Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PEMISAHAN DAN PENGUKURAN

Penentuan Kadar Tembaga (Cu) dalam Sampel Air Limbah Menggunakan Instrumen
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktikum Kimia Pemisahan dan Pengukuran
yang diampu oleh

Dr. Hernani, M. Si.

disusun oleh :

Kelompok 1

Agung Hardianto (1504559)


Ahmad Fadillah (1503766)
Andara Ayudia Roro Vanesha (1505033)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2017
PENENTUAN KADAR TEMBAGA (CU) DALAM SAMPEL AIR LIMBAH
MENGGUNAKAN INSTRUMEN SPEKTROMETER SERAPAN ATOM
(SSA)

Tanggal Praktikum : Awal : 13 Maret 2017


Akhir : 13 Maret 2017

A. Tujuan Praktikum
1. Mempreparasi sampel air limbah yang akan ditentukan kadar
tembaganya dengan alat spektrometer serapan atom.
2. Menyiapkan larutan kerja dari larutan stock yang tersedia.
3. Memahami prinsip penentuan kadar logam dalam suatu sampel
dengan alat spektrometer serapan atom.

B. Dasar Teori
Metode spektrometri merupakan kelompok besar dalam metode analitik
yang terdiri dari spektrometri atom dan spektrometri molekul. Spektroskopi
adalah istilah umum dalam ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang interaksi
antara berbagai tipe radiasi cahaya dengan materi.
(Skoog, 2007)
Dibandingkan dengan metode kimia konvensional (metode basah),
spektroskopi memiliki beberapa keunggulan, diantaranya:
1. Jumlah zat yang diperlukan untuk analisis relatif kecil dan zat tersebut
sering kali dapat diperoleh kembali.
2. Waktu pengerjaannya relatif cepat.
(Anwar, dkk., 1994, hlm 116)
Metode spektrometri serapan atom atau atomic absorbtion spectrometer
adalah spektrometri yang didasari oleh adanya serapan atau absorbsi cahaya
ultraviolet (UV) atau visible (vis) oleh atom-atom suatu unsur dalam keadaan
dasar yang berada di dalam nyala api. Cahaya UV atau vis yang diserap berasal
dari energi yang diemisikan oleh sumber energi tertentu.
(Wiji, dkk., 2017, hlm 20)

Sumber energi yang ada di dalam instrumen spektrometer serapan atom


berupa lampu katoda berlubang (hollow cathode lamp), sedangkan nyala
pembakar berguna untuk mengaktifkan atom-atom logam sebelum menyerap
energi. Karena itu, dengan metode ini hampir semua atom logam yang terdaftar di
dalam sistem periodik unsur dapat ditentukan konsentrasinya.
(Hendayana, dkk., 1994, hlm 8)
Alat yang digunakan untuk analisis menggunakan metode spektrometri
bernama spektrofotometer. Sebuah spektrofotometer adalah suatu instrumen untuk
mengukur transmittan atau absorbansi suatu sampel sebagai fungsi panjang
gelombang.
(Underwood dan Day, 2002)
Prinsip kerja instrumentasi spektroskopi serapan atom adalah atom-atom
yang berbeda menyerap cahaya dengan panjang gelombang tertentu sesuai dengan
energi yang dibutuhkan oleh atom tersebut. Hal ini sesuai dengan hukum
mekanika kuantum yang meyakini bahwa atom akan tereksitasi ke tingkat energi
lebih tinggi apabila energi yang dimiliki oleh atom itu cukup. Saat sinar UV
melewati atom pada nyala, beberapa sinar akan diserap. Serapan dari sinar UV ini
yang menimbulkan panjang gelombang yang spesifik. Dengan menyerap energi
dalam keadaan dasar, maka atom pada nyala akan mengalami eksitasi dan keadaan
ini bersifat tidak stabil, sehingga atom akan kembali ke tingkat energi yang lebih
rendah. Sejalan dengan itu, atom akan mengeluarkan energi berupa radiasi
elektromagnetik atau cahaya emisi.
(Budiasih, 1999)
Seperti dalam teknik spektrofotometrik lainnya, aspek kuantitatif dalam
metode spektrometri serapan atom juga berlandaskan Hukum Lambert-Beer, yang
menyatakan hubungan kuantitatif antara absorbansi dengan konsentrasi analit
dalam larutannya.
(Hendayana, dkk., 2001, hlm 31)
Besarnya cahaya yang diserap oleh suatu atom dalam keadaan dasar
sebanding dengan konsentrasinya. Secara sederhana, Hukum Lambert-Beer
dirumuskan sebagai berikut:
A= x b x C

