Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

Molahidatidosa

Pembimbing:
dr. Cipta Pramana, Sp.OG (K)

Disusunoleh:
Fatya Nur Aninda012116391
Desy Lila Nurdiana 012116362

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KANDUNGAN DAN


KEBIDANAN
RSUD KOTA SEMARANG
PERIODE 1 JANUARI 23 FEBRUARI 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SULTAN AGUNG SEMARANG
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N. A
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 15-11-1994
Umur : 22 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Kudu, Keremes RT 5/RW 2, Semarang
No.RM : 385604
Tanggal masuk : 14-01-2017

II. ANAMNESA
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa pada tanggal 15 Januari
2017 pukul 09.00 WIB di ruang Parikesit RSUD Kota Semarang.
Keluhan Utama:
Perdarahan dari jalan lahir
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poli Kandungan RSU Daerah Kota Semarang
pada tanggal 14 Januari 2017 dengan keluhan perdarahan pada jalan lahir.
Perdarahan dari jalan lahir sudah dirasakan sejak 1 hari SMRS. Selama 1
hari perdarahan pasien sudah mengganti pembalut sebanyak 3x dengan
darah penuh pada pembalut. Diperkirakan darah 15 cc. Warna darah
merah agak kecoklatan dengan konsistensi kental. Pasien tidak
mengeluhkan nyeri perut. Demam (-) , mual (-) , muntah (-). Sebelumnya
pasien tidak melakukan aktifitas berat.
Pasien sebelumnya di diagnosis G1P0A0U 22 H 14 mgg + 6hr
dengan :
HPHT = 10 Oktober 2016
HPL = 17 Juli 2017
Pada minggu ke 8 kehamilan pasien mengeluhkan mual (+) muntah
(+) berlebih selama 1 minggu, tampak tanda-tanda kehamilan seperti
perut membesar, payudara tampak membesar. Pasien belum merasa adanya
gerakan janin. Pasien tidak mengeluhkan jantung berdebar-debar,tidak ada
penurunan berat badan, tremor maupun keringat berlebih. Tidak ada nyeri
kepala, pandangan kabur dan nyeri ulu hati.

Riwayat Haid
Menarche : 14 tahun
Lama : 7 hari
Siklus : 28 hari
Dismenore :-
Jumlah : 50 cc/hari

Riwayat Perkawinan
Menikah 1x
Usia menikah 22 tahun
Lama menikah 5 bulan

Riwayat Obstetri :G1P0A0


Anak I : Hamil ini

Riwayat KB :
Belum pernah memakai KB

Riwayat Sosial Ekonomi :


Pasien seorang ibu rumah tangga dan suami bekerja sebagai
karyawan swasta.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat seperti ini sebelumnya di sangkal ,penyakit hipertensi,
diabetes, asma,hepatitis, penyakit jantung, dan alergi disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien yaitu kakak pasien memiliki riwayat penyakit
hipertensi yaitu ayah pasien. Riwayat penyakit DM, penyakit jantung,
hepatitis, asma, dan alergi disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
KU : Baik
Kesadaran : Compos Mentis, (GCS 15)
Tanda Vital :
Suhu : 36,70C
TD : 100/80 mmHg
Nadi : 76x / menit
RR : 18x / menit
SpO2 : 98%
TB : 155 cm
BB : 75 kg

Status Internus

Kulit Ikterik (-), pucat (-)


Mesochepal, turgor cukup, rambut mudah dicabut
Kepala
(-),benjolan (-), kaku kuduk (-)
Mata Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
photophobia (-)
Telinga Kurang pendengaran (-), discharge (-)
Simetris, nafas cuping hidung (-), mimisan (-), discharge
Hidung
(-)
Sariawan (-), gusi berdarah (-), sianosis (-), bibir pucat
Mulut (-),bibir kering (-), mukosa hiperemis (-), lidah kotor (-),
lidahtremor (-)
Pembesaran KGB (-), Deviasi trakea (-), JVP (-),
Leher
pembesarantyroid (-)
Cor : BJ I-II Reguler , suara tambahan (-) gallop (-)
Thorax Pulmo : Suara dsasar vesikuler +/+ Rhonki -/- Wheezing
-/-
Abdomen NT abdomen (-), tak teraaba massa
Oedem ekstremitas (-/-), akral dingin (-/-), kuku jari
Ekstremitas
pucat (-/-) akral hangat (-/-)

