SWT dari tanah. Menurut sahabat Ibnu Abbs Radhiyallh anhu-;
penciptaan manusia terdiri dari tiga jenis tanah yaitu, dari thn lzib (saripati tanah liat yang kuat dan
bagus), hamain masnn (tanah hitam lumpur yang dapat dibentuk), dan shalshl (tanah kering yang halus
seperti tembikar)[1], lihat QS. [23]: 12, [15]: 28, [55]: 14.
Adapun tahapan penciptaan anak cucu Adam, proses pembentukannya dijelaskan dalam Al-Quran Surat
Al-Muminn [23] ayat 12-14, dan surat Al-Hajj [22] ayat 5, serta dalam hadits Ibnu Masd yang
diriwayatkan oleh imam Ahmad.
Dari ayat-ayat dan hadits di atas, jelas bahwa fase-fase pokok penciptaan dan pembentukan janin di dalam
kandungan adalah sebagai berikut:
Nuthfah, yaitu sperma laki-laki dan indung telur perempuan apabila bersatu di dalam rahim perempuan,
dan itulah fase pertama janin, [23]: 13. Nuthfah ini terbentuk dari tiga proses yaitu; (1) Air terpancar (al-
Mu ad-Dfiq), [86]: 5-7. (2) Saripati air (as-Sullah) [32]: 8. (3) Tercampur (al-Amsyj) [76]: 2.
Alaqoh, yaitu segumpal darah yang membeku yang tercipta dari campuran sperma laki-laki dan sel telur
perempuan, [23]: 14.
Mudghoh, yaitu segumpal daging yang seukuran kunyahan yang terbentuk dari alaqoh, [23]: 13-14.
Dari tiga fase janin ini, masing-masing memakan waktu 40 hari sebelum beralih ke fase berikutnya.
Apabila janin telah mencapai masa 120 hari, maka ditiupkanlah kepadanya ruh dan menjadi ciptaan yang
baru, [23]: 14.
Pembentukan tulang belulang dan daging, [23]: 14, [2]: 259, [75]: 3-4.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka fase (proses) penciptaan janin dimulai pada hari ketujuh sejak awal
bertemunya sperma laki-lak dan indung telur perempuan, dan penciptaannya berlangsung terus-menerus
hingga ditiupkan ruh pada fase akhir mudhghah, kemudian memasuki fase pembentukan tulang-belulang
dan daging, dan terus berkembang hingga kelahirannya. Perbedaan antara penciptaan dan pembentukan
janin tersebut didasarkan pada banyak ayat antara lain pada surat [7]: 11.
Pengertian Aborsi
Secara etimologi (bahasa), aborsi diambil dari bahasa Arab yaitu ( ijhdh), isim mashdar dari kata (

) artinya menggugurkan, maksudnya pengguguran kandungan (janin) (Kamus Al-
Munawwir, h.219). Dikatakan ( ) artinya; unta itu menggugurkan janinnya, ketika
membuang anaknya[2]. Al-Azhar Muhammad Ibnu Ahmad berkata; disebut (Ijhdh) khusus untuk
unta.[3]
Yang lain menyebut aborsi diambil dari kata ( isqth) isim mashdar dari kata ()
artinya penjatuhan, maksudnya pengguguran janin (Kamus Al-Munawwir, h.641), dikatakan (
) artinya; perempuan itu menggugurkan janinnya, yakni membuang anaknya
karena belum sempurna, dan dikatakan ( ) artinya; unta dan selainnya
menggugurkan janinnya apabila membuang anaknya[4]. Jadi, Isqth adalah menggugurkan anak
sebelum sempurna atau keluarnya janin dari perut ibunya antara umur 4 bulan dan 7 bulan.
Menurut para pakar bahasa, jika aborsi diartikan keguguran janin yang terjadi sebelum memasuki bulan
keempat dari usia kehamilannya, disebut al-Ijtihdh (almaany.com)[5]. Sedangkan jika diartikan
keguguran yang terjadi pada usia kandungan antara empat sampai tujuh bulan setelah fisiknya terbentuk
secarasempurna dan telah ditiupkan ruh sehingga tidak dapat melanjutkan hidupnya, disebut al-Isqth
(almaany.com)[6].