Keterangan:
A = absorbansi/daya serap
= absorbtivitas molar
b = lebar kuvet (dalam cm)
C = konsentrasi
Dengan cara kurva kalibrasi, yaitu hubungan linier antara absorbansi
(sumbu Y) dan konsentrasi (sumbu X), kita dapat menentukan konsentrasi sampel.
Ada tiga komponen alat yang utama dalam SSA, yaitu:
1. Unit atomisasi, berupa nyala api dari pembakaran bahan bakar tertentu
dengan oksidan.
2. Sumber energi, berupa hollow cathode lamp.
3. Unit pengukur fotometrik, terutama berupa detektor yang dapat
mendeteksi intensitas cahaya yang melaluinya.
(Wiji, dkk., 2017, hlm 20)
Berikut merupakan skema dari instrumen spektrometer serapan atom dan
penjelasannya:

1. Sumber radiasi atau sumber energi


Sumber sinar yang tajam diperlukan dalam AAS, umumnya 1000-100
nm. Sumber radiasi yang paling sering digunakan adalah hollow cathode
lamp (HCL) dan electrodeless dischange lamp (EDC).

a. Hollow Cathode Lamp (HCL)


Sumber energi ini mengemisikan panjang gelombang spesifik
(monokromatik). HCL terdiri dari katoda cekung berbentuk
silinder, terbuat dari unsur yang sama dengan unsur yang akan
dianalisis serta anoda tungsten yang dilindungi kaca. Selain itu,
didalamnya terdapat gas inert pengisi tabung kaca.
b. Electrodeless Dischange Lamp (EDL)
EDL memancarkan energi lebih kuat daripada HCL, yaitu pada
panjang gelombang 5-100 nm, namun terkadang EDL bersifat lebih
tidak stabil daripada HCL. EDL tersusun dari tabung kuarsa yang
mengandung beberapa gas inert seperti argon. Lampu ini tidak
mengandung elektroda, namun diberi energi dari gelombang mikro.
Ionisasi argon menghasilkan ion yang dipercepat oleh frekuensi
tinggi sehingga memperoleh energi yang cukup untuk mengeksitasi
atom logam.
(Christian, 2004)
2. Monokromator atau wavelength selector
Monokromator berfungsi untuk memisahkan panjang gelombang dari
spektrum dari spektrum radiasi yang lain yang dihasilkan oleh Hollow
Cathode Lamp (HCL) atau dari sinar yang diemisikan unsur lain dalam
nyala.
(Skoog, 2007)

