Full Costing
Yakni merupakan metode penentuan harga pokok produksi, yang membebankan seluruh biaya
produksi baik yang berperilaku tetap maupun variabel kepada produk. Dikenal juga dengan
Absortion atau Conventional Costing.
Perbedaan tersebut terletak pada perlakuan terhadap biaya produksi tetap, dan akan mempunyai
akibat pada :
1. Biaya Overhead pabrik baik yang variabel maupun tetap, dibebankan kepada produk atas
dasar tarif yang ditentukan di muka pada kapasitas normal atau atas dasar biaya overhead yang
sesungguhnya.
2. Selisih BOP akan timbul apabila BOP yang dibebankan berbeda dengan BOP yang
sesungguh- nya terjadi.
Catatan :
Pembebanan BOP lebih (overapplied factory overhead), terjadi jika jml BOP yang dibebankan
lebih besar dari BOP yang sesungguhnya terjadi.
Pembebanan BOP kurang (underapplied factory overhead), terjadi jika jml BOP yang
dibebankan lebih kecil dari BOP yang sesungguhnya terjadi.
3. Jika semua produk yang diolah dalam periode tersebut belum laku dijual, maka
pembebanan biaya overhead pabrik lebih atau kurang tsb digunakan untuk mengurangi atau
menambah harga pokok yang masih dalam persediaan (baik produk dalam proses maupun
produk jadi)
4. Metode ini akan menunda pembebanan biaya overhead pabrik tetap sebagai biaya samapi
saat produk yang bersangkutan dijual.
Variable Costing :
Merupakan suatu metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya
produksi variabel saja. Dikenal juga dengan istilah : direct costing
1. Biaya Overhead pabrik tetap diperlakukan sebagai period costs dan bukan sebagai unsur
harga pokok produk, sehingga biaya overhead pabrik tetap dibebankan sebagai biaya dalam
periode terjadinya.
2. Dalam kaitannya dengan produk yang belum laku dijual, BOP tetap tidak melekat pada
persediaan tersebut tetapi langsung dianggap sebagai biaya dalam periode terjadinya.
3. Penundaan pembebanan suatu biaya hanya bermanfaat jika dengan penundaan tersebut
diharapkan dapat dihindari terjadinya biaya yang sama periode yang akan datang.
Laporan Laba-Rugi
Ket :
Laporan Laba-rugi tsb menyajikan biaya-biaya menurut hubungan biaya dengan fungsi pokok
dalam perusahaan manufaktur, yaitufungsi produksi, fungsi pemasaran dan fungsi administrasi
dan umum.
Laporan Laba-Rugi
Rp. 230.000
Rp. 145.000
Laporan keuangan yang disusun berdasar metode Variable Costing bermanfaat bagi manajemen
untuk :
Dalam jangka pendek, biaya tetap tidak berubah dengan adanya perubahan volume kegiatan,
sehingga hanya biaya variabel yang perlu dipertimbangkan oleh manajemen
Laporan laba-rugi variable costing menyajikan dua ukuran penting : (1) laba kontribusi dan (2)
operating laverage.
Hsl Penjualan
Laba bersih
Misal :
Dalam rencana anggaran diputuskan untuk menaikkan harga jual 12%. Maka dampak dari
kenaikan ini terhadap laba jangka pendek dapat ditentukan :
Laporan laba rugi yang memisahkan biaya tetap dan variabel, memungkinkan juga manajemen
melakukan analisis hubungan biaya, volume dan laba.
Biaya tetap dalam variable costing dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan yakni :
discretionary fixed cost dan committed fixed cost.
Discretionary fixed cost merupakan biaya yang berperila- ku tetap karena kebijakan manajemen.
Dalam jangka pendek biaya ini dapat dikendalikan oleh manajemen.
Sedangkan committed fixed cost merupakan biaya yang timbul dari pemilikan pabrik, ekuipmen
dan organisasis pokok. Dalam jangka pendek biaya tersebut tidak dapat dikendalikan oleh
manajemen.
Pihak manajemen dengan menggunakan metode variable costing dapat menentukan pengambilan
keputusan misal dalam hal pesanan khusus.