Berdasarkan pemaparan di atas, nampak bahwa aborsi baik berasal dari kata ijhdh maupun berasal dari
kata isqth memilki pengertian yang sama yaitu sama-sama menggugurkan kandungan sebelum
sempurnanya janin. Akan tetapi terdapat perbedaan antara kedua kata ijhdh dan isqth, yaitu sebagai
berikut;
Ijhdh sering digunakan terkait Unta (binatang), bahkan sebagian mengkhususkan hanya pada hanya pada
unta. Sedangkan Isqth sering digunakan terkait orang (manusia).
Ijhdh mencakup janin yang sudah tampak penciptaannya dan yang belum tampak, sebahagian
menkhususkan telah ditupkan ruh pada janin tetapi keluar dalam keadaan tidak hidup. Sedangkan isqth
mencakup semuanya akan tetapi lebih sering digunakan sebelum penciptaan sempurna.
Jadi dapat disimpulkan bahwa aborsi (ijhdh atau isqth) menurut bahasa adalah menggugurkan janin
sebelum sempurna penciptaannya, atau sebelum sempurna masa kehamilan. Baik sebelum ditiupkan ruh
maupun sudah, dan baik janinnya laki-laki maupun perempuan. Maka tidak disebut ijhdh kecuali janin
dikeluarkan sebelum masa kelahirannya dan dalam keadaan tidak hidup.[7].
Adapun pengertian aborsi secara terminologi adalah pengguguran kehamilan sebelum sempurna
penciptaannya atau sebelum sempurna masa kehamilannya, pada perempuan atau binatang, sengaja atau
tidak, dan baik dilakukan sendiri atau dilakukan orang lain.[8] Menurut para ulama, aborsi diartikan
sebagaimana yang diistilahkan ahli bahasa, dan hanya dari kalangan Syafiiyah saja yang menggunakan
istilah ijhdh, sedangkan yang lain menggunakan istilah isqth. Selain itu, para ulama memasukan aborsi
dalam bab jinyt (pidana).
Jenis-jenis, Cara dan Penyebab Aborsi
Seiring dengan kemajuan dan perkembangan sarana hidup manusia, baik di bidang teknologi,
telekomunikasi, sosmed dan lain sebagainya -terlepas sarana tersebut digunakan untuk kebaikan hidupnya
atau tidak, dengan cara sesuai norma agama atau tidak-, akan memunculkan berbagai cara untuk
melakukan aborsi -dengan maksud tujuan yang beragam pula-. Akhirnya, diketahui berbagai macam jenis
aborsi yang terjadi dewasa ini.
Berdasarkan perspektif fiqih, aborsi digolongkan menjadi lima macam, di antaranya:
Aborsi spontan (al-isqth al-dzty), yaitu janin gugur dengan sendirinya secara alamiah tanpa adanya
pengaruh dari luar. Biasanya disebabkan oleh kelainan kromosom yang tidak memungkinkan mudhghah
tumbuh normal, kalaupun tidak gugur, akan tumbuh dengan cacat bawaan. Hanya sebagian kecil yang
disebabkan oleh infeksi, kelainan rahim atau kelainan hormon.
Aborsi darurat atau pengobatan (al-isqth al-dharry/al-iljiy), yaitu aborsi dilakukan karena ada indikasi
fisik yang mengancam nyawa ibu bila tidak digugurkan.
Aborsi tidak disengaja (isqth al-khatha), yaitu keguguran yang dialami oleh seorang ibu karena tindakan
orang lain tanpa disengaja. Seperti pemburu yang melepaskan tembakan atas binatang buruannya tetapi
meleset mengenai seorang ibu yang sedang hamil. Jika janin keluar dalam keadaan meninggal ia wajib
membayar denda (diyat) atau kompensasi atas kematian janin yang dibayarkan kepada keluarganya.