3. Nyala
Nyala yang digunakan biasanya merupakan perpaduan antara bahan
bakar asetilena dan oksidan berupa udara, karena perpaduan ini cocok
untuk analisis berbagai macam logam. Nyala api pada AAS berperan
sebagai atomizer. Atomizer adalah sel sampel pada AAS yang harus
menghasilkan atom logam bebas berfasa gas yang dibutuhkan agar analisis
bisa berjalan dengan baik.
(Christian, 2004)
4. Detektor
Detektor berfungsi untuk mengubah cahaya menjadi energi listrik
yang memberikan satu syarat berhubungan dengan daya radiasi yang
diserap oleh permukaan unsur. Macam-macam detektor yang sering
digunakan, diantaranya:
a. Detektor cahaya/detektor foton
Detektor ini bekerja berdasarkan efek fotolistrik. Dalam hal ini,
elektron akan dibebaskan dari suatu bahan yang sensitif terhadap
cahaya.
b. Detektor inframerah
Detektor ini bekerja berdasarkan edek termolistrik yang akan
timbul jika dua logam yang memliki suhu berbeda dihubungkan.
c. Detektor panas
Detektor ini biasanya digunakan untuk mengukur intensitas
radiasi yang diteruskan telah diubah menjadi energi listrik oleh
photomultiplier.
5. Readout device
Alat ini menampilkan suatu angka atau gambar yang dapat dibaca oleh
mata sebagai hasil analisis.
6. Chopper
Komponen pada instrumen AAS lainnya yang tidak ada pada skema
diatas adalah chopper. Chopper merupakan komponen untuk mengurangi
gangguan yang disebabkan oleh emisi dari radiasi oleh nyala, dengan cara
mengatur sumber sinar yang keluar menuju nyala sehingga intensitas
perubahannya relatif konstan. Cara sederhana untuk mengaturnya adalah
dengan menempatkan piringan logam atau pemotong diantara sumber
energi dan nyala. Alternatif lain, adalah power supply dapat didesain
sedemikian rupa sehingga dapat dinyalakan dan dimatikan pada frekuensi
yang konstan.
(Skoog, 2007)

Cuplikan yang diukur oleh fotometer nyala dan AAS adalah berupa
larutan, biasanya air sebagai pelarut. Larutan cupikan mengalir ke ruang
pengkabutan, karena terisap oleh aliran gas bahan bakar dan oksigen cepat.
(Hendayana, dkk., 1994, hlm 235)
Larutan yang mengandung analit diaspirasikan ke dalam tungku nyala
sehingga terjadi atomisasi. Atom-atom analit selanjutnya menyerap cahaya dari
sumber sinar/energi Hollow Cathode Lamp pada panjang gelombang tertentu.
Sinar yang tidak diserap diteruskan melalui lensa, dan masuk ke dalam detektor.
Jumlah cahaya yang diserap atau ditransmisikan dapat dibaca pada panel meter
(satuan absorban atau %T).
(Hendayana, dkk., 2001, hlm 31-32)
Identifikasi kesalahan pengukuran dalam AAS:
1. Gangguan matriks cuplikan
Kesalahan matriks adalah kesalahan yang disebabkan akibat adanya zat-
zat lain dalam suatu sampel. Cara mengukur kesalahan matriks adalah standar
dan sampel diukur secara bersamaan. Gangguan matriks cuplikan diantaranya
adalah:
a. Hidrolisis (pengendapan)
b. Viskositas (kekentalan)
c. Tegangan permukaan tinggi
d. Tekanan pelarut tinggi
Gangguan matriks cuplikan ini menyebabkan kesalahan dalam pengukuran
sehingga mempengaruhi jumlah cuplikan yang sampai ke nyala api.
Pencegahannya dapat dilakukan dengan melarutkan dalam asam nitrat.

2. Gangguan kimia
Gangguan kimia yang bisa terjadi apabila menganalisis menggunakan
instrumen spektrometer serapan atom, diantaranya:
a. Disosiasi tidak sempurna
Hal ini dapat diatasi dengan meningkatkan suhu nyala.
b. Ionisasi atom-atom
Hal ini dapat diatasi dengan menurunkan suhu nyala.
c. Terbentuknya senyawa refraktori
Hal ini dapat diatasi dengan menambahkan zat pengikat penggangu.