Status Ginekologi
PPV :+
Fl/Flx : - / +
Vulva, Uretra, Vagina dalam batas normal
Portio licin, tampak pembukaan 0.5cm
Adneksa parametrium tak teraba massa
TFU : 2 jari di bawah pusar
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

USG

Gambar 1. USG Molahidatidosa


X Foto Thorax

Kesan : Cor normal Pulmo tak tampak kelainan


Gambar 2. X-Foto Thorax tak tampak metastasis
Laboratorium (14Januari 2017) :
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Hematologi
Hemoglobin 11,7 g/dl 11,7-15,5
Hematokrit 33,3 (L) % 35-47
Jumlah leukosit 10,5 u/dl 3,6-11,0
Jumlah trombosit 421 ml 150-400
Masa perdarahan/BT 02 min 00 sec 2-7
Masa pembekuan/CT 08 min 10 sec 4-10
Kimia Klinik
GDS 93 mg/dl 70-115
Imunologi
HbsAg Negatif - Negatif

Laboratorium ( 17 Januari 2017) Post Curretage


Pemeriksaan Hasil
Urin : Gravindex Titer
Tanpa pengenceran +
1/50 +
1/100 +
1/200 +
1/400 +

V. RESUME
Pasien datang ke Poli Kandungan RSU Daerah Kota Semarang
pada tanggal 14 Januari 2017 dengan keluhan perdarahan pada jalan lahir.
Perdarahan dari jalan lahir sudah dirasakan sejak 1 hari SMRS. Selama 1
hari perdarahan pasien sudah mengganti pembalut sebanyak 3x dengan
darah penuh pada pembalut. Diperkirakan darah 15 cc. Warna darah
merah agak kecoklatan dengan konsistensi kental.
Pasien sebelumnya di diagnosis G1P0A0U 22 H 14 mgg + 6hr
dengan :
HPHT = 10 Oktober 2016
HPL = 17 Juli 2017
Pada minggu ke 8 kehamilan pasien mengeluhkan mual (+) muntah
(+) berlebih selama 1 minggu, tampak tanda-tanda kehamilan seperti
perut membesar, payudara tampak membesar. Pasien belum merasa adanya
gerakan janin.
Riwayat penyakit hipertensi, diabetes, hepatitis, penyakit jantung,
dan alergi disangkal.Pada keluarga pasien terdapat riwayat penyakit
hipertensi.Riwayat penyakit DM, hepatitis, asma, penyakit jantung dan
alergi pada keluarga disangkal.Pemeriksaan status internus dalam batas
normal. Pemeriksaan ginekologi didapatkan hasil sebagai berikutPPV (-),
Fl/Flx (-), vulva, uretra, vagina dalam batas normal, Portio licin, OUE
membuka 0,5cm dan adneksa parametrium tak teraba massa.

VI. DIAGNOSA AWAL


G1P0A0 U 22 H 14 mgg + 6 hr , molahidatidosa

VII. PENATALAKSANAAN
Laminaria 1x 24 jam
Curretage

VIII. DIAGNOSIS POST OPERATIF


Diagnosis utama : Molahidatidosa
Diagnosis sekunder :-

VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
Ad Functionam : Dubia ad bonam

IX. LAMPIRAN
Gambar 3. Laminaria yang membesar setelah pemasangan 1x 24 jam

Gambar 4. Gelembung Molahidatidosa setelah di curretage

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar
dimana terjadi keabnormalan dalam konsepsi plasenta yang disertai dengan
perkembangan parsial atau tidak ditemukan adanya pertumbuhan janin,
hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi
hidropobik. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang
membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang
diberikan adalah sebagai segugus buah anggur.Jaringan trofoblast pada vilus
berproliferasi dan mengeluarkan hormon human chononic gonadotrophin
(HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa.

2. Epidemiologi
Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1
per 120 kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000
kehamilan). Di Indonesia, mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang
penting dengan insiden yang tinggi (data RS di Indonesia, 1 per 40
persalinan), faktor risiko banyak, penyebaran merata serta sebagian besar
data masih berupa hospital based. Faktor risiko mola hidatidosa terdapat
pada usia kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, gizi buruk, riwayat
obstetri, etnis dan genetik

3. Etiologi

Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor


penyebabnya yang kini telah diakui adalah :

