Anda di halaman 1dari 42

PRESENTASI KASUS

HERPES ZOOSTER
PADA PEREMPUAN LANJUT USIA DENGAN STATUS
EKONOMI SEDANG
PADA RUMAH TANGGA YANG TIDAK BER-PHBS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga
Puskesmas Kotagede II Yogyakarta

Disusun Oleh:
Danar Aji Priambodo 20110310153

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KELUARGA


PUSKESMAS KOTAGEDE II YOGYAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha
Esa, yang telah memberikan hidayah dan anugerah-Nya sehingga presentasi kasus
dengan judul: HERPES ZOOSTER DAN HIPERTENSI STAGE I PADA
PEREMPUAN LANJUT USIA DENGAN STATUS EKONOMI SEDANG PADA
RUMAH TANGGA YANG TIDAK BER-PHBS ini dapat terselesaikan dengan
baik. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga serta para sahabat, tabiin, tabiit tabiin dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Presentasi kasus ini diajukan untuk memenuhi sebagian syarat mengikuti ujian
kepaniteraan Ilmu Kedokteran Keluarga Fakultas Kedokteran Dan Ilmu
KesehatanUniversitas Muhammadiyah Yogyakarta di Puskesmas Kotagede II. Pada
kesempatan ini, izinkan penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah berperan serta dalam membantu penyelesaian presentasi kasussekaligus laporan
home visit ini. Ucapan terima kasih diberikan kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan kesehatan dan kesempatan
sehingga penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus ini
2. dr. H. Ardi Pramono, Sp.An., M.Kes. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
3. dr. Khotibuddin selaku dokter pembimbing fakultas kedokteran yang telah
memberikan banyak masukan dan pertimbangan guna menyempurnakan
penulisan presentasi kasus ini
4. dr. Sita selaku dokter pembimbing puskesmas yang telah memberikan pengarahan
dan bimbingan
5. Seluruh karyawan Puskesmas Kotagede II yang telah membantu kelancaran home
visit kasus ini
6. Pasien Ny.R P H yang telah bersedia menjadi pasien dan meluangkan waktunya
untuk home visite
7. Semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penyelesaian presentasi
kasus ini yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu.
Penulis menyadari, bahwa dalam penyusunan presentasi kasus ini masih belum
sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, agar
dikemudian hari penulis dapat mempersembahkan suatu hasil yang lebih baik.
Akhir kata, penulis mengharapkan presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan menambah khasanah ilmu pengetahuan terutama ilmu kedokteran.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Yogyakarta, 10 Maret 2017
Penulis

Danar Aji Priambodo, S.Ked


HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
PUSKESMAS KOTAGEDE II YOGYAKARTA

HERPES ZOOSTER DAN HIPERTENSI STAGE I


PADA PEREMPUAN LANJUT USIA DENGAN STATUS EKONOMI SEDANG
PADA RUMAH TANGGA YANG TIDAK BER-PHBS

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu KedokteranKeluarga Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
DANAR AJI PRIAMBODO
NIM : 20110310153

Telah dipresentasikan pada tanggal 10 Maret 2017

Dokter Pembimbing Fakultas Dokter Pembimbing Puskesmas

dr. Khotibuddin dr. Sita


BAB I

LAPORAN KASUS KLINIS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R P H

Tempat, Tanggal Lahir : Yogyakarta, 31 Desember 1946

Umur : 70 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Gedong Kuning KG 1/43, Gg. Manuk Beri, RT 05/02,

Rejowinangun

Agama : Islam

Pekerjaan : Wiraswasta

Status Perkawinan : Janda

Pendidikan Terakhir : SD

Kunjungan Puskesmas : 06-03-2017

Kunjungan Rumah : 07-03-2017

Nomor RM : 01.23.88

Jaminan Kesehatan : JAMKESMAS

B. Autoanamnesis

1. Keluhan Utama :

Rasa gatal dan nyeri pada leher kanan

2. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke Puskesmas Kotagede II dengan dengan keluhan rasa

gatal dan nyeri seperti terbakar pada daerah leher kanan sejak 2 minggu yang

lalu. Keluhan disertai dengan timbulnya kelainan kulit berupa kulit kemerahan

disertai gelembung-gelembung yang berisi cairan. Keluhan tersebut


menyebabkan pasien merasa tidak nyaman. Pasien mengatakan tidak disertai

demam.

Pasien mengaku sebelumnya sudah berobat ke dokter dan diberi

terapi berupa obat luar (salep) dan obat minum 5 kali dalam sehari, tetapi tidak

ada perubahan. Karena keluhan tersebut pasien memeriksakan ke puskesmas.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat Diabetes : Disangkal

Riwayat Hipertensi : Disangkal

Riwayat Stroke : Disangkal

Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal

Riwayat Penyakit Ginjal : Disangkal

Riwayat Alergi : Disangkal

Riwayat Cacar Air : 20 tahun yang lalu

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Hipertensi : Disangkal

Riwayat Stroke : Disangkal

Riwayat Diabetes : Disangkal

Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal

Riwayat Penyakit Ginjal : Disangkal

Riwayat Alergi : Disangkal

Riwayat Obesitas : Disangkal

5. Riwayat Personal Sosial Lingkungan (RPSL)

- Pendidikan

Pendidikan terakhir pasien adalah SD (Sekolah Dasar)

- Riwayat Perkawinan
Pasien menikah dengan suaminya pada umur 18 tahun dan tinggal di

Yogyakarta. Suami pasien bekerja di perusahaan swasta dan saat ini telah

meninggal.

Dari perkawinannya pasien dikaruniai 5 orang anak dan pernah

keguguran 1 kali, anak pertama keguguran, anak kedua berjenis kelamin

perempuan, anak ketiga berjenis kelamin laki-laki, anak keempat laki-laki,

dan anak kelima berjenis kelamin perempuan. Kelima anak pasien sudah

menikah, kecuali anak yang pertama.

- Riwayat Sosial
Pasien tinggal di rumah dengan keluarga anak keempat, anak kedua

telah meninggal, sedangkan ketiga anak lainnya tinggal tidak serumah

dengan pasien. Ketiga anak sering untuk mengunjungi pasien 3-4 kali

dalam seminggu. Pasien jarang keluar rumah untuk bersosialisasi terhadap

tetangga karena selalu mengantuk setelah bekerja.

- Riwayat Pekerjaan

Sampai saat ini pasien bekerja menjual bawang di pasar depan

kebun binatang gembira loka setiap pagi. Pasien selalu berangkat kepasar

jalan kaki sekitar 1 kilometer setiap subuh dan kembali pada siang hari.