1. Perbandingan metode Full Costing dengan Variabel Costing
VARIABLE COSTING
b. Penentuan laba
Tujuan eksternal tersebut hanya dapat dicapai apabila laporan yang disusun atas
dasar variabel costing disesuaikan dengan teknik-teknik tertentu, menjadi laporan
yang disusun atas dasar konsep harga pokok penuh (full costing), sebab konsep
variabel costing tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
III. Perbedaan Konsep Variable Costing Dengan Full Costing
Perbedaan antara kedua konsep tersebut terletak pada tujuan utamanya, yaitu
konsep variabel costing mempunyai tujuan utama untuk pelaporan internal
sedangkan konsep full costing mempunyai tujuan utama untuk pelaporan eksternal.
Adanya kedua perbedaan tersebut mengakibatkan perbedaan perlakuan terhadap
biaya produksi tetap yang selanjutnya mempengaruhi:
1. Penentuan besarnya harga pokok produk dan besarnya harga pokok
persediaan.
2. Penggolongan dan penyajian di dalam laporan laba-rugi.
Pembahasan tentang perbedaan metode variable costing dengan metode full
costing dapat ditinjau dari segi;
1. Penentuan harga pokok produk
Pada metode full costing, semua elemen biaya produksi baik tetap maupun variabel
dibebankan ke dalam harga pokok produk. Oleh karena itu elemen harga pokok
produk meliputi:
1. Biaya produksi, meliputi BBB (raw material cost), BTKL(direct labor cost) dan
BOP tetap (fixed FOH) maupun BOP variabel (variable FOH).
2. Biaya non produksi atau biaya periode (period cost), meliputi semua biaya
yang tidak termasuk dalam harga pokok produk sehingga harus dibebankan
langsung ke laporan laba-rugi periode terjadinya.
1. Biaya variabel (variable costs), meliputi semua biaya yang jumlah totalnya
berubah secara proporsioanal sesuai dengan perubahan volume kegiatan.
Biaya ini dikelompokkan ke dalam:
2. Biaya tetap (fixed costs), meliputi semua biaya yang jumlah totalnya tetap
konstan tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan. Biaya tetap pada
konsep variable costing disebut pula dengan biaya periode (period cost) atau
disebut pula biaya kapasitas(capacity cost).
Laporan Laba-Rugi
Untuk periode yang berakhir 31 Desember
________________________________________________________________
Penjualan (sales) xxx
Biaya variabel (variable cost):
Persed.awal brg jadi (beginning finshed goods inventory) xxx
BBB (raw material cost) xxx
BTKL (direct labor cost) xxx
BOP (FOH) variabel xxx +
HP.Produksi (cost of goods manufactured) xxx +
BTUD (goods available for sales) xxx
Persed. Akhir brg jadi (ending finished goods inventory) xxx
HPP(cost of goods sold) xxx
Margin kontribusi kotor (gross CM) xxx
Biaya komersial variabel (variable of commercial expenses);
Biaya pemasaran variabel (variable of marketing expenses) xxx
Biaya adm.& umum variabel
(variable of general and administrative expenses) xxx +
xxx
Batas kontibusi bersih (net CM) xxx
Biaya tetap (fixed cost);
BOP tetap (fixed FOH) xxx
Biaya pemasaran tetap (fixed marketing expenses) xxx
Biaya adm.& umum tetap
(fixed general and administrative expenses) xxx +
xxx -
Laba bersih setelah pajak (EAT) xxx
Pada tahun 1999, PT.LABALA memproduksi 1000 unit batako. Biaya produksi
yang dikeluarkan selama tahun 1999 adalah sebagai berikut:
Biaya bahan baku (raw material cost) 500.000
Biaya tenaga kerja langsung (direct labor cost) 350.000
Biaya bahan penolong (indirect material cost)
100.000
Biaya tenaga kerja tidak langsung (indirect labor cost) 110.000
Depresiasi bangunan pabrik (depreciation of factory building) 100.000
Data lain yang diperoleh selama tahun 1999 adalah:
Persediaan awal 100.000 (metode full costing) dan 90.000 (metode variable
costing).
Persediaan akhir 232.000 (metode full costing) dan 212.000 (metode variable
costing).
Kapasitas normal dicapai pada saat BTKL sebesar Rp.400.000 per tahun dengan
perkiraan BOP variabel Rp.250.000 dan BOP tetap Rp.110.000.