3. Gangguan serapan senyawa nonatomik


Senyawa yang tidak terdisosiasi menyebabkan puncak menjadi lebar.
Pencegahannya dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Pemisahan, contohnya dengan ekstraksi pelarut
b. Komposisi larutan standar sama dengan larutan cuplikan.
Penyimpangan-penyimpangan hasil pengukuran AAS dapat terjadi akibat
dari beberapa sumber, diantaranya:
1. Preparasi/destruksi kurang sempurna
Hal ini dapat diatasi dengan memperbaiki cara destruksi atau cara kerja.
2. Faktor burner (tersumbat atau tinggi nyala tidak tepat)
Hal ini dapat diatasi dengan melakukan kalibrasi burner.
3. Pemilihan panjang gelombang yang tidak tepat
Hal ini dapat diatasi dengan melakukan penentuan panjang gelombang
maksimal
4. Faktor matriks
Hal ini dapat diatasi dengan menyamakan matriks standar dengan matriks
cuplikan atau menghilangkan zat penggangu.
(Skoog, 2007)

C. ALAT DAN BAHAN

Adapun alat-alat yang diunakan yaitu:

No Alat Kuantitas
1 Labu Takar 50 ml 2 buah
2 Labu Takar 25 ml 4 buah
3 Pipet Tetes 1 buah
4 Gelas Kimia 100 ml 1 buah
5 Gelas Kimia 500 ml 1 buah
6 Corong Kecil 1 buah
7 Mikro pipet 1 ml 1 buah
8 Hot Plate 1 buah
9 Batang Pengaduk 1 buah
10 Kertas Saring 1 buah
11 Kaca Arloji 1 buah

Adapun bahan-bahan yang digunakan:

No Bahan Kuantitas
1 Larutan HNO3 pekat 14,6 M 3 ml
2 Larutan HNO3 0,01 M 6 ml
3 Sampel Air Limbah 50 ml
4 Larutan Stock Cu(II) 1000 ppm 2 ml
5 Aquades Secukupnya

D. PROSEDUR KERJA

1. Preparasi Sampel
Gelas kimia disiapkan lalu dimasukkan sebanyak 2,5 ml HNO 3 (berwujud
cairan tak berwarna) 14,6 M. Sampel (berwujud cairan tak berwarna) diambil
sebanyak 50 ml dan dimasukkan ke dalam gelas kimia 100 ml dengan
menggunakan batang pengaduk. Saat dimasukkan air sampel timbul asap putih.
Selanjutnya larutan sampel 50 ml dipanaskan menggunakan hot plate sampai
volume larutan sampel menjadi kurang lebih 15 ml. Saat pemanasan warna
larutan menjadi sedikit kekuning-kuningan. Setelah itu diangkat dan ditambahkan
kembali 2,5 ml HNO3 pekat 14,6 M dan dipanaskan kurang lebih 1 menit sampai
larutan benar-benar jernih. Setelah larutan jernih kemudian didinginkan. Lalu
dituangkan ke dalam gelas ukur 50 ml lantas tambahkan larutan sampel dengan
aquades hingga volumenya 50 ml. Kemudian saring larutan sampel menggunakan
kertas saring Whatmann agar tidak ada kotoran padat yang tertinggal yang dapat
menyebabkan instrumen AAS menjadi rusak.

2. Pembuatan Larutan Blanko

Memipet larutan HNO3 65 % 14,6 M sebanyak kurang lebih 0,35 ml dan


dimasukkan ke dalam gelas kimia 500 ml selanjutnya aquades dimasukkan secara
perlahan menggunakan batang pengaduk sampai dengan volume larutan blanko
menjadi 500 ml. Larutan blanko berwujud cairan tak berwarna.

3. Pembuatan Larutan Kerja Cu (II)

Menyiapkan labu takar 50 ml satu buah dan labu takar 25 ml sebanyak


empat buah. Untuk larutan kerja 5 ppm dibuat menggunakan labu takar 50 ml.
Kemudian memipet dengan menggunakan mikro pipet sebanyak 0,25 ml larutan
CuSO4.5H2O yang berwarna biru muda. Kemudian tambahkan larutan blanko
hingga mencapai tanda batas pada labu takar. Kemudian lap menggunakan kertas
hisap untuk menghilangkan cairan diatas tanda batas lalu dikocok.

