Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN JOURNAL READING

DI INTENSIVE CARE UNIT


RSUD SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE
PONTIANAK

OLEH :
DENNY KURNIAWAN I4051161013
RAUP SUTRIANTO I4052161006
ELISABET BORU SARAGIH I4051161015
RIYANA SEFTERINA UAR I4052161010
SHELLA RAMADHANI I4051161032
TRI DARSIH I4051161012
VIVI MELIANA SITINJAK I4051161011
YOSEPHA I4051161018
DESI CHRISMAYANTI` I4052161008
SYARIFAH ARSYITA I4052161013

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2017

1
JOURNAL READING

A PENDAHULUAN
Pasien kritis dengan masa rawat yang lama akan menimbulkan banyak masalah
kesehatan yang muncul diantaranya muncul pneumonia, kelemahan, nyeri akut, hingga
masalah semua fungsi organ tubuh karena pengaruh infeksi yang didapat saat dirawat di
ICU hingga berujung kematian. Imobilisasi pasien di ICU memberikan kontribusi pada
komplikasi lanjut yang cukup tinggi pada pasien dengan kondisi kritis hingga berakhir
kematian. Pada pasien kritis yang mengalami imobilisasi akan memunculkan dampak
yang merugikan karena pada posisi imobilisasi konsumsi oksigen pada pasien kritis akan
meningkat (Jevon & Ewens, 2009).
Penelitian Vollman di Icu Amerika, menyatakan pemberian posisi terlentang secara
terus menerus dapat menurunkan sirkulasi darah dari ekstermitas bawah, yang seharusnya
jumlahnya banyak untuk menuju jantung. Pada tiga hari pertama bedrest, volume plasma
akan berkurang 8%- 10% dan menjadi berkurang 15%- 20% pada minggu keempat
bedrest. Pada penelitian tersebut menunjukkan efek maksimal bedrest akan terlihat pada
minggu ketiga bedrest (Vollman, 2010).
Upaya yang telah dilakukan untuk menekan anngka morbiditas dan mortalitas pada
pasien yang dirawat di ruang ICU adalah dengan mengembangkan sistem pelayanan
terpadu mulai dari pengkajian pasien yang masuk ICU hingga pelayanan lanjutan pasien
keluar dari ICU. Intervensi berupa mobilisasi tiap dua jam telah disarankan diberbagai
rumah sakit guna meningkatkan kualitas hidup pasien kritis. Sebuah studi di Inggris
menunjukkan bahwa dalam jangka waktu delapan jam kurang dari 3% pasien yang
dirawat di ICU dilakukan perubahan posisi tiap dua jam. Perawatan di ICU Inggris
ratarata perubahan posisi dilakukan setiap 4,85 jam, bukan pada 2 jam sekali
(Gallagher,2010).
Penelitian Stiller (2007), pada 39 pasien di ICU yang menerima 69 tindakan
mobilisasi terhadap penilaian parameter hemodinamik dan pernapasan, ditemukan bahwa
mobilisasi mengakibatkan peningkatan yang signifikan dalam denyut jantung, tekanan
darah dan penurunan yang tidak signifikan terhadap saturasi oksigen4. Penelitian lain
yang dilakukan oleh Cohen di Australia untuk mengevaluasi efek hemodinamik dan
metabolisme pernapasan untuk 32 orang pasien yang terpasang ventilasi mekanisdengan
modus SIMV, menyatakan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan pada denyut

1
jantung, sistolik, curah jantung, konsumsi oksigen, produk karbondioksida dan PaCO2
(Berney, & Denehy,2003).
Pemberian tindakan mobilisasi progresif digunakan sebagai salah satu tekhnik
pengobatan pada pasien dengan berbagai gangguan fungsi organ. Mobilisasi progresif
terdiri dari lima level atau tahapan yang dilakukan, terdiri dari: Head of bed (HOB),
Latihan Range of motion (ROM) pasif dan aktif, terapi lanjutan rotasi lateral, posisi
tengkurap, pergerakan melawan gravitasi, posisi duduk, posisi kaki menggantung, berdiri
dan berjalan2. Pada penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh mobilisasi progresif
dengan tindakan HOB, pasif ROM dan rotasi lateral terhadap perubahan tekanan.