Aborsi menyerupai kesengajaan (isqth syibh amd), aborsi yang dilakukan karena menyerupai
kesengajaan. Seperti seorang suami yang menyerang isterinya yang sedang hamil hingga mengakibatkan
keguguran.
Aborsi sengaja dan terencana (isqth al-amd), yaitu aborsi yang dilakukan secara sengaja oleh seorang
perempuan yang sedang hamil, baik dengan cara minum obat-obatan yang dapat menggugurkan
kandungannya maupun dengan cara meminta bantuan orang lain (seperti dokter, dukun dan sebagainya)
untuk menggugurkan kandungannya.
Jadi aborsi persfektif fiqhi didasarkan pada pelaku yaitu; (1) aborsi spontan tanpa ada campur tangan
manusia, (2) aborsi darurat karena pengobatan, (3) aborsi tidak disengaja, (4) aborsi menyerupai
kesengajaan, dan (5) aborsi yang disengaja dan direncanakan.
Adapun cara-cara aborsi yang dilakukan oleh ibu untuk menggugurkan janinnya, dapat dikelompokkan
menjadi tiga jenis, yaitu: (1) Cara-cara aktif, seperti minum obat melebihi dosis, ibunya sengaja lompat-
lompat, tindakan kejahatan terhadap ibu, dan sebagainya. (2) Cara-cara pasif, seperti ibu tidak mau meng-
konsumsi obat atau makanan bergizi, padahal keengganan itu berpengaruh buruk terhadap janin. (3) Cara-
cara medis, seperti menginjeksi zat prostegelamizin yang membunuh janin dengan cara menyuntikkannya
pada pembuluh darah, urat, rahim, melakukan operasi baik currete atau membersihkan rahim, maupun
operasi medis menyerupai Caesar untuk mengeluarkan janin dari rahim ibunya.
Sedangkan alasan yang menjadikan seseorang melakukan aborsi sangat beragam, baik pengguguran janin
(aborsi) atas permintaan dari pihak ibu, maupun dari pihak lainnya. Di antara ragam penyebab tindak
aborsi yang paling sering dan banyak dilakukan adalah; (1) Karena kemiskinan, baik memang sudah
miskin atau takut penghasilan yang tidak memadai; (2) Karena kehamilan yang tidak dikehendaki akibat
perbuatan zina; (3) Karena kekhawatiran ibu atas anaknya yang sedang disusuinya terhenti mendapatkan
ASI; (3) Karena takut janin tertular penyakit yang diderita ibu atau ayahnya; dan lain sebagainya. Tentu
semua kekhawatiran tersebut di atas bukanlah alasan untuk membolehkan aborsi, hal ini berdasarkan
firman Allah di dalam surat [6]: 151, [17]: 31.
Hukum Aborsi dan Sanksi atas Pelakunya
Perbedaan pendapat dari kalangan ulama dalam perkara ini hanya pada aborsi yang dilakukan sebelum
peniupan ruh pada janin, dan mereka tidak ada perbedaan pendapat tentang keharaman aborsi setelah
peniupan ruh pada janin.