Larutan kerja 10 ppm dibuat menggunakan labu takar 25 ml. Kemudian


memipet dengan menggunakan mikro pipet sebanyak 0,25 ml larutan CuSO 4.5H2O
yang berwarna biru muda. Kemudian tambahkan larutan blanko hingga mencapai
tanda batas pada labu takar. Kemudian lap menggunakan kertas hisap untuk
menghilangkan cairan diatas tanda batas lalu dikocok.
Larutan kerja 15 ppm dibuat menggunakan labu takar 25 ml. Kemudian
memipet dengan menggunakan mikro pipet sebanyak 0,375 ml larutan
CuSO4.5H2O yang berwarna biru muda. Kemudian tambahkan larutan blanko
hingga mencapai tanda batas pada labu takar. Kemudian lap menggunakan kertas
hisap untuk menghilangkan cairan diatas tanda batas lalu dikocok.

Larutan kerja 20 ppm dibuat menggunakan labu takar 25 ml. Kemudian


memipet dengan menggunakan mikro pipet sebanyak 0,5 ml larutan CuSO 4.5H2O
yang berwarna biru muda. Kemudian tambahkan larutan blanko hingga mencapai
tanda batas pada labu takar. Kemudian lap menggunakan kertas hisap untuk
menghilangkan cairan diatas tanda batas lalu dikocok.

Larutan kerja 25 ppm dibuat menggunakan labu takar 25 ml. Kemudian


memipet dengan menggunakan mikro pipet sebanyak 0,625 ml larutan
CuSO4.5H2O yang berwarna biru muda. Kemudian tambahkan larutan blanko
hingga mencapai tanda batas pada labu takar. Kemudian lap menggunakan kertas
hisap untuk menghilangkan cairan diatas tanda batas lalu dikocok.

4. Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Pengukuran Absorbansi Larutan Kerja dan


Sampel.

Instrumen AAS disiapkan dengan cara mengalirkan terlebih dahulu fuel


yakni asetilen dengan laju alir 1,9 ml/menit dan oksidan udara sebanyak 3,6
ml/menit. Sebelumnya hollow katoda Cu dipasang ke dalam AAS kemudian
dinyalakan AAS lalu bakar menggunakan pemicu korek api pada sumber nyala
hingga hollow katoda berwarna merah. Kemudian setting panjang gelombang Cu
optimal pada = 324.8 nm, diset repetisinya sebanyak 3 kali, kuat arusnya sebesar
15 mA, energi yang terpancarkan sebesar 66%. Masukkan selang sampel ke dalam
larutan blanko lalu tekan tombol tara sehingga nilai Absorbansinya nol. Lalu
angkat selang sampel kemudian lap menggunakan tisu setiap penggantian larutan
lalu masukkan ke dalam larutan kerja kemudian tekan tombol data diamkan
sejenak hingga memperoleh data absorbansi rata-ratanya. Larutan kerja 5 ppm
didapat nilai absorbansinya 0,209. Larutan kerja 10 ppm nilai absorbansinya
sebesar 0,422. Kamudian larutan kerja 15 ppm diperoleh absorbansinya 0,537.
Selanjutnya larutan kerja 20 ppm diperoleh nilai absorbansinya sebesar 0,705.
Lalu larutan kerja 25 ppm diukur nilai absorbansinya sebesar 0,849. Dan yang
terakhir adalah larutan sampel dan didapat nilai absorbansinya sebesar 0,338.

Lalu membuat grafik dengan memplot data konsentrasi dalam ppm dalam sumbu
x dan nilai absorbansi sebagai sumbu y dalam microsoft excel. Buat grafik
linearnya. dan Tampilkan trendline dan regresinya tanpa adanya intersep. Setelah
didapat persamaan linier, kemudian hitung konsentrasi sampel berdasarkan
persamaan linier tersebut.

y=0,034 x

Sehingga didapat,

0,338
x=
0,034

x=9,71

Maka, konsentrasi sampel adalah sebesar 9,71 ppm.

