Respirasi-Pungsi Pleura
Respirasi-Pungsi Pleura
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Untuk mengetahui jenis cairan pleura ( transudat, eksudat)
2. Mengetahui ciri-ciri cairan transudat
3. Mengetahui ciri-ciri cairan eksudat
II. DASAR TEORI
A. HUKUM STARLING
Dinding kapiler permeabel terhadap air dan sebagian besar zat terlarut dalam
plasma kecuali protein plasma, karena itu perbedaan tekanan hidrostatik dikedua
sisi membran kapiler menembus dinding kapiler untuk masuk ke dalam
interstisium.
Sebaliknya tekanan osmotik yang ditimbulkan oleh protein (tekanan osmotik
koloid) cenderung menyebabkan perpindahan cairan melalui osmosis dari ruang
interstisial ke dalam darah.
Tekanan hidrostatik cairan interstisium dan tekanan osmotic koloid juga
mempengaruhi filtrasi cairan menembus dinding kapiler.
Kecepatan berlangsungnya ultrafiltisium menembus kapiler bergantung pada
perbedaan dalam tekanan hidrostatik dan osmotic koloid kapiler dan cairan
interstisium. Gaya-gaya ini disebut hukum starling.
Empat gaya menentukan filtrasi cairan melalui membran kapiler :
a. Tekanan hidrostatik kapiler, yg mendorong cairan keluar melalui membran
kapiler.
b. Tekanan hidrostatik cairan interstisium,mendorong masuk cairan melalui
membran kapiler
c. Tekanan osmotik koloid plasma yang cenderung menyebabkan osmosis cairan
masuk melalui membran kapiler
d. Tekanan osmotic koloid cairan, interstisium yg cenderung menyebabkan
osmosis cairan menembus membran kapiler.
CAIRAN PLEURA
Cairan pleura adalah cairan yang terdapat dari rongga pleura. Jika jumlah cairan tersebut
melebihi normal disebut efusi pleura.
Efusi adalah kumpulan cairan yang terdapat dalam rongga tubuh dimana belum diketahui
jenisnya baik transudat/eksudat.
Fungsi dari transudat dan eksudat adalah sebagai respon tubuh terhadap adanya gangguan
sirkulasi dengan kongesti pasif dan oedema (transudat), serta adanya inflamasi akibat infeksi
bakteri (eksudat).
Transudat terjadi sebagai akibat proses bukan radang oleh gangguan kesetimbangan cairan badan
(tekanan osmosis koloid, stasis dalam kapiler atau tekanan hidrostatik, kerusakan endotel, dsb.),
sedangkan eksudat bertalian dengan salah satu proses peradangan.
MEKANISME PEMBENTUKAN TRANSUDAT DAN EKSUDAT
Di dalam rongga serosa dalam keadaan normal terdapat sedikit cairan yang berfungsi sebagai
pergerakan alat-alat di dalam rongga tersebut.
Dalam keadaan normal, cairan bergerak antara pembuluh darah dan cairan ekstravaskuler, disini
terdapat keseimbangan antara tekanan koloid osmotic plasma dan tekanan hidrostatik yang
mendorong cairan kedalam jaringan yang menyebabkan cairan tetap tinggal dalam pembuluh
darah.
pada keadaan patologis tertentu, misalnya :
a. Tekanan hidrostatik meningkat
b. Tekanan koloid osmotic
c. Kenaikan filtrate kapiler dan protein spesifik
Keadaan-keadaan tersebut menyebabkan naiknya substansi tertentu dan pengumpulan cairan di
ekstravaskuler, molekul-molekul kecil seperti air, elektrolit, dan kristaloid akan berdifusi secara
cepat melewati plasma darah, sehingga terjadi penumpukan cairan, proses ini disebut dengan
istilah ultrafiltrasi.
Eksudat terjadi karena infeksi bakteri yang mengakibatkan peningkatan permeabilitas dinding
kapiler pembuluh darah.