- Lingkungan Tempat Tinggal

Lokasi Rumah
Rumah berada di Gedong Kuning, Gg. Manuk Beri KG 1/43 RT 05/02

Rejowinangun. Jarak antar rumah pasien dengan tetanga-tetangganya

berdekatan dan gang sempit yang hanya dapat dilewati motor.

Kondisi Rumah
Pasien tinggal dirumah permanen. Rumah merupakan kepemilikan

sendiri. Rumah pasien memiliki teras beratap genteng, tidak mempunyai

halaman depan, dan berpagar. Rumah berdinding tembok, berlantai


semen, yang terdiri dari ruang tamu, jarak antar rumah berdekatan ,

tidur, dapur, dan kamar mandi. Kondisi rumah tidak cukup bersih dan

kurang terawat.

Ruang Rumah
Rumah terdiri dari beberapa ruangan, yaitu 1 ruang tamu, 4 kamar tidur,

1 dapur, 1 kamar mandi dalam dengan bak mandi menggunakan ember

dan kloset jongkok, dan 1 teras rumah.

Pencahayaan

Cahaya yang masuk ke seluruh ruangan rumah cukup baik dengan

jendela dan ventilasi memadai.

Kebersihan
Seluruh ruangan rumah tidak cukup bersih, barang dan perabot rumah

tangga tidak rapi.

Kepadatan
Tiap ruangan dalam rumah cukup luas.

Sanitasi dasar

a. Persediaan air bersih: Sumber air minum, memasak, mandi dan

mencuci berasal dari air sumur.

b. Jamban keluarga: Memiliki bak mandi berupa ember dengan kloset

jongkok. Bak mandi dibersihkan setiap 3 hari sekali oleh pasien.

c. Sarana pembuangan air limbah: Limbah kamar mandi dan dapur

dialirkan ke dalam saluran menuju selokan bagian samping rumah.

Septic tank berada pada bagian belakang rumah.

d. Tempat pembuangan sampah: Terdapat tempat pembuangan sampah

di depan rumah. Sampah akan diambil secara rutin oleh petugas

kebersihan.
e. Halaman: Tidak terdapat halaman, namun antara teras dan jalan

langsung dipagari oleh semen.

- Gaya Hidup

o Pola Makan

Pasien makan 2x sehari dengan menu nasi, lauk, serta rutin

mengkonsumsi sayur.

o Olahraga

Pasien tidak pernah olahraga.

o Istirahat

Waktu tidur pasien sekitar kurang lebih 6-8 jam.

o Kebiasaan

Pasien tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol.

- Riwayat Keluarga

Pasien adalah anak pertama dari 3 bersaudara. Pasien tinggal bersama anak

keempat, menantu, beserta 2 cucunya.

6. Review Sistem
a. Sistem saraf pusat : tidak ada keluhan

b. Sistem saraf perifer : tidak ada keluhan

c. Sistem kardiovaskular : tidak ada keluhan

d. Sistem respirasi : tidak ada keluhan

e. Sistem gastrointestinal : tidak ada keluhan

f. Sistem urinary : tidak ada keluhan

g. Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan.

C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Baik

2. Kesadaran : Compos Mentis


3. Tanda-tanda Vital

Tekanan Darah : 130/90 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Pernafasan : 18 x/menit

Suhu : 36,5oC

4. Antropometri

Tinggi Badan : 164 cm

Berat Badan : 43 kg

IMT : 22,16 kg/m2

Status Gizi : Normoweight (WHO, Asia Pasifik 2000)

5. Pemeriksaan Kepala

Bentuk kepala : Simetris, deformitas (-)

Rambut : Rambut pendek bergelombang, sebagian beruban

6. Pemeriksaan Mata

Palpebra : Edema (-/-)

Konjungtiva : Anemis (-/-), hiperemis (-/-)

Sklera : Ikterik (-/-)

Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor (3mm/3mm)

7. Pemeriksaan Hidung : Secret (-/-), epitaksis (-/-)

8. Pemeriksaan Telinga : Otore (-/-), nyeri tekan (-/-), serumen (-/-)

9. Pemeriksaan Leher

Kelenjar Tiroid : Tidak membesar

Kelenjar Inn : Tidak membesar, nyeri (-)

JVP : Tidak meningkat

UKK : vesikel, bula, crusta, hiperemis

10. Pemeriksaan Dada


Pulmo:

Inspeksi : Simetris, ketertinggalan gerak (-), retraksi (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-), vokal fremitus normal

Perkusi : Sonor (+/+)

Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Cor:

Inspeksi : Ictus cordis tak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V

Perkusi : Batas jantung kanan atas: SIC II parasternal dextra.

Kanan bawah: SIC IV parasternal dextra.

Kiri atas: SIC II parasternal sinistra.

Kiri bawah: SIC V linea midclavicula sinistra

Auskultasi : S1-S2 reguler, bising (-)

11. Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Datar, jejas (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar lien tak teraba, massa (-)

Perkusi : Timpani

12. Pemeriksaan Ekstremitas

Tungkai Lengan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Bebas Bebas Bebas Bebas
Tonus Normal Normal Normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Kekuatan +5 +5 +5 +5
Refleks Fisiologis Normal Normal Normal Normal
Refleks Patologis - - - -
Sensibilitas Normal Normal Normal Normal
Edema - - - -
Tabel 3.Pemeriksaan Ekstremitas
D. Diagnosis Banding
Herpes Zooster

Varicela

Dermatitis Kontak Iritan

Herpes Simpleks

E. Diagnosis Kerja

Herpes Zooster

F. Terapi Medis
1. Antiviral: Acyclovir 5x800 mg.

2. Kortikosteroid: Dexamethason 3x0,5 mg

3. Antihistamin : Ceterizin 1x5 mg.

4. Analgesik : Paracetamol 3x500 mg

G. Saran/Usulan
1. Kompres terbuka dengan NaCl 0,9%

2. Tzanck test
BAB II

ANALISA MASALAH KEDOKTERAN KELUARGA

A. Anamnesis Illness
Illness merupakan keaadaan sakit yang dirasakan oleh manusia yang

didapat dari penyakit tersebut (bersifat subyektif). Illness terdiri dari empat

komponen berupa perasaan, ide/pemikiran, dan harapan pasien terhadap

penyakit yang ia alami, serta efek penyakit terhadap fungsi/kehidupan

sehari-hari pasien. Berikut adalah illness Ny. R P H:

No Komponen Pasien
1. Perasaan Pasien tidak tahu penyebab munculnya keluhan,
pasien merasa bingung kenapa timbul bercak dan
terasa gatal secara tiba-tiba. Setelah ke puskesmas
mengatakan bahwa pasien terdiagnosis Herpes
Zooster pasien akhirnya mengkonsumsi obat yang
diberikan oleh dokter puskesmas sesuai dengan
petunjuk dokter. Pasien sekarang sudah pasrah bisa
menerima dengan ikhlas penyakit yang dideritanya
dan pasrah kepada Tuhan.
2 Ide/Pemikiran Pasein hanya mengetahui sedikit tentang penyakit
herpes, tetapi setelah diberi edukasi tentang herpes,
pengobatan dan pencegahannya oleh dokter
puskesmas pasien akhirnya mengerti apa itu herpes.
3 Harapan Pasien menginginkan penyakitnya sembuh agar
bisa beraktivitas secara nyaman.
4 Efek Terhadap Pasien mengatakan aktifitas sehari-harinya agak
Fungsi terganggu karena penyakitnya.

