Bukan berarti barang yang usang harus terbuang.....
Membaca Ayat-ayat cinta sudah tidak akan menjadi
hal yang surprise di tahun 2011 ini. Namun bukan berarti harus membiarkan nilai-nilai yang amat istimewa di dalamnya memudar begitu saja seiring dengan kejemuan karena sudah tahunya kita pada cerita itu.
Fahri, adalah salah satu sosok yang sangat berperan
menyukseskan cerita ini. Figur muda itu sukses bekerja memerankan mahasiswa Indonesia muslim yang kuliah di Al-Azhar, Kairo, Mesir. Dalam rangkaian cerita yang amat panjang karakter Fahri amat medominasi seperti birunya di langit cerah tak berawan. Karakter Fahri adalah hiasan yang benar-benar mengindahkan di dalam AAC(kependekan dari Novel Ayat-ayat Cinta).
Pasti semua setuju dengan prasangka kalau seorang
mahasiswa S2 yang kuliah di Al-Azhar adalah insan yang cerdas. Fahri bukan hanya cerdas dalam sisi akademisnya tapi ia juga cerdas dalam usaha akadiemisnya sekaligus religiusnya. Sekalipun ia kuliah di Al-Azhar iya banyak berguru pada ulama-ulama muslim di Mesir. Bahkan beberapa sosok Syaikh panutan Fahri terkisah dengan sangat berkesan dalam rangkaian problematika dalam AAC. Lihat saja bagaimana keteguhan Syaikh Ahmad membantu Noura yang nasibnya terjebak dalam kemalangan, atas penjelasan dan permintaan dari Fahri.
Fahri memang sosok yang toleran, bisa mengalahkan
ketakutannya berurusan dengan Bahadur THE CRUEL MAN ketika yang lain sudah tak punya nyali. Padahal dia bukan siapa-siapa cuman mahasiswa yang numpang sebentar di sana kan??
Sebentar melupakan sosok cerdas Fahri dalam
akademis dan usaha akademisnya untuk mengenal kalau dia adalah muslim yang amat toleransi. Salah satu usaha akademisnya yang sangat luar biasa adalah dia bisa mengagendakan kegiatannya yang dimulai sejak pagi sampai malam hari sambung menyambung mengikuti bergantinya corak langit. Dan mengagendakan rasa lelahnya dalam waktu yang tepat untuk rehat. Ngaji setelah solat subuh, pergi ke Syaikh Utsman untuk hafalan, memenuhi jadwal masak dan kutbah, dan menterjemah kitab ke Bahasa Indonesia. Sungguh semua teratur akan berantakan jika ada salah satu yang tak teragendakan dan terlupa salah satu itu adalah amanah dari karakter Fahri tersebut.
Ada lagi yang menambah lengkap karakter ini, ia
adalah sosok yang memperhatikan dan perhatian kepada siapapun. Itulah yang membuat kita bisa mengenal bahwa kebaikan tidak mengenal proporsi dalam mengamalkannya. Sengaja Fahri memilih beberapa hadiah untuk kado ulang tahun Madame Nahed dan Jousef, ibu dan adik Maria yang mereka adalah pemeluk kristen. Bahkan waktu memberikan kado pun sudah di prediksi ketika mereka menjelang tidur. Fahri tau karena memperhatikan kebiasaan Maria menutup jendela pada pukul sebelasan. Fahri mencatat tanggal lahir mereka, mencari tahu dan mengamati apa yang Maria sekeluarga sukai. Lain cerita Fahri meminta Nurul menuliskan kisah miris nasib Noura, karena ia tahu Nurul pernah menulis cerpen yang lumayan bagus.
Visioner yang tegas begitu ungkap Madame Nahed.
Peta hidup kedepan dengan segala motif yang dengan mengesankan ia jelaskan. Takdir adalah ujung usaha manusia, begitu ia menjawab pertanyaan Maria. Membuat belasan karya tulis setahun kedepan, menerjemah puluhan kitab 5 tahun kemudian, dan berusaha menjadi guru besar 10 tahun kemudian. Visi yang amat realistis untuk Visioner sekelas fahri.
Pemimpin dalam segala kondisi. Dengan kesepakatan
semua penghuni satu flatnya (sebutan tempat semacam apaetemen di Mesir) menjadikan Baiti Jannati sebagai motto bersama membangun kerukunan. Yang diinginkan adalah membuat tempat tinggal mereka menjadi menyenangkan. Fahri memang paling tua, ia membantu mengatur jadwal masak dan belanja masing-masing penghuni kos.
Fahri....lelaki penyayang yang tak melepaskan akidah
keislamannya, kesadaran akan konsekuensinya sebagai muslim. Kemampuannya berkomudikasi turut mendukung karakter ini menyatu dengan Fahri, beberapa kali ia bertemu dan bercakap dengan Maria ataupun Aisha ia mampu membahasakan wacana- wacana dan ungkapan dengan baik dalam bahasa Arab, Inggris, dan Jerman. Ia punya sisi romantis, perhatikan sms-nya pada Maria sebagai sahabatnya... Kalau mau tidur jangan lupa doa! Semoga mimpi bertemu Al-Masih. Tak lama kemudian datang balasan, Bagaimana kamu tahu aku akan tidur? Kujawab, Firasat orang beriman banyak benarnya. Kau benar. Selamat malam.
Kata-kata yang memiliki kesan tak biasa.
Mengingatkan penganut Kristen yang beriman dengan Tuhan yang mereka. Begitulah, memang terasa ringan tapi ia menunjukkan kasih sayangnya tanpa mengusik kenyamanan rasa kepercayaan Maria untuk beriman. Hehe ^^ Fahri.... ia pernah mengucap dalam batinnya kepada Noura, Kalau dia adikku pasti sudah kupeluk dengan penuh rasa sayang. Benar kan?? Fahri adalah sosok penyayang yang tak melepaskan akidah keislamannya.
Masih banyak karakter-karakter lain yang belum
terungkap dalam sosok imajinatif Fahri. Ada karakter yang terbentuk dari perpaduan karakter-karakter lainnya. Untuk memahami Fahri, di atas sudah diuraikan dengan memisahkan sisi-sisi imajinatif Fahri dari keutuhan karakternya. Melepaskan wakat-sikap- sifat dari imaginasi utuh Fahri hanya untuk memudahkan kita untuk memahami. Namun tidak harus ketika kita meneladaninya juga terpisah-pisah begitu.
Dalam imajinasi karakter Fahri yang menjadi pola
teladan adalah kebiasaannya mengingat sosk-sosok yang ia teladani. Ketika memberi kado Madame Nahed ingat ketika ibunya membagi jenang waktu kecil dulu, mengingat Syaikh Abdul Halim Mahmud sebagai ustad modern yang ketika menolak ajakan Maria berdansa, dan mengingat ajaran-ajaran Nabi SAW sebagai teladan utamanya. Semua terekam dengan baik dalam memori yang berbingkai kemusliman. Pola mengingat dan meneladankan inilah yang menjadi titik berat Fahri sebagai seorang muslim dalam gambaran imajinasi. Sebaik apakah dia? Sebaik apakah kita mengenal imanjinasi itu dalam diri kita? Dan sebaik apakah kita mengenalnya dalam diri kita ketika menjalani keseharian?
Masih sangat jauh.... Salim A. Fillah pernah
mengungkapkan dalam bukunya Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim sangat sulit mencari gambaran seorang Fahri dalam kehidupan sekarang. Dan sebatas itulah imaginasi saya terhadap Fahri semasa ia menjadi mahasiswa.