Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara
umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi
yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi
tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia
internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sangat sulit menghadapi pasar
global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas
kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu
tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu
memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis
sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan
kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya
fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun
2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat
yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara
yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk
mengantisipasi hal tersebut sefrta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja
Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat
Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungandan perilaku
sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta
memiliki derajat kesehatan yang setingi-tingginya.
Pelaksanaan Kesehatan dan keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaanm kerja dan
penyakit
1 akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak sajamenimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi
bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara
menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada
masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas
kesehatan dan non kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita
pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari
beberapa pengamatan) menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai
faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta
keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko
kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.
Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan telah
mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan
kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehataqn pada pekerja, keluarga, masyarakat dan
lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dalam bekerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja (k3) merupakan faktor yang sangat
penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan
dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu
komponen yang dapat meminimalisir kecelakaan dalam kerja adalah tenaga
kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam
kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk
menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.
Hal ini ditunjang oleh Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per. 4/Men/1987
tentang pembentukan Panitia Peyelenggara Kesehatan dan Keselamatan Kerja (P2K3)
dan pengangkatan ahli Keselamatan Kerja. Dalam pekerjaan ada beberapa faktor yag
mempengaruhi kesehatan dan keselamataan tenaga kerja, diantaranya faktor biologis,
fisika, dan kimia, penulis akan memfokuskan pada faktor kimia dan sanitasi
lingkungan kerja yang mempengaruhi kesehataan dan keselamatan kerja.

1.2 Waktu dan Tempat Observasi


Observasi dilakukan di bengkel reparasi kereta api dengan uraian sebagai berikut
2A. Identitas Perusahaan
1. Nama Perusaahan : BALAI YASA PT. KAI (PERSERO) YOGYAKARTA
2. Jenis Perusahaan : Bengkel dan Perakitan Lokomotif
3. Alamat Perusahaan : Jalan Kusbini no.1 Yogyakarta
4. Jumlah Tenaga Kerja : 1000 orang
5. Tanggal kunjungan : 25 November 2016

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofian sebagai suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga
kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya
menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan
adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses
produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembanguanan setelah Indonesia
merdeka konsekuensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula
meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam
mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis
kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan
tersebut maka disusunlah UU no.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai
tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU no.12 tahun 2003
tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU no.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau
buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan
kesehatan kerja, moral, dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan
martabat serta nilai-nilai agama.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan
perundang-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti
peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang
dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan
keria yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam
tanah,
4 permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah
kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai
dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan,
pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk
tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya
kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya
masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil
pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih
diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di
masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna
membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.
1. Sebab-sebab Keeelakaan
Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan teriadi karena tindakan yang
salah atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan merupakan
nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada pepatah yang mengungkapkan tindakan
yang lalai seperti kegagalan dalam melihat atau berialan mencapai suatu yang jauh
diatas sebuah tangga. Hal tersebut menunjukkan cara yang lebih baik selamat untuk
menghilangkan kondisi kelalaian dan memperbaiki kesadaran mengenai keselamatan
setiap karyawan pabrik.
Diantara kondisi yang kurang aman salah satunya adalah pencahayaan,
ventilasi yang memasukkan debu dan gas, layout yang berbahaya ditempatkan dekat
dengan pekerja, pelindung mesin yang tak sebanding, peralatan yang rusak, peralatan
pelindung yang tak mencukupi, seperti helm dan gudang yang kurang baik.
Diantara tindakan yang kurang aman salah satunya diklasifikasikan seperti
latihan sebagai kegagalan menggunakan peralatan keselamatan, mengoperasikan
pelindung mesin mengoperasikan tanpa izin atasan, memakai kecepatan penuh,
menambah daya dan lain-lain. Dari hasil analisa kebanyakan kecelakaan biasanya
terjadi karena mereka lalai ataupun kondisi kerja yang kurang aman, tidak hanya satu
saja. Keselamatan dapat dilaksanakan sedini mungkin, tetapi untuk tingkat efektivitas
maksimum, pekera harus dilatih, menggunakan peralatan keselamatan.