Diminta :
Berikut adalah data biaya produksi dan persediaan pada akhir tahun 1999
dari PT.OTI :
1. Produksi selama tahun 1999 sebanyak 200.000 unit.
2. 80% dari produksi pada tahun 1999 terjual dan sisanya masih tersimpan di gudang
pada akhir tahun.
3. Biaya bahan baku (Raw Material) Rp.3.000.000
4. Upah langsung (Direct Labor) Rp.2.500.000
5. BOP Variabel (variable FOH) Rp.1.000.000
6. BOP Tetap (fixed FOH) Rp. 600.000
7. Harga jual per unit Rp. 50
8. Biaya adm & umum (General&Administrative Expense) Rp. 250.000
Diminta :
KASUS 2
Diminta :
KASUS 3
PT.SAKURA menggunakan biaya standar dalam menentukan besarnya biaya
produksi. Kapasitas normal yang dimiliki 40.000 unit. Biaya standar per unit
produksi untuk bulan April, Mei, Juni tahun 2000 adalah :
April Mei Juni
BBB ( raw materials cost ) Rp.150 Rp.150
Rp.150
BTKL ( direct labor cost ) Rp.250 Rp.250
Rp.250
BOP ( F O H ) V Rp.100 Rp.100
Rp.100
BOP ( F O H ) T Rp.5.000.000 Rp.5.000.000
Rp.5.000.000
Biaya adm & pemasaran (administrative & marketing expense) variabel Rp.55 per
unit yang dijual. Biaya adm & pemasaran (adminstrative & marketing expense)
tetap Rp.800.000 dan harga jual per unit Rp.850.
Data penjualan & produksi bulan April, Mei, Juni th. 2000 sbb. :
April Mei Juni
Persediaan awal ( beginning inventory ) 4.000 unit 2.000 unit 5.000 unit
Produksi ( productions ) 38.000 45.000
41.000
Penjualan ( Sales ) 40.000 42.000
41.000
Diminta :
1. Buatlah laporan laba/rugi (income statement) direct costing.
2. Buatlah laporan laba/rugi (income statement) full costing.
VARIABEL COSTING
Biaya adalah merupakan obyek yang dicatat, digolongkan, diringkas dan disajikan oleh
akuntansi biaya. Dalam arus kas, biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam
satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Jika
pengorbanan sumber ekonomi tersebut tidak menghasilakn manfaat, maka pengorbanan tersebut
merupakan rugi, dan sebaliknya jika pengorbanan tersebut menghasilkan manfaat maka disebut
laba.
Dalam akuntansi biaya, biaya digolongkan dengan berbagai macam cara. Umumnya
penggolongan biaya ini ditentukan atas dasar tujuan yang hendak dicapai dengan penggolongan
tersebut. Biaya dapat digolongkan menurut :
a. Obyek pengeluaran
b. Fungsi pokok dalam perusahaan
c. Hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai
d. Perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan
e. Jangka waktu manfaatnya
Metode penentuan kos produksi adalah cara memperhitungkan unsur-unsur biaya
kedalam kos produksi. Dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya kedalam kos produksi
terdapat dua pendekatan : full costing dan variable costing. Full costing merupakan metode
penentuan kos produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi kedalam kos
produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead
pabrik, baik yang berperilaku variabel maupun tetap. Dengan demikian kos produksi menurut
metode full costing terdiri dari unsur biaya berikut ini :
Biaya bahan baku xx
Biaya tenaga kerja langsung xx
Biaya overhead pabrik variabel xx
Biaya overhead pabrik tetap xx +
Kos produksi xx
Variable costing adalah penentuan harga pokok produksi yang hanya membebankan
biaya-biaya produksi variabel saja kedalam harga pokok produk. Harga pokok produk menurut
metode variable costing terdiri dari :
Biaya bahan baku xx
Biaya tenaga kerja variabel xx
Biaya overhead pabrik variabel xx +
Harga pokok produk xx
Penentuan harga pokok variabel (variable costing) adalah suatu konsep penentuan harga pokok
yang hanya memasukkan biaya produksi variabel sebagai elemen harga pokok produk. Biaya
produksi tetap dianggap sebagai biaya periode atau atau biaya waktu (period cost) yang langsung
dibebankan kepada laba-rugi periode terjadinya dan tidak diperlakukan sebagai biaya produksi.