1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi


terlambat dikeluarkan.
2. usia ibu yang terlalu muda atau tua (36-40 tahun) beresiko 50%
terkena penyakit ini.
3. imunoselektif dari sel trofoblast
4. keadaan sosioekonomi yang rendah
5. paritas tinggi
6. defisiensi vitamin A
7. kekurangan protein
8. infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas.
Berbagai teori telah diajukan, misalnya teori infeksi, defisiensi zat
makanan, terutama protein tinggi.Teori yang paling cocok dengan keadaan
adalah teori dari Acosta Sison, yaitu defisiensi protein, karena kenyataan
membuktikan bahwa penyakit ini lebih banyak ditemukan pada wanita dari
golongan sosio ekonomi rendah. Akhir-akhir ini dianggap bahwa kelainan
tersebut terjadi karena pembuahan sebuah sel telur dimana intinya telah
hilang atau tidak aktif lagi oleh sebuah sel sperma yang mengandung 23x
(haploid) kromosom, kemudian membelah menjadi 46xx, sehingga mola
hidatidosa bersifat homozigot, wanita dan androgenesis. Kadang-kadang
terjadi pembuahan oleh 2 sperma, sehingga terjadi 46xx atau 46xy.
Telah diketahui bahwa penyakit ini banyak ditemukan pada golongan
sosio ekonomi rendah, umur di bawah 20 tahun dan di atas 34 tahun, dan
dengan paritas tinggi. insiden penyakit ini dapat diturunkan dengan suatu
upaya preventif berupa pencegahan kehamilan di bawah 20 tahun dan di
atas 34 tahun dengan jumlah anak tidak lebih dari tiga
Juga disebutkan defisiensi lemak hewani dan karotene, kebiasaan
merokok, pemakaian pil kontrasepsi kombinasi merupakan faktor resiko.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa peran graviditas, paritas, faktor
reproduksi lain, status estrogen, kontrasepsi oral dan faktor makanan
dianggap sebagai faktor resiko walaupun masih belum jelas hubungannya.

4. Klasifikasi
Mola hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu bila tidak
disertai janin maka disebut mola hidatidosa atau Complete mole, sedangkan
bila disertai janin atau bagian dari janin disebut mola parsialis atau Parsials
mole

Gambaran Mola Komplit Mola Parsial


Kariotipe 46,XX atau 46,XY Umumnya 69,XXX
atau 69,XXY (tripoid)

Patologi

Edema villus Difus Bervariasi,fokal

Proliferasi trofoblastik Bervariasi, ringan s/d berat Bervariasi, fokal,


ringan s/d sedang

Janin Tidak ada Sering dijumpai

Amnion, sel darah Tidak ada Sering dijumpai


merah janin

Gambaran klinis

Diagnosis Gestasi mola Missed abortion

Ukuran uterus 50% besar untuk masa Kecil untuk masa


kehamilan kehamilan

Kista teka-lutein 25-30% Jarang

Penyulit medis Sering jarang

Penyakit pascamola 20% <5-10%

Kadar hCG Tinggi Rendah tinggi


5. Patofisiologi
Menurut Sarwono, 2010, Patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa
yaitu karena tidak sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel
telur patologik yaitu : hasil pembuahan dimana embrionya mati pada umur
kehamilan 3 5 minggu dan karena pembuluh darah villi tidak berfungsi
maka terjadi penimbunan cairan di dalam jaringan mesenkim villi.

Analisis sitogenetik pada jaringan yang diperoleh dari kehamilan mola


memberikan beberapa petunjuk mengenai asal mula dari lesi
ini.Kebanyakan mola hidatidosa adalah mola lengkap dan mempunyai 46
kariotipe XX.Penelitian khusus menunjukkan bahwa kedua kromosom X itu
diturunkan dari ayah. Secara genetik, sebagian besar mola hidatidosa
komplit berasal dari pembuahan pada suatu telur kosong (yakni, telur
tanpa kromosom) oleh satu sperma haploid (23 X), yang kemudian
berduplikasi untuk memulihkan komplemen kromosom diploid (46 XX).
Hanya sejumlah kecil lesi adalah 46 XY.

Pada mola yang tidak lengkap atau sebagian, kariotipe biasanya


suatu triploid, sering 69 XXY (80%).Kebanyakan lesi yang tersisa adalah 69
XXX atau 69 XYY.Kadang-kadang terjadi pola mozaik.Lesi ini, berbeda
dengan mola lengkap, sering disertai dengan janin yang ada secara
bersamaan.Janin itu biasanya triploid dan cacat.
Gambar Susunan sitogenetik dari mola hidatidosa. A. Sumber kromosom dari
mola lengkap. B. Sumber kromosom dari mola sebagian yang triploid

Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis


dari penyakit trofoblas:

1. Teori missed abortion.


Teori ini menyatakan bahwa mudigah mati pada usia kehamilan
3-5 minggu (missed abortion). Hal inilah yang menyebabkan
gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam
jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-
gelembung. Menurut Reynolds, kematian mudigah itu disebabkan
karena kekurangan gizi berupa asam folik dan histidine pada
kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini menyebabkan terjadinya
gangguan angiogenesis.