5
2. Faktor-faktor Kecelakaan
Studi kasus menunjukkan hanya proporsi yang kecil dari pekerja sebuah
industri terdapat kecelakaan yang cukup banyak. Pekerja pada industri mengatakan itu
sebagai kecenderungan kecelakaan. Untuk mengukur kecenderungan kecelakaan
harus menggunakan data dari situasi yang menunjukkan tingkat resiko yang ekivalen,
Begitupun, pelatihan yang diberikan kepada pekerja harus dianalisa, untuk
seseorang yang berada di kelas pelatihan kecenderungan kecelakaan mungkin hanya
sedikit yang diketahuinya. Satu lagi pertanyaan yang tak terjawab ialah apakah ada
hubungan yang signifikan antara kecenderungan terhadap kecelakaan yang kecil atau
salah satu kecelakaan yang besar. Pendekatan yang sering dilakukan untuk seorang
manager untuk salah satu faktor kecelakaan terhadap pekeria adalah dengan tidak
membayar upahnya. Bagaimanapun jika banyak pabrik yang melakukan hal diatas
akan menyebabkan berkurangnya rata-rata pendapatan, dan tidak membayar upah
pekeria akan membuat pekeria malas melakukan pekeriaannya dan terus
membahayakan diri mereka ataupun pekerja yang lain. Ada kemungkinan bahwa
kejadian secara acak dari sebuah kecelakaan dapat membuat faktor-faktor kecelakaan
tersendiri.
3. Masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan
resutante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja, dan
lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga
komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang
optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdaat ketidakserasian dapat
menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat
kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.
a. Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum
memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40%
masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi, dan 35%
kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak
6 memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang
optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang
ada,sebagian besar masih diisi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang
mempunyai banyak keterbatasan sehingga untuk dalam melakukan tugasnya
mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan
kecelakaan kerja.
b. Beban kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis
beroperasi 8-24jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada
laboratorium menuntu adanya pola kerja bergilir dan tugas/jaga malam. Pola
kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat
terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut
memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja
yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja
tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat
menimbulkan stres.
c. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi
kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident),
Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational
Disease & Work Related Diseases).

B. Tinjauan Tentang Tenaga Kesehatan


Pengertian Tenaga Kesehatan
Kesehatan merupakan hak dan kebutuhan dasar manusia. Dengan demikian
Pemerintah mempunyai kewajiban untuk mengadakan dan mengatur upaya pelayanan
kesehatan yang dapat dijangkau rakyatnya. Masyarakat dari semua lapisan, memiliki
hak dan kesempatan yang sama untuk mendapat pelayanan kesehatan.
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar D3. S1,. S2 dan S3;
pendidikan non gelar: sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru
lmunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini
dengan
7 tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian
khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa
dan fisik manusia, serta lingkungannya.
Tenaga kesehatan berperan sebagai perencana, penggerak dan sekaligus
pelaksana pembangunan kesehatan sehingga tanpa tersedianya tenaga dalam jumlah
dan jenis yang sesuai, maka pembangunan kesehatan tidak akan dapat berjalan secara
optimal. Kebijakan tentang pendayagunaan tenaga kesehatan sangat dipengaruhi oleh
kebijakan-kebijakan sektor lain, seperti: kebijakan sektor pendidikan, kebijakan sektor
ketenagakerjaan, sektor keuangan dan peraturan kepegawaian Kebijakan sektor
kesehatan yang berpengaruh terhadap pendayagunaan tenaga kesehatan antara lain:
kebijakan tentang arah dan strategi pembangunan kesehatan, kebijakan tentang
pelayanan kesehatan, kebijakan tentang pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan,
dan kebijakan tentang pembiayaan kesehatan. Selain daripada itu, beberapa faktor
makro yang berpengaruh terhadap pendayagunaan tenaga kesehatan, yaitu:
desentralisasi, globalisasi, menguatnya komersialisasi pelayanan kesehatan, teknologi
kesehatan dan informasi. Oleh karena itu, kebijakan pendayagunaan tenaga kesehatan
harus memperhatikan semua faktor diatas.