Tabel 1. Anamnesis Illness


B. Perangkat Penilaian Keluarga
Berikut ini adalah perangkat keluarga yang terdiri atas family genogram,

family map, family life cycle, family life line, family APGAR, family SCREEM.

1. Genogram

Gambar 1. Genogram

Keterangan : Laki-laki

Perempuan Tinggal satu rumah

Pasien
2. Family Map

Cucu anak 4

Anak 4

Cucu anak 4

Mantu 4

Gambar 2. Family Map

Keterangan : Laki-laki

Perempuan Hubungan fungsional

3. Family Structure
Keluarga ini merupakan keluarga besar (extended family) yaitu keluarga yang

terdiri dari suami, istri, anak-anak kandung,juga terdiri dari sanak saudara

lainnya, baik menurut garis vertikal (ibu, bapak, kakek, nenek, mantu, cucu, cicit)

dan ataupun menurut garis horizontal (kakak, adik, ipar) yang dapat berasal dari

pihak suami atau pihak istri (Duvall, 1967).

4. Family Life Cycle


Keluarga ini adalah family as launching center dimana anak tertua mulai

meninggalkan keluarga dan diakhiri oleh anak terkecil (Duvall, 1967).

5. Family APGAR
Merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengukur sehat atau tidaknya

suatu keluarga yang dikembangkan oleh Rusen, Geyman dan Leyton, dengan

menilai 5 fungsi pokok keluarga/tingkat kesehatan keluarga.


Respon
Hampir
Hampir
Kriteria Pertanyaan Kadang tidak
selalu
(1) pernah
(2)
(0)
Saya puas dengan keluarga saya karena
masing-masing anggota keluarga sudah
Adaptasi
menjalankan kewajiban sesuai dengan
seharusnya
Saya puas dengan keluarga saya karena
dapat membantu memberikan solusi
Kemitraan
terhadap permasalahan yang saya
hadapi
Saya puas dengan kebebasan yang
diberikan keluarga saya untuk
Pertumbuhan
mengembangkan kemampuan yang saya
miliki
Saya puas dengan kehangatan / kasih
Kasih sayang
sayang yang diberikan keluarga saya
Saya puas dengan waktu yang
Kebersamaan disediakan keluarga untuk menjalin
kebersamaan
Total 8
8-10 = fungsi keluarga baik ( Highly functional family)
Klasifikasi 4-7 = fungsi keluarga kurang baik (Modeetely dysfunctional family)
0-3 = keluarga tidak fungsional (Severely dysfunctional family)
Berdasarkan skor APGAR keluarga pasien tergolong dalam keluarga
Kesimpulan
dengan fungsi keluarga baik/keluarga yang sangat fungsional.
Tabel 5. Family APGAR

6. Family SCREEM
Aspek Sumber Daya Patologi
Hubungan pasien dengan keempat Pasien jarang berkumpul atau
anaknya baik. bersosialisasi kepada tetangga
Social Hubungan pasien dengan
tetangga-tentangganya baik.
Pasien tidak percaya pada obat obat
Cultural herbal atau pengobotan alternatif -
Pasien dan keluarga beragama Islam. Pasien jarang
Religious melaksanakan sholat 5
waktu
Pasien mendapat bantuan dana dari
Economy pekerjaannya dan dari anak-anaknya -
yang bekerja.
Pasien peduli dengan penyakit yang
diderita, ia berusaha mengkonsumsi
Education obat sesuai dengan yang diberikan oleh -
dokter puskesmas.
Pasien memiliki jaminan kesehatan
Medical yangdapat mengcover biaya kesehatan
setiap kali berobat. -
Tabel 6.Family SCREEM

C. Community Assessment Tool

a. Identifikasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Indikator / Pertanyaan Jawaban


No.

1 Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan Tidak

2 Pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0 - 6 bulan Ya

3 Menimbang berat badan balita setiap bulan Tidak

Menggunakan air bersih yang memenuhi syarat


4 Ya
kesehatan

5 Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun Tidak

6 Menggunakan jamban sehat Tidak

Melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk di rumah


7 Tidak
dan lingkungannya sekali seminggu

8 Mengkonsumsi sayuran dan atau buah setiap hari Ya

9 Melakukan aktivitas fisik atau olahraga Tidak

10 Tidak merokok di dalam rumah Ya

Tabel 2. Penilaian Identifikasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Berdasarkan jumlah nilai identifikasi PHBS, rumah tangga pasien tidak tergolong

keluarga berperilaku hidup bersih dan sehat.


D. Gizi Seimbang

No PUGS Ya/Tidak
1. Syukuri dan nikmati anekaragam makanan; Ya
2. Banyak makan sayuran dan cukup buah-buahan; Ya
3. Biasakan mengonsumsi lauk pauk yang mengandung Ya
protein tinggi;
4. Biasakan mengonsumsi aneka ragam makanan pokok; Ya
5. Batasi konsumsi pangan manis, asin dan berlemak; Ya
6. Biasakan Sarapan; (sebelum jam 9) Tidak
7. Biasakan minum air putih yang cukup dan aman (8 Tidak
gelas)
8. Biasakan membaca label pada kemasan pangan; Tidak
9. Cuci tangan pakai sabun dengan air bersih mengalir; Ya
10. Lakukan aktivitas fisik yang cukup dan pertahankan Ya
berat badan normal
Kesimpulan TIDAK

E. Diagnosis Holistik
Herpes Zooster pada wanita lanjut usia dengan status ekonomi sedang pada rumah

tangga yang tidak ber-PHBS

F. Manajemen Komprehensif

1. Promotif

Terkait dengan penyakit

Edukasi kepada pasien dengan:

a. Istirahat yang cukup.

b. Menghindari garukan pada area yang gatal

c. Kurangi kontak langsung kepada anggota keluarga lain untuk mengurangi

resiko penularan
Terkait dengan faktor resiko kesehatan yang lain: PHBS, GIZI

Edukasi pasien dengan:

a. Membiasakan mencuci tangan dengan menggunakan sabun sebelum

b. Lebih
makansering olahraga dengan mengikuti senam

c. Meminum air putih minimal sehari 8 gelas

Terkait dengan spiritual

Edukasi keluarga dengan:

a. Lebih sering mengajak pasien untuk mengikuti pengajian dan sholat

berjamaah

2. Preventif

Menjelaskan dan memberikan edukasi tentang penyakit herpes zooster,

pengobatannya, komplikasi, dan pencegahannya.