Transudat eksudat dapat terjadi pada :
Sindroma nefrotik
Sirosis hepatis
Gagal jantung
MEKANISME PENIMBUNAN CAIRAN PASIF
Penimbunan cairan (efusi) terjadi akibat peningkatan tekanan hidrostatik, yang memaksa cairan
menembus keluar kapiler untuk masuk ke jaringan. Tekanan hidrostatik cenderung mendorong
cairan keluar, dan hal ini dilawan oleh tekanan dalam sirkulasi. Albumin dan protein-protein di
dalam darah berperan menimbulkan tekanan onkotik. Tekan hidrostatik di ujung arterial biasanya
sekitar 40 mmHg, dan tekanan onkotik 25 mmHg. Dengan demikian tekanan positive yang
mendorong cairan keluar ke dalam rongga serosa adalah 15 mmHg. Apabila tekanan onkotik
plasma berkurang, semakin banyak cairan yang didorong keluar, dan ini sering merupakan
penyebab efusi serosa. Dalam keadaan normal, di ujung venosa kapiler tekanan hidrostatik turun
menjadi sekitar 10 mmHg, dan tekanan osmotic koloid tetap 25 mmHg, yang melawan tekanan
hidrostatik ini. Dengan demikian terjadi tekanan negative sebesar 15 mmHg di ujung venosa,
yang cenderung menarik cairan masuk ke dalam pembuluh cairan. Setiap proses yang
meningkatkan tekanan hidrostatik di ujung venosa besar kemungkinannya menyebabkan
penimbunan cairan secara pasif. selain itu, setiap penurunan tekanan onkotik plasma akan
mengurangi jumlah cairan yang tertarik masuk ke dalam kapiler venosa.
Mekanisme lain yang mempermudah penimbunan pasif cairan, yang mungkin bersifat local atau
generalisata, adalah mekanisme alergi yang meningkatkan permeabilitas kapiler atau obstruksi
limfe. Hal ini pada gilirannya, mengurangi jumlah cairan ekstravaskuler yang dibersihkan oleh
system limfatik.
Eksudat terbentuk apabila lapisan kapiler atau membrane rusak oleh proses peradangan atau
neoplastik. Akibatnya protein berukuran besar dan konstituen darah lainnya bocor keluar untuk
masuk ke jaringan dan rongga tubuh. Pada peradangan aktif, kandungan protein pada cairan ini
meningkat.
Perbedaan Transudat dan Eksudat:
Keterangan: Transudat: Eksudat:
Rivalta - +
Berat jenis < 1,016 > 1,016
Kadar protein < 3 gr / 100 cc > 3 gr / 100 cc
Protein plasma < 0,5 > 0,5
LDH < 200 IU > 200 IU
LDH plasma < 0,6 > 0,6
Lekosit < 1000 / mm3 > 1000 / mm3
Hitung jenis leukosit < 50% limfosit > 50% limfosit
PH >7,3 < 7,3
Glukosa plasma < plasma
Amilase = plasma >plasma
Alkali fosfatase >75 u > 75 u
EFUSI PLEURA
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit
primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat
berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah
atau pus (Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga
pleura. (Price C Sylvia, 1995)
B. Etiologi
1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan
sindroma vena kava superior.
2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus),
bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana
masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik,
tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat
mekanisme dasar :
* Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
* Penurunan tekanan osmotic koloid darah
* Peningkatan tekanan negative intrapleural
* Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
C. Tanda dan Gejala
* Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah
cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
* Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat,
batuk, banyak riak.
* Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleural yang signifikan.
* Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan
akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan,
fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan
duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
* Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas
garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan
mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler
melemah dengan ronki.
* Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS
1. Jumlah
Ukurlah dan catatlah volume yang didapat dengan pungsi. jika semua cairan dikeluarkan jumlah
itu memberi petunjuk tentang luasnya kelainan.
2. Warna
Bervariasi : Agak kuning, kuning bercampur hijau, merah jambu, merah, putih serupa susu, dll.
Bilirubin memberi warna kuning kepada transudat. darah menjadikannya merah atau coklat, pus
memberi warna putih-kuning, chylus putih serupa susu, B.pyocyaneus biru-hijau. Warna
transudat biasanya kekuning-kuningan, sedangkan eksudat dapat berbeda-beda warnanya dari
putih melalui kuning sampai merah darah sesuai dengan causa peradangan dan beratnya radang.