B ANALISIS JURNAL
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian quasi
eksperiment design with pre-post test without control group. Penelitian ini dilakukan
selama tiga bulan yaitu pada bulan Mei Juni 2013 di RS Hasan Sadikin Bandung.
Pengambilan sampel menggunakan tekhnik non probability sampling dengan jenis
consecutive sampling. Sampel pada penelitian ini berjumlah 30 orang. Sample pada
penelitian ini adalah semua pasien yang dirawat di ruang ICU dengan menggunakan
ventilasi mekanikbaik kasus medikal maupun bedah. Kriteria inklusi pada penelitian ini
adalah pasien yang berusia lebih dari 18 tahun dengan nilai Mean Arterial Pressure
(MAP) >55200 mmHg.
Pada penelitian ini menggunakan satu kelompok yang diukur tekanan darahnya
sebelum dan sesudah intervensi. Hasil penelitian didapatkan bahwa tidak ada perubahan
yang signifikan antara variabel mobilisasi progresif dengan tekanan darah pasien di ICU.
Menurut Kozier, hemodinamik pada setiap rentang usia berbedabeda, pada penelitian ini
tampak pada perbedaan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik. Pada usia dewasa
tekanan darah sistolik berkisar 90 140 mmHg sedangkan tekanan diastolik 60-80
mmHg. Pada usia dewasa lanjut terkadang dikategorikan lansia mengalami peningkatan
pada diastolik. Kondisi biologis individu, penurunan jumlah sel fungsional, penurunan
penggunaan oksigen, pompa darah, regangan otot, hormon serta aktivitas yang
berpengaruh pada anatomi dan fisiologi tubuh akan berdampak pada hemodinamik tubuh
(Morris & Herridge, 2007).
Pemberian mobilisasi diharapkan dapat meningkatkan transport oksigen dari
pasien. Mobilisasi pasien di ICU dapat dilihat sebagai proses rehabilitasi dini untuk
mempertahankan kekuatan otot dan untuk mencegah perubahan yang buruk dalam respon
kardiovaskuler selain itu, hal ini diharapkan dapat mempercepat proses penyapihan dan
mempersingkat lama rawat di ICU (Morris, & Herridge, 2007).

2
Pada sebuah penelitian di ICU Turki mengemukakan, bahwa tidak terjadinya
perubahan yang signifikan pada parameter tekanan darah dapat disebabkan karena
metabolisme jantung dipengaruhi oleh beban miokard, dan kebutuhan oksigen.
Kebutuhan oksigen miokard dapat diukur sebagai interaksi antara ketegangan miokard
dan kontraktilitas otot jantung. Semua faktor ini berubah selama diberikan aktifitas fisik.
Peningkatan aliran koroner meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan miokard
untuk nutrisi dan oksigenasi. Hasil mobilisasi secara pasif mengahsilkan metabolisme
jantung yang rendah sehingga peningkatan tekanan darah belum terjadi secara maksimal
(Genc,Ozyurek, & Gunerli, 2012).

C LANDASAN TEORI

1 Pengertian
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90
mmHg. (Smeltzer, 2001).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih
dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang.
Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten)
dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung
koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat
pengobatan yang memadai. Banyak pasien hipertensi dengan tekanan darah tidak
terkontrol dan jumlahnya terus meningkat. Oleh karena itu, partisipasi semua pihak,
baik dokter dari berbagai bidang peminatan hipertensi, pemerintah, swasta maupun
masyarakat diperlukan agar hipertensi dapat dikendalikan. (Riskesdas 2007, Riskesdas
2013, Balitbangkes. Kemenkes)
2 Penyebab
Hipertensi primer tidak mempunyai sebab yang khusus tapi multi faktor itu sebagai
respon terhadap peningkatan cardiac output atau adanya tekanan perifer. (Soeparman
dkk, 2007)
Faktor faktor yang berpengaruh terhadap dua kekuatan tersebut adalah :
1) Genetic
2) Obesitas
3) Stress lingkungan
4) Kehilangan jaringan elastis dan arteriosclerosis aorta dan arteri besar lain.
Faktor pemicu hipertensi dapat dibedakan menjadi dua :
1) Atas yang tidak dapat dikontrol (seperti kegemukan, kurang olahraga, merokok,
serta konsumsi alkohol dan garam).