Menjelaskan dan memberikan edukasi tentang penyakit hipertensi,

pengobatannya, komplikasi, dan pencegahannnya

3. Kuratif

a. Farmakologi
Antiviral: Acyclovir 5x800 mg.

Kortikosteroid: Dexamethason 3x0,5 mg

Antihistamin : Ceterizin 1x5 mg

Analgesik : Paracetamol 3x500 mg

b. Non farmakologi
Kompres terbuka dengan NaCl 0,9%

4. Rehabilitatif & Paliatif

Pada pasien ini belum perlu dilakukan terapi rehabilitatif dan paliatif.
G. DISKUSI/PEMBAHASAN

1. KASUS (Hubungan antara kasus dengan berbagai macam masalah)


Pada kasus ini di diagnosis Herpes zoster berdasarkan anamnesis dan

gambaran klinis. Riwayat dan gejala klinis herpes zoster ditemukan pada

kasus ini. Dari anamnesis didapatkan keluhan rasa gatal dan nyeri seperti

terbakar pada daerah leher kanan sejak 2 minggu yang lalu dengan timbulnya

kelainan kulit berupa kulit kemerahan disertai gelembung-gelembung yang

berisi cairan. Dengan riwayat menderita cacar air 20 tahun yang lalu.

Pada gambaran klinis leher kanan ditemukan vesikel bula bergerombol

pada dasar eritem tersusun zosteriformis dengan krusta diatasnya. Gambaran

ini sesuai dengan gambaran klinis herpes zoster dimana ditemukan bentuk

yang bermacam-macam (polimorfik) dan bergerombol seperti cambuk.

Kasus ini juga dapat terjadi akibat kurang bersihnya lingkungan sekitar,

seperti keseharian pasien dipasar dan kurang bersihnya rumah sehingga

resiko terkena herpes zoster semakin besar dan diri sendiri (PHBS).

2. DAFTAR MASALAH DAN TATALAKSANA


NO MASALAH TARGET SASARAN TATALAKSANA KOLABORASI

1 Herpes Sembuh Pasien Farmakologi Dokter

zoister Keluarga

2 Konflik Membaik Keluarga CEA keluarga Psikolog

dengan anak

3 Religious Meningkat Pasien Edukasi Ustadz/

Rohaniawan

4 PHBS Ya Pasien & Edukasi dan Dokter

Keluarga Konseling 5A Keluarga

5 Gizi Baik Pasien Edukasi Ahli Gizi


5. PENERAPAN PRINSIP KEDOKTERAN KELUARGA (Apakah sudah

diterapkan atau belum pada kasus ini?)

a) Primary Care
Pasien sudah menerapkan prinsip primary care, dimana pasien datang

memeriksaan diri ke puskesmas setiap kali ada masalah kesehatan.

Akses menuju ke puskesmas mudah dan terjangkau.

b) Personal Care

Dokter keluarga pada kasus ini telah memperlakukan pasien secara

humanistik, tidak memandang pasien sebagai objek, hal ini

diwujudkan dalam penggalian masalah pasien secara personal,

mencoba memahami kecemasan pasien akan komplikasi penyakitnya

dan mendengarkan keluhan-keluhan pasien tentang penyakitnya.

c) Holistik care
Pemeriksaan dan penegakkan diagnosis pasien tidak hanya melihat

dari aspek klinis saja melainkan juga memandang pasien melalui

pendekatan bio-psiko-sosial. Dokter keluarga menggali masalah

biologis pasien dengan melakukan anamnesis yang mencakup

masalah biologis, psikologis dan sosial serta ekonomi.

d) Comprehensive care

Pada penanganan kasus pasien, dokter mengedukasi tentang herpes

zooster, pengobatannya, dan pencegahannya.

e) Continuing Care
Memfollowup serta mengevaluasi progres pasien.

f) Emphasis on Preventive Medicine


Menekankan manajemen pada usaha pencegahan, dengan melakukan

edukasi mengenai terapi yang diberikan kepada pasien. Mencegah

penularan ke orang lain dan mencegah komplikasi Herpes Zooster.

g) Patient Centered, Family Focused and Community Oriented


Patient-centered care, pada kasus ini dokter keluarga telah

mengeksplorasi baik disease maupun illness.

Family-focused, pada konflik CEA keluarga

h) Collaborative Care

Pada penanganan kasus pasien, dokter melakukan perawatan

berkolaborasi dengan psikolog, rohaniawan, dan ahli gizi


DOKUMENTASI
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Herpes zoster adalah infeksi viral kutaneus pada umumnya melibatkan kulit

dengan dermatom tunggal atau yang berdekatan.2 Herpes zoster merupakan hasil

dari reaktivasi virus varisela zoster yang memasuki saraf kutaneus selama episode

awal chicken pox.2 Shingles adalah nama lain dari herpes zoster 2,3,5,6,7 Virus ini

tidak hilang tuntas dari tubuh setelah infeksi primernya dalam bentuk varisela

melainkan dorman pada sel ganglion dorsalis sistem saraf sensoris yang

kemudian pada saat tertentu mengalami reaktivasi dan bermanifestasi sebagai

herpes zoster.1

http://www.medicinenet.com/shingles/article.htm

B. EPIDEMIOLOGI
Herpes zoster terjadi secara sporadis sepanjang tahun tanpa prevalensi
musiman. Terjadinya herpes zoster tidak tergantung pada prevalensi varisela, dan
tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa herpes zoster dapat diperoleh oleh kontak
dengan orang lain dengan varisela atau herpes.4 Sebaliknya, kejadian herpes zoster
ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan host-virus.4
Salah satu faktor risiko yang kuat adalah usia lebih tua.4,6,7 Insiden terjadinya
herpes zoster 1,5 sampai 3, 0 per 1.000 orang per tahun dalam segala usia dan 7
sampai 11 per 1000 orang per tahun pada usia lebih dari 60 tahun pada penelitian
di Eropa dan Amerika Utara.4 Diperkirakan bahwa ada lebih dari satu juta kasus
baru herpes zoster di Amerika setiap tahun, lebih dari setengahnya terjadi pada
orang dengan usia 60 tahun atau lebih.4 Ada peningkatan insidens dari zoster pada
anak anak normal yang terkena chicken pox ketika berusia kurang dari 2 tahun.8
Faktor resiko utama adalah disfungsi imun selular. Pasien imunosupresif memiliki
resiko 20 sampai 100 kali lebih besar dari herpes zoster daripada individu
imunokompeten pada usia yang sama.4 Immunosupresif kondisi yang
berhubungan dengan risiko tinggi dari herpes zoster termasuk human
immunodeficiency virus (HIV), transplantasi sumsum tulang, leukimia dan
limfoma, penggunaan kemoterapi pada kanker, dan penggunaan kortikosteroid.4
Herpes zoster adalah infeksi oportunistik terkemuka dan awal pada orang yang
terinfeksi dengan HIV, dimana awalnya sering ditandai dengan defisiensi imun.4
Zoster mungkin merupakan tanda paling awal dari perkembangan penyakit AIDS
pada individual dengan resiko tinggi.8 Dengan demikian, infeksi HIV harus
dipertimbangkan pada individu yang terkena herpes zoster.4