E. Analisis Data
Praktikum menggunakan instrument Atomic Absorbtion spectrophotometer
(AAS) ini bertujuan untuk mempreparasi sampel air limbah yang akan ditentukan
kadar logamnya menggunakan instrument AAS, menyiapkan larutan kerja atau
larutan standar dari larutan stock yang tersedia dan memahami prinsip penentuan
kadar logam dalam suatu sampel dengan instrumen AAS. Prinsip dasar dari
instumen AAS adalah absorpsi sinar UV/Vis oleh atom-atom pada keadaan dasar
yang berada pada atomizer (nyala).
Instrumen AAS yang digunakan adalah instumen AAS Perkin Elmer MHS-10
dengan sumber sinar berupa lampu katoda berlubang dengan katoda Cu sesuai
dengan logam yang akan ditentukan kadarnya pada sampel air limbah. Penenttuan
kadar logam dapat dilakukan menggunakan instrument AAS karena alat AAS
hannya dapat menganalisis unsur logam dan metalloid. Unsur logam dan metaloid
memiliki harga energy ionisasi yang rendah sehingga electron dapat dengan
mudah tereksitasi dan emisi sehingga dapat memancarkan cahaya/sinar ketika
emisi. Panjang gelombang sinar yang digunakan adalah 324,8nm (berada pada
daerah UV) karena panjang gelombang ini merupakan panjang gelombang
maksimal untuk penentuan kadar Cu pada sampel. Panjang gelombang yang
digunakan harus merupakan panjang gelombang maksimal agar hubungan
absorbansi dan konsentrasi dari hukum Lambert-Beer dapat diterapkan. Arus yang
digunakan sebesar 15 mA karena 15mA merupakan batas arus terkecil untuk
pengukuran absorbansi logam Cu yang ideal. Bahan bakar dan oksidan yang
digunakan adalah udara dan asetilen, karena perpaduan keduanya cocok untuk
analisis berbagai macam logam.
Sampel yang akan ditentukan kadar logam Cu-nya adalah sampel air limbah
yang berasal dari saluran pembuangan air di salah satu tempat di UPI. Sampel air
limbah harus di preparasi terlebih dahulu sebelum dianalisis menggunakan
instrument AAS agar instumen AAS tidak mudah rusak dan tidak mengganggu
proses analisis nantinya. Larutan sampel berwujud cair, tak berwarna dan serta
terdapat jentik nyamuk didalamnya. Larutan sampel ditambahkan HNO 3 pekat
dengan tujuan agar larutan sampel berada pada fasa larutan dalam bentuk garam
Cu(NO3)2 karena pada umumnya semua garam nitrat larut dalam air. Larutan
sampel + HNO3 dipanaskan dengan tujuan agar semua bakteri yang ada didalam
larutan itu mati dan tidak mengganggu proses analisis, serta tidak merusak
sampel. Larutan sampel dikondisikan pada pH 2 agar semua logam Cu tetap
berada dalam fasa larutan, karena apabila pH-nya lebih dari 2, maka logam Cu
akan mengendap sebagai endapan hidroksida (Cu(OH)2). Penyaringan larutan
sampel juga dilakukan untuk memastikan tidak ada material padat yang dapat
mengganggu proses analisis. Semua langkah preparasi sampel dilakukan agar
sampel air limbah memenuhi syarat sampel yang dianalisis pada instrument AAS
antara lain sampel termasuk larutan sejati (tidak ada endapan didalamnya yang
dapat mengganggu proses analisis), dalam suasana asam (bertujuan agar semua
logam berada dalam fasa larutan sebagai garam yang larut dalam air, pada
umumnya dalam bentuk garam nitrat) serta tidak mudah rusak.
Larutan blanko yang digunakan untuk analisis kadar Cu pada sampel air
limbah digunakan larutan HNO3 dengan pH 2. Larutan blanko berfungsi sebagai
larutan untuk mengkalibrasi alat AAS dengan cara membuat absorbansinya sama