C. Perlengkapan dan Peralatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja


1. Alat Pelindung Diri
Alat Pelindung Diri selanjutnya disebut APD adalah seperangkat alat yang
digunakan tenaga kerja seluruh atau sebagian tubuh dari adanya kemungkinan
potensi bahaya dan kecelakaan kerja (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia No. PER. 08/MEN/VII/2010).
a. Pakaian Kerja
Tujuan pemakaian pakaian kerja adalah melindungi badan manusia terhadap
pengaruh yang kurang sehat atau yang melukai badan.
b. Sepatu Kerja
Sepatu kerja (safety shoes) merupakan perlindungan terhadap kaki. Setiap
pekerja perlu memakai sepatu dengan sol yang tebal supaya bebas berjalan dan
terlindung dan terlindung dari barang- barang berbahaya.
c. Kacamata Kerja
Kacamata pengaman digunakan untuk melindungi mata dari debu, serpih besi
8 yang berterbangan dan tertiup angin. Mengingat partikel- partikel debu yang
berukuran sangat kecil terkadang tidak terlihat oleh mata. Oleh karenanya mata
perlu diberikan perlindungan. Biasanya pekerjaan yang membutuhkan
kacamata adalah mengelas.
d. Sarung Tangan
Sarung Tangan sangat dibutuhkan untuk beberapa jenis pekerjaan. Tujuan
utama penggunaan sarung tangan adalah melindungi tangan dari benda-benda
keras, tajam, dan cairan kimia berbahaya selama menjalankan tugas.
e. Helm
Helm (helmet) sangat penting digunakan sebagai pelingdung kepala dan sudah
merupakan keharusan bagi setiap pekerja untuk menggunakannya dengan
benar sesuai aturan. Helm ini digunakan untuk melindungi kepala dari bahaya
benda jatuh
f. Penutup Telinga
Alat ini digunakan untuk melindungi telinga dari bunyi-bunyi yang
dikeluarkan oleh mesin yang memiliki volume suara yang cukup keras dan
bising. Terkadang efeknya untuk jangka panjang, bila setiap hari mendengar
suara bisisng tanpa penutup telinga.
g. Masker
Pelindung bagi pernapasan sangat diperlukan untuk pekerja mengingat lokasi
itu sendiri.