Faktor lain melaporkan meningkatnya resiko herpes zoster termasuk jenis


kelamin perempuan, trauma fisik pada dermatom yang terkena, gen interleukin 10
polimorfisme, dan ras hitam, tapi konfirmasi diperlukan.2 Paparan dari anak dan
kontak dengan kasus varisela telah dilaporkan untuk memberikan perlindungan
terhadap penyakit herpes zoster.2 Episode kedua dari herpes zoster jarang terjadi
pada orang imunokompeten, dan serangan ketiga sangat jarang.2 Orang yang
menderita lebih dari satu episode mungkin immunocompromised.2 Pasien
imunokompeten menderita beberapa episode seperti penyakit herpes zoster yang
mungkin menderita infeksi virus herpes simpleks zosteriform (HSV) yang
berulang.2

Pasien dengan herpes zoster kurang menular dibandingkan pasien dengan

varisela. Virus dapat diisolasi dari vesikel dan pustula pada herpes zoster tanpa
komplikasi sampai 7 hari setelah munculnya ruam, dan untuk waktu yang lebih

lama pada individu immunocompromised.2 Pasien dengan zoster tanpa komplikasi

dermatomal muncul untuk menyebarkan infeksi melalui kontak langsung dengan

lesi mereka.2 Pasien dengan herpes zoster dapat disebarluaskan, di samping itu,

menularkan infeksi pada aerosol, sehingga tindakan pencegahan udara, serta

pencegahan kontak diperlukan untuk pasien tersebut.2

C. PATOGENESIS

Varisela sangat menular dan biasanya menyebar melalui droplet respiratori.3


VVZ bereplikasi dan menyebar ke seluruh tubuh selama kurang lebih 2 minggu
sebelum perkembangan kulit yang erupsi.3 Pasien infeksius sampai semua lesi dari
kulit menjadi krusta.3 Selama terjadi kulit yang erupsi, VVZ menyebar dan
menyerang saraf secara retrograde untuk melibatkan ganglion akar dorsalis di
mana ia menjadi laten.1,2,3,5,6,7,8 Virus berjalan sepanjang saraf sensorik ke area
kulit yang dipersarafinya dan menimbulkan vesikel dengan cara yang sama dengan
cacar air.8 Zoster terjadi dari reaktivasi dan replikasi VVZ pada ganglion akar
dorsal saraf sensorik.1,2,3,4,5,8 Latensi adalah tanda utama virus Varisela zoster dan
tidak diragukan lagi peranannya dalam patogenitas.1 Sifat latensi ini menandakan
virus dapat bertahan seumur hidup hospes dan pada suatu saat masuk dalam fase
reaktivasi yang mampu sebagai media transmisi penularan kepada seseorang yang
rentan.1 Reaktivasi mungkin karena stres, sakit immunosupresi, atau mungkin
terjadi secara spontan.3 Virus kemudian menyebar ke saraf sensorik menyebabkan
gejala prodormal dan erupsi kutaneus dengan karakteristik yang dermatomal.3
Infeksi primer VVZ memicu imunitas humoral dan seluler, namun dalam
mempertahankan latensi, imunitas seluler lebih penting pada herpes zoster.1
Keadaan ini terbukti dengan insidensi herpes zoster meningkat pada pasien HIV
dengan jumlah CD4 menurun, dibandingkan dengan orang normal.1
http://www.herpes.com/herpes-zoster.html

http://www.pyroenergen.com/articles08/herpes-zoster-shingles.htm

Penyebab reaktivasi tidak diketahui pasti tetapi biasanya muncul pada keadaan
imunosupresi.1 Insidensi herpes zoster berhubungan dengan menurunnya imunitas
terhadap VZV spesifik.1
Pada masa reaktivasi virus bereplikasi kemudian merusak dan terjadi
peradangan ganglion sensoris.1 Virus menyebar ke sumsum tulang belakang dan
batang otak, dari saraf sensoris menuju kulit dan menimbulkan erupsi kulit
vesikuler yang khas.1 Pada daerah dengan lesi terbanyak mengalami keadaan laten
dan merupakan daerah terbesar kemungkinannya mengalami herpes zoster.1
Selama proses varisela berlangsung, VZV lewat dari lesi pada kulit dan permukaan
mukosa ke ujung saraf sensorik menular dan dikirim secara sentripetal, naik ke
serabut sensoris ke ganglia sensoris.4 Di ganglion, virus membentuk infeksi laten
yang menetap selama kehidupan.4 Herpes zoster terjadi paling sering pada
dermatom dimana ruam dari varisela mencapai densitas tertinggi yang diinervasi
oleh bagian (oftalmik) pertama dari saraf trigeminal ganglion sensoris dan tulang
belakang dari T1 sampai L2.4

Depresi imunitas selular akibat usia lanjut, penyakit, atau obat-obatan


mempermudah reaktivasi. Herpes zoster pada anak kecil sehat mungkin
berhubungan dengan perkembangan imunitas selular yang kurang efisien pada saat
terjadi infeksi VZV primer baik in utero maupun pascalahir.8

http://en.wikipedia.org/wiki/Herpes_zoster#Pathophysi
ology

Gambaran perkembangan rash pada herpes zoster diawali dengan:

( seperti terlihat pada gambar di atas )

1. Munculnya lenting-lenting kecil yang berkelompok.


2. Lenting-lenting tersebut berubah menjadi bula-bula.
3. Bula-bula terisi dengan cairan limfe, bisa pecah.
4. Terbentuknya krusta (akibat bula-bula yang pecah).
5. Lesi menghilang.