3
2) Dan yang dapat dikontrol (seperti keturunan, jenis kelamin, umur dan garam).
3 Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi terbagi menjadi:
1) Berdasarkan penyebab
a. Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial
Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), walaupun dikaitkan
dengan kombinasi faktor gaya hid up seperti kurang bergerak (inaktivitas) dan
pola makan. Terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi.
b. Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Esensial
Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi,
penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah
kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB).
2) Berdasarkan bentuk Hipertensi
Hipertensi diastolik {diastolic hypertension}, Hipertensi campuran (sistol dan
diastol yang meninggi), Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension).
Terdapat jenis hipertensi yang lain:
1) Hipertensi Pulmonal
Suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah pada pembuluh
darah arteri paru-paru yang menyebabkan sesak nafas, pusing dan pingsan pada
saat melakukan aktivitas. Berdasar penyebabnya hipertensi pulmonal dapat
menjadi penyakit berat yang ditandai dengan penurunan toleransi dalam
melakukan aktivitas dan gagal jantung kanan. Hipertensi pulmonal primer sering
didapatkan pada usia muda dan usia pertengahan, lebih sering didapatkan pada
perempuan dengan perbandingan 2:1, angka kejadian pertahun sekitar 2-3 kasus
per 1 juta penduduk, dengan mean survival / sampai timbulnya gejala penyakit
sekitar 2-3 tahun. Kriteria diagnosis untuk hipertensi pulmonal merujuk pada
National Institute of Health; bila tekanan sistolik arteri pulmonalis lebih dari 35
mmHg atau "mean"tekanan arteri pulmonalis lebih dari 25 mmHg pada saat
istirahat atau lebih 30 mmHg pada aktifitas dan tidak didapatkan adanya kelainan
katup pada jantung kiri, penyakit myokardium, penyakit jantung kongenital dan
tidak adanya kelainan paru.
2) Hipertensi Pada Kehamilan
Pada dasarnya terdapat 4 jenis hipertensi yang umumnya terdapat pada saat
kehamilan, yaitu:
a. Preeklampsia-eklampsia atau disebut juga sebagai hipertensi yang diakibatkan
kehamilan/keracunan kehamilan ( selain tekanan darah yang meninggi, juga
didapatkan kelainan pada air kencingnya ). Preeklamsi adalah penyakit yang
timbul dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena
kehamilan.
b. Hipertensi kronik yaitu hipertensi yang sudah ada sejak sebelum ibu mengandung
janin.
c. Preeklampsia pada hipertensi kronik, yang merupakan gabungan preeklampsia
dengan hipertensi kronik.
d. Hipertensi gestasional atau hipertensi yang sesaat. Penyebab hipertensi dalam
kehamilan sebenarnya belum jelas. Ada yang mengatakan bahwa hal tersebut

4
diakibatkan oleh kelainan pembuluh darah, ada yang mengatakan karena faktor
diet, tetapi ada juga yang mengatakan disebabkan faktor keturunan, dan lain
sebagainya. (Riskesdas 2007, Riskesdas 2013, Balitbangkes. Kemenkes)

4 Tanda dan Gejala


Peningkatan tekanan darah kadang kadang merupakan satu satunya gejala pada
hipertensi dan tergantung dari tinggi rendahnya tekanan darah, gejala yang timbul
berbeda beda kadang hipertensi berjalan tanpa gejala dan batu timbul gejala setelah
terjadi komplikasi pada organ target seperti ginjal, mata, otak, dan jantung.
(Goonasekera CDA, Dillon MJ, 2003)
Gejala klinis penderita hipertensi sebagai berikut:
1) Gejala akibat tekanan darah yang meningkat.
a. Sakit kepala occipital, terutama pada pagi hari.
b. Berdebar debar.
c. Mudah lelah.
d. Epitaksis.
e. Migrain.
f. Sukar tidur.
g. Rasa berat ditengkuk.
h. Rasa mudah marah.
2) Gejala gejala penyulit dari pada target organ.
a. Ginjal : kemungkinan timbul kegagalan ginjal menahun.
b. Mata dikenal dengan Hypertension retineae yang bradenya menurut keith
w, sebagai berikut:
Brade I : penyempitan/ spasma dari pembuluh darah.
Brade II : crossing phenomena
Brade III : eksudasi di perdarahan
Brade IV : pupil edema.
c. Jantung
- Hypertrofi dan dilatasi ventrikel kiri.
- Sistolik ejection mur mur akibat dari dilatasi ventrikel kiri.

