Anda di halaman 1dari 8

PENGERTIAN GADAI, HIPOTIK, FIDUSIA DAN HAK TANGGUNGAN

1.GADAI
1.1Pengertian:
hak yang diperoleh kreditor atas suatu barang yang bergerak yang diberikan kepadanya oleh
debitor atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu utang. Selain itu, memberikan
kewenangan kepada kreditor untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut terebih dahulu
dari kreditur lainnya, terkecuali biaya untuk melelang barang dan biaya yang dikeluarkan untuk
memelihara benda itu dan biaya-biaya itu mesti didahulukan.
1.2 Sifat-sifat gadai :
a. Gadai adalah untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud.
b. Gadai bersifat accesoir artinya merupakan tambahan dari perjanjian pokok untuk menjaga
jangan sampai debitor itu lalai membayar hutangnya kembali.
c. Adanya sifat kebendaan
d. Syarat inbezieztelling, artinya benda gadai harus keluar dari kekuasaan memberi gadai, atau
benda gadai diserahkan dari pemberi gadai kepada pemegang gadai.
e. Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri.
f. Hak preferensi sesuai dengan pasal 1130 dan pasal 1150 KUHP
g. Hak gadai tidak dapat dibagi-bagi artinya sebagian hak gadai tidak akan menjadi hapus
dengan dibayarnya sebagian dengan hutang oleh karena itu gadai tetap melekat atas seluruh
benda itu.
1.3 Objek gadai :
Semua benda bergerak dan pada dasarnya bisa digadaikan, baik benda bergerak berwujud
maupun tidak berwujud yang berupa berbagai hak untuk mendapatkan pembayaran uang, yakni
berwujud surat-surat piutang kepada pembawa, atas tunjuk, dan atas koma.
1.4 Hak pemegang gadai :
a. Berhak untuk menjual benda digadaikan atas kekuasaan sendiri
b. Berhak untuk mendapatkan ganti rugi yang berupa biaya yang telah dikeluarkan untuk
menyelamatkan benda gadai.
c. Berhak menahan benda gadai sampai ada pelunasan hutangdari debitur.
d. Berhak mempunyai referensi
e. Berhak untuk menjual benda gadai dengan perantara hakim
f. Atas ijin hakim tetap menguasai benda gadai.
1.5 Kewajiban pemegang gadai :
a. Pasal 1157 ayat 1 KUHP perdata pemegang gadai bertanggung jawab atas hilangnya harga
barang yang digadaikan yang terjadi atas kelalaiannya.
b. Pasal 1156 KUHP ayat 2 berkewajiban untuk memberitahukan pemberi gadai jika barang
gadai dijual.
c. Pasal 1159 KUHP ayat 1 beranggung jawab terhadap hasil penjualan barang gadai
d. Kewaijban untuk mengembalikan benda gadai jika debitur melunasi hutangnya.
e. Kewajiban untuk melelang benda gadai.
1.6 Hapusnya gadai :
a. Perjanjian pokok
b. Musnahnya benda gadai
c. Pelaksanaan eksekusi
d. Pemegang gadai telah melepaskan hak gadai secara sukarela
e. Pemegang gadai telah kehilangan kekuasaan atas benda gadai
f. Penyalahgunaan benda gadai.

