Tujuan NII
arti betapa pentingnya peristiwa ini bagi umat Islam. Bagaimana Nabi
SAW. mengawali peradaban Islam itu? Dan bagaimana kita dapat
membangun suatu masyarakat di masa modern dengan merujuk pada
sejarah Islam ini? Dua masalah inilah yang akan dibahas dalam tulisan
ini.
Secara konvensional, perkataan “madinah” memang diartikan
sebagai “kota”. Tetapi secara ilmu kebahasaan, perkataan itu
mengandung makna “peradaban”. Dalam bahasa Arab, “peradaban”
memang dinyatakan dalam kata-kata “Madaniyah” atau “tamaddun”,
selain dalam kata-kata “hadharah”. Karena itu, menurut Nurcholish
Madjid tindakan Nabi mengubah nama Yatsrib menjadi Madinah, pada
hakikatnya adalah sebuah pernyataan niat, atau proklamasi, bahwa
beliau bersama para pendukungnya yang terdiri dari kaum Muhajirin
dan kaum Anshar hendak mendirikan dan membangun masyarakat
beradab.
Mirip dengan pendapat Nurcholish, Dawam Rahardjo melihat
bahwa yang disebut masyarakat Madani itu sama dengan civil society.
Hanya saja, menurut Dawam dalam perspektif Islam, civil society lebih
mengacu kepada penciptaan peradaban. Kata al din, — yang
umumnya diterjemahkan sebagai agama — berkaitan dengan makna
al tamaddun, atau peradaban. Keduanya menyatu ke dalam
pengertian al madinah yang arti harfiahnya adalah kota. Dengan
demikian menurut Dawam masyarakat Madani mengandung tiga hal,
yakni agama, peradaban, dan perkotaan. Di sini, agama merupakan
sumber, peradaban adalah prosesnya, dan masyarakat kota adalah
hasilnya.
Bagaimana proses pembentukan masyarakat Madani pada masa
Rosulullah SAW.? Persoalan ini dapat dilihat dengan analisis sosial
politik dan tidak hanya melulu persoalan normatif misi risalah. Secara
analisis sosial politik, adalah menarik untuk memahami situasi sosial
politik dan kondisi geografi antara kota Mekkah dan Madinah. Dua kota
ini menjadi penting karena Mekkah adalah kota kelahiran Islam dan
Madinah adalah awal peradaban Islam.
Kiranya menjadi penting secara sekilas memahami struktur dan
karakter sosial-politik di dua kota tersebut. Pada saat itu, struktur dan
karakter sosial-politik di dua kota itu sangat dipengaruhi unsur
kesukuan, serta sama sekali tidak memiliki pengalaman tentang suatu
yang hidup di dalam dan sekitar kota Madinah, atau yang telah
bersekutu dengan salah satu klan Muslim atau klan Yahudi.
Konstitusi yang di sepakati oleh Nabi SAW. dengan suku-suku di
Madinah bukanlah sebuah Konstitusi yang jauh dari realitas
masyarakat. Konstitusi itu mencerminkan realitas geografis, sosial,
budaya, dan ekonomi dari suatu wilayah masyarakat. Dengan
Konstitusi ini, Nabi SAW. telah berhasil memperkenalkan perubahan
yang revolusioner dalam konsep kehidupan sipil masyarakat Arab. Jauh
sebelumnya, keseluruhan konsep kehidupan kesukuan didasarkan
pada pertalian darah, dan sekarang penekanannya telah dialihkan
kepada komunitas yang dibentuk lewat seperangkat kesepakatan yang
diterima secara bebas.
Nicholson dengan rasa kagum berkomentar tentang konstitusi
tersebut dengan berkata, “Tidak ada seorang pun yang mampu
mempelajarinya (piagam Madinah) tanpa pernah terkesan oleh
langkah politik yang jenius dari pembuatnya. Muhammad tidak
menyerang secara terbuka independensi dari suku-suku, tetapi dia
menghancurkannya secara perlahan, dengan mengalihkan pusat
kekuasaan dari suku kepada komunitas; dan walaupun komunitas
tersebut terdiri dari kaum Yahudi dan pagan, di samping tentunya
kaum Muslim, dia secara penuh mengakui, apa yang gagal
diperkirakan rival-rivalnya, bahwa umat Muslim adalah partner aktif,
dan segera akan memegang peran utama, dalam negara baru yang
didirikan.”
Isi kontitusi itu memperlihatkan bahwa: (1) munculnya bangsa
yang pluralistik secara politik tanpa memandang agama, etnik, atau
afiliasi suku; (2) konstitusi tersebut menjamin secara penuh terhadap
kebebasan beragama dan kemudian dia liberal dalam fungsinya; (3)
dia secara total memberikan kebebasan internal kepada setiap
konstituen klan dan sukunya, dan oleh sebab itu dia berkarakter
federalistik, dan yang terakhir; (4) komitmen dan loyalitas kepada
komunitas mengatasi segala loyalitas lainnya.
Dengan karakteristik konstitusi dasar seperti tersebut di atas,
negara Muslim pertama terwujud pada tahun 622 M. Nabi SAW.
adalah, -secara pasti dengan tidak dipersoalkan lagi- kepala negara,
dan secara bersamaan dia juga seorang Nabi. Dia telah menjadi