Warna eksudat oleh proses radang ringan tidak banyak berbeda dari warna transudat.
3. Kejernihan
Transudat murni kelihatan jernih, sedangkan eksudat biasanya ada kekeruhan. Jika mungkin,
kekeruhan yang menunjuk kepada sifat eksudat itu dijelaskan lebih lanjut sebagai umpamanya
serofibrineus, seropurulent, serosanguineus, hemoragik, fibrineus, dll.
4. Bau
Biasanya baik transudat maupun eksudat tidak mempunyai bau bermakna, kecuali kalau terjadi
pembusukan protein. Infeksi dengan kuman anaerob dan oleh E.coli mungkin menimbulkan bau
busuk, demikian adanya bau mengarah ke eksudat.
5. Berat Jenis
Harus segera ditentukan sebelum kemungkinan terjadinya bekuuan. Penetapan ini penting untuk
menentukan jenis cairan. Kalau jumlah cairan yang tersedia cukup, penetapan dapat dilakukan
dengan urinometer, kalau hanya sedikt sebaiknay memakai refraktometer. Seperti sudah
diterangkan, nilai berat jenis dapat ikut memberi petunjuk apakah cairan mempunyai ciri-ciri
transudat atau eksudat.
6. Bekuan
Perhatikan terjadinya bekuan, dan terangkan sifatnya (renggang, berkeping, berbutir, sangat
halus, dll). Bekuan itu tersusun dari fibrin dan hanya didapat pada eksudat. Kalau dikira cairan
yang dipungsi barsifat eksudat, campurlah sebagian dari cairan itu dengan anticoagulant supaya
tetap cair dan dapat dipakai untuk pemeriksaan lain-lain.
Bekuan yang terjadi sangat lambat pada transudat karena kadar fibrinogen yang rendah disebut
FIBRINOUS SWAB / PELICLE.
PEMERIKSAAN KIMIA
Pemeriksaan kimia biasanya dibatasi saja kepada kadar glukosa dan protein dalam cairan
itu. Alasannya ialah cairan rongga dalam keadaan normal mempunyai susunan yang praktis
serupa dengan susunan plasma darah tanpa albumin dan globulin-globulin. Transudat
mempunyai kadar glukosa sama sperti plasma, sedangkan eksudat biasanya berisi kurang banyak
glukosa teristimewa jika eksudat itu mengandung banyak leukosit.
Protein dalam transudat dan eksudat praktis hanya fibrinogen saja. Dalam transudat kadar
fibrinogen rendah, yakni antara 300-400 mg/dl dan dalam eksudat kadar protein 4-6 g/dl.
PEMERIKSAAN PROTEIN
Kualitatif (rivalta)
Tujuan : Membedakan transudat dan eksudat
Prinsip : Seromucin yang terdapat dalam eksudat dan tidak terdapat dalam transudat akan
bereaksi dengan asam acetat encer membentuk kekeruhan yang nyata.
Cara kerja :
1. Kedalam becker glass 100 ml dimasukkan 100 ml aquadest.
2. Tambahkan 1 tetes asam asetat glacial dan campurlah.
3. Jatuhkan 1 tetes cairan yang diperiksa ke dalam campuran ini, dilepaskan kira-kira 1 cm dari
atas permukaan.
4. Perhatikan tetesan itu bercampur dan bereaksi dengan cairan yang mengandung asam asetat.
ada tiga kemungkinan :
a. Tetesan itu bercampur dengan larutan asam asetat tanpa menimbulkan kekeruhan sama sekali.
Hasil test adalah negative.
b. Tetesan itu mengadakan kekeruhan yang sangat ringan serupa kabut halus. Hasil test positive
lemah.
c. Tetesan itu membuat kekeruhan yang nyata seperti kabut tebal atau dalam keadaan ekstrem
satu presipitat yang putih. hasil test positive .
Catatan :
Cara ini berdasarkan seromucin yang terdapat dalam eksudat, tetapi tidak dalam
transudat. Percobaan ini hendaknya dilakukan beberapa kali untuk mendapatkan hasil yang dapat
diandali.
