Anda di halaman 1dari 22

A.

DEFINISI
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengalirkan atau
mengalihkan (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau
madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume
urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan
relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
B. KLASIFIKASI
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Associations Expert
Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4
kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)
1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung
insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta
dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses
autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Awitannya
mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus tak
tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini
diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat
penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diit
dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan
preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat
mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari
30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi,
antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan
endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes.
C. ETIOLOGI
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan
asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola
familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun
dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran
terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor
permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan
transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat
kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel.
Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan
system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu
yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi
insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,
1995 cit Indriastuti 2008). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak
tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)
yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih
ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada
masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
D. PATOFISIOLOGI

Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk


menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur
oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke
dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan
cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)
dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan
glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun
pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih
lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan
lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala
seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila
tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula
darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau
sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan
terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan
ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat
untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.
Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun
demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut
lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat
(selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan
tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan
dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang
lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra
glukosanya sangat tinggi).
Patways

Pathway Diabetes Melitus

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Diabetes Tipe I
hiperglikemia berpuasa
glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
keletihan dan kelemahan
ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah,
ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia,
luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM ( Diabetes Melitus) digolongkan
sebagai akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007)
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari
glukosa darah
a. HIPOGLIKEMIA/ KOMA HIPOGLIKEMIA
Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah yang normal
60-100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan. Salah satu bentuk dari
kegawatan hipoglikemik adalah koma hipoglikemik. Pada kasus spoor atau koma
yang tidak diketahui sebabnya maka harus dicurigai sebagai suatu hipoglikemik dan
merupakan alasan untuk pembarian glukosa. Koma hipoglikemik biasanya
disebabkan oleh overdosis insulin. Selain itu dapat pula disebabkan oleh karana
terlambat makan atau olahraga yang berlebih.
Diagnosa dibuat dari tanda klinis dengan gejala hipoglikemik terjadi bila kadar gula
darah dibawah 50 mg% atau 40 mg% pada pemeriksaaan darah jari.
Penatalaksanaan kegawat daruratan:
Pengatasan hipoglikemi dapat diberikan bolus glukosa 40% dan biasanya kembali
sadar pada pasien dengan tipe 1.
Tiap keadaan hipoglikemia harus diberikan 50 cc D50 W dalam waktu 3-5 menit dan
nilai status pasien dilanjutkan dengan D5 W atau D10 W bergantung pada tingkat
hipoglikemia
Pada hipoglikemik yang disebabkan oleh pemberian long-acting insulin dan
pemberian diabetic oral maka diperlukan infuse yang berkelanjutan.
Hipoglikemi yang disebabkan oleh kegagalan glikoneogenesis yang terjadi pada
penyakit hati, ginjal, dan jantung maka harus diatasi factor penyebab kegagalan
ketiga organ ini.
b. SINDROM HIPERGLIKEMIK HIPEROSMOLAR NON KETOTIK (HHNC/ HONK).
HONK adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa terdapatnya ketosis.
Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg bahkan sampai 2000, tidak terdapat
aseton, osmolitas darah tinggi melewati 350 mOsm perkilogram, tidak terdapat
asidosis dan fungsi ginjal pada umumnya terganggu dimana BUN banding kreatinin
lebih dari 30 : 1, elektrolit natrium berkisar antara 100 150 mEq per liter kalium
bervariasi.
Penatalaksanan kegawat daruratan:
Terapi sama dengan KAD (Ketoasidosis Diabetic) dengan skema
IV Cairan
1 sampai 12 NaCl 0,9% bila natrium 130 mEq/liter atau osmolitas
jam plasma 330 mOsm/liter
NaCl 0.45% bila diatas 145 mEq/liter