5
- Payah jantung
- Penyakit jantung iskemik.
3) Gejala gejala secara umum.
a) Pusing.
b) muka merah.
c) sakit kepala.
d) keluar darah dari hidung secara tiba-tiba.
e) tengkuk terasa pegal, dan lain-lain.
f) kerusakan ginjal.
g) pendarahan pada selaput bening (retina mata).
h) pecahnya pembuluh darah di otak.
i) serta kelumpuhan.
5 Penatalaksanaan Hipertensi
1. Pengendalian faktor risiko
Pengendalian faktor risiko penyakit jantung koroner yang dapat saling
berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi, hanya terbatas pada faktor risiko yang
dapat diubah, dengan usaha-usaha sebagai berikut :
a. Mengatasi obesitas/ menurunkan kelebihan berat badan
Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi pada
obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi
pada orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
sesorang yang badannya normal.
b. Mengurangi asupan garam didalam tubuh
Nasehat pengurangan garam harus memperhatikan kebiasaan makan
penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit
dirasakan.Batasi sampai dengan kurang dari 5 gram (1 sendok teh) per hari
pada saat memasak (Depkes, 2006).
c. Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat
mengontrol sistem saraf yang akan menurunkan tekanan darah (Depkes, 2006).
d. Melakukan olahraga teratur
Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit
sebanyak 3-4 kali dalam seminggu, diharapkan dapat menambah
kebugaran dan memperbaiki metabolisme tubuh yang akhirnya mengontrol
tekanan darah (Depkes, 2006).
e. Berhenti merokok
Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah sehingga dapat
memperburuk hipertensi.
f. Mengurangi komsumsi alcohol
Hindari komsumsi alkohol berlebihan
D PEMBAHASAN
Imobilisasi pasien di ICU memberikan kontribusi pada komplikasi lanjut yang
cukup tinggi pada pasien dengan kondisi kritis hingga berakhir kematian. Pada pasien
kritis yang mengalami imobilisasi akan memunculkan dampak yang merugikan karena

6
pada posisi imobilisasi konsumsi oksigen pada pasien kritis akan meningkat (Jevon &
Ewens, 2009). Intervensi berupa mobilisasi tiap dua jam telah disarankan diberbagai
rumah sakit guna meningkatkan kualitas hidup pasien kritis. Pemberian tindakan
mobilisasi progresif digunakan sebagai salah satu tekhnik pengobatan pada pasien
dengan berbagai gangguan fungsi organ adalah tindakan HOB, pasif ROM dan rotasi
lateral yang dibandingkan terhadap perubahan tekanan darah.
Hasil penelitian diperoleh dari uji statistik nilai p pada semua posisi baik variabel
sistoli dan diastolik menunjukkan angka lebih dari 0,05 sehingga pada penelitian ini Ho
diterima secara statistik tidak ada perubahan yang signifikan antara variabel mobilisasi
progresif dengan tekanan darah pasien di ICU. Pada sebuah penelitian di ICU Turki
mengemukakan, bahwa tidak terjadinya perubahan yang signifikan pada
parametertekanan darah dapat disebabkan karena metabolisme jantung dipengaruhi oleh
beban miokard dan kebutuhan oksigen. Dengan adanya pemberian aktivitas fisik klien
justru terjadi peningkatan aliran koroner untuk nutrisi dan oksigen sehingga nutrisi dan
oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh lebih cepat sampai. Hasil mobilisasi secara pasif
mengahsilkan metabolisme jantung yang rendah sehingga peningkatan tekanan darah
belum terjadi secara maksimal (Genc,Ozyurek, & Gunerli, 2012). Selain itu, pasien-
pasien ICU biasanya diberikan obat-obatan inotropik Obat inotropik digunakan untuk
mempertahankan tekanan darah agar stabil, walaupun dengan dosis rendah sekalipun.
Pada responden penelitian ini tercatat juga menggunakan obat-obat inotropik untuk
mensuport kestabilan hemodinamik. Obat ini digunakan untuk sebagai vasodilator
maupun sebagai vasokonstriktor, ketika responden diberikan aktivitas, maka bisa saja
terjadi peningkatan beban kerja jantung yang berlebihan sehingga tubuh
mengkompensasikan dengan menurunkan atau meningkatkan konsumsi
oksigen.Pemberian mobilisasi diharapkan dapat meningkatkan transport oksigen dari
pasien. Mobilisasi pasien di ICU dapat dilihat sebagai proses rehabilitasi dini untuk
mempertahankan kekuatan otot dan untuk mencegah perubahan yang buruk dalam
respon kardiovaskuler. Selain itu, hal ini diharapkan dapat mempercepat proses
penyapihan dan mempersingkat lama rawat di ICU (Morris, & Herridge, 2007).
Dengan adanya hasil penelitian ini, perawat tidak perlu lagi khawatir terhadap
kondisi pasien, perubahan tingkat kesadaran serta ketidakstabilan hemodinamik dalam
memulai mobilisasi pasien-pasien di ICU karena pemberian aktivitas fisik tidak
mempengaruhi tekanan darah pasien. Selain itu, pasien juga mengkonsumsi obat-obatan
yang mempertahankan tubuhnya tetap stabil. Dengan mengimobilisasikan pasien selama