Hasil positive didapat pada cairan yang bersifat eksudat. Transudat biasanya menjadikan
test ini positive lemah. Kalau transudat sudah beberapa kalii dispungsi, maka transudatpun
mungkin menghasilkan kekeruhan serupa yang dari eksudat juga. Cairan rongga badan normal,
yaitu yang bukan transudat atau eksudat dalam arti klinik, menghasilkan test negative.
Interpretasi hasil
1. Jernih : negative
2. Keruh ringan/kabut : positif lemah
3. Sangat keruh : positif
1 dan 2 : transudat
3 : eksudat
PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS
PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS
Sel yang dihitung biasanya hanya leukosit (bersama sel-sel berinti lain seperti sel mesotel, sel
plasma, saja. Menghitung jumlah erytrosit jarang sekali dilakukan karena tidak bermakna.
Menghitung jumlah leukosit
Kalau cairan berupa purulent, tidak ada gunanya untuk menghitung jumlah leukosit. Tindakan ini
baiklah hanya dilakukan dengan cairan yang jernih atau yang agak keruh saja.
Pada cairan jernih pakailah pengenceran seperti dipakai untuk menghitung jumlah leukosit dalam
cairan otak. Untuk cairan yang agak keruh, pilihlah pengenceran yang sesuai.
Bahan pengenceran sebaiknya larutan NaCl 0,9%, jangan larutan turk, Karen cairan turk itu
mungkin menyebabkan terjadinya bekuan dalam cairan.
Cairan yang berupa transudat biasanya mengandung kurang dari 500 sel/ul. semakin tinggi angka
itu semakin besar kemungkinan cairan tersebut bersifat eksudat.
Cara :
1. Sedian apus dibuat dengan cara berlain-lainan tergantung sifat cairan :
a. jika cairan jernih, sehingga diperkirakan tidak mengandung banyak sel, pusinglah 10-15 ml
bahan. Cairan atas dibuang dan sediment dicampur dengan beberapa tetes serum penderita
sendiri. Buatlah sediaan apus dari campuran itu.
b. Kalau cairan keruh sekali atau purulent, buatlah sediaan apus langsung memakai bahan itu.
Jika terdapat bekuan dalam cairan, bekuan itulah yang dipakai untuk membuat sediaan tipis.
2. Pulaan sediaan itu dengan Giemsa atau Wright.
3. Lakukan hitung jenis atas 100-300 sel. Hitung jenis hanya membedakan MN dan PMN.
Catatan :
Hasil hitung jenis dapat memberikan keterangan tentang jenis radang yang menyertai proses
radang akut hampir semua sel berupa segment. Semakin tenang proses itu semakin bertambah
limfositnya, sedangkan radang dan rangsang menahun menghasilkan hanya limfosit saja dalam
hitung jenis.
Pemeriksaan sitologik terhadap adanya sel-sel abnormal, teristimewa sel-sel ganas sangat
penting. Sitodiagnostik semacam itu tidak dapat dilakukan dengan cara seperti di atas, melainkan
mewajibkan teknik khusus menurut Papanicolaou. Meskipun teknik Papanicolaou tidak
diterangkan di sini, perlu diketahui bahwa bahan yang diperoleh tidak boleh membeku. Proses
pembekuan hendaknya di cegah dengan menggunakan EDTA atau heparin.
Hitung Jumlah Sel Lekosit
Metode : Kamar hitung Improved Neubauer atau Fuchs Rosenthal.
Tujuan : Untuk menghitung jumlah sel lekosit dalam cairan dan mengetahui bahwa sampel
cairan tubuh tersebut transudat atau eksudat.
Prinsip : Jumlah sel lekosit dihitung berdasarkan pengenceran dalam larutan Pengencer dan
jumlah sel dalam cairan dalam kamar hitung.
Alat : 1. Mikroskop
2. Kamar Hitung Improved Neubauer 3 mm x 3 mm x 0,1 mm atau Kamar Hitung Fuchs
Rosenthal 4 mm x 4 mm x 0,2 mm
3. Pipet Lekosit
4. Kaca Penutup
Rumus perhitungan : (n x p x 10 ) :4
Interpretasi hasil