Dibutuhkan 8 sampai 12 liter dari cairan selama 24 jam


menggantikan air yang hilang selama 12 jam

Bila gula darah 250 sampai 300 mg/dl berikan 5%


dekstrose
Insulin
Permulaan IV bolus 0.15 unit/kg RI
Jam 5 sampai 7 unit/jam RI
berikutnya
Elektrolit
Permulaan Bila serum K+ lebih besar dari 3.5
mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara intravena
untuk mempertahankan kadar cairan setengahdari KCl
dan setengah dari KPO4

Jam kedua Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang dari
dan jam 5.5 mEq/liter, berikan 20-30 mEq/liter K+
berikutnya
Untuk mengatasi dehidrasi diberikan cairan 2 jam pertama 1 - 2 liter NaCl 0,2 %.
Sesudah inisial ini diberikan 6 8 liter per 12 jam. Untuk mengatasi hipokalemi
dapat diberikan kalium. Insulin lebih sensitive dibandingkan ketoasidosis diabetic
dan harus dicegah kemungkinan hipoglikemi. Oleh karena itu, harus dimonitoring
dengan hati hati yang diberikan adalah insulin regular, tidak ada standar tertentu,
hanya dapat diberikan 1 5 unit per jam dan bergantung pada reaksi. Pengobatan
tidak hanya dengan insulin saja akan tetapi diberikan infuse untuk menyeimbangkan
pemberian cairan dari ekstraseluler keintraseluler.
c. KETOASIDOSIS DIABETIC (KAD)
Pengertian
DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai dengan
dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
Etiologi
Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat
disebabkan oleh :
1) Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
2) Keadaan sakit atau infeksi
3) Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak
diobati.
Patofisiologi
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang juga. disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali.
Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan
glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa
bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diurisis osmotik yang
ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan
kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan
kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida
selam periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-
asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan
keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang
berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan
mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila
bertumpuk dalam sirkulais darah, badan keton akan menimbulkan asidosis
metabolik.
Tanda dan Gejala
Hiperglikemi pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan poliuri dan polidipsi
(peningktan rasa haus). Disamping itu pasien dapat mengalami penglihatan yang
kabur, kelemahan dan sakit kepala. Pasien dengan penurunann volume
intravaskuler yang nyata mungkin akan menderita hipotensi ortostatik (penurunan
tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg atau lebih pada saat berdiri). Penurunan
volume dapat menimbulkan hipotensi yang nyata disertai denyut nadi lemah dan
cepat.
Ketosisis dan asidosis yang merupakan ciri khas diabetes ketoasidosis
menimbulkan gejala gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah dan nyeri
abdomen. Nyeri abdomen dan gejala-gejala fisik pada pemeriksaan dapat begitu
berat sehingga tampaknya terjadi sesuatu proses intrabdominal yang memerlukan
tindakan pembedahan. Nafas pasien mungkin berbau aseton (bau manis seperti
buah) sebagai akibat dari meningkatnya kadar badan keton. Selain itu hiperventilasi
(didertai pernapasan yang sangat dalam tetapi tidak berat/sulit) dapat terjadi.
Pernapasan Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi asidosis
guna melawan efek dari pembentukan badan keton.
Perubahan status mental bervariasi antara pasien yang satu dan lainnya. Pasien
dapat sadar, mengantuk (letargik) atau koma, hal ini biasanya tergantung pada
osmolaritas plasma (konsentrasi partikel aktif-osmosis).
Pemeriksaan Penunjang
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien
mungkin memperlihatkan kadar guka darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya
mungkin memeliki kadar sdampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih (yang biasanya
bernagtung pada derajat dehidrasi)
Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar
glukosa darah.
Sebagian pasien dapat mengalami asidosi berat disertai kadar glukosa yang
berkisar dari 100 200 mg/dl, sementara sebagia lainnya mungkin tidak
memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya
mencapai 400-500 mg/dl.
Bukti adanya ketosidosis dicerminkan oleh kadar bikarbonat serum yang rendah ( 0-
15 mEq/L) dan pH yang rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30
mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap
asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang mencetuskan asidosis)
dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin.
Penatalaksanaan
Rehidrasi
1. Jam pertamaberi infuse 200 1000 cc/ jam dengan NaCl 0,9 % bergantung pada
tingkat dehidrasi
2. Jam kedua dan jam berikutnya 200 1000 cc NaCl 0,45 % bergantung pada tingkat
dehidrasi
3. 12 jam pertama berikan dekstrosa 5 % bila kadar gula darah antara 200 300 mg/
100 cc, ganti dengan dextrose 10 % bila kadar gula darah sampai 150 mg/ 100 cc.
Kehilangan elektrolit
Pemberian Kalium lewat infus harus dilakukan meskipun konsentrasi kalium dalam
plasma normal.
Elektrolit
Permulaan Bila serum K+ lebih besar dari 3.5
mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara
secara intravena untuk mempertahankan
kadar cairan setengahdari KCl dan
setengah dari KPO4
Jam kedua
dan jam Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium
berikutnya kurang dari 5.5 mEq/liter, berikan 20-30
mEq/liter K+
Insulin
Skema pemberian insulin adalah sebagai berikut:
algoritma Diabetes Melitus