(sekelompok vesikel vesikel dalam bentuk bervariasi)


http://hardinmd.lib.uiowa.edu/dermnet/shingles72.html

(vesikel berumbilikasi dan membentuk krusta)


http://hardinmd.lib.uiowa.edu/dermnet/shingles91.html
(sekelompok vesikel vesikel berkonfluens pada kasus inflamasi berat)
http://hardinmd.lib.uiowa.edu/dermnet/shingles90.html

(vesikel pecah menjadi krusta dan mungkin dapat menjadi scar jika inflamasi

berat) http://hardinmd.lib.uiowa.edu/dermnet/shingles95.html

D. GEJALA KLINNIS

Varisela biasanya dimulai dengan demam prodromal virus, nyeri otot, dan
kelelahan selama 1 sampai 2 hari sebelum erupsi kulit.3 Inisial lesi kutaneus sangat
gatal, makula dan papula eritematosa pruritus yang dimulai pada wajah dan
menyebar ke bawah.3 Papula ini kemudian berkembang cepat menjadi vesikel
kecil yang dikelilingi oleh halo eritematosa, yang dikenal sebagai tetesan embun
pada kelopak mawar ( dew drop on rose petal ).3 Setelah vesikel matang, pecah
membentuk krusta.3 Lesi pada beberapa tahapan evolusi merupakan karakteristik
dari varisela.3

Manifestasi dari herpes zoster biasanya ditandai dengan rasa sakit yang sangat
dan pruritus selama beberapa hari sebelum mengembangkan karakteristik erupsi
kulit dari vesikel berkelompok pada dasar yang eritematosa.3 Gejala prodormal
biasanya nyeri, disestesia, parestesia, nyeri tekan intermiten atau terus menerus,
nyeri dapat dangkal atau dalam terlokalisir, beberapa dermatom atau difus.1 Nyeri
prodormal tidak lazim terjadi pada penderita imunokompeten kurang dari usia 30
tahun, tetapi muncul pada penderita mayoritas diatas usia 60 tahun.4 Nyeri
prodormal : lamanya kira kira 2 3 hari, namun dapat lebih lama.8
Gejala lain dapat berupa rasa terbakar dangkal1,7, malaise, demam, nyeri
kepala, dan limfadenopati, gatal1,7, tingling.1 Lebih dari 80% pasien biasanya
diawali dengan prodormal, gejala tersebut umumnya berlangsung beberapa hari
sampai 3 minggu sebelum muncul lesi kulit.1

Nyeri preeruptif dari herpes zoster (preherpetic neuralgia)7 dapat


menstimulasi migrain6, nyeri pleura4,6, infark miokardial4,6, ulkus duodenum,
kolesistitis, kolik renal dan bilier, apendisitis4,6, prolaps diskus intervertebral, atau
glaucoma dini, dan mungkin mengacu pada intervensi misdiagnosis yang serius.4
Lesi kulit yang paling sering dijumpai adalah vesikel dengan eritema di sekitarnya8
herpetiformis berkelompok dengan distribusi segmental unilateral.1 Erupsi diawali
dengan plak eritematosa terlokalisir atau difus kemudian makulopapuler muncul
secara dermatomal.1

Lesi baru timbul selama 3-5 hari.8 Bentuk vesikel dalam waktu 12 sampai 24
jam dan berubah menjadi pustule pada hari ketiga.4 Pecahnya vesikel serta
pemisahan terjadi dalam 2 4 minggu.8 Krusta yang mongering pada 7 sampai 10
hari.4 Pada umumnya krusta bertahan dari 2 sampai 3 minggu.4 Pada orang yang
normal, lesi lesi baru bermunculan pada 1 sampai 4 hari ( biasanya sampai
selama 7 hari).4 Rash lebih berat dan bertahan lama pada orang yang lebih tua., dan
lebih ringan dan berdurasi pendek pada anak anak.4

Dermatom yang terlibat : biasanya tunggal dermatom dorsolumbal merupakan

lokasi yang paling sering terlibat (50%), diikuti oleh trigeminal oftalmika,

kemudian servikal dan sakral.8 Ekstremitas merupakan lokasi yang paling jarang

terkena.8

Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-5 Hari ke-6

Perkembangan rash pada herpes zoster


http://en.wikipedia.org/wiki/Herpes_zoster#Pathophysiology
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis klinis dibuat dalam kebanyakan kasus.6 Konfirmasi laboratorium
biasanya tidak perlu.6,7 Metode laboratorium untuk identifikasi adalah sama
seperti orang-orang untuk herpes simpleks. Tzanck smear , biopsi kulit, titer
antibodi, cairan vesikuler antibodi immunofluorescent (direct fluorescent
antibody), mikroskop elektron, dan kultur dari cairan vesikel dari beberapa studi
patut dipertimbangkan.7

Tes awal pilihan adalah apusan sitologi (Tzanck smear).7 Tes tersebut tidak
membedakan herpes simpleks dan varicella.3,7. Dasar dari lesi pertama kali
dikerok dan diwarnai dengan hematoxylin-eosin, Giemsa, Wrights, toluidine biru,
atau tinta papanicolaou.7 Sel raksasa multinuklear dan sel epitel yang mengandung
inklusi intranuklear asidofilik dapat terlihat.7

Direct fluorescent antibody : dilakukan untuk HSV-1. DFA adalah tes cepat
(rapid test) untuk membedakan VHS-1, VHS-2, dan VVZ.3

Kultur virus: tes yang sangat spesifik, tetapi tidak sensitif. VVZ sulit untuk
dikultur dan tumbuh dengan lambat, minimal 1 minggu.3 Herpes zoster terlihat kira
kira 7 kali lebih sering pada pasien HIV.7 Tes HIV dilakukan jika ada indikasi
yang jelas.7

F. DIAGNOSA
Diagnosa herpes zoster berdasarkan klinis.9
Ditambahkan dengan berbagai prosedur diagnostik. 9
Apusan sitologik dari vesikel berupa sel raksasa multinuklear dan degenerasi
balon dan / degenerasi retikular.9
Sel raksasa terdiri dari 8 -10 nukleus, dengan bentuk dan ukuran yang
bervariasi.9
Biopsi kulit berupa lesi intraepidermal pada pertengahan sampai epidermis
bagian atas, degenerasi balon dan / degenerasi reticular dari sel, sel akantolisis,
sel virus raksasa multinuklear, intranuklear inklusi mungkin diidentifikasikan
sebagai sel raksasa.9
Virus dapat dikultur dari cairan vesikel.9
Direct immunofluorescence menggunakan antibodi monoklonal.9
Identifikasi virus dengan mikroskop elektron.9