2. Teori neoplasma
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Pada penyakit
trofoblas, yang abnormal adalah sel-sel trofoblas dimana fungsinya
juga menjadi abnormal. Hal ini menyebabkan terjadinya reabsorpsi
cairan yang berlebihan kedalam villi sehingga menimbulkan
gelembung. Sehingga menyebabkan gangguan peredaran darah dan
kematian mudigah.

Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa


gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, sehingga
menyerupai buah anggur, atau mata ikan.Karena itu disebut juga hamil
anggur atau mata ikan. Ukuran gelembung-gelembung ini bervariasi dari
beberapa milimeter sampai 1-2 cm. Secara mikroskopik terlihat trias: (1)
Proliferasi dari trofoblas; (2) Degenerasi hidropik dari stroma villi dan
kesembaban; (3) Hilangnya pembuluh darah dan stroma. Sel-sel Langhans
tampak seperti sel polidral dengan inti terang dan adanya sel sinsitial giantik
(syncytial giant cells).Pada kasus mola banyak dijumpai ovarium dengan
kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih (25-60%). Kista lutein akan
berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa
sembuh.

6. Gambaran Klinik
a. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala mola hidatidosa yang paling umum
ditemui.Mulai dari sekedar spotting hingga perdarahan masif. Gejala
perdarahan biasanya terjadi antara bulan pertama sampai bulan ke tujuh
dengan rata-rata minggu ke 12-14. Dapat dimulai sesaat sebelum aborsi
atau lebih sering dapat muncul secara intermiten, sedikit-sedikit atau
sekaligus banyak hingga menyebabkan syok atau kematian. Sebagai
akibat dari perdarahan tersebut gejala anemia sering dijumpai terutama
pada wanita malnutrisi. Efek dilusi dari hipervolemia terjadi pada wanita
dengan mola yang lebih besar. Anemia defisiensi Fe sering ditemukan,
demikian pula halnya dengan kelainan eritropoiesis megaloblastik,
diduga akibat asupan yang tidak mencukupi karena adanya mual dan
muntah disertai peningkatan kebutuhan asam folat karena cepatnya
proliferasi trofoblas. Perdarahan juga sering disertai pengeluaran
jaringan mola. Darah yang keluar berwarna kecoklatan.
b. Ukuran uterus bisa lebih besar atau lebih kecil (tidak sesuai usia
kehamilan)
Pertumbuhan ukuran uterus sering lebih besar dan lebih cepat daripada
kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah dari semua pasien
mola. Ada pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama
besarnya dengan kehamilan normal, walaupun jaringannya belum
dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan trofoblas tidak terlalu aktif
sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya dying mole. Uterus
mungkin sulit untuk diidentifikasikan secara pasti dengan palpasi,
terutama pada wanita nullipara. Hal ini disebabkan karena
konsistensinya yang lembut di bawah dinding perut yang kaku.
Pembesaran uterus karena kista theca lutein multiple akan membuat
sulit perbedaaan dengan pembesaran uterus biasa.
c. Tidak adanya aktifitas janin
Walaupun pembesaran uterus mencapai bagian atas simfisis, tidak
ditemukan adanya denyut jantung janin.Meskipun jarang, mungkin
terdapat plasenta ganda dengan kehamilan mola komplet yang
bertumbuh bersamaan, sementara plasenta yang satu dan janin terlihat
normal. Juga walaupun jarang, mungkin terdapat mola inkomplet pada
plasenta yang disertai janin hidup.
d. Eklamsia dan preeklamsia
Preeklampsia pada kehamilan mola timbul pada trisemester ke 2.
Eklamsia atau preeklamsia pada kehamilan normal jarang terlihat
sebelum usia kehamilan 24 minggu. Oleh karenanya preeklamsia yang
terjadi sebelum waktunya harus dicurigai sebagai mola hidatidosa.
e. Hiperemesis
Mual dan muntah yang signifikan dapat timbul sebagai salah satu gejala
mola hidatidosa.
f. Tirotoksikosis
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering
meningkat, namun gejala hipertiroid jarang muncul. Menurut Curry
insidennya 1%, tetapi Martaadisoebrata menemukan angka lebih tinggi
yaitu 7,6%. Terjadinya tirotoksikosis pada mola hidatidosa berhubungan
erat dengan besarnya uterus.Makin besar uterus makin besar
kemungkinan terjadinya tirotoksikosis.Oleh karena kasus mola dengan
uterus besar masih banyak ditemukan, maka Martaadisoebrata
menganjurkan agar pada tiap kasus mola hidatidosa dicari tanda-tanda
tirotoksikosis secara aktif.
Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih
buruk, baik dari segi kematian maupun kemungkinan terjadinya
keganasan.Biasanya penderita meninggal karena krisis
tiroid.Peningkatan tiroksin plasma mungkin karena efek dari estrogen
seperti yang dijumpai pada kehamilan normal.Serum bebas tiroksin
yang meningkat sebagai akibat thyrotropin-like effect dari Chorionic
Gonadotropin hormone.Terdapat korelasi antara kadar hCG dan fungsi
endogen tiroid tapi hanya kadar hCG yang melebihi 100.000 iu/L yang
bersifat tirotoksis.
Mola hidatidosa komplet
- Perdarahan pervaginam : gejala umum dari mola komplet.
Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus
mungkin membesar karena sejumlah besar darah dan cairan gelap
masuk ke dalam vagina. Gejala ini muncul pada 97% kasus.
- Hiperemesis : karena peningkatan secara ekstrem kadar hCG
- Hipertiroidisme : kira-kira 7% pasien mengalami takikardi, tremor dan
kulit yang hangat.
Mola hidatidosa parsial
- Pasien dengan mola hidatidosa parsial tidak memiliki gejala yang sama
dengan mola komplet. Pasien ini biasanya mempunyai gejala dan tanda
seperti abortus inkomplet atau missed abortion.
- Perdarahan pervaginam
- Adanya denyut jantung janin