9
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

III.1 Aspek Keselamatan Kerja


A. Identitas Perusahaan
1. Nama Perusahaan : BALAI YASA PT. KAI YOGYAKARTA
2. Jenis Perusahaan : Bengkel dan Perakitan Lokomotif
3. Alamat Perusahaan : Jalan. Kusbini no I Yogyakarta
4. Jumlah Tenaga Kerja : 1000 orang
5. Tanggal Kunjungan : 25 November 2016
B. Proses produksi
1. Bahan yang diperlukan
Bahan baku : Suku cadang
2. Mesin peralatan kerja yang digunakan: mesin crane, mesin las, mesin
bubutan, traksi listrik, oven, honing machine, mesin bor radial, tackle,
engine lift.
3. Proses produksi : Loko masuk cek visual program cuci
dan bongkar pemisahan rangka atas dan bawah check dan
repair logam check dan repair auxiliary check dan repair instrumen
check dan repair diesel perakitan pengecatan final test.
4. Barang yang dihasilkan:
Produk utama : Lokomotif
Produk sampingan :-
5. Limbah :
a. Padat logam atau metal, sisa gerinda
b. Cair oli.
c. Gas uap pengecatan dan pengelasan
C. Identifikasi Potensi Bahaya Kecelakaan Kerja
1. Potensi bahaya mekanik
a. Bahaya jatuh dari ketinggian yang sama: tersandung lilitan kabel dan
10 jalan yang tidak rata, terpeleset tumpahan oli atau minyak di lantai.
Pengendalian: merapikan kabel dan memberikan penanda warna
mencolok untuk membedakan jalan yang bergelombang dan tidak,
membersihkan tumpahan oli atau minyak solar di lantai, dan
memberikan papan peringatan lantai licin.
b. Bahaya jatuh dari ketinggian yang berbeda: terperosok kedalam ruang
bawah tanah (under floor). Pengendalian: memasang rantai pembatas
dan pemberian cat warna mencolok sepanjang pinggiran ruang bawah
tanah.
c. Benda yang dapat melukai: tangan terpotong atau terjepit oleh
beberapa mesin produksi, seperti: honing machine dan mesin bubutan.
Mata dan wajah tergores oleh serpihan sisa logam dari penggunaan
mesin bubut. Pengendalian: memberikan APD pada pekeria berupa
sarung tangan, goggle, masker dan safety shoes.
d. Bahaya benda bergerak dapat membentur: bahaya tertimpa barang
yang diangkut oleh mesin crane/pemindah benda berat dan terlilit
rantai pada mesin crane, lokomotif, troli (alat pengangkut sparepart),
dan engine lift untuk mengangkut mesin. Pengendalian: memberikan
APD pada pekeria berupa helm dan memastikan bahwa peletakan
pengait dan barang yang akan dipindahkan dengan benar.
2. Potensi bahaya dari listrik
a. Bahaya konsleting: tidak ada bahaya konsleting
b. Bahaya sentuh Ada, kabel bergantungan di dinding. Instalasi listrik
tidak semuanya ditutup Perawatan kabel dilakukan setiap l bulan
sekali, dan hanya diganti apabila kabel listrik sudah tidak layak.
c. Bahaya tersetrum pada alat cash AKI.
Pengendalian:
1). Menyimpan AKI di dalam ruangan khusus dan hanya dikeluarkan
jika akan di pasang
2). Mendisiplinkan pekerja agar menggunakan APD berupa sarung
tangan
3. Potensi bahaya bahan kimia berbahaya
a. Bahaya bahan iritatif : Air AKI, thinner, soda api, dan alumunium
11 cleaner
Pengendalian :
1) Disimpan di tempat khusus dan di beri label
2) Menggunakan APD berupa sarung tangan karet dan mask
b. Bahaya bahan flammable : solar, air AKI, dan thinner
Pengendalian :
1) Disimpan di tempat khusus dan di beri label
2) Memberi larangan merokok di sekitar tempat penyimpanan
bahan kimia
3) Menggunakan APD berupa sarung tangan dan mask
4. Potensi bahaya kebakaran dan peledakan:
a. Bahan mudah terbakar: kayu, cairan kimia. Pengendalian:
menjauhkan dari sumber api, dilarang membawa peralatan yang
memicu api, dilarang merokok, pemberian tanda mudah meledak.
b. Sumber panas: Oven. Pengendalian : peringatan tanda bahaya yang
dipasang di sekitar alat, perawatan rutin berkala terhadap mesin yang
digunakan, pemantauan lama pengoperasian mesin dalam sehari, dan
pekerja yang bekerja di bagian tersebut diwajibkan memiliki
sertifikasi dalam pengoperasian alat.
c. Bahan mudah meledak : Peralatan las. Pengendalian : menjauhkan
dari sumber api, dilarang membawa peralatan yang memicu api,
dilarang merokok, pemberian tanda mudah meledak serta perawatan
rutin pada mesin.
c. Peralatan dengan tekanan tinggi: Aki dibagian unit pengecasan.alat
regulator, genset, dan travo listrik. Pengendalian : peringatan tanda
bahaya yang dipasang di sekitar alat, perawatan rutin berkala terhadap
mesin yang digunakan, pemantauan lama pengoperasian mesin dalam
sehari, dan pekerja yang bekerja di bagian tersebut diwajibkan
memiliki sertifikasi dalam pengoperasian alat.