Pertama; Hukum Abaorsi Setelah Ditiupkan Ruh. Para ulama sepakat tentang keharaman aborsi jika
dilakukan setelah peniupan ruh, yaitu setelah janin berusia 120 hari dari awal kehamilan, karena aborsi
dihukumi setelah peniupan ruh terhadap janin. Pengharaman ini termasuk jika keberadaan anak masih
dianggap dapat membahayakan ibunya, karena kematian ibunya dianggap belum pasti sementara aborsi
sudah pasti membunuh janin.[9] Hal ini dikembalikan kepada kondisi ibu, jika dapat dipastikan dengan
keyakinan dan melalui medis bahwa keberadaan janin di dalam kandungan membahayakan nyawa
ibunya, maka harus diambil tindakan aborsi.[10] Dalilnya:
Dari Ibnu Masud RA, ia berkata: Bahwa Rasulullah SAW telah bersabda kepada kami -beliau jujur
dan terpercaya-; Sesungguhnya setiap orang di antara kalian benar-benar berproses kejadiannya dalam
perut ibunya selama 40 hari berwujud air mani; kemudian berproses lagi selama 40 hari menjadi
segumpal darah; lantas berproses lagi selama 40 hari menjadi segumpal daging; kemudian malaikat
dikirim kepadanya untuk meniupkan ruh ke dalamnya; lantas (sang janin) itu ditetapkan dalam 4
ketentuan: ditentukan (kadar) rizkinya, ditentukan batas umurnya, ditentukan amal perbuatannya, dan
ditentukan apakah tergolomg orang celaka ataukah orang yang beruntung. (HR. Ahmad)
Adapun pelaku aborsi ini, setelah peniupan ruh dianggap telah melakukan kriminal dan atasnya sanksi
ghurrah (diyat janin) yang harus dibayar karena telah melakukan pembunuhan terhadap manusia dan
menghilangkan nyawa.[11]
Kedua; Hukum Abaorsi Sebelum Ditiupkan Ruh. Para ulama dari berbagai kalangan berbeda pendapat
tentang aborsi yang dilakukan sebelum peniupan ruh, atau sebelum janin berusia 120 hari sejak
kehamilannya, bahkan dari kalangan madzhab pun berbeda pendapat. Perbedaan pendapat tersebut dalam
masalah ini dapat dijelaskan sebagai berikut;
Haram hukumnya, pendapat ini disandaran kepada madzhab Al-M Imam ad-Dardr mengatakan: Tidak
boleh menggugurkan (mengeluarkan) mani yang sudah terbentuk di dalam rahim meskipun belum cukup
40 hari, Ad-Dasq mengatakan: yang dimaksud oleh Imam ad-Dardr adalah haram.[12] Menurut
Ibnu Rusyd, Imam Mlik mengatakan: Setiap yang dibuang (digugurkan) oleh perempuan adalah jinyah
(kriminal) baik berupa segumpal darah atau daging, yang sudah diketahui bahwa itu adalah janin maka
baginya ghurrah (sanksi), bahkan menurut Imam Mlik sebaiknya dikenakan kaffrah (denda) dang
ghurrah sekaligus.[13]
Hukumnya makruh secara mutlak, pendapat ini disandarkan kepada madzhab Al-Hanafiyah. Imam Ali bin
Musa dari ulama Hanafiyah, dan Ibnu Abidn menukil darinya, ia berkata bahwa: Dimakruhkan
(hukumnya) membuang (menggugurkan) sebelum ditiupkan ruh, karena air mani yang telah terbuahi di
dalam rahim berpontensi hidup, maka statusnya sama dengan hidup.[14] Madzhab Al-Mlikiyah juga
memakruhkan jika janin sebelum 40 hari.[15] Imam ar-Raml dari kalangan ulama Asy-Syfiiyah
berkesimpulan bahwa makruh hukumnya pengguguran janin sebelum peniupan ruh hingga mendekati
waktu peniupan ruh dan haram hukumnya waktunya telah mendekati peniupan ruh karena hal itu
termasuk kriminal.[16]
Hukumnya mubah secara mutlak, pendapat ini disandarkan kepada sebagian ulama Al-Hanafiyah. Mereka
berpendapat bahwa hukumnya mubah (boleh) menggugurkan kehamilan selama belum ditiupkan ruh pada
janin.[17] Imam Al-Lakhm dari ulama Al-Mlikiyah dan Abu Ishq al-Marwaz dari kalangan Asy-
Syfiiyah, mengatakan hukumnya mubah sebelum umur janin 40 hari.[18] Juga pendapat madzhab Al-
Hanbilah yang membolehkan menggugurkan pada fase awal (40 hari) kehamilan karena perempuan