2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
1. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner,
vaskular perifer dan vaskular serebral.
2. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan
ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau menunda
awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
3. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta menunjang
masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
4. Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih
5. Ulkus/ gangren/ kaki diabetik
H. PENATALAKSANAAN
1. Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta
neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa
darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas
pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :
1) Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
a. Memperbaiki kesehatan umum penderita
b. Mengarahkan pada berat badan normal
c. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
d. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
e. Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
a. Jumlah sesuai kebutuhan
b. Jadwal diet ketat
c. Jenis : boleh dimakan / tidak
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:
jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of Relative
Body Weight (BBR = berat badan normal) dengan rumus :

1. Kurus (underweight) BBR < 90 %


2. Normal (ideal) BBR 90% - 110%
3. Gemuk (overweight) BBR > 110%
4. Obesitas apabila BBR > 120%
Obesitas ringan BBR 120 % - 130%
Obesitas sedang BBR 130% - 140%
Obesitas berat BBR 140% - 200%
Morbid BBR >200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM


yang bekerja biasa adalah :
1. Kurus (underweight) BB X 40-60 kalori sehari
2. Normal (ideal) BB X 30 kalori sehari
3. Gemuk (overweight) BB X 20 kalori sehari
4. Obesitas apabila BB X 10-15 kalori sehari

2) Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2 jam sesudah makan,
berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau
menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas insulin dengan
reseptornya.
Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
Meningkatkan kadar kolesterol high density lipoprotein
Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru.
Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam
lemak menjadi lebih baik.
3) Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita
DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset
video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
4) Obat
1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan,
menurunkan ambang sekresi insulin dam meningkatkan sekresi insulin sebagai
akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada penderita
dengan berat badan normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang berat
badannya sedikit lebih.
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat
meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :
a) Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
- Menghambat absorpsi karbohidrat
- Menghambat glukoneogenesis di hati
- Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
c) Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek intraselluler
2) Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
i) DM patah tulang
j) DM dan underweight
k) DM dan penyakit Graves
2) Beberapa cara pemberian insulin
a) Suntikan insulin subkutan
Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1 4 jam, sesudah suntikan
subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa faktor
antara lain :
5) Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor hidup saudara
kembar identik

Konsep Teoritis Asuhan Keperawatan Pada Klien Diabetes Melitus

1. Pengkajian

Adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat
diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut.

Menurut Marilyn. E. Doenges (2000), data dasar pengkajian pasien dengan Diabetes Melitus,
yang perlu dikaji adalah :

a. Aktifitas/Istirahat

Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, keram otot, tonus otot menurun, gangguan
tidur atau istirahat.

Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktifitas, letargi atau
disorieantasi, koma.

b. Sirkulasi

Gejala : Adanya riwayat hipertensi, infark miokar akut, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.

Tanda : Takikardia, perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang menurun atau
tak ada, disritmia, krekels, kulit panas, kering, kemerahan, bola mata cekung.

c. Integritas ego

Gejala : Stres, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan
kondisi.

Tanda : Ansietas, peka rangsang.

d. Eliminasi

Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuria ), nokturia. Rasa nyeri / terbakar, kesulitan
berkemih ( infeksi ), ISK baru / berulang, nyeri tekan abdomen, diare.

Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang menjadi oliguri/anuria jika
terjadi hipovolemia berat, urine berkabut, bau busuk infeksi ), abdomen keras, adanya
ansietas, bising usus lemah dan menurun, hiperaktif ( diare ).

e. Makanan / cairan
Gejala : Hilang napsu makan, mual, muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan masukan
glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode beberapa hari / minggu, haus,
penggunaan diuretik ( tiazid ).

Tanda : Kulit kering / bersisik, turgor jelek, kekakuan / distensi abdomen, muntah,
pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolic dengan peningkatan gula darah ), bau
halitosis/manis, bau buah ( napas aseton ).

f. Neurosensori

Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan,kebas kelemahan pada otot, parestesia,


gangguan penglihatan.

Tanda : Disorientasi, mengantuk, letargi, stupor / koma ( tahap lanjut ), gangguan memori ,
reflek tendon menurun, kejang.

g. Nyeri / keamanan

Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri ( sedang/berat ).

Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.

h. Pernapasan

Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum purulen ( tergantung
adanya infeksi/tidak ).

Tanda : Lapar udara, batuk dengan / tanpa sputum purulen ( infeksi ), frekuensi pernapasan.

i. Keamanan

Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi / ulserasi, menurunnya kekuatan umum /
rentang gerak, parestesia / paralysis otot termasuk otot-otot pernapasan ( jika kadar kalium
menurun dengan cukup tajam ).

j. Seksualitas

Gejala : Rabas vagina ( cendrung infeksi ), masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme
pada wanita.

k. Penyuluhan / pembelajaran

Gejala : Faktor resiko keluarga, DM, penyakit jantung, stroke, hipertensi, penyembuhan yang
lambat, penggunaan obat seperti steroid, diuretik /tiazid , dilantin dan fenobarbital (dapat
meningkatkan kadar glukosa darah).

Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama di rawat 5 sampai 9 hari.

Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam pengaturan diet,pengobatan,


perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan dibuat setelah data-data terkumpul dan di analisis.


Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pasien Diabetes Melitus, adalah :

a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare, muntah, masukan dibatasi,


mual, kacau mental.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan


insulin, anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran.

c. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan kadar glukosa tinggi,
penururnan fungsi leukosit, perubahan dari sirkulasi,

d. Perubahan sensori-perseptual (uraikan) berhubungan dengan perubahan kimia endogen,


ketidakseimbangan glukosa atau elektrolit.

e. Kelelahan berhubungan dengan penurunan fungsi metabolik insufisiensi insulin.

f. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit yang tidak dapat diobati,


ketergantungan dengan orang lain.

g. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan kurang mengingat kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal
sumber infomasi.

3. Perencanaan

Adapun perencanaan keperawatan pada pasien Diabetes Melitus berdasarkan diagnosa


keperawatan yang muncul, adalah :

a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare, muntah, masukan


dibatasi, mual, kacau mental.

Hasil yang diharapkan : Tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba turgor kulit dan
pengisisan baik, haluaran urin tepat secara individu, kadar elektrolit dalam batas normal.

Rencana tindakan :

1) Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya perubahan TD.

2) Pantau pola pernafasan seperti adanya pernafasan kussmaul atau pernafasan berbau
keton.

3) Pantau frekuensi pernafasan, penggunaan otot bantu nafas, adanya sianosis.