III.1 ALAT PEMADAM API RINGAN

Jenis Jumlah Penempatan Pemeriksaan Keterangan


1. Powder (dry 120 Gudang, setiap 1 bulan sekali, Masa Berlaku :
25 meter. inggi Tiap tabung
chemical) diperiksa
12
penempatan bervariasi dari 1
alat bervariasi kondisi selang bulan sampai 2
2. Foam (fire 10 mulai 50- tahun sebelum
apakah ada
extinguisher) 125cm dari masa berlaku habis
Permukaan penggumpalan serta ditemukan
3. CO2 (Carbon 30 Lantai dengan juga beberapa
jumlah cukup yang sudah
dioksida)
melewati batas
waktu penggunaan

Kemampuan
tenaga kerja dalam
mengoperasikan :
setiap tenaga kerja
dilatih untuk dapat
mengoperasikan
alat pemadam

III.2 ALAT PELINDUNG DIRI (APD)

No Lokasi Potensi Bahaya Alat Pelindung Diri (APD) Pemakaian


Diperlukan Disediakan
oleh Tenaga
Kerja
1. Kerangk Jatuh dari Helm Helm Saat ini 100%
a Atas ketinggian Sepatu Sepatu pegawai
Terbentur safety safety menggunakan

alat kerja Kacamata Sarung helm dan

Bahaya sepatu safety


Sarung tangan
listrik (saat ini
tangan Masker
sedang tidak
Masker Earplu
ada produksi
g
2. Kerangk Kebisingan Helm Helm sehingga

a Bawah pegawai tidak


Getaran Sepatu Sepatu
wajib berAPD
Terkena safety safety
lengkap)
bor, pisau, Kacamata Sarung
pembersih Sarung tangan
mesin tangan Masker
Kebakaran Masker Earplu
13
Earplug g
3. Diesel Kejatuhan Helm Helm
benda berat Sepatu Sepatu
Mata safety safety
terpercik Kacamata Sarung
api saat Sarung tangan
mengelas tangan Masker
Kebakaran Masker Earplu
Tersengat Earplug g
listrik
Tersengat
panas

III.3 ORGANISASI KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)

Organsasi Program Keterangan


P2K3 Job Safety Analysis Ada di setiap unit dan
masih berjalan
Evaluasi SOP Ada, dilakukan tiap 1
bulan sekali dan apabila
ada kecelakaan kerja.
Identifikasi Potensi Bahaya Ada, dilakukan setiap 1
bulan sekali dan apabila
ada peralatan kerja baru
maka akan diidentifikasi.
Pengujian Lingkungan Kerja Setiap 1 bulan sekali
Pengujian Keselamatan Kerja Setiap 1 bulan sekali
Unit Tanggap Darurat Penanggulangan Kebakaran:
Identifikasi Potensi Bahaya Sudah dilakukan.
Kebakaran
Regu Pemadam Kebakaran Terdiri dari perwakilan
masing-masing unit dalam
perusahaan (pekerja)
APAR Tersebar di lokasi pabrik.
Jumlah total seluruh
APAR 160 buah, dengan
14 jarak APAR 25 meter
Alat Pemadam Kebakaran: Tidak didapatkan alarm
- Alarm otomatis otomatis maupun manual.
- Alat deteksi api dini
- Ruang Panel Kebakaran
Jalur Evakuasi Terdapat 6 pintu evakuasi.
Terdapat petunjuk pintu
keluar darurat dan
petunjuk jalan evakuasi
yang ditempel pada
dinding, namun banyak
petunjuk yang hilang
karena renovasi ruangan.
Assembly Point Terdapat 3 assembly point
di depan gedung utama
dan mudah dilihat oleh
pekerja