dibolehkan minum obat untuk menggugurkan sperma (fase awal), tetapi tidak untuk segumpal darah.[19]
Hukumnya mubah karena ada udzur (alasan syariy). Pendapat ini sebenarnya adalah pendapat madzhab
Al-Hanafiyah, Ibnu Abidn menegaskan bahwa tidak boleh menggugurkan janin tanpa ada udzur
(alasan), alasan yang dimaksud adalah alasan terpaksa (dharrat) yaitu terhentinya air susu ibunya setelah
hamil dan bapaknya tidak mampu menyewa ibu susuan dan khawatir akan kebinasaan.[20]
Berdasarkan beberpa hukum aborsi dari berbagai kalangan ulama madzhab sebagaimana disebutkan di
atas, dapat diringkas bahwa hukumnya setelah peniupan ruh ke dalam janin adalah haram secara aklamasi
(ijma ulama). Baik dengan cara meminum obat, melakukan gerakan-gerakan yang keras, maupun
tindakan medis; baik dilakukan oleh pihak ibu, ayah, maupun dokter. Sebab, abortus merupakan tindakan
pelanggaran terhadap jiwa manusia yang terpelihara darahnya.[21] Allah SWT berfirman:
dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan
sesuatu (sebab) yang benar (QS. Al-Anm [6]: 151)
Tindakan ini termasuk tindakan kriminal yang mewajibkan diyat (tebusan) yang ukurannya sama dengan
diyat ghurrah budak lelaki maupun perempuan, yang nilainya sepersepuluh (10%) diyat membunuh
manusia dewasa. Dalilnya hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, berkata;
Bahwa Rasulullah SAW pernah menetapkan atas janin perempuan dari Ban Lahyn yang janinnya
keguguran dengan ghurrah (tebusan) diyat budak lelaki atau perempuan. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Standar bentuk minimal janin yang gugur dan mewajibkan diyat ghurrah, adalah setelah nampak jelas
bentuknya sebagaimana wujud manusia, seperti telah memiliki jari, tangan, kaki, atau kuku.
Adapun hukum pengguguran sebelum janin ditiupkan ruh adalah, (1) jika dilakukan setelah berumur 40
hari sejak awal kehamilan, dimana proses penciptaan dimulai, maka hukumnya juga haram. Dalilnya
hadits Imam Muslim yang diriwayatkan dari Ibnu Masud, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah
SAW bersabda:
Jika nuthfah (zigote) telah berlalu 42 malam, Allah akan mengutus padanya seorang malaikat. Maka
malaikat itu akan membentuknya, mencipta pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan
tulangnya. Kemudian Malaikat berkata, Wahai Tuhanku, apakah dia ditetapkan laki-laki atau
perempuan? Maka Allah memberi keputusan. (HR. Muslim)
Dalam riwayat yang lain disebutkan: 40 malam (arbaina lailatan). Jadi, pengguguran janin pada saat
permulaan proses penciptaannya, maka hukumnya sama dengan pengguguran janin yang telah ditiupkan
ruh padanya, yaitu haram. Hal itu karena ketika dimulai proses pembentukan janin dan sudah tampak
sebagian anggota tubuhnya, dipastikan janin itu adalah janin yang hidup dan sedang menjalani proses
untuk menjadi seorang manusia sempurna.
Karena itu, penganiayaan terhadap janin tersebut sama saja dengan penganiayaan terhadap jiwa seorang
manusia yang terpelihara darahnya. Penganiayaan tersebut dipandang sebagai pembunuhan terhadap janin
dan pelakunya berkewajiban membayar diyat berupa ghurrah budak laki-laki atau perempuan. Allah SWT
jelas-jelas telah mengharamkan tindakan ini, sebagaimana firman-Nya:
Ketika bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apa mereka dibunuh?
(QS. At-Takwr [81]: 8-9)
Atas dasar ini, seorang ibu, ayah, atau dokter haram melakukan abortus setelah janin berumur 40 hari
sejak awal kehamilan. Siapa saja yang melakukan tindakan itu, berarti ia telah melakukan tindakan
kriminal dan melakukan dosa. Ia wajib membayar diyat atas janin yang digugurkannya itu, yakni diyat
ghurrah.