4) Pantau suhu, warna kulit dan kelembaban

5) Ukur berat badan tiap hari.

6) Observasi nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa.

7) Pertahankan pemberian cairan paling sedikit 2500 ml/hari.

8) Beri lingkungan nyaman.

9) Kolaborasi dalam pemberian cairan sesuai dengan indikasi

Rasionalisasi :
1) Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia, perkiraan berat
ringan hipovolemia dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik klien turun lebih dari 10 mmhg
dari posisi baring keposisi duduk/berdiri.

2) Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang menghasilkan


kompensasi alkalosis respiratoris terhadap ketoasidosis, pernapasan yang berbau aseton
berhubungan pemecahan asam aseto-asetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi.

3) Koreksi hiperglikemia dan asidosis akan menyebabkan pola dan frekuensi pernapasan
mendekati normal, tetapi peningkatan kerja pernapasan dangkal, cepat serta muncul sianosis.

4) Demam, menggigil dan diaforesis merupakan hal umum terjadi pada proses infeksi,
demam dengan kulit yang kemerahan, kering mungkin sebagai cerminan dari dehidrasi.

5) Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung
dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.

6) Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat.

7) Mempertahankan hidrasi atau volume sirkulasi.

8) Menghindari pemanasan yang berlebihan terhadap klien lebih lanjut akan dapat
menimbulkan kehilangan cairan.

9) Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respons
secara individual.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan ketidakcukupan


insulin, anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran.

Hasil yang diharapkan : Mencerna jumlah kalori yang tepat, menujukkan tingkat energi yang
biasanya, berat badan stabil.

Rencana tindakan :

1) Timbang berat badan sesuai dengan indikasi.

2) Tentukan program diet dan pola makan pasien.

3) Auskultasi bising usus,catat adanya nyeri abdomen kembung, mual,pertahankan keadaan


puasa sesuai dengan indikasi.

4) Beri makanan cair yang mengandung nutrien dan elektrolit identifiasi makanan yang
disukai.

5) Observassi tanda-tanda hipoglikimia.

6) Kolaborasi dalam pemeriksaan gula darah dengan menggunakan finger stick.

7) Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti glukosa darah.

Rasionalisasi :

1) Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat termasuk absorbsi dan utilisasinya.

2) Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapiutik.


3) Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan
motilitas/fungsi lambung yang akan mempengaruhi pilihan intervensi.

4) Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika klien sadar dan fungsi gastrointestinal
baik.

5) Metabolisme karbohidrat mulai terjadi dan gula darah akan berkurang dan sementara
tetap diberikan insulin maka hipoglikemia dapat terjadi, jika klien dalam keadaan koma
hipoglikemia mungkin terjadi tanpa memperlihatkan perubahan tingkat kesadaran, secara
potensial dapat mengancam kehidupan yang harus dikaji dan ditangani secara cepat melalui
tindakan protokol yang direncanakan.

6) Analisa ditempat tidur terhadap gula darah lebih akurat dari pada memantau gula darah
dalam urine yang tidak cukup akurat untuk mendeteksi fluktuasi kadar gula darah dan dapat
dipengaruhi oleh ambang ginjal klien secara individual atau adanya retensi urine/gagal ginjal.

7) Gula darah akan menurun perlahan dengan penggunaan cairan dan terapi insulin
terkontrol, dengan pemberian insulin dosis optimal glukosa kemudian dapat masuk kedalam
sel dan digunakan untuk sumber kalori, hal ini terjadi sehingga kadar aseton akan menurun
dan asidosis dapat dikoreksi.

c. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan kadar glukosa tinggi,
penururnan fungsi leukosit, perubahan dari sirkulasi.

Hasil yang diharapkan : Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan risiko,


mendemonstrasikan tehnik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.

Rencana tindakan :

1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan, seperti demam, kemerahan, adanya pes
pada luka, sputum purulen, urin warna keruh atau berkabut.