2. HIPOTIK
2.1 Pengertian Hipotik :
Satu hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil pergantian daripadanya bagi
perlunasan suatu perutangan.
2.2 Sifat hipotik :
a. Bersifat accesoir
b. Bersifat zaaksgefolg
c. Lebih didahulukan pemenuhannya dari piutang yang lain berdasarkan pasal 1133-1134 KUHP
ayat 2
d. Objeknya benda-benda tetap
2.3 Objek hipotik
Berdasarkan pasal 509 KUHP, pasal 314 KUHD ayat 4, dan UU no. 12 tahun 1992 tentang
pelayaran. 2. UU nomor 15 tahun 1992 tentang penerbangan.
2.4 Perbedaan gadai dan hipotik :
a. Gadai harus disertai dengan pernyataan kekuasaan atas barang yang digadaikan, sedangkan
hipotik tidak.
b. Gadai hapus jika barang yang digadaikan berpindah tangan ke orang lain, sedangkan hipotik
tidak, tetapi teap mengikuti bendanya walaupun bendanya dipindahtangankan ke orang lain.
c. Satu barang tidak pernah dibebani lebih dari satu gadai walaupun tidak dilarang, tetapi
beberapa hipotik yang bersama-sama dibebankan diatas satu benda adalah sudah merupakan
keadaan biasa.
d. Adanya gadai dapat dibuktikan dengan segala macam pembuktian yang dapat dipakai untuk
membuktikan perjanjian pokok sedangkan adanya perjanjian hipotik dibuktikan dengan akta
otentik.
3. FIDUSIA
3.1 Pengertian Fidusia:
Surat perjanjian accesor antar debitor dan kreditor yang isinya penyerahan hak milik secara
kepercayaan atas benda bergerak milik debitor kepada kreditor.
3.2 Jaminan Fidusia :
Menurut UU No. 42 tahun 1999 pasal 1angka (1) : Pengalihan suatu atas dasar kepercayaan
dengan ketentuan bahwa hak kepemilikannya diahlikan dan penguasaan tetap ada pada pemilik
benda. (2). Pasal 1 angka 2 UUJF : Hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud
maupun tidak berwujud dan tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak
tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan atas perlunasan
uatang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada pemberi fidusia terhadap
kreditur lainnya.
3.3 Perbedaan Fidusia dengan Jaminan Fidusia :
Fidusia merupakan proses pengalihan hak kepemilikan sedangkan jamian fidusia adalah jaminan
yang diberikan dalam bentuk fidusia.
3.4 Objek Jaminan Fidusia :
Benda segala sesuatu yang dapat memiliki dan dialihkan yang terdaftar maupun tidak terdaftar
yang bergerak maupun yang tidak bergerak dan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau
hipotik.
3.5 Hapusnya jaminan Fidusia :
a. hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia
b. pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh debitur
c. musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia
4. Konkorndansi :
a. Dasar yang efektif untuk mempelajari kata-kata
b. Buku petunjuk untuk menemulan ayat-ayat dalam kitab suci
c. Index,daftar,alfabetis kata pokok dari sebuah buku atau karya seorang penulis konteks
terdekat.

4. HAK TANGGUNGAN
4.1 Pengertian Hak Tanggungan
Hak tanggungan menurut ketentuan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah,
adalah :Hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengantanah, yang
selanjutnya disebut hak tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah
sebagaimana dimaksud dalamUndang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan
dengan tanah itu, untuk pelunasan utangtertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan
kepada kreditor tertentu terhadap kreditor- kreditor lainnya.

4.2 Sifat dan Ciri Hak Tanggungan


Hak tanggungan sebagai lembaga jaminan atas tanah yang kuat danmampu memberikan
kepastian hukum bagi para pihak, mempunyai dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada pemegangnya (kreditor
tertentu)
Dari definisi mengenai hak tanggungan sebagaimana dikemukakandi atas, diketahui bahwa hak
tanggungan memberikan kedudukan yangdiutamakan kepada kreditor terhadap kreditor-kreditor
lain. Yang dimaksud dengan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap
kreditor-kreditor lain.
2. Selalu mengikuti objek yang dijaminkan di tangan siapapun objek itu berada.
Ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah menyatakan bahwa hak tanggungan tetap mengikuti
objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada, sehingga hak tanggungan tidak akan
berakhir sekalipun objek hak tanggungan itu beralih ke pihak lain oleh sebab apa pun juga.
3. Memenuhi asas spesialitas dan asas publisitas, sehingga dapat mengikat
pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak yang berkepentingan. Asas
spesialitas diaplikasikan dengan cara pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah. Sedangkan asas publisitas diterapkan pada saat pendaftaran pemberianhak
tanggungan di Kantor Pertanahan. Pendaftaran tersebut merupakan syarat mutlak untuk lahirnya
hak tanggungan tersebut dan mengikatnya hak tanggungan terhadap pihak ketiga
4. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.
Keistimewaan lain dari hak tanggungan yaitu bahwa hak tanggungan merupakan hak jaminan
atas tanah yang mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Apabila debitor wanprestasi tidak
perlu ditempuh cara gugatan perdata biasa yang memakan waktu dan biaya. Bagi kreditor
pemegang hak tanggungan disediakan cara-cara khusus, sebagaimana yang telah diatur dalam
pasal 20 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. dana kepada masyarakat dan secara tidak langsung
dapat menciptakan iklim yang kondusif dan lebih sehat dalam pertumbuhan dan perkembangan
perekonomian.
Disamping memiliki empat ciri di atas Hak Tanggungan juga mempunyai beberapa sifat, seperti :
a. Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi
Maksud dari hak tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, yaitu haktanggungan membebani secara
utuh objeknya dan setiap bagian daripadanya. Pelunasan sebagian utang yang dijamin tidak
membebaskan sebagian objek dari beban hak tanggungan. Hak tanggungan yang bersangkutan
tetap membebani seluruh objek untuk sisa utang yangbelum dilunasi. Akan tetapi seiring
berkembangnya kebutuhan akan perumahan,ketentuan tersebut ternyata menimbulkan
permasalahan yaitu dalam halsuatu proyek perumahan atau rumah susun ingin diadakan
pemisahan.
b. Hak tanggungan merupakan perjanjian accesoir.
Hak tanggungan diberikan untuk menjamin pelunsaan hutang debitor kepada kreditor, oleh
karena itu hak tanggungan merupakan perjanjian accesoir pada suatu perjanjian yang
menimbulkan hubungan hukum utang-piutang sebagai perjanjian pokok. Kelahiran, eksistensi,
peralihan, eksekusi, berakhir dan hapusnya hak tanggungan dengan sendirinya ditentukan oleh
peralihan dan hapusnya piutang yang dijamin pelunasannya

