Anda di halaman 1dari 3

Tambahan : baca BAB MIKOLOGI DI PARASITOLOGI UI

Infeksi jamur sendiri dibedakan menurut lokasi bersarangnya sebagai berikut;

1. Tinea capitis bila menyerang kulit kepala, rambut, alis, dan bulu mata.

2. Tinea barbae yang singgah di dagu dan pipi yang biasa ditumbuhi cambang.

3. Tinea manuum yang mendarat di tangan dan telapak tangan.

4. Tinea unguinum bisa menyerang kuku hingga rusak, rapuh, dan bentuknya tak lagi normal. Di bagian
bawah kuku bakal menumpuk sisa jaringan kuku rapuh.

5. Tinea pedis yang menyelip di sela-sela jari dan telapak kaki, dikenal juga dengan athletes foot,
ringworm of the foot, kutu air atau rangen kata orang Jawa, paling sering bercokol di antara jari ke-4 dan
ke-5, yang kerap meluas ke bawah jari dan sela jari-jari lain.

6. Pityriasis versicolor alias panu, yang kerap muncul dibadan, ketiak, lipatan paha, lengan, tungkai atas,
leher, wajah, dan kulit kepala. Bentuknya berupa bercak bersisik halus putih hingga kecokelatan. Panu
merupakan penyakit jamur permukaan menahun dan tak memberikan keluhan berarti.

7. Tinea corporis atau kadas (kurap) timbul di leher atau badan, ditandai dengan munculnya bercak bulat
atau lonjong, berbatas tegas antara yang kemerahan, bersisik, dan berbintil. Daerah tengahnya biasanya
lebih tenang, tak berbintil. Bila dibiarkan, bisa menjadi penyakit menahun, keluhannya pun jadi
samar-samar hingga menimbulkan infeksi bakteri.

8. Tinea cruris atau infeksi jamur di lipatan paha, daerah bawah perut, kelamin luar, selangkangan, dan
sekitar anus. Penyakit yang satu ini kerap dianggap enteng, karena lebih enak digaruk ketimbang
diobati. Tak jarang jamur selangkangan ini wujudnya menjadi tak karuan. Kulit selangkangan pun lebih
legam, meradang dan basah bergetah, terutama jika jamur sudah ditunggangi infeksi oleh kuman lain.

9. Candidosis. Infeksi jamur Candida sp. ini banyak menyerang kulit dan vagina kaum hawa. Umumnya
tak berbahaya, meski dapat meradang. Kehadirannya ditandai dengan penebalan kulit, dadih putih bak
kotoran, peradangan, dan sakit saat buang air kecil atau senggama.
Penyakit jamur dapat berlangsung selama bertahun-tahun. Setelah diobati dengan obat jamur, biasanya
penyakit akan mereda, tapi kemudian kambuh lagi. Hal ini yang menimbulkan persepsi bahwa penyakit
jamur sukar disembuhkan.

DERMATOMIKOSIS SUPERFISIALIS

DERMATOMIKOSIS SUPERFISIALIS
Infeksi jamur pada manusia dapat terjadi di permukaan kulit dan mukosa (superfisial), subkutan, atau sistemik,
tergantung pada jenis jamur dan faktor host. Infeksi jamur dapat mengakibatkan reaksi inflamasi hebat (seperti
pada kerion) atau inflamasi minimal (piedra)

Dermatomikosis superfisialis terbagi atas: 1. Dermatofitosis 2. Onikomikosis 3. Tinea nigra 4. Piedra 5.


Kandidiasis mukokutan 6. Pitiriasis versikolor

Etiologi dermatomikosis superfisialis:


1. Dermatofit, yaitu jamur yang memiliki kemampuan mengkolonisasi jaringan berkeratin (kulit, kuku dan
rambut). Terdiri atas 3 genera yaitu : Trichophyton, Epidermophyton, dan Microsporum. Berdasarkan asalnya,
dermatofit dibagi menjadi geofilik (terutama hidup di tanah), zoophilik (hidup pada hewan), dan antropofilik
(beradaptasi dan hidup di kulit manusia).

2. Yeast (ragi), yaitu Candida sp, dan Malassezia sp. Candida albicans merupakan penyebab 70% infeksi
kandidiasis. Candida sp tampak sebagai pseudohifa dengan budding. Malassezia sp tampak sebagai hifa pendek
bersepta, kadang-kadang bercabang, dengan spora (gambaran spaghetti and meatballs).

3. Mold (kapang), misalnya Hortaea werneckii, penyebab tinea nigra.

Faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi:


Faktor host:
- Imunitas non spesifik: status gizi, keadaan hormonal, usia, barrier kulit dan mukosa, sekresi permukaan
(produksi keringat, asama lemak, asam laktat, lisozim), respons radang.
- Imunitas spesifik: terutama imunitas seluler
Faktor lingkungan:
kelembapan, suhu, geografi, pakaian oklusif, pekerjaan

Faktor jamur Patogenesis: Untuk dapat menimbulkan penyakit, jamur harus bisa melakukan:
1. Adherence: perlekatan pada keratinosit, dengan mengatasi pertahanan imun nonspesifik (sinar UV,
suhu/kelembapan, kompetisi dengan flora normal, asam lemak, dll)
2. Penetration: menembus sel/antar sel, dengan menghasilkan enzim musinolitik, protease, lipase). Adanya
trauma kulit memudahkan terjadinya penetrasi.
3. Development of immune response: beberapa jamur dapat mengaktivasi komplemen atau faktor kemotaktik.