III. 4 Hasil Pemeriksaan Potensi Bahaya

Hasil Pemeriksaan
No Lokasi Kebakaran/
Mekanik Listrik Kimia
. ledakan
1. Unit Adanya potensi Adanya potensi Adanya Bahan kimia
kerangka kejatuhan benda kebakaran dari potensi tersimpan di
atas berat dan kabel listrik kebakaran dari dalam gudang
kecelakaan kerja yang tidak kabel listrik logistik
akibat trauma tersusun rapi. yang tidak
kecil. Ada trafo yang tersusun rapi.
tidak
menggunakan
penutup.
2. Unit Adanya potensi Adanya potensi Adanya Bahan kimia
kerangka kejatuhan benda kebakaran dari potensi tersimpan di
bawah berat dan kabel listrik kebakaran dari dalam gudang
kecelakaan kerja yang tidak kabel listrik logistik.
15
akibat trauma tersusun rapi. yang tidak
kecil. Potensi tersusun rapi.
jatuh ke ruang
bawah tanah (rel
kereta) karena
tidak ada
pembatas dan
tanda.
3. Unit Adanya potensi Kondisi cukup Adanya Bahan kimia
logam trauma mata aman dan baik. potensi tersimpan dalam
terkena las. kebakaran dari di wadah
Potensi trauma percikan api berlabel
tangan terkena mesin las. LOGAM.
gergaji.
4. Unit Adanya potensi Kondisi cukup Adanya Bahan kimia
diesel kejatuhan benda aman dan baik. potensi tersimpan di
berat dari crane ledakan karena dalam gudang
saat tekanan tinggi logistik.
memindahkan dari mesin
barang. Trauma regulator.
saat servis alat
5. Unit Kondisi cukup Kondisi cukup Adanya Tidak
traksi aman dan baik. aman dan baik. potensi menggunakan
listrik kebakaran dari bahan kimia.
alat-alat listrik
yang
digunakan.
6. Unit Potensi kaki Banyak kabel Ada potensi Bahan kimia
auxalary terlindas troli menjuntai di ledakan dari tersimpan di
pengangkut aki lantai, potensi aki yang dalam wadh
terkena strum diservis tong besar tanpa
dan tersandung label, di dalam
aki yang sedang
diservis. Ada
exhouse penarik
16
uap kimia dari
aki. Potensi
iritasi kulit dari
bahan kimia
yang digunakan

III.5 Data Kecelakaan Kerja


Tahun 2014 : tangan pekerja tertimpa mesin alat berat yang diduga akibat
adanya kelalaian pekerja saat pengoperasian alat. Data lain tentang adanya kecelakaan
kerja lainnya tidak didapatkan.

17
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Masalah-masalah yang ditemukan dari aspek keselamatan kerja di PT. KAI adalah:

1. Dari keenam unit di perusahaan KAI terdapat empat potensi bahaya (mekanik,
listrik, kimia, dan ledakan/kebakaran)
2. Kurangnya kesadaran dari para pekerja untuk menggunakan APD yang
disediakan oleh perusahaan PT.KAI
3. Sistem penggunaan dan perawatan APAR sudah cukup baik
4. Sistem P2K3 di perusahaan PT.KAI berjalan cukup baik

Saran untuk aspek keselamatan kerja di perusahaan PT.KAI adalah:

1. Tetap dilakukan pemantauan terhadap keselamatan kerja karyawan secara


berkala
2. Meningkatkan kedisiplinan karyawan dalam menggunakan APD dengan
promosi kesehatan, pengawaasan serta sistem reward dan punishment
3. Monitoring terhadap batas waktu dan kelayakan pemakaian APAR diadakan
2x setahun
4. Pemberian pelatihan teknisi secara berjenjang dan berkesinambungan
mengenai keselamatan dan kesehatan kerja.
5. Menyediakan poli klinik dan mempekerjakan dokter perusahaan untuk
mengontrol upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif

18

Anda mungkin juga menyukai