4.3. Objek Hak Tanggungan


Pasal 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, menyebutkan bahwa yang menjadi Objek Hak
Tanggungan adalah :
a. Hak milik;
b. Hak guna usaha;
c. Hak guna bangunan;
d. Hak pakai atas tanah negara, yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut
sifatnya dapat dipindah tangankan dapat juga dibebani dengan hak tanggungan.

4.4. Subjek Hak Tanggungan


Subjek Hak Tanggungan adalah:
1. Pemberi Hak Tanggungan
Pemberi hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai
kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan yang
bersangkutan.
2. Pemegang Hak Tanggungan
Pemegang hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan
sebagai pihak yang berpiutang. Penerima hak tanggungan, yang sesudah pemasangan hak
tanggungan akan menjadi pemegang hak tanggungan, yang adalah juga kreditor dalam perikatan
pokok, juga bisa orang perseorangan maupun badan hukum.
4.5 Pembebanan Hak Tanggungan
Pembebanan hak tanggungan merupakan suatu proses yang terdiri atas dua tahap, yaitu diawali
dengan tahap pemberian hak tanggungan dan akan diakhiri dengan tahap pendaftaran. Dimana
tata cara pembebanan hak tanggungan ini wajib memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan
dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.
Proses pembebanan hak tanggungan akan diuraikan sebagai berikut:
1. Tahap pemberian Hak Tanggungan Pemberian hak tanggungan didahului dengan janji akan
memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu. Janji tersebut wajib
dituangkan di dalam dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang
yang bersangkutan atau perjanjian lainnya menimbulkan utang.
2. Tahap pendaftaran Hak Tanggungan
Dengan dilakukan pemberian hak tanggungan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan, hak
tanggungan ini baru memenuhi syarat spesialitas, sampai pada tahap tersebut hak tanggungan
yangbersangkutan belum lahir dan kreditor pemegangnya belum memperoleh kedudukan yang
diutamakan
3. Pembebanan Hak Tanggungan Atas Tanah Hak Milik Pembebanan hak tanggungan atas tanah
dengan status tanah Hak Milik dapat ditemukan dalam rumusan ketentuan Pasal 25 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang menyatakan
secara tegas bahwa tanah dengan status Hak Milik dapat dijaminkan dengan membebani hak atas
tanah tersebut dengan hak tanggungan.
4. Pembebanan Hak Tanggungan Atas Hak Guna Usaha Mengenai pembebanan hak atas tanah,
dalam ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria dapat diketahui bahwa tanah dengan status Hak Guna Usaha dapat dijaminkan
dengan membebani hak atas tanah tersebut dengan hak tanggungan
5. Pembebanan Hak Tanggungan Atas Hak Guna Bangunan Hak Guna Bangunan sebagai Hak
Atas Tanah yang dapat dibebankan dengan hak tanggungan dapat ditemukan rumusannya dalam
Pasal 39 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
yang menyatakan bahwa: Hak Guna Bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani
hak tanggungan.
6. Pembebanan Hak Tanggungan Atas Hak Pakai Dimungkinkannya Hak Pakai dibebani dengan
suatu hak jaminan kebendaan dapat kita temui rumusannya dalam ketentuan Pasal 52 dan Pasal
53 Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan
Hak Pakai.