dengan nol. Larutan blanko yang digunakan berada pada pH 2 digunakan untuk
mengkondisikan alat AAS berada pada suasana asam, sehingga ketika analisis
sampel dan standar, logam Cu tetap berada pada fasa larutan lalu menguap
menjadi atom Cu pada fasa gas di dalam ruang pengkabutan (tidak terbentuk
endapan).
Larutan standar/larutan kerja yang digunakan adalah larutan standar Cu sesuai
dengan logam yang akan ditentukan kadarnya dalam sampel. Larutan standart
dibuat 5 variasi larutan standart, yaitu 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, dan 25
ppm. Larutan standar dibuat dari larutan stock yang diencerkan menggunakan
larutan blanko dengan tujuan untuk tetap menjaga pH instrumen AAS tetap pada
kondisi asam. Masing- masing larutan standar diukur absorbansinya untuk dibuat
dalam grafik hubungan antara absorbansinya dan konsentrasi (kurva kalibrasi)
yang akan digunakan untuk analisis kuantitatif uktuk penentuan kadar logam Cu
pada sampel air limbah. Plotting pertama dilakukan dengan memplot 6 titik , yaitu
larutan blanko dan 5 variasi larutan standar, sehingga diperoleh persamaan garis y
= 0,0354x dengan nilai r2 = 0,9858. Untuk meningkatkan nilai r2, maka plotting
dilakukan dengan memplot 5 titik, yaitu larutan blanko dan 4 variasi larutan
standar (larutan standar 10 ppm tidak di masukkan) sehingga diperoleh
persamaan garis y = 0,0348x dengan nilai r2 = 0,0996. Kurva kalibrasi hasil
kedua-lah yang digunakan untuk penentuak kadar Cu pada sampel air limbah di
karenakan nilai r2 lebih mendekati 1. Untuk mengukur absorbansi larutan standar
dilakukan dari konsentrasi terendah ke yang tertinggi dengan tujuan agar analisis
sebelumnya tidak mempengaruhi analisis selanjutnya dan tidak perlu lagi
pembilasan/kalibrasi alat menggunakan larutan blanko. Absorbansi larutan sampel
berdasarkan hasil analisis adalah sebagai berikut 0,209 (5ppm), 0,422 (`10 ppm),
0,537 (15ppm), 0,705 (20ppm), dan 0,849 (25ppm), dengan standar deviasi
sebesar 0,0008, 0,0023, 0,0045, 0,0052, dan 0,0071. Hal ini menunjukan bahwa
instrument AAS memiliki kepekaan tinggi untuk analisis kadar Cu dan datanya
bisa dikatakan akurat.
Analisis larutan sampel menunjukan absorbansinya sebesar 0,338 dengan
standar deviasi sebesar 0,0005. Data absorbansi yang diperoleh dimasukkan
kedalam persamaan garis lurus yaitu y = 0,0348x , sehingga diperoleh
konsentrasinya atau kadar logam Cu pada sampel sebesar 9,712 ppm.
F. Kesimpulan
Setelah dilakukan praktikum menggunakan instrument AAS ini, praktikan
mampu mempreparasi sampel air limbah yang akan ditemukan kadarnya,
diantaranya dengan membuat kondisi larutan sampel berada pada suasana asam.
Pemanasan serta penyaringan untuk mencegah adanya endapan atau pengotor
yang dapat mengganggu proses analisis serta mencegah kerusakan pada sampel.
Selain itu, praktikan mampu menyiapkan larutan standar yang berjumlah 5 variasi
dari larutan stock yang tersedia dengan cara pengecekan menggunakan larutan
blanko. Praktikan juga mampu memahami prinsip penentuan kadar logam Cu
dalam sampel dengan cara memplot absorbansi sampel pada kurva kalibrasi
standar, lalu Tarik ke sumbu X atau dengan menggunakan persamaan garis dari
kurva kalibrasi. Dari hasil perhitungan, diperoleh konsentrasi/kadar Cu pada
sampel air limbah sebesar 9,712 ppm.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, C., dkk. (1994). Petunjuk Praktikum Kimia Organik. Yogyakarta:


Depdikbud.
Budiasih, E. (1999). Analisis Instrumen. Malang: Jurusan Pendidikan Kimia
FMIPA UNM.
Christian, G. D. (2004). Analytical Chemistry sixth Edition. United State of
America: John Willey & Sonc, Inc.
Hendayana, S., dkk. (1994). Kimia Analitik Instrumen. Semarang: IKIP Semarang
Press.
Hendayana< S., dkk. (2001). Petunjuk Praktikum: Kimia Analitik Instrumen.
Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
Skoog, et. Al. (2007). Principles of Instrumental Analysis sixth Edition. Canada:
Thomson Brooks.
Underwood, A. L. dan Day. R. A. (2004). Analisa Kimia Kualitatif edisi Keenam.
Jakarta: Erlangga..
Wiji, dkk. (2017). Penuntun Praktikum Kimia Pemisahan dan Pengukuran.
Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

LAMPIRAN

Data Pengamatan

Nama Alat AAS : Perkin Elmer MHS-10


Sumber Sinar : Katoda Cu, dengan gas inert Ar (sinar merah)
Kuat Arus : 15 mA
Panjang gel. : 324,8 nm
Oksidan : Udara
Bahan bakar : Asetilen
En : 66%
Lime : 0,7
Pembacaan : 3 kali
Hasil pengukuran:
Jenis Konsent Absorb
Larutan rasi ansi
(ppm)
Blanko 0 0
Standar 5 0,209
1
Standar 10 0,422
2
Standar 15 0,537
3
Standar 20 0,705
4
Standar 25 0,849
5
Sampel 0,338

Perhitungan

Jenis Konsentr Absorban


Larutan asi (ppm) si
Blanko 0 0
Standar 1 5 0,209
Standar 2 10 0,422
Standar 3 15 0,537
Standar 4 20 0,705
Standar 5 25 0,849
Sampel 0,338

Untuk perhitungan 1 titik yang menyimpang pada grafik itu tidak di


ploting untuk menghasilkan grafik baru dengan regresi yang lebih mendekati 1.
Titik yang tidak di ploting adalah titik untuk absorbansi dan konsentrasi standart 2
(10 ppm).
Kurva Hubungan Absorbansi terhadap Konsentrasi
f(x) = 0.04x
R = 1

Kurva sebelum data lar. 2( 10 ppm) dihilangkan

Kurva Hubungan Absorbansi terhadap Konsentrasi

f(x) = 0.03x
R = 1

Kurva sebelum data lar. 2( 10 ppm) dihilangkan


Untuk menentukan konsentrasi sampel digunakan persamaan yang ada
pada grafik diatas. (y = 0,0348x) dengan nilai regresi (r2) sebesar 0,996.
Diketahui : y = 0,0348x , A = 0,338.
Ditanya : x = [Sampel] = ?
Jawab:
y = 0,0348 x
y
x = 0,0348

0,338
x= 0,0348
x = 9,712 ppm

Dokumentasi
Preparasi sampel
Gbr. Larutan sampel Gbr. Lar. Sampel+ HNO3 Gbr. Pemanasan lar. Sampel

Gbr. Lar. Sampel diukur 50 ml Gbr. Penyaringan lar. Sampel

Pembuatan larutan blanko

Gbr.HNO3 pekat Gbr. Pelarutan HNO3 pekat Gbr. Larutan Blanko

Pembuatan larutan kerja Cu


Gbr. Larutan stock Cu Gbr. Pembuatan larutan kerja

Gbr. Larutan kerja dengan 5 variasi konsentrasi

Alat Analisis (AAS)

Gbr. Alat AAS Gbr. Tabung gas oksidan

Gbr. Pengatur gas oksidan dan pembakar Gbr. Hollow Katoda tampak pinggir
Gbr. Hollow Katoda tampak depan Gbr. Nyala api

Anda mungkin juga menyukai