G. KOMPLIKASI
Sepsis kulit sekunder, biasanya akibat Streptococcus pyogenes atau

Staphylococcus aureus.8

Okular: pada herpes zoster oftalmikus dapat terjadi komplikasi diantaranya

ptosis paralitik, skleritis, korioretinitis, neuritis optik, konjungtivitis, keratitis,

uveitis, nekrosis retina, parut kelopak mata. Herpes zoster oftalmikus (HZO)

dapat muncul di kemudian hari dan menyebabkan komplikasi okular dan nyeri

neuralgik. 8,11,12,13,14,15,16

Diseminasi kutan pada pasien immunocompromised.8

Pasien transplantasi dan limfoma memiliki resiko tertinggi (hingga 40%).8

Diseminasi visceral terjadi pada 5-10% pasien. 8

Zoster paralitik :

o akibat keterlibatan saraf motorik seperti sindrom Ramsay Hunt (erupsi

nyeri pada dan sekitar telinga, palsi saraf ipsilateral VII dengan atau

tanpa gangguan vestibular), oftalmoplegia eksternal, gangguan

kandung kemih, dan kelemahan otot ekstremitas.8,12

Komplikasi SSP :

o pleiositosis limfositik CSS asimtomatik dengan protein meningkat ringan

serta kadar glukosa normal sering terjadi. Meningoensefalitis, mielitis,

dan hemiplegia kontralateral akibat angitis granulomatosa jarang

terjadi.8

Neuralgia pascaherpes :
o komplikasi paling sering8, keadaan yang dirasakan paling menganggu

pada herpes zoster11 dirasakan sebagai nyeri dermatomal yang menetap

setelah penyembuhan8 walau lesi sudah hilang.9 Insidensi keseluruhan

adalah 9-15%, 10 15 % >40 tahun16, mencapai 50% pada usia > 60

tahun.8 nyeri biasanya menghilang dalam 3 -6 bulan namun pada

beberapa pasien nyeri hebat ini bisa menetap selama 6 bulan.8

Neuralgia ini bervariasi dalam hal keparahan, tipe, dan kualitasnya.8

Zoster sakralis :
o keterlibatan segmen segmen sakral bisa menyebabkan retensi urin akut

di mana hal ini bisa dihubungkan dengan adanya ruam kulit.11

Zoster trigeminalis :
o herpes zoster bisa menyerang setiap bagian dari saraf trigeminus, tetapi

paling sering terkena adalah bagian oftalmika.11,15 Gangguan mata

seperti konjungitvitis, keratitis, dan/atau iridosiklitis bisa terjadi bila

cabang nasosiliaris dari bagian oftalmika terkena (ditunjukkan oleh

adanya vesikel vesikel di sisi hidung), dan pasien dengan zoster

oftalmika hendaknya diperiksa oleh oftalmolog.11


o herpes keratokonjungtivitis : termasuk HZO, dalam waktu 3 minggu

selama rash, terdapat ulkus kornea, keratitis punctata.15

http://www.thachers.org/dermatology.htm
http://www.entusa.com/oral_pictures_htm/shingles_herpes_zoster.htm

Infeksi pada bagian maksila dari saraf trigeminus menimbulkan vesikel

vesikel unilateral pada pipi dan pada palatum11.

Zoster motoris :

o Kadang-kadang selain lesi kulit pada dermatom sensoris, serabut saraf

motoris bisa juga terserang, yang menyebabkan terjadinya kelemahan

otot. 11

Infeksi juga dapat menjalar ke alat dalam, misalnya paru, hepar dan otak.16

Banyak reaksi kutaneus yang berkembang selama masa penyembuhan lesi

Herpes zoster. Granuloma annulare (GA) dilaporkan pada beberapa kasus

bekas luka (scars) Herpes zoster.13

Telah dilaporkan bahwa pruritus paska herpes (PPH) dapat muncul di bagian

yang telah sembuh dari herpes zoster dengan sakit atau tanpa rasa sakit, dan

dihubungkan dengan kehilangan saraf sensorik.14

H. PENATALAKSANAAN

Tujuan dari pengobatan adalah menekan inflamasi, nyeri dan infeksi.7


Pengobatan zoster akut mempercepat penyembuhan, mengkontrol sakit, dan
mengurangi resiko komplikasi.7 Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan
modifikasinya, misalnya valasiklovir.16 Obat yang lebih baru ialah famsiklovir dan
pensiklovir yang mempunyai waktu paruh eliminasi yang lebih lama sehingga
cukup diberikan 3x250 mg sehari.16 Obat obat tersebut diberikan dalam 3 hari
pertama sejak lesi muncul.16 Untuk zoster yang menyebar luas yang timbul pada
orang orang yang mengalami imunosupresi, asiklovir intravena mungkin dapat
menyelamatkan jiwa. 9

Dosis asiklovir yang dianjurkan ialah 5 x 800 mg sehari dan biasanya


diberikan 7 hari1,16, paling lambat dimulai 72 jam setelah lesi muncul berupa
rejimen yang dianjurkan.1,7

http://www.herpestreatmentcure.org/herpes-treatment-acyclovir/

Indikasi pemberian asiklovir pada herpes zoster3 :

1. Pasien berumur 60 tahun dengan lesi muncul dalam 72 jam.


2. Pasien berumur 60 tahun dengan lesi luas, akut dan dalam 72 jam.
3. Pasien dengan lesi oftalmikus, segala umur, lesi aktif menyerang leher, alat
gerak, dan perineum (lumbal sakral).
Valasiklovir cukup 3 x 1000 mg sehari karena konsentrasi dalam plasma lebih
tinggi.16 Jika lesi baru masih tetap timbul obat obat tersebut masih dapat
diteruskan dan dihentikan sesudah 2 hari sejak lesi baru tidak timbul lagi.16
Valasiklovir terbukti lebih efektif dibandingkan asiklovir sedangkan famsiklovir
sama dengan asiklovir.1

Pengobatan lain yang juga dipakai antara lain kortikosteroid jangka pendek
dan diberikan pada masa akut, pemberian steroid ini harus dengan pertimbangan
ketat.1 Indikasi pemberian kortikosteroid ialah sindrom Ramsay Hunt.16 Pemberian
harus sedini dininya untuk mencegah terjadinya paralisis.16 Diberikan prednison
dengan dosis 3 x 20 mg sehari, setelah seminggu dosis diturunkan bertahap.16
Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik
digabung dengan obat anti viral.16 Dikatakan kegunaanya mencegah fibrosis
ganglion.16

Jika masih stadium vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk
mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif
diberikan kompres terbuka. Kalo terjadi ulserasi dapat diberikan salep antibiotik.16
Anestesi lokal misalnya krim lidokain 5% memberikan perbaikan dibandingkan
kontrol.1 Antiinflamasi nir steroid juga dikatakan menolong, namun hasilnya
tidak dapat disimpulkan.1 Untuk neuralgia pasca herpes, pemberian awal terapi anti
virus telah diberikan untuk mengurangi insidens.3