7
14 hari justru mengakibatkan terjadinya infeksi pada paru-paru efek dari gas ventilasi,
depresi jantung akibat pemberian sedasi dan anestesi jangka panjang, gangguan
pengosongan lambung, penurunan kemampuan fisik serta gangguan curah jantung
(Basset, Vollman, Brandwene, & Murray, 2012).

E PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
Pemberian mobilisasi diharapkan dapat meningkatkan transport oksigen dari
pasien. Mobilisasi pasien di ICU dapat dilihat sebagai proses rehabilitasi dini untuk
mempertahankan kekuatan otot dan untuk mencegah perubahan yang buruk dalam
respon kardiovaskuler selain itu, hal ini diharapkan dapat mempercepat proses
penyapihan dan mempersingkat lama rawat di ICU.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat dikemukakan bahwa
tidak ada perubahan yang bermakna tekanan darah sistolik maupun diastolik setelah
diberikan mobilisasi progresif. Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan perawat di
ICU saat melakukan monbilisasi diantaranya: keamanan tubes dan line, ketidakstabilan
hemodinamik, sumber daya manusia, ketersediaan alat, kebutuhan terhadap sedasi,
ukuran postur tubuh pasien dan penggunaan obat- obatan inotropik.

DAFTAR PUSTAKA

Berney, S., & Denehy, L. (2003). The effect of physiotherapy treatment on oxygen
consumption and haemodynamics in patients who are critically ill. Australian Journal
Of Physiotherapy, 99-105.
Depertemen Kesehatan RI , 2007 ,pengertian hipertensi dan cara perawatanya.

8
Gallagher, J. J. (2010). Intraabdominal Hypertension. Aacn Advanced Critical Care, 21(2),
205-217.
Genc,A,Ozyurek,S.,Koca, U., & Gunerli, A. (2012). Respiratory and Hemodynamic
Responses to Mobilization of Critically Ill Obese Patients. Mobilization,23 (1), 14-18.
Morris, P. E., & Herridge, M. S. (2007). Early intensive care unit mobility: future directions.
Critical care clinics, 23(1), 97-110. doi:10.1016/j.ccc.2006.11.0 10
P, Jevon & Ewens, B. (2009). Pemantauan Pasien Kritis (2nd ed.). Jakarta: Erlangga Medical
Series.
Rahmananti, Ainur., & Dyah Kartika Putri. 2016. MOBILISASI PROGRESIF TERHADAP
PERUBAHAN TEKANAN DARAH PASIEN DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU).
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume12, No. 1. Diakses tanggal: 03 April
2017.
Riskesdas 2007, Riskesdas 2013, Balitbangkes. Kemenkes.
Smeltzer, S. C., & Bare B. G. ( 2009). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth ( Edisi 8 Volume 1). Jakarta: EGC
Soeparman dkk, 2007 Ilmu Penyakit Dalam , Ed 2, Penerbit FKUI, Jakarta
Vollman, K. M. (2010a). Introduction to progressive mobility. Critical care nurse, 30(2), S3-
5. doi:10.4037/ccn2010803

Anda mungkin juga menyukai