Jika dihubungkan dengan pihak-pihak yang memakai laporan biaya, maka variabel costing
bertujuan sebagai berikut:
1. Untuk pihak internal, variabel costing digunakan untuk tujuan-tujuan:
a. Perencanaan laba
b. Penentuan harga jual produk
c. Pengambilan keputusan oleh manajemen
d. Pengendalian biaya
2. Untuk pihak eksternal
Meskipun tujuan utamanya untuk pihak internal, konsep variabel costing dapat pula
digunakan oleh pihak eksternal untuk tujuan:
a. Penentuan harga pokok persediaan
b. Penentuan laba
Tujuan eksternal tersebut hanya dapat dicapai apabila laporan yang disusun atas dasar
variabel costing disesuaikan dengan teknik-teknik tertentu, menjadi laporan yang disusun
atas dasar konsep harga pokok penuh (full costing), sebab konsep variabel costing tidak
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Dalam metode variable costing :
Biaya overhead pabrik tetap diperlakukan sebagai period costs dan bukan sebagai unsur harga
pokok produk, sehingga biaya overhead pabrik (BOP) tetap dibebankan sebagai biaya
dalam periode terjadinya. Dengan demikian BOP tetap tidak melekat pada persediaan
produk yang belum laku dijual, tetapi langsung dianggap sebagai biaya dalam periode
terjadinya.
Penundaan pembebanan suatu biaya hanya bermanfaat jika dengan penundaan tersebut
diharapkan dapat dihindari terjadinya biaya yang sama dalam periode yang akan datang.
Pada penetapan biaya langsung, angka pendapatan marjinal kotor menunjukkan selisih antara
penjualan dan biaya produksi yang variabel. Angka ini ekuivalen dengan laba kotor pada
penghitungan biaya penuh, dan menunjukkan bahwa biaya tetap tidak dimasukkan dalam
penilaian persediaan dan harga pokok penjualan. Dengan demikian maka pendapatan
marjinal kotor selalu akan lebih besar daripada laba kotor. Penting pula dicamkan, bahwa
dengan metode ini harga pokok penjualan akan bervariasi/berubah sesuai dengan perubahan
penjualan.
Marjin kontribusi (contribution margin) yang dikenal juga dengan sebutan pendapatan
marjinal, merupakan kelebihan jumlah penjualan terhadap seluruh biaya variabel (yaitu :
biaya produksi, penjualan dan administrasi). Karena besar manfaatnya sebagai suatu sarana
perencanaan laba (profit planning device), maka margin kontribusi mempunyai arti yang
penting dalam perhitungan laba-rugi dengan metode biaya langsung (direct costing income
statement).
Pada metode biaya langsung, overhead tetap tidak dimasukkan dalam nilai persediaan
(inventory). Cara ini berlawanan dengan pandangan AICPA; ABR No.43 dengan tegas
menyatakan: penyingkiran segala biaya overhead dari biaya persediaan tidak dipandang
sebagai prosedur akuntansi yang layak. Baik IRS (Jawatan Pajak AS) maupun SEC (Badan
Pengawas Bursa Efek) akan menerima penghitungan biaya langsung, kecuali bila
penggunaan itu dibenarkan oleh AICPA. Karena itu banyak perusahaan menggunakan
metode biaya langsung hanya untuk laporan intern saja, lalu menyesuaikan nilai
persediaannya menurut metode biaya penuh dan laporan eksternnya.
Perbedaan laba bersih operasi pada kedua metode disebabkan oleh jumlah biaya tetap yang
dibebankan kepada nilai persediaan. Bila tidak terdapat persediaan awal dan persediaan
akhir, laba bersih operasi akan sama saja
PERMASALAHAN
November Desember
Persediaan awal 0 200
Produksi 2.000 2000
Penjualan 1.800 2100
Persediaan akhir 200 100
Biaya Bahan Baku langsung/unit 100 100
Biaya Tenaga Kerja langsung/unit 50 50
Biaya Overhead Pabrik variabel/unit 30 30
Biaya Overhead Pabrik tetap 160.000 160.000
By. Adm. & Pemasaran variabel/unit 20 20
By. Adm. & Pemasaran tetap 120.000 120.000
Harga jual per unit 1.000 1.000
2. PEMBAHASAN
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, didapat hasil sebagai berikut:
1) Nilai persediaan* :
Bulan Nopember : 36.000
Bulan Desember : 18.000
2) Laba* :
Bulan Nopember : 1.160.000
Bulan Desember : 1.400.000
Analisa dampak terhadap laba. Perbandingan ini dilakukan antara laba yang dihasilkan oleh
metode variabel costing dengan laba yang dihasilkan oleh metode full costing.
Jika jumlah produksi = jumlah penjualan
Hasil yang diperoleh adalah jumlah laba oleh kedua metode sama besar
Jika jumlah produksi < jumlah penjualan
Hasil yang diperoleh adalah jumlah laba oleh metode variable costing lebih besar dari laba
yang dihasilkan oleh metode full costing.
Jika jumlah produksi > jumlah penjualan
Hasil yang diperoleh adalah jumlah laba oleh metode variable costing lebih kecil dari laba
yang dihasilkan oleh metode full costing.
3) Keunggulan dan kelemahan metode variabel costing
Keunggulan
Dapat digunakan untuk pengendalian biaya karena dengan menyajikan semua biaya tetap
dalam satu kelompok tersendiri, manajemen dapat memusatkan perhatian pada perilaku
biaya tetap ini.
Variable costing bermanfaat untuk penentuan harga jula jangka pendek.
Kelemahan
Pemisahan biaya-biaya kedalam biaya variabel dan tetap sebenarnya sulit dilaksanakan karena
jarang sekali suatu biaya benar-benar variabel atau benar-benar tetap.
Metode variable costing dianggap tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang lazim, sehingga
laporan keuangan untuk kepentingan pajak dan masyarakat umum harus dibuat atas dasar metode
full costing.
Naik turunnya laba dihubungkan dengan perubahan-perubahan dalam penjualannya. Untuk
perusahaan yagn kegiatan usahanya bersifat musiman, variable costing akan menyajikan
kerugian yang berlebih-lebihan dalam periode-periode tertentu, sedangkan dalam periode lainnya
akan menyajikan laba yang tidak normal.
Tidak diperhitungkannya BOP tetap dalam perseddiaan dan harga pokok persediaan akan
mengakibatkan nilai persediaan lebih rendah, sehingga akan mengurangi modal kerja yang
dilaporkan untuk tujuan-tujuan analisis keuangan.
* Sumber : lampiran 1 dan lampiran 2.
3. KESIMPULAN
1) Variable Costing, beranggapan bahwa BOP Tetap harus segera dibebankan pada periode
terjadinya.
2) Variable Costing mampu memberikan petunjuk bagi manajemen dalam pembuatan
keputusan.
3) Metode Variable Costing terbutki tidak hanya bermanfaat bagi pihak intern saja. Setidak-
tidaknya ada 3 alasan mengapa untuk pelaporan ekstern dengan metode variable Costing
lebih unggul dari pada full costing:
1. BOP Tetap seperti depresiasi, biaya karena adanya kapasitas yang menganggur dan ketidak
efisienan tidak mempunyai manfaat ekonomis atau jasa potensial di masa yang akan
datang. Biaya - biaya seperti ini oleh metode variable costing langsung dibebankan pada
periode akuntansi terjadinya.
2. Persediaan akan lebih bermakna dalam pengmbilan keputusan, apabila persediaan dihitung
atas dasar biaya variabel.
3. Metode Variable Costing mencegah kemungkinan manajemen membuat laporan laba-rugi
yang menyesatkan. Manajemen tidak dapat mempermainkan angka laba bersih melalui
kebijaksanaan produksi.
4) Berdasarkan hasil perhitungan analisa laba jika menggunakan metode variable costing
dan full costing dihasilkan :
Jika jumlah produksi = jumlah penjualan
Hasil yang diperoleh adalah jumlah laba oleh kedua metode sama besar
Jika jumlah produksi < jumlah penjualan
Hasil yang diperoleh adalah jumlah laba oleh metode variable costing lebih besar dari laba
yang dihasilkan oleh metode full costing.
Jika jumlah produksi > jumlah penjualan
Hasil yang diperoleh adalah jumlah laba oleh metode variable costing lebih kecil dari laba
yang dihasilkan oleh metode full costing.