4.6 Hapusnya Hak Tanggungan


Dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah disebutkan sebab-sebab hapusnya hak
tanggungan, sebagai berikut:
a. Hapusnya hutang yang dijamin dengan hak tanggungan.
b. Dilepaskannya hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan.
c. Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh
d. Ketua Pengadilan Negeri.
e. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan

2.7. Beralihnya Hak Tanggungan


2.7.1. Konsekuensi sifat accesoir hak tanggungan
Perjanjian accesoir adalah perjanjian yang mempunyai ciri-ciri:
a. Tidak dapat berdiri sendiri.
b. Adanya atau timbulnya maupun hapusnya bergantung dari
c. perikatan pokoknya.
d. Apabila perikatan pokoknya dialihkan, accesoir-nya turut beralih
2.7.2. Dasar beralihnya hak tanggungan menurut pasal 16 Undang-Undang Hak Tanggungan.
a. Cessie
a. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia,
b. suatu perjanjian pada asasnya merupakan perjanjian obligator,
c. kecuali undang-undang menentukan lain. Hal itu berarti, bahwa
d. dengan ditutupnya perjanjian tersebut, yang muncul barulah
e. perikatan-perikatan yang mengikat kedua belah pihak
b. Subrogatie
a. Menurut Pasal 1400 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
b. Indonesia, Subrogatie adalah penggantian hak-hak kreditor oleh
c. seorang pihak ketiga, yang membayar kepada si berpiutang.

c. Merger
Peristiwa beralihnya hak tagih berdasarkan perikatan pokok antara kreditor dan debitor bisa juga
terjadi karena adanya peleburan (merger) dua perseroan, biasanya dua bank, sehingga semua
aktiva dan passiva kedua bank tersebut dialihkan kepada Bank yang baru, kalau demikian, maka
(sesuai dengan sifat perjanjian penjaminan) jamianan-jaminan yang accessoir pada perjanjian
pokoknya turut beralih kepada kreditor baru.

4.7.3. Pendaftaran Peralihan Hak Tanggungan


Peralihan hak tanggungan atas dasar apa yang disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang
Berkaitan Dengan Tanah wajib didaftarkan ke Kantor Pertanahan. Didalam penjelasan Undang-
undanag Bagian 8 dan pasal 16 ayat 1, disana digunakan istilah pencatatan. Kedua istilah
pendaftaran dan pencatatan bisa mempunyai arti dan memberikan peluang penafsiran yang
lain sekali.

4.8 Eksekusi Hak Tanggungan


Eksekusi hak tanggungan merupakan suatu upaya bagi pemegang hak tanggungan untuk
memperoleh kembali piutangnya, manakala debitor wanprestasi. Untuk itu Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan
Dengan Tanah memberikan kemudahan dan kepastian dalam pelaksanaan eksekusi hak
tanggungan.
2.4 Undang-Undang Jaminan Fidusia.
Jaminan fidusia sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (2) Nomor 42 Tahun
1999 Tentang Jaminan Fidusia, adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya
bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap
berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang
tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia
terhadap kreditor lainnya.
Terkait dengan ketentuan di atas, maka berikut penjelasan mengenai proses
pembebanan fidusia serta hal-hal yang menyebabkan hapusnya jaminan fidusia,
dan berikut penjelasannya:
1) Proses atau tahapan pembebanan fidusia adalah sebagai berikut:
a. Proses pertama, dengan membuat perjanjian pokok berupa perjanjian kredit;
b. Proses kedua, pembebanan benda dengan jaminan fidusia yang ditandai
dengan pembuatan Akta Jaminan Fidusia (AJF), yang didalamnya memuat hari,
tanggal, waktu pembuatan, identitas para pihak, data perjanjian pokok fidusia,
uraian objek fidusia, nilai penjaminan serta nilai objek jaminan fidusia;
c. Proses ketiga, adalah pendaftaran AJF di kantor pendaftaran fidusia, yang
kemudian akan diterbitkan Sertifikat Jaminan Fidusia kepada kreditur sebagai
penerima fidusia;
2) Adapun Jaminan fidusia hapus disebabkan hal-hal sebagai berikut:
a. Karena hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;
b. Karena pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia;
c. Karena musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
Terkait penjelasan tersebut di atas dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999
tentang fidusia disebutkan pula, bahwa undang-undang ini menganut larangan milik
beding, yang berarti setiap janji yang memberikan kewenangan kepada penerima
fidusia untuk memiliki benda yang menjadi objek jaminan fidusia apabila debitur
cidera janji, adalah batal demi hukum.