2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua
orang yang berhubungan dengan pasien

3) Pertahankan tehnik aseptik pada prosedur invasif berikan perawatan kulit dengan teratur
dan jaga kulit agar tetap kering.

4) Pasang kateter dan lakukan perawatan perineal dengan baik.

5) Berikan posisi semifowler

6) Anjurkan untuk makan dan minum adekuat

7) Kolaborasi untuk pemberian obat antibiotik yang sesuai.

Rasionalisasi :

1) Klien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan
ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nasokomial.

2) Mencegah timbulnya infeksi silang.

3) Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media

terbaik bagi pertumbuhan kuman.


4) Mengurangi resiko terjadinya ISK, klien koma mungkin memiliki resiko yang khusus jika
terjadi retensi urine pada saat awal dirawat.

5) Memberikan kemudahan bagi paru untuk berkembang,

menurunkan resiko terjadinya aspirasi.

6) Menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi, meningkatkan aliran urine untuk mencegah


urine yang statis dan membantu dalam mempertahankan pH urine yang menurnkan
pertumbuhan bakteri dan pengeluaran organisme dari system organ tersebut.

7) Penangan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.

e. Perubahan sensori-perseptual (uraikan) berhubungan dengan perubahan kimia


endogen, ketidakseimbangan glukosa atau elektrolit.

Hasil yang diharapkan : Mempertahankan tingkat mental biasanya, mengenali dan


mengkompensasi adanya kerusakan sensori

Rencana tindakan :

1. Pantau tanda-tanda vital dan status mental.

2. Orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhan pada pasien misal : orang, tempat dan
waktu.

3. Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak mengganggu waktu istirahat klien.

4. Pelihara aktifitas rutin klien sekonsisten mungkin dan motivasi untuk melakukan
kegiatan sehari-hari sesuai kemampuannya.

5. Lindungi pasien dari cedera ketika tingkat kesadaran pasien terganggu.

6. Evaluasi lapang pandang penglihatan sesuai dengan indikasi.

7. Selidiki adanya keluhan paraestesia, nyeri atau kehilangan sensori pada kaki.

8. Beri tempat tidur yang lembut.

9. Bantu pasien dalam perubahan posisi.

10. Kolaborasi dalam pemberian terapi sesuai dengan indikasi.

11. Pantau nilai laboratorium seperti nilai glukosa darah dan HB.

Rasionalisai :

1) Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal seperti suhu yang meningkat
dapat mempengaruhi fungsi mental.

2) Menurunkan kebingungan dan membantu untuk mepertahankan kontak dengan realitas.

3) Meningkatkan tidur, menurunkan rasa letih dan dapat memperbaiki daya pikir.

4) Membantu memelihara klien tetap berhubungan dengan realitas dan mempertahankan


orientasi pada lingkungan.
5) Disorientasi merupakan awal dari kemungkinan cedera terutama malam hari dan perlu
pencegahan sesuai indikasi.

6) Oedema/lepasnya retina, hemoragik, katarak, paralysis otot ekstraokuler sementara


mengganggu penglihatan yang memerlukan terapi korektif.

7) Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman yang berat, kehilangan
sensasi sentuhan/distorsi yang mempunyai resiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan
gangguan keseimbangan.

8) Meningkatkan rasa nyaman dan menurunkan kemungkinan kerusakan kulit karena


panas.

9) Meningkatkan keamanan klien terutama ketika rasa keseimbangan dipengaruhi.

10) Gangguan dalam proses piker/potensial terhadap aktifitas kejang biasanya hilang bila
keadaan hiperosmolaritas teratasi.

11) Ketidakseimbangan nilai laboratorium dapat menurunkan fungsi mental.

f. Kelelahan berhubungan dengan penurunan fungsi metabolik insufisiensi insulin

Hasil yang diharapkan : Mengungkapkan peningkatan tingkat energi, menunjukkan


perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.