7. Diagnosis

1. Anamnesis
Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang
berlebihan, perdarahan pervaginam berulang cenderung berwarna coklat
dan kadang bergelembung seperti busa.
- terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata
dari kehamilan biasa
- terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna
tengguli tua atau kecoklatan
- pembesaran rahim yang tidak sesuai (lebih besar) bila dibandingkan
dengan usia kehamilan seharusnya
- keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu
ada) yang merupakan diagnosa pasti

(1) Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola komplet
adalah perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari desidua,
menyebabkan perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah
darah yang banyak, dan cairan gelap bisa mengalir melalui vagina. Gejala
ini terdapat dalam 97% kasus.
(2) Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat.
Hal ini merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon -HCG.
(3) Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi,
tremor dan kulit yang hangat. Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia
yang terjadi pada 27% kasus dengan karakteristik hipertensi ( TD > 140/90
mmHg), protenuria (>300 mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia

2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Palpasi :
Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba
lembek
Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan
janin.
Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
Pemeriksaan dalam :
Memastikan besarnya uterus
Uterus terasa lembek
Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis

3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan kadar B-hCG
BetaHCG urin > 100.000 mlU/ml
Beta HCG serum > 40.000 IU/ml
Berikut adalah gambarkurva regresi hCG normal yang menjadi
parameter dalam penatalaksanaan lanjutan mola hidatidosa.

Gambar : Nilai rata-rata dari 95 % confidence limit yang


menggambarkan kurva regresi normal gonadotropin korionik subunit
pasca mola (Cunningham, 2006).
Pemeriksaan kadar T3 /T4
B-hCG > 300.000 mIU/ml mempengaruhi reseptor thyrotropin,
mengakibatkan aktifitas hormon-hormon tiroid (T3/T4)
meningkat.Terjadi gejala-gejala hipertiroidisme berupa hipertensi,
takikardia, tremor, hiperhidrosis, gelisah, emosi labil, diare, muntah,
nafsu makan meningkat tetapi berat badan menurun dan
sebagainya.Dapat terjadi krisis hipertiroid tidak terkontrol yang
disertai hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular, toksemia,
penurunan kesadaran sampai delirium-koma (Cunningham, 2006).