2.5 Akibat Hukum dari Jaminan Fidusia.


Jaminan fidusia yang tidak dibuatkan sertifikat jaminan fidusia menimbulkan akibat
hukum yang komplek dan beresiko. Kreditor bisa melakukan hak eksekusinya
karena dianggap sepihak dan dapat menimbulkan kesewenang-wenangan dari
kreditor. Bisa juga karena mengingat pembiayaan atas barang objek fidusia
biasanya tidak full sesuai dengan nilai barang. Atau, debitur sudah melaksanakan
kewajiban sebagian dari perjanjian yang dilakukan, sehingga dapat dikatakan
bahwa diatas barang tersebut berdiri hak sebagian milik debitor dan sebagian milik
kreditor.
Apalagi jika eksekusi tersebut tidak melalui badan penilai harga yang resmi atau
badan pelelangan umum. Tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai Perbuatan
Melawan Hukum (PMH) sesuai diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata dan dapat digugat ganti kerugian. Dalam konsepsi hukum pidana,
eksekusi objek fidusia di bawah tangan masuk dalam tindak pidana Pasal 368
KUHPidana jika kreditor melakukan pemaksaan dan ancaman perampasan.
Situasi ini dapat terjadi jika kreditor dalam eksekusi melakukan pemaksaan dan
mengambil barang secara sepihak, padahal diketahui dalam barang tersebut
sebagian atau seluruhnya milik orang lain. Walaupun juga diketahui bahwa
sebagian dari barang tersebut adalah milik kreditor yang mau mengeksekusi tetapi
tidak didaftarkan dalam di kantor fidusia.
Bahkan pengenaan pasal-pasal lain dapat terjadi mengingat bahwa dimana-mana
eksekusi merupakan bukan hal yang mudah, untuk itu butuh jaminan hukum dan
dukungan aparat hukum secara legal. Inilah urgensi perlindungan hukum yang
seimbang antara kreditor dan debitor. Bahkan apabila debitor mengalihkan benda
objek fidusia yang dilakukan dibawah tangan kepada pihak lain tidak dapat dijerat
dengan UU No. 42 Tahun 1999 Tentang jaminan fidusia, karena tidak syah atau
legalnya perjanjian jaminan fidusia yang dibuat.

2.6 Proses Eksekusi dari Jaminan Fidusia


Bahwa asas perjanjian pacta sun servanda yang menyatakan bahwa perjanjian
yang dibuat oleh pihak-pihak yang bersepakat, akan menjadi undang-undang bagi
keduanya, tetap berlaku dan menjadi asas utama dalam hukum perjanjian. Tetapi
terhadap perjanjian yang memberikan penjaminan fidusia di bawah tangan tidak
dapat dilakukan eksekusi. Proses eksekusi harus dilakukan dengan cara mengajukan
gugatan perdata ke Pengadilan Negeri melalui proses hukum acara yang normal
hingga turunnya putusan pengadilan.
Inilah pilihan yang prosedural hukum formil agar dapat menjaga keadilan dan
penegakan terhadap hukum materiil yang dikandungnya. Proses ini hampir pasti
memakan waktu panjang, kalau para pihak menggunakan semua upaya hukum
yang tersedia. Biaya yang musti dikeluarkan pun tidak sedikit. Tentu saja, ini
sebuah pilihan dilematis. Dalih mengejar margin besar juga harus
mempertimbangkan rasa keadilan semua pihak.

Anda mungkin juga menyukai