Rencana tindakan :

1)Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas dan buat jadwal perencanaan dengan
pasien dan identifikasi aktivitas yang menunjukkan kelelahan.

2) Beri aktivitas alternatif dengan periode aktivitas yang cukup.

3) Pantau nadi, pernafasan, dan tekanan darah sebelum dan sesudah aktivitas.

4) Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat dan sebagainya.

5) Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sesuai dengan yang dapat
ditoleransi.

Rasionalisasi :

1) Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktifitas meskipun


klien mungkin sangat lemah.

2) Mencegah kelelahan yang berlebihan.

3) Mengindikasikan tingkat aktifitas yang dapat ditoleransi secar fisiologis.

4) Klien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan kebutuhan akan
energi pada setiap kegiatan.

5) Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang positif sesuai tingkat aktifitas yang
dapat ditoleransi klien.

g. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit yang tidak dapat diobati,


ketergantungan dengan orang lain.
Hasil yang diharapkan : Mengakui perasaan putus asa, mengidentifikasi cara-cara sehat
untuk menghadapi perasaan, membantu dalam merencanakan perawatan sendiri dan secara
mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri.

Rencana tindakan :

1) Anjurkan pasien atau keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang perawatan


dan penyakitnya secara keseluruhan.

2) Observasi bagaimana pasien telah menangani masalahnya di masa lalu.

3) Berikan kesempatan pada keluarga untuk mengekspresikan perhatiannya dan diskusikan


cara mereka dapat membantu sepenuhnya terhadap klien.

4) Tentukan tujuan/harapan dari pasien atau keluarga.

5) Anjurkan pasien untuk membuat keputusan sehubungan dengan perawatannya.

6) Berikan dukungan pada pasien untuk berperan serta dalam merawat diri sendiri dan beri
umpan balik positif sesuai dengan usaha yang dilakukannya.

Rasionalisasi :

a. Mengidentifikasi area perhatiannya dan memudahkan cara pemecahan masalah.

b. Pengetahuan gaya individu membantu untuk menentukan kebutuhan terhadap tujuan


penanganan.

c. Meningkatkan perasaan terlibat dan memberikan kesempatan keluarga untuk


memecahkan masalah untuk membantu mencegah terulangnya penyakit pada klien lagi.

d. Harapan yang tidak realistis atau adanya tekanan dari orang lain atau diri sendiri dapat
mengakibatkan perasaan frustasi/kehilangan kontrol diri dan mungkin mengganggu
kemampuan koping.

e. Mengkomunikasikan pada klien bahwa beberapa pengendalian dapat dilatih pada saat
perawatan dilakukan.

f. Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.

h. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan kurang mengingat kesalahan interpretasi informasi, tidak
mengenal sumber infomasi.

Hasil yang diharapkan : Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, mengidentifikasi


hubungan, tanda dan gejala dengan proses penyakit, dengan benar melakukan prosedur yang
perlu dan menjelaskan rasional tindakan, melakukan perubahan gaya hidup dan berpartisipasi
dalam program pengobatan.

Rencana tindakan :

1. Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan dan selalu ada untuk pasien.

2. Bekerja dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan.

3. Pilih strategi belajar seperti teknik demonstrasi dan membiarkan pasien


mendemonstrasikan ulang.
4. Diskusikan topik-topik yang utama.

5. Diskusikan cara pemeriksaan gula darah.

6. Diskusikan tentang rencana diet.

7. Tinjau kembali pemberian insulin oleh klien dan perawatan terhadap peralatan yang
digunakan.

8. Tekankan pentingnya pemeriksaan gula darah setiap hari, waktu dan dosis obat.

9. Diskusikan factor-faktor yang memegang peranan dalam kontrol DM.

10. Buat jadual latihan/aktifitas secara teratur.

11. Anjurkan untuk tidak menggunakan obat-obat yang dijual bebas tanpa konsultasi dengan
tenaga kesehatan.

12. Lihat kembali tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi secara medis.

13. Demonstrasikan teknik penanganan stress seperti teknik napas dalam.

Rasionalisasi :

1) Menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum klien bersedia mengambil


bagian dalam proses keperawatan.