4. Pemeriksaan Imaging
a. Ultrasonografi
Gambaran seperti sarang tawon tanpa disertai adanya janin

Ditemukan gambaran snow storm atau gambaran seperti


badai salju.

b. Plain foto abdomen-pelvis: tidak ditemukan tulang janin

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu:
1. Perbaikan keadaan umum
Yang termasuk usaha ini misalnya transfusi darah pada anemia
berat dan srok hipovolemik karena perdarahan.Atau menghilangkan
penyulit seperti preeklamsia dan tirotoksikosis. Preeklamsia diobati
seperti pada kehamilan biasa, sedangkan untuk tirotoksikosis diobati
sesuai protokol penyakit dalam, antara lain dengan inderal.
2. Pengeluaran jaringan mola
Bila diagnosis telah ditegakkan, kehamilan mola harus segera
diakhiri. Ada dua cara evakuasi, yaitu: a) kuret hisap, b) histerektomi
a. Kuret hisap
Kuret hisap merupakan tindakan pilihan untuk mengevakuasi
jaringan mola, dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan
infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan
kecepatan 40-60 tetes/menit. Oksitosi diberikan untuk
menimbulkan kontraksi uterus mengingat isinya akan dikeluarkan
Tindakan ini dapat mengurangi perdarahan dari tempat
implantasidan dengan terjadinya retraksi miometrium, dinding
uterus akan menebal dan dengan demikian resiko perforasi dapat
dikurangi 8.Bila sudah terjadi abortus maka kanalis servikalis sudah
terbuka. Bila belum terjadi abortus, kanalis servikalis belum
terbuka sehingga perlu dipasang laminaria atau servikalis dilator
(setelah 10 jam baru terbuka 2-5 cm). Setelah jaringan mola
dikeluarkan secara aspirasi dan miometrium memperlihatkan
kontraksi dan retraksi, biasanya dilakukan kuretase yang teliti dan
hati-hati dengan menggunakan alat kuret yang tajam dan besar.
Jaringan yang diperoleh diberi label dan dikirim untuk
pemeriksaan. Kuretase kedua dilakukan apabila kehamilan seusia
lebih dari 20 minggu, atau tidak diyakini bersih. Kuret ke-2
dilakukan kira-kira 10-14 hari setelah kuret pertama. Pada waktu
itu uterus sudah mengecil sehingga lebih besar kemungkinan
bahwa kuret betul-betul menghasilkan uterus yang bersih.
Jika terdapat mola hidatidosa yang besar (ukuran uterus >12
minggu, dan dievakuasi dengan kuret hisap, laparatomi harus
dipersiapkan, atau mungkin diperlukan ligasi arteri hipogastrika
bilateral bila terjadi perdarahan atau perforasi. Sebelum kuret
sebaiknya disediakan persediaan darah untuk menjaga
kemungkinan terjadi perdarahan masif selama kuretase
berlangsung.

