Anda di halaman 1dari 2

ANTARA

NU
dan
Wahabi
Nur Khalik Ridwan KH. Prof. Dr. Ali Mustafa Yaqub
Imam Besar Masjid Istiqlal
Titik Temu Wahabi-NU

Menurut guru kita ini, titik temu NU dan Wahhabi ada pada tiga poin: pertama, sumber syariat Islam,
yaitu al-Quran, hadits, ijma, dan qiyas. Guru kita menegaskan, hadits shahih digunakan untuk
mendasari dalam beragama, kendatipun tidak mutawatir dan hanya ahad. Al-Faqir tidak akan mendebat
soal ini, karena memang betul, kalau merujuk pada praktik Wahhabi di Arab Saudi. Akan tetapi soal
hadits yang dhaif untuk fadhail amal orang-orang Wahhabi tidak mau menerimanya, sementara
kalangan NU menerimanya dalam praktik.
Kedua, konsekuensi pengakuan atas ijma, Wahhabi mengakui dan mempraktikkan adzan jumatnya dua
kali dan shalat tarawihnya 20 rekaat. al-Faqir setuju ada persamaan soal ini. Hanya saja, persoalan ini
tidak prinsipil, karena ini adalah furu. Sehingga persamaan yang ditariknya sebagai persamaan
fundamental, tidak mengena.
Ketiga, keduanya sama-sama menganut madzhab: Wahhabi menganut madzhab Hanbali dan NU
menganut salah satu dari empat madzhab, yaitu Syafi`i, Maliki, Hanafi, dan Hanbali. Al-Faqir setuju
ini, kalau merujuk pada praktik Wahhabi kolektif di Arab Saudi soal hukum, tetapi juga harus diingat,
Hanbali-nya Wahhabi telah menimbulkan percekcokan di kalangan madzhab Hanbali sendiri, dan oleh
sebagian imam yang juga menjadi panutan, dianggap penyimpangan dari madzhab Hanbali. Sementara
kalau merujuk pada pendiri Wahhabi sendiri, justru dia mengatakan tidak bermadzhab kepada siapa
saja, sehingga oleh para penerusnya disebut bermadzhab Islam tidak bermadzhab. Pernyataan pendiri
Wahhabi soal ini sudah jelas, al-Faqir telah mengutipnya di atas. Sementara, pandangan soal teologi
Wahhabi banyak yang menyalahi salafush sholih, meskipun mereka mengklaim pengikut madzhab
Salafush Sholih.

Anda mungkin juga menyukai