2) Partisipasi dalam perencanaan meningkatkan antusias dan kerja sama klien dengan
prinsip yang dipelajari.

3) Penggunaan cara yang berbeda tentang mengakses informasi meningkatkan penyerapan


pada individu yang belajar.

4) Memberikan pengetahuan dasar dimana klien dapat membuat pertimbangan dalam


memilih gaya hidup.

5) Pemeriksaan gula darah oleh diri sendiri 4 kali setiap hari atau lebih memungkinkan
fleksibilitas dalam perawatan diri.

6) Pentingnya kontrol diet akan membantu klien dalam merencanakan makan dan mentaati
program.

7) Mengidentifikasikan pemahaman dan kebenaran dari prosedur atau masalah yang


potensial dapat terjadi sehingga solusi alternatif dapat ditentukan untuk pemberian insulin
tersebut.

8) Membantu dalam menciptakan gambaran nyata dari keadaan klien untuk melakukan
kontrol penyakitnya dengan lebih baik.

9) Informasi ini penting untuk meningkatkan pengendalian terhadap DM dan dapat sangat
menurunkan berulangnya kejadian ketoasidosis.

10) Waktu latihan tidak boleh bersamaan waktunya dengan kerja puncak insulin, makanan
harus diberikan sebelum atau selama latihan sesuai dengan kebutuhan dan rotasi injeksi harus
menghindari kelompok otot yang akan digunakan aktifitas.
11) Produktifitas mungkin mengandung gula atau berinteraksi dengan obat-obat yang
diresepkan.

12) Intervensi segeral dapat mencegah perkembangan komplikasi yang lebih serius atau
komplikasi yang mengancam.

13) Meningkatkan relaksasi dan pengendalian terhadap respon stress yang dapat membantu
untuk membatasi peristiwa ketidakseimbangan glukosa/insulin.

4. Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah penerapan tindakan-tindakan perawatan yang telah direncanakan. Pada


tahap pelaksanaan yang dilakukan adalah melaksanakan tindakan keperawatan yang telah
direncanakan. Prioritas tindakan keperawatan yang akan dilakukan adalah: memperbaiki
keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa, memperbaiki metabolisme abnormal,
mengidentifikasi atau membantu penanganan terhadap penyebab atau penyakit yang
mendasar, dan mencegah komplikasi. Setelah semua tindakan dilaksanakan maka akan
dilanjutkan dengan pendokumentasian semua tindakan yang telah dilakukan beserta hasil-
hasilnya.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah menilai keberhasilan rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien.
Evaluasi merupakan indikator keberhasilan dalam proses keperawatan. Evaluasi berdasarkan
yaitu :

a. Volume cairan terpenuhi atau hidrasi adekuat.

b. Kebutuhan pemenuhan nutrisi terpenuhi dari kebutuhan tubuh.

c. Tidak terjadi infeksi ( sepsis ).

d. Tidak terjadi perubahan pada sensori perseptual.

e. Kelelahan pada klien dapat teratasi.

f. Klien dapat mandiri dalam kebutuhan rutinitas / ketidakberdayaan tidak terjadi.

g. Klien dan keluarga dapat mengetahui tentang penyakit, prognosis, dan pengobatan klien
selama dirawat.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Indriastuti, Na. 2008. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi Pleura dan
Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2013/11/diabetes-mellitus-
a.html#.WM0eCzhF8vI

Doengoes, Marylin E, et. al. (2000). Penerapan proses keperawatan dan


diagnosa keperawatan. Jakarta. EGC.

https://uvhik.wordpress.com/2012/11/15/askep-diabetes-melitus/

Anda mungkin juga menyukai