Menurut FDA, obat pertama yang dapat diterima untuk nyeri neuropatik pada
neuropati perifer diabetik dan neuralgia paska herpetic ialah pregabalin.16 Obat
tersebut lebih baik daripada obat gaba yang analog yaitu gabapentin, karena efek
sampingnya lebih sedikit, lebih poten (2 4 kali), kerjanya lebih cepat, serta
pengaturan dosisnya lebih sederhana.16 Dosis awal 2 x 75 mg sehari, setelah 3 7
hari bila responnya kurang dapat dinaikkan menjadi 2 x 150 mg sehari. Dosis
maksimum 600 g sehari.16 Efek sampingnya berupa dizziness, dan somnolen yang
akan menghilang sendiri, jadi obat tidak perlu dihentikan.16

Terapi topikal seperti krim EMLA, lidokain patches, dan krim capsaicin dapat
digunakan untuk neuralgia paska herpes.3,7 Solutio Burrow dapat digunakan untuk
kompres basah.7 Kompres diletakkan selama 20 menit beberapa kali sehari, untuk
maserasi dari vesikel, membersihkan serum dan krusta, dan menekan pertumbuhan
bakteri.7 Solutio Povidone- iodine sangat membantu membersihkan krusta dan
serum yang muncul pada erupsi berat dari orang tua.7 Acyclovir topikal ointment
diberikan 4 kali sehari selama 10 hari untuk pasien imunokompromised yang
memerlukan waktu penyembuhan jangka pendek.7

Pada kasus berat dapat diberikan Gabapentin oral (300 600 mg per oral TID
selama 7 hari).3 Tidak lebih dari 150 mg/d. 3 Penderita AIDS dengan CD4+ <100
sel/mm3 dan transplantasi resipien, khususnya sumsung tulang mungkin
mengalami infeksi VVZ dengan resistan acyclovir.7 Perlu diawali pengobatan
dengan foscarnet 40 mg/kg IV setiap 8 jam selama 7 10 hari pada pasien dengan
suspek infeksi VVZ dengan resisten acyclovir.7 Pengobatan foscarnet diperlukan
setidaknya sampai 10 hari atau sampai lesi sembuh.7

Anti depresi antisiklik ( misalnya nortriptilin dan aminotriptilin)16: amitriptilin


30 100 mg per oral QHS.3 Pengobatan dengan amiptriptilin dan obat sejenisnya,
blok saraf, dan / opioid nantinya setelah perkembangan nyeri akut dapat mencegah
sensitisasi SSP yang menyebabkan nyeri persisten.7 Efek sampingnya ialah
gangguan jantung, sedasi, dan hipotensi.16 Dosis nortriptilin 50 150 mg/hari.10

Rejimen terapi untuk Varisela-zoster : 3

ACYCLOVIR FAMCICLOVIR VALACYCLOVIR

Zoster 5 x 800 mg setiap 500 mg TID selama 1 g TID selama 7 hari


hari selama 7 10 7 hari
hari

Disseminated 20 mg/kg IV setiap - -


zoster (dosis anak) 8 jam selama 7 hari

Disseminated 10 mg/kg IV setiap - -


zoster(dosis 8 jam selama 7 hari
dewasa)

I. PENCEGAHAN

Vaksin Zostavax : strain hidup yang dilemahkan dari VVZ.3 Berhubungan


dengan Varivax, tetapi diperkirakan 14 kali lebih terkonsentrasi.3 Telah disetujui
oleh FDA untuk pasien > 60 tahun tanpa riwayat penyakit herpes zoster
sebelumnya. Zostavax telah diketahui untuk mengurangi penyakit herpes zoster
dan neuralgia paska herpes.3
http://www.medscape.com/viewarticle/735609

J. PROGNOSA

Umumnya baik, pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung pada


tindakan perawatan secara dini.16
DAFTAR PUSTAKA

1. Daili SF, B Indriatmi W. Infeksi Virus Herpes. Jakarta : Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia. 2002.
2. Habif, T.P. Viral Infection. In : Skin Disease Diagnosis and Treatment. 3rd ed.
Philadelphia : Elseiver Saunders. 2011 .p. 235 -239.
3. Schalock C.P, Hsu T.S, Arndt, K.A. Viral Infection of the Skin. In :
Lippincotts Primary Care Dermatology. Philadelphia : Walter Kluwer
Health. 2011 .p. 148 -151.
4. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ.
Varicella and Herpes Zoster. In : Fitzpatrick. Dermatology in General
Medicine. 7 thed. New York : McGraw Hill Company.2008.p. 1885-1898.
5. James, W.D. Viral Diseases. In : Andrews Disease of the Skin Clinical
Dermatology. 11th ed. USA : Elseiver Saunder. 2011 .p. 372 376.
6. Marks James G Jr, Miller Jeffrey. Herpes Zoster. In: J Lookingbill and Marks
Principles of Dermatology. 4th ed. Philadelphia : Elseiver Saunders. 2006
.p.145-148.
7. Habif P.Thomas. Warts, Herpes Simplex, and Other Viral Infection. In :
Clinical Dermatology. 5 thed. United States of America : Elseiver Saunders.
2010.p. 479 490.
8. Mandal BK, dkk. Lecture Notes :Penyakit Infeksi.6th ed. Jakarta : Erlangga
Medical Series. 2008 : 115 119.
9. Sehgal, V.N. Herpes Zoster. In : Textbook of Clinical Dermatology. 4th ed.
New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers. 2006.p. 83 84.
10. Mayeaux EJ. Viral Infection. In : The Color Atlas of Family Medicine. United
State of America : Mc Graw-Hill Companies, 2009 : 493 502.
11. Brown, R.G. Lecture Notes Dermatology: Penyakit Infeksi.8th ed. Jakarta :
Erlangga Medical Series. 2005 : 29 31.
12. Brown, R.G.Dermatology Fundamentals of Practice. Philadelphia : Mosby
Elseiver. 2008.p. 212-214.
13. Chang Sung Eun, Bae Gee Young, Moon Kee Chan, Do Sang Hwan, Lim
Young Jin. Subcutaneous granuloma annulare following herpes zoster. In :
International Journal of Dermatology. Vol. 43. Number 4. 2004.p. 298 299.
14. The International Society of Dermatology.Herpes zoster and pruritus. In :
International Journal of Dermatology. Vol. 43. Number 4. 2004.p. 779 -780.
15. Ali Asra. Varicella zoster virus (VZV). In : Dermatology a Pictorial Review.
New York : Mc Graw Hill Companies. 2007.p. 22 -23.
16. Handoko RP. Penyakit Virus. In : Djuanda Adhi, Mochtar H, Siti A, eds. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Cetakan V, Jakarta : Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2010 : 110-112.

Anda mungkin juga menyukai