Kesimpulannya; aborsi tidak boleh dilakukan, baik pada fase pembentukan janin (40 hari) maupun setelah
peniupan ruh pada janin, kecuali jika para dokter yang adil (bukan orang fasik, pen.) menetapkan bahwa
keberadaan janin dalam perut ibunya akan mengakibatkan kematian ibunya, sekaligus janin yang
dikandungnya. Dalam kondisi semacam ini, aborsi dibolehkan demi memelihara kehidupan ibunya.
Akar Masalah dan Solusi Aborsi
Sesungguhnya praktek aborsi merupakan indikator mewabahnya kebejatan moral di masyarakat sebagai
buah dari sistem Kapitalisme yang diterapkan. Ideologi Kapitalisme dengan asas sekulerisme (fashl ad-
dn an al-hayh), yaitu pemisahan aturan agama dari kehidupan. Di dalam kehidupan sehari-hari ajaran
agama diabaikan, ditinggal, bahkan dicampakkan, lalu mengambil hukum aturan yang berasal dari Barat,
yaitu kebebasan berekspresi atau bertingkah-laku yang telah menjadikan kehidupan sosial masyarakat
menjadi rusak, karena standar kebebasan menjadi andalan mereka. Baik di pedesaan maupun di
perkotaan, mereka jauh dari nilai-nilai dan ajaran agama.[23]
Pada tahun 2013 yang lalu, diperkirakan sebanyak 3 juta aborsi terjadi setiap tahun di Indonesia. Perlu
diingat bahwa kasus aborsi yang terjadi bukan sekadar persoalan ekonomi dan medis, maupun kesehatan
masyarakat, namun sangat terkait erat dengan paham kebebasan bertingkah laku yang berkembang di
masyarakat, yang didukung seperangkat aturan sekuler yang membebaskan setiap orang untuk berbuat
apapun termasuk melakukan seks bebas yang berujung pada aborsi. Alhasil, masyarakat semakin sakit
karena ditimpa berbagai problem sosial seperti; perselingkuhan, seks bebas, dan aborsi itu sendiri.
Sudah begitu, masyarakat semakin tidak peduli karena cenderung terjangkiti sikap individualistik dan
materialistik. Kondisi ini diperparah oleh kampanye pornografi dan pornoaksi melalui media seperti
tayangan televisi, surat kabar, majalah, dan akses internet.
Di sisi lain, pemerintah absen dalam membina ketakwaan masyarakat dan terkesan membiarkan
menjamurnya lokasi prostitusi dan bahkan ingin dilegalkan dengan nama lokalisasi prostitusi yang
berujung banyaknya aborsi. Kalau pun pelaku aborsi ditangkap, tidak akan menyelesaikan persoalan
karena secara faktual sistem hukum yang berlaku gagal memberi efek jera dan efek cegah di masyarakat.
Jadi, akar masalah banyaknya terjadi aborsi adalah akibat penerapan sistem sosial yang sekuler yang
bersumber dari ideologi Kapitalisme.
Adapun solusi Islam terhadap maraknya praktek aborsi adalah solusi tuntas yang dapat mencabut dan
mengatasi akar masalahnya yaitu dengan mencampakkan sistem sosial yang sekuler, yang berasal dari
ideologi Kapitalisme, dan menggantinya dengan sistem sosial Islam, yang berasal dari ideologi Islam.
Pada tataran praktis, negara wajib untuk menutup setiap pintu kemaksiatan dengan melarang seks bebas
termasuk pacaran, menutup total lokalisasi, melarang media yang memuat konten pornografi dan
pornoaksi. Dengan demikian, maka permasalahan aborsi bisa diselesaikan.
Pada tataran ideologi, aborsi dan segala pemicunya hanya dapat dihentikan dengan cara menerapkan
seluruh aturan (syariat) Islam di dalam kehidupan sehari-hari dalam bingkai Khilafah Islamiyah
berdasarkan metode kenabian. Karena, hanya dengan tegaknya syariat Islam melalui institusi Khilafah
yang dapat secara nyata mewujudkan Islam Rahmatan lil Alamin.
]() [
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu
kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu (QS. Al-Anfl [8]: 24)

Anda mungkin juga menyukai