b. Histerektomi
Sebelum kuret hisap digunakan, histerektomi sering dipakai
untuk pasien dengan ukuran uterus di luar 12-14 minggu. Namun
histerektomi tetap merupakan pilihan pada wanita yang telah cukup
umur dan cukup mempunyai anak.
Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua dan
paritas tinggi karena hal tersebut merupakan predisposisi timbulnya
keganasan. Batasan yang dipakai ialah umur 35 tahun dengan anak
hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila
dilakukan pemeriksaan histopatologi sudah tampak adanya tanda-
tanda mola invasif.
Ada beberapa ahli yang menganjurkan agar pengeluaran
jaringan dilakukan melalui histerektomi. Tetapi cara ini tidak begitu
populer dan sudah ditinggalkan. Walau histerektomi tidak dapat
mengeliminasi sel-sel tumor trofoblastik, namun mampu untuk
mengurangi kekambuhan penyakit ini.
3. Terapi profilaksis dengan sitostatika
Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya
keganasan di bawah pengawasan dokter.3 Misalnya umur tua dan
paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi, atau kasus
dengan hasil histopatologi yang mencurigakan. Biasanya diberikan
Methotrexate atau Actinomycin D. Tidak semua ahli setuju dengan
cara ini, dengan alasan jumlah kasus mola yang menjadi ganas tidak
banyak dan sitostatika merupakan obat yang berbahaya. Goldstein
berpendapat bahwa pemberian sitostatika profilaksis dapat
menghindarkan keganasan metastasis, serta mengurangi terjadinya
koriokarsinoma di uterus sebanyak 3 kali. Kadar hCG >100.000 IU/L
praevakuasi dianggap sebagai resiko tinggi untuk perubahan ke arah
keganasan, pertimbangan untuk memberikan Methotrexate (MTX) 3-5
mg/kgBB atau 25 mg IM dosis tunggal. Metastasis yang hanya ke
paru dapat diobati dengan agen kemoterapi tunggal sedangkan
metastasis lainnya memerlukan 3 agen kemoterapi.
4. Pemeriksaan tindak lanjut (follow up)
Tujuan utama follow up untuk mendeteksi adanya perubahan
yang mengarah keganasan. Metode umum follow up adalah sebagai
berikut:
- Mencegah kehamilan selama periode follow up, minimal 1
tahun, mematuhi jadwal kontrol selama 2-3 tahun (1x pada
triwulan pertama, tiap 2 minggu pada triwulan kedua, tiap bulan
pada 6 bulan berikutnya,tiap 2 bulan pada tahun berikutnya,
selanjutnya tiap 3 bulan
- Pengukuran kadar serum B-hCG setiap 2 minggu
- Mempertahankan terapi selama kadar serum menurun.
Peningkatan atau pendataran kadar membutuhkan evaluasi dan
terapi lanjut
- Jika kadar normal (mencapai batas rendah dari pengukuran,
dilakukan pengukuran setiap bulan sekali selama 6 bulan dan
tiap 2 bulan selama 1 tahun
- Follow up dapat dihentikan dan kehamilan diijinkan 1 tahun
kemudian
Setiap periksa ulang penting diperhatikan :
1. Gejala klinik: keadaan umum, perdarahan, dan lain-
lain
2. Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan
inspekulo: tentang keadaan serviks, uterus cepat bertambah kecil
atau tidak, dan lain-lain
3. Reaksi biologis atau imunologis air seni,
1x seminggu sampai hasil negatif, 1x2 minggu selama
triwulan selanjutnya, 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya, 1x 3
bulan selama tahun berikutnya. Kalau reaksi titer tetap (+) maka
harus dicurigai adanya keganasan. Keganasan masih dapat
timbul setelah 3 tahun pasca terkenanya mola hidatidosa.
Menurut Harahap tumor timbul 34,5% dalam 6 minggu, 62,1%
dalam 12 minggu, dan 79,4% dalam 24 minggu serta 97,2%
dalam 1 tahun setelah mola keluar.
Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun,
mengingat kemungkinan terjadi keganasan setelah mola
hidatidosa (20%). Gejala-gejala choriocarsinoma yang harus
diwaspadai setelah dilakukan kuretase mola: perdarahan yang
terus menerus,involusi rahim tidak terjadi, kadang-kadang
malahan nampak metastasis di vagina berupa tumor-tumor yang
biru ungu, rapuh dan mudah berdarah.2
Selama pengawasan, secara berkala dilakukan
ginekologis, kadar-hCG dan ultrasonografi. Cara yang paling
peka saat ini adalah dengan pemeriksaan -hCG yang menetap
untuk beberapa lama. Jika masih meninggi, hal ini berarti masih
ada sel-sel trofoblas yang aktif. Cara yang umum dipakai
sekarang ini adalah dengan radioimmunoassay terhadap -hCG
sub-unit. Pemeriksaan kadar -hCG diselenggarakan setiap
minggu sampai kadar menjadi negatif selama 3 minggu dan
selanjutnya setiap bulan selama 6 bulan. Mungkin juga timbul
metastasis di paru-paru yang menimbulkan batuk dan
haemoptoe, oleh karena itu bila ada gejala-gejala yang
mencurigakan harus dibuat foto rontgen paru.
Gambar 1. Skema tatalaksana mola hidatidosa
9. Komplikasi
Perforasi uterus selama kuret hisap sering muncul karena uterus yang
membesar. Jika hal ini terjadi prosedur penanganannya harus dalam
bimbingan laparaskopi.
Perdarahan sering pada evakuasi mola, karenanya oksitosin IV harus
diberikan sebelum prosedur dimulai. Methergin atau Hemabase dapat
juga diberikan.
Penyakit trofoblastik ganas terjadi pada 20 % kehamilan mola,
karenanya pemeriksaan kuantitatif hCG serial dilakukan selama 1
tahun post evakuasi sampai hasilnya negatif.
DIC, karena jaringan mola melepaskan faktor yang bersifat
fibrinolitik. Semua pasien harus diperiksa kemungkinan adanya
koagulopati.
Emboli trofoblastik dapat menyebabkan insufisiensi pernafasan akut.
Faktor resiko terbesar ialah pada ukuran uterus yang lebih besar dari
yang diharapkan pada usia kehamilan 16 minggu. Kondisi ini dapat
berakhir fatal.
kista lutein, baik unilateral maupun bilateral. Kista lutein dapat
menyebabkan pembesaran pada satu atau kedua ovarium dengan
ukuran yang beragam, dari diameter mikroskopik sampai ukuran 10
cm atau lebih. Hal ini terjadi pada 25-60% penderita mola. Kista teka
lutein multiple pada 15-30% penderita mola menyebabkan
pembesaran satu atau kedua ovarium dan menjadi sumber rasa nyeri.
Ruptur, perdarahan atau infeksi mudah terjadi.
Kista lutein ini diperkirakan terjadi akibat rangsangan elemen lutein
yang berlebihan oleh hormon korionik-gonadotropin dalam jumlah
besar yang disekresi oleh trofoblas yang berproliferasi dengan
pemeriksaan klinis, insiden kista lutein + 10,2%, tetapi bila
menggunakan USG angkanya meningkat sampai 50%. Kasus mola
dengan kista lutein mempunyai resiko empat kali lebih besar untuk
mendapat degenerasi keganasan di kemudian hari daripada kasus-
kasus tanpa kista. Involusi dari kista terjadi setelah beberapa minggu
yang biasanya seiring dengan penurunan kadar B-hCG. Tindakan
bedah hanya dilakukan bila ada ruptur dan perdarahan atau ovarium
yang membesar tadi mengalami infeksi. umumnya ukuran kembali
normal dalam 12 minggu.