Penunjang diagnosis:

1. Mikroskopis: menggunakan KOH 10-30%.


2. Woods lamp (untuk tinea kapitis dan PVC).
3. Kultur: pada media Sabouraud (plus sikloheksimid untuk dermatofit, dan tanpa sikloheksimid untuk
kandida), Sabouraud plus olive oil (untuk PVC)
4. Lain-lain: biopsi, PCR, tes trichophytin

Eprint.undip

Sama seperti bakteri, faktor virulensi jamur dapat dibagi dalam dua katagori: faktor virulensi yang memacu
kolonisasi jamur pada host; dan faktor virulensi yang menyebabkan kerusakan host.

A. Faktor virulensi yang memacu kolonisasi jamur pada host termasuk antara
lain:
1. kontak sel host ;
2. perlekatan pada sel host dan resistensi keadaan fisik;
3. invasi sel host;
4. kompetensi nutrisi;
5. resistensi terhadap innate immune seperti fagositosis dan komplemen;
6. tergantung pada adaptive immune.

Contoh faktor virulensi yang memacu kolonisasi jamur termasuk:


1. Sistem imunokompromais merupakan faktor predisposisi primer pada infeksi jamur berat.
2. Kemampuan untuk memasuki sel host sama seperti pada bakteri yaitu dengan memasuki dinding sel
memegang peranan pada virulensi jamur.
3. Beberapa jamur menghasilkan kapsul yang membuat jamur dapat menghindar dari proses fagositik, seperti
ragi Cryptococcus neoformansdan Histoplasma capsulatum.
4. Candida albicans memacu produksi sitokin yang disebut GM-CSF dan sitokin ini dapat menekan
produksi dari komplemen oleh monosit dan makrofag, dan akan menurunkan produksi opsonin C3b seperti
halnya komplemen protein yang mencegah kemotaksis fagosit.
5. C. albicans juga menyebabkan keluarnya zat besi dari sel darah merah.
6. Beberapa jamur juga resisten terhadap destruksi fagosit, seperti Candida albicans, Histoplasma capsulatum,
dan Coccidioides immitis.
7. Saat berbentuk ragi Candida masuk ke darah dan mengaktifkan genes yang menyebabkannya berubah
bentuk dar lonjong ke bentuk hifa, saat akan diserang oleh makrofag, akan menghasilkan saluran tubular yang
memasuki membran makrofag dan akan menyebabkan kematian makrofag.
8. Ragi Cryptococcus neoformans menghambat produksi cytokines TNF-alpha dan interleukin-12 (IL-12)
saat akan merangsang produksi Interleukin-10 (IL-10). TNF dan IL-12 mengaktivasi makrofag saat IL-10
menekan aktivitas mereka. Akibatnya, makrofag inaktif. Aktivasi makrofag dibutuhkan sebagai pesan untuk
membunuh organisme yang harus disingkirkan.
9. Faktor-faktor seperti temperatur tubuh, osmotic stress, oxidative stress,dan hormon tertentu akan
mengaktifkan dimorphism-regulating histidine kinase enzyme pada dimorphic molds, seperti Histoplasma
capsulatum, Blastomyces dermatitidis, dan Coccidioides immitis, menyebabkan mereka berubah dari bentuk
avirulen menjadi bentuk ragi virulen dan juga memacu ragi Candida albicans berubah dari bentuk ragi menjadi
bentuk hifa yang lebih virulen.

B. Faktor Virulensi yang merusak Host


1. Jamur yang tumbuh pada tubuh manusia mensekresi enzim dari sel digesti termasuk protease,
phospholipase, dan elastase. Jamur, sel injuri dan sitokin akan disebarkan bila terdapat respon yang baik.
Patogenesis infeksi
jamur sama seperti yang terlihat pada bakteri akan menyebabkan respon inflamasi dan pembunuhan
akstraseluler oleh fagosit yang akan menyebabkan destruksi lanjut jaringan host.

2. Mycotoxins (def) disekresi oleh beberapa ragi khususnya yang tumbuh pada rumput, kacang dan kacang
polong, dapat menyebabkan berbagai efek pada manusia dan hewan bila tertelan, termasuk kehilangan
koordinasi otot, berat badan berkurang, dan tremor. Beberapa mycotoxin bersifat mutagenik dan karsinogenik.
Gejala mikotoksin pada manusia yaitu dermatitis, inflamasi dari membrana mukosa, batuk, demam, sakit
kepala, dan kelemahan otot

Anda mungkin juga menyukai