10. Prognosis
_____________________________________________________________
_____
Prognosis baik Prognosis buruk
Kehamilan terakhir < 4 bulan > 4 bulan
B-hCG < 40.000 > 40.000
Kehamilan sebelumnya mola term
Terapi sebelumnya tidak ada gagal
Metastase tidak ada, kadang paru otak, hati

WHO SCORING SYSTEM


Faktor prognosis 0 1 2 4
1. Usia < 35 th>35 th
2. Kehamilan sebelumnya mola aborsi term
3. Interval <4bln 4-6 bln 7-12 bln >12 bln
4. B-hCG <1000 <10.000 <100.000 >100000
5. ABO maternal-paternal OxA,AxO B,AB
6. Ukiran tumor terbesar 3-5 >5
7. Angka metastase 1-4 4-8 >8
8. Kemoterapi terdahulu tunggal multiple

Total score : 0-4 resiko rendah


5.7 resiko sedang
> 8 resiko tinggi
Data mortalitas berkurang secara drastis mencapai 0 dengan diagnose
dini dan terapi yang adekuat. Dengan kehamilan mola yang lanjut, pasien
cenderung untuk menderita anemia dan perdarahan kronis. Infeksi dan
sepsis pada kasus-kasus ini dapat menyebabkan tingkat morbiditas yang
tinggi.
Evaluasi dini tidak menghilangkan kemungkinan berkembangnya
tumor persisten. Hampir 20% mola komplet berlanjut menjadi tumor
gestasional trofoblastik. Lurain and Colleagues (1987) melaporkan setelah
evakuasi mola hidatidosa, 81% mengalami regresi spontan dan 19%
berlanjut menjadi tumor trofolastik gestasional.
Pemantauan yang dilihat pada pasien mola hidatidosa yang telah
menjalani evakuasi mengindikasikan bahwa tindakan ini bersifat kuratif
pada lebih dari 80% pasien. Mola hidatidosa yang berulang terjadi pada 0,5
2,6%, dengan resiko yang lebih besar untuk menjadi mola invasif atau
koriokarsinoma. Terjadinya proses keganasan bisa berlangsung antara 7 hari
sampai 3 tahun pasca mola, tetapi yang paling banyak dalam 6 bulan
pertama. Kurang lebih 10-20% mola hidatidosa komplet menjadi
metastastik koriokarsinoma yang potensial invasif.
Kematian pada kasus mola disebabkan karena perdarahan, infeksi,
preeklamsia, payah jantung, emboli paru atau tirotoksikosis. Di negara
maju, kematian karena mola hampir tidak ada lagi, tetapi di negara
berkembang masih cukup tinggi, yaitu berkisar 2,2-5,7%.
DAFTAR PUSTAKA

Cunninngham.F.G. dkk. 2006. Mola Hidatidosa Penyakit Trofoblastik


Gestasional Obstetri Williams. Edisi 21.Vol 2. EGC: Jakarta.

Departemen Obstetri & Ginekologi FK UNPAD. 2015. Panduan Praktik Klinis


Obstetri dan Ginekologi. FK UNPAD : Bandung.

Prawirohadjo S, Wiknjosastro H. 2009. Mola Hidatidosa. Ilmu Kandungan.


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo: Jakarta

Sumapraja S, Martaadisoebrata D. 2011. Penyakit Serta Kelainan Plasenta dan


Selaput Janin, dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai