Dari bagan diatas dapat dijelaskan bahwa belajar dapat dibedakan menjadi dua yaitu
belajar hafalan dan belajar bermakna. Menurut Ausubel, dalam belajar hafalan dan bermakna
siswa dapat mengasimilasi materi pelajaran secara penerimaan maupun secara penemuaan.
Secara penerimaan pada tingkat pertama belajar, siswa belajar hanya tinggal menerima materi
yang akan diajarkan dalam bentuk final. Apabila pada tingkat kedua siswa memasukkan
materi ke dalam struktur kognitif misalnya berupa konsep maka dalam hal ini terjadi proses
belajar bermakna. Sedangkan apabila materi final yang disajikan diterima oleh siswa dengan
menghafal materi yang disajikan tersebut maka proses pelajaran yang terjadi adalah belajar
hafalan. Begitu pula secara penemuan, apabila pada tingkat pertama siswa menemukan
materi kemudian pada tingkat kedua siswa memasukkan materi yang ditemukan ke dalam
struktur kognitif maka akan terjadi proses belajar bermakna. Namun apabila setelah
menemukan materi siswa malah menghafal materi yang ditemukannya maka proses belajar
yang terjadi merupakan proses belajar menghafal.
Para ahli pendidikan banyak yang berpendapat bahwa antara belajar penerimaan
dengan belajar hafalan adalah sama. Sebab belajar bermakna hanya dapat terjadi apabila
seorang siswa menemukan sendiri sebuah pengetahuan. Belajar penerimaanpun dapat
dikatakan bermakna yaitu dengan cara menjelaskan materi mengenai hubungan antara
konsep-konsep. Sementara belajar penemuan dianggap mempunyai makna rendah dan
1
merupakan belajar hafalan apabila seorang siswa dalam memecahkan masalah hanya dengan
coba-coba.
1. Belajar Bermakna
Belajar bermakna adalah suatu proses belajar dimana informasi baru dihubungkan
dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seorang siswa yang sudah belajar
(Suparno, 1997). Belajar bermakna baru akan terjadi apabila seorang siswa mencoba
menghubungkan fenomena baru kedalam struktur pengetahuan mereka.Artinya seorang
siswa sebelumnya sudah memiliki pengetahuan di dalam dirinya, siswa tidak lagi seperti
kertas putih yang kosong yang hanya dapat menerima materi-materi yang disampaikan
oleh pendidik melainkan siswa telah memiliki pengetahuan awal yang nantinya
pengetahuan tersebut akan digunakan untuk menghubungkan pengetahuan sebelumnya
dengan pengetahuan baru yang didapatkannya.
Menurut Ausubel (dalam Suparno, 1997) seseorang belajar dengan
mengasosiasikan fenomena baru kedalam skema yang telah ia miliki. Dalam proses
tersebut seorang dapat mengembangkan skema yang ada atau dapat mengubahnya. Jadi,
dalam belajar bermakna informasi baru diasosiasikan pada konsep-konsep relevan yang
telah ada dalam struktur kognitif. Belajar bermakna yang baru berakibatkan pertumbuhan
dan modifikasi konsep-konsep yang telah ada. Selain itu guru juga harus dapat
mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar bermakna. Pengetahuan
siswa akan lebih bermanfaat jika siswa diajak beraktifitas dan diajak langsung dalam
kegiatan pembelajaran. Sedangkan pada tingkat pendidikan tinggi akan lebih efektif jika
menggunakan peta konsep, penjelasan, demonstrasi, diagram dan ilustrasi (Hidayat,
2011).
2. Belajar Hafalan
Bila dalam struktur kognitif seseorang tidak terdapat konsep-konsep relevan, maka
informasi baru yang diperoleh oleh seseorang akan dipelajari secara hafalan. Begitu pula
apabila seseorang yang telah memiliki konsep-konsep yang relevan pada struktur
kognitifnya namun orang tersebut tidak memiliki keinginan atau usaha untuk
mengasimilasikan pengetahuan baru dengan konsep yang telah ada maka akan terjadi
belajar hafalan. Pada kenyataannya banyak guru dan bahan-bahan pelajaran yang jarang
sekali menolong para siswa untuk menentukan dan menggunakan konsep-konsep relevan
dalam struktur kognitif mereka untuk mengasimilasikan pengetahuan baru, anak juga
kerap kali diminta untuk mengemukakan prinsip-prinsip tanpa mengerti arti ataupun
makna dari apa yang mereka kemukakan hal ini jelas sekali menandakan bahwa siswa
hanya belajar menghafal dan pada akhirnya tidak akan berguna.
2
interaktif, memperlancar gerakan informasi yang relevan melalui penghalang-penghalang
perseptual dan menyediakan suatu kaitan antara informasi yang baru diterima dan
pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya. Proses interaktif antara materi yang baru
dipelajari dengan subsumer-subsumer inilah yang menjadi inti teori belajar asimilasi
Ausubel. Proses ini disebut proses subsumsi.
Menurut Ausubel dan Novak, ada tiga kebaikan dari belajar bermakna yaitu :
a. Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat di ingat. Hal ini
dikarenakan siswa yang belajar bermakna menghubungkan sendiri pengetahuan baru
yang di dapatkannya dengan pengetahuan yang telah ada pada struktur kognitif siswa
itu sendiri. Sehingga pengetahuan sebelumnya akan semakin kuat tersimpan dalam
ingatan siswa itu sendiri.
b. Informasi yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari subsumer
subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang
mirip. Artinya, jika seorang siswa terlibat langsung dalam suatu pembelajaran
hasilnya akan berbeda dengan seorang yang hanya menerima materi yang diberikan.
Jadi, seorang siswa yang terlibat langsung dalam sebuah pembelajaran akan lebih
mudah untuk mengikuti proses belajar berikutnya.
c. Informasi yang dilupakan sesudah subsumsi obliteratif, meninggalkan efek residual
pada subsumer, sehingga mempermudah belajar hal hal yang mirip, walaupun telah
terjadi lupa.
2. Diferensiasi Progresif
Selama belajar bermakna berlangsung, perlu terjadi pengembangan dan
elaborasi konsep-konsep yang tersubsumsi. Menurut Ausubel, pengembangan
konsep berlangsung paling baik, bila unsur-unsur yang paling umum atau paling
inklusif dari suatu konsep diperkenalkan terlebih dahulu, kemudian baru diberikan
hal-hal yang lebih mendetail dan lebih khusus dari konsep itu. Sehingga proses
belajar siswa lebih terstuktur dan siswa akan lebih memahami konsep yang
diberikan.
Menurut Novak untuk menyusun kurikulum yang baik, mula-mula diperlukan
analisis konsep-konsep dalam suatu bidang studi, dan kemudian diperhatikan
hubungan-hubungan tertentu antara konsep-konsep ini, sehingga diketahui konsep
mana yang paling umum dan superordinat, dan konsep-konsep mana yang lebih
khusus dan subordinat.
4
GERAK
PENGERTIAN MACAM-MACAM
3. Belajar Superordinat
Belajar Superordinat terjadi, bila konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya
dikenal sebagai unsur-unsur suatu konsep yang lebih luas dan lebih inklusif.
Contohnya, seorang anak yang pada saat bermain mobil-mobilan, kemudian mobil-
mobilan tersebut ia dorong, sehingga mengakibatkan mobil-mobilan tersebut
bergerak. Dan ketika ia melihat jam dinding, ia juga berpikir bahwa jarum jam
tersebut bergerak. Awalnya anak tersebut beranggapan bahwa gerak yang dialami
mobil-mobilan dengan jam dinding adalah sama. Namun setelah mendapatkan
pengetahuan baru, anak tersebut dapat membedakan gerak yang dialami mobil-
mobilan dan gerak jarum jam. Mobil-mobilan mengalami gerak lurus sedang pada
jarum jam mengalami gerak melingkar.
4. Penyesuaian Integratif
Kadang-kadang seorang siswa dihadapkan pada suatu kenyataan yang disebut
pertentangan kognitif (kognitive dissonance). Hal ini terjadi apabila dua atau lebih
nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau bila nama yang
sama diterapkan pada lebih dari satu konsep. Contohnya sayur adalah nama konsep
untuk suatu konsep gizi, dan juga untuk suatu konsep botani. Siswa itu akan
bertanya, bagaimanabuah dapat mencakup kedua-duanya, yaitu masuk kedalam gizi
dan juga masuk ke dalam botani.
Untuk mengatasi pertentangan kognitif ini, Ausubel menyarankan suatu prinsip yang
disebut dengan penyesuaian integratif atau rekonsiliasi integratif. Untuk mencapai
penyesuaian integratif, materi pelajaran hendaknya disusun sedemikian rupa
5
sehingga kita menggerakkan hierarki-hierarki konseptual ke atas dan ke bawah
selama informasi disajikan. Keatas dan kebawah yang dimaksud adalah mulai
dengan konsep-konsep yang paling umum, tetapi juga perlu diperhatikan bagaimana
terkaitnya konsep-konsep subordinat dan kemudian bergerak kembali melalui
contoh-contoh ke arti baru bagi konsep yang tingkatnya lebih tinggi.
A. Pengertian
Menurut Gagne sebagaimana yang dikutip oleh Dimyati dan Mudjiono (1999)
bahwa belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Dimana hasil belajar yang
diperoleh berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan,
pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari :
1) Stimulasi yang berasal dari lingkungan
2) Proses kognitif yang dilakukan oleh siswa
1. Keterampilan Intelektual
Keterampilan keterampilan intelektual memungkinkan seseorang
berinteraksi dengan lingkungannya melalui penggunaan simbol-simbol atau
gagasan-gagasan. Untuk memecahkan masalah siswa memerlukan aturan-
aturan tingkat tinggi yaitu aturan-aturan yang kompleks. Selain itu diperlukan
juga konsep-konsep terdefinisi. Untuk memperoleh aturan-aturan ini siswa
harus belajar beberapa konsep konkret dan untuk belajar konsep-konsep
6
konkret ini, siswa harus menguasai diskriminasi-diskriminasi. Berikut adalah
bagian-bagian dari keterampilan intelektual yaitu:
a. Diskriminasi-diskriminasi
Diskriminasi merupakan kemampuan untuk mengadakan respons
yang berbeda terhadap stimulus yang berbeda dalam satu atau lebih
dimensi fisik. Dalam kasus yang paling sederhana,seseorang
memberikan respons, bahwa dua stimulus sama atau berbeda.
Diskriminasi merupakan keterampilan intelektual yang paling dasar.
Pengajaran diskriminasi paling banyak diberikan pada anak-anak kecil
dan anak-anak atau orangorang cacat mental (mentally retarded).
b. Konsep-konsep konkret
Suatu konsep konkret menunjukkan suatu sifat objek atau atribut
objek (warna,bentuk, dan lain-lain). Konsep-konsep ini disebut
konkret sebab penampilan manusia yang dibutuhkan konsep-konsep
ini ialah mengenal suatu objek yang konkret. Kita dapat mengatakan
bahwa orang tertentu telah mempelajari suatu konsep konkre, dengan
meminta orang itu untuk menunjukkan dua atau lebih anggota yang
termasuk dalam kelas objek sifat sama. Misalnya dengan menunjuk
pada suatu uang logam,suatu ban mobil,dan bulan purnama sebagai
bulat. Operasi menunjuk dapat dilakukan dengan berbagai cara; dapat
denga memilih, melingkari, atau memegang.
Suatu macam konsep konkret yang penting adalah posisi objek. Ini
dapat dianggap sebagai sifat objek, sebab posisi dapat ditentukan
dengan menunjuk. Tetapi jelas bahwa posisi suatu objek harus
dihubungkan dengan posisi objek lain, Contoh posisi objek ialah
diatas,dibawah, di samping, di kiri, di kanan, di tengah dan di muka.
Kemampuan untuk menentukan konsep-konsep konkret merupakan
dasar yang penting untuk mempelajari yang lebih kompleks. Banyak
peneliti menekankan pentingnya belajar konkret sebagi prasyarat untuk
mempelajari gagasan abstrak. Piaget membuat perbedaan ini sebagai
suatu inti gagasan dalam teorinya mengenai perkembangan intelektual.
c. Konsep terdefinisi
Seseorang dikatakan telah mengerti suatu konsep terdefinisi bila ia
dapat mendemonstrasikan arti dari kelas tertentu tentang objek-objek,
kejadian-kejadian, atau hubungan-hubungan. Misalnya, kita perhatikan
konsep pemuaian, suatu zat cair yang panas dapat membuat suatu gelas
kaca menjadi retak. Seorang siswa yang telah mempelajari konsep itu
akan dapat memilih zat sesuai dengan definisi, dengan
memperlihatkan, jika dimasukkan zat cair yang panas ke dalam suatu
gelas kaca, terlihat perubahan pada gelas kaca itu dari utuh menjadi
retak. Demonstrasi tentang arti, membedakan proses mental ini dari
7
proses mental yang menyangkut mengingat informasi verbal seperti
zat cair terlalu panas dapat membuat suatu gelas kaca menjadi retak
karena adanya pemuaian dalam gelas kaca tersebut. Untuk memiliki
konsep terdefinisi ini siswa itu sudah dapat menunjukkan konsep-
konsep konkret yaitu zat cair yang panas dan gelas kaca.
Banyak konsep yang hanya dapat diperoleh sebagai konsep
terdefinisi dan tidak dapat ditentukan dengan menunjuk seperti
konsep-konsep konkret misalnya kota, keluarga dan konsep abstrak
seperti keadilan, kemakmuran. Tetapi ada beberapa konsep terdefinisi
yang juga berupa konsep-konsep konkret yaitu mempunyai nama sama
dan memiliki sifat-sifat tertentu yang sama. Misalnya, banyak anak-
anak kecil belajar bentuk dasar dari suatu segitiga sebagai suatu konsep
konkret. Baru setelah belajar geometri mereka berhadapan dengan
konsep terdefinisi dari segitiga, suatu bentuk datar tertutup yang
terbentuk dari tiga segmen-semen garis yang bersilangan pada tiga
titik.
d. Aturan-aturan
Seseorang telah belajar suatu aturan bila penampilannya
mempunyai semacam keteraturan dalam berbagai situasi khusus.
Prinsip-prinsip yang dipelajari dalam sains ditampilkan oleh siswa
sebagai perilaku penggunaan aturan. Misalnya, kita mengharapkan
para siswa yang telah mempelajari hukum ohm I = V/R, untuk
menerapkan aturan yang tercakup dalam pernyataan ini, kita dapat
bertanya pada siswa Ada arus listrik mempunyai tahanan 12 ohm.
Jika arus diperbesar dari 20 A menjadi 30 A, perubahan apakah yang
terjadi?
Seorang siswa yang mempunyai kemampuan suatu aturan, tidak
berarti bahwa ia dapat menyatakan aturan itu secara verbal. Sebaliknya
ada pula siswa yang dapat menyebutkan,Tegangan sama dengahn arus
kali tahanan , tetapi ia belum tentu dapat menerapkan aturan itu pada
suatu masalah konkret khusus. Tetapi banyak contoh dimana siswa
tidak dapat menyatakan suatu aturan,walaupun penampilan mereka
menunjukkan bahwa mereka mengetahui aturan itu.
8
formal yang mirip. Hal ini berarti,mereka telah memperoleh suatu
aturan baru atau mungkin juga suatu set baru tentang aturan-aturan.
2. Strategi-strategi Kognitif
Cognitive strategies (strategi kognitif), merupakan suatu macam
keterampilan intelektual khusus yang mempunyai kepentingan tertentu bagi
belajar dan berpikir. Dalam teori belajar modern, suatu strategi kognitif
merupakan suatu proses kontrol, yaitu suatu proses internasional yang
digunakan siswa (orang yang belajar) untuk memilih dan mengubah cara-cara
memberikan perhatian, belajar mengingat dan berpikir. Beberapa tulisan
Bruner(dalam dahar,2006) menguraikan operasi dan kegunaan strategi-strategi
kognitif dalam memecahkan masalah. Walaupun siswa menggunakan strategi-
strategi khusus dalam melaksanakan tugas-tugas belajar, untuk memudahkan,
strategi-strategi kognitif itu dikelompokkan sesuai dengan fungsinya.
Pengelompokan itu disarankan oleh Weinstein dan Mayer (dalam Dahar,2006).
b) Strategi-strategi elaborasi
Dalam menggunakan teknik elaborasi, siswa mengasosiasikan hal-
hal yang akan dipelajari dengan bahan-bahan lain yang tersedia. Bila
diterapkan pada belajar dari teks prosa misalnya, kegiatan-kegiatan
elaborasi merupakan pembuatan parafrase (paraphrasing), pembuatan
ringkasan, pembuatan catatan, dan perumusan pertanyaan-pertanyaan
dengan jawaban-jawaban.
9
d) Strategi-strategi metakognitif
Menurut Brown, strategi-strategi metakognitif meliputi
kemampuan-kemampuan siswa untuk menentukan tujuan-tujuan
belajar, memperkirakan keberhasilan pencapaian tujuan-tujuan itu, dan
memilih alternatif-alternatif untuk mencapi tujuan-tujuan itu.
Contohnya, seorang siswa menentukan bahwa belajar berbahasa
inggris sangat penting di masa sekarang, khususnya dalam dunia kerja ,
maka untuk mencapai tujuan tersebut maka siswa akan berusaha
belajar bahasa inggris misalanya dengan sering mendengarkan musik
berbahasa inggris, serta sering latihan berbahasa ingris sehingga akan
menjadi suatu kebiasaan.
e) Strategi-strategi afektif
Teknik-teknik ini digunakan para siswa untuk memutuskan dan
mempertahankan perhatian, untuk mengendalikan kemarahan dan
menggunakan waktu secara efektif.
3. Informasi Verbal
Verbal Information (informasi verbal) adalah kemampuan siswa untuk
memiliki keterampilan mengingat informasi verbal, ini dapat dicontohkan
kemampuan siswa mengetahui benda-benda, huruf alphabet dan yang lainnya
yang bersifat verbal.
4. Sikap-sikap
Attitudes (sikap-sikap) merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan
dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap benda, kejadian atau mahluk
hidup lainnya. Sekelompok sikap yang penting ialah sikap-sikap kita terhadap
orang lain. Bagaimana sikap-sikap sosial itu diperoleh setelah mendapat
pembelajaran itu yang menjadi hal penting dalam menerapkan metode dan
materi pembelajaran.
5. Keterampilan-keterampilan Motorik
Motor skills (keterampilan motorik) merupakan keterampilan kegiatan
fisik dan penggabungan kegiatan motorik dengan intelektual sebagai hasil
belajar. Keterampilan motorik bukan hanya mencakup kegiatan fisik saja tapi
juga kegiatan motorik dengan intelektual seperti membaca, menulis, dan lain-
lain.
C. Kejadian-kejadian Belajar
Menurut Gagne ( dalam dahar, 2006) dalam satu tindakan belajar terdapat delapan
fase-fase belajar. Fase belajar ini merupakan kejadian-kejadian eksternal yang dapat
distrukturkan oleh siswa ataupun guru.
a. Fase motivasi
Sebelum pelajaran dimulai guru memberikan motivasi kepada siswa untuk
belajar. Siswa (yang belajar) harus diberi motivasi untuk belajar dengan
10
harapan bahwa belajar akan memperoleh hadiah. Misalnya, siswa-siswa dapat
mengharapkan bahwa informasi akan memenuhi keingintahuan mereka
tentang suatu pokok bahasan, akan berguna bagi mereka, atau menolong
mereka untuk memperoleh angka yang lebih baik.
d. Fase Retensi
Fase retensi adalah fase penyimpanan informasi. Ada informasi yang
disimpan dalam jangka pendek, ada yang dalam jangka panjang. Melalui
pengulangan informasi dalam memori jangka pendek dapat dipindahkan ke
memori jangka panjang.
f. Fase Generalisasi
Fase generalisasi adalah fase transfer informasi pada situasi-situasi baru
agar lebih meningkatkan daya ingat. Siswa dapat diminta mengaplikasikan
sesuatu dengan informasi baru tersebut. Biasanya informasi itu kurang
11
nilainya jika tidak dapat diterapkan di luar konteks di mana informasi itu
dipelajari. Jadi, generalisasi atau transfer informasi pada situasi-situasi baru
merupakan fase kritis dalam belajar. Transfer dapat di tolong dengan meminta
para siswa untuk menggunakan informasi dalam keadaan baru, misalnya
meminta para siswa menggunakan keterampilan-keterampilan berhitung baru
untuk memecahkan masalah-masalah nyata; setelah mempelajari pemuaian
zat, mereka dapat menjelaskan mengapa botol yang berisi penuh dengan air
dan tertutup, menjadi retak dalam lemari es.
g. Fase Penampilan
Fase penampilan adalah fase dimana siswa harus memperlihatkan sesuatu
penampilan yang nampak setelah mempelajari sesuatu, seperti mempelajari
struktur kalimat dalam bahasa mereka dapat membuat kalimat yang benar.
Para siswa harus memperhatikan, bahwa mereka telah belajar sesuatu melalui
penampilan yang tampak. Misalnya setelah mempelajari bagaimana
menggunakan termometer dalam pelajaran fisika, maka para siswa dapat
mengukur suhu dari suatu ruangan.
D. Kejadian-Kejadian Intruksi
Berdasarkan analisisnya tentang kejadian-kejadian belajar, Gagne menyarankan
kejadian-kejadian instruksi. Menurut Gagne yang sebagaimana dikutip oleh Dahar
(2006), tidak hanya guru yang dapat memberikan instruksi pada siswa-siswa,
kejadian-kejadian belajarnya dapat juga diterapkan baik pada belajar penemuan, atau
maupun belajar dalam kelas. Tetapi kejadian-kejadian instruksi yang dikemukakan
Gagne ditunjukkan pada guru yang menyajikan suatu pelajaran pada sekelompok
siswa-siswa. Kejadian-kejadian instruksi yang dikemukakan oleh gagne tersebut
adalah sebagai berikut :
13
dipelajari itu dibuat umum sifatnya. Melalui tugas pemecahan masalah dan
diskusi kelompok guru dapat membantu transfer belajar. Untuk dapat
melaksanakan ini para siswa tentu diharapkan telah menguasai fakta-fakta,
konsep-konsep, dan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan. Dalam
pelajaran sains misalnya, transfer belajar akan terjadi waktu guru memberikan
tugas pada para siswa untuk merencanakan suatu percobaan setelah diberi
materi pada siswa.
8) Memberikan umpan balik. Hasil belajar perlu diperlihatkan melalui suatu cara,
agar guru dan siswa itu sendiri mengetahui apakah tujuan belajar telah
tercapai. Untuk itu sebaiknya guru memberikan kesempatan sedini mungkin
pada siswa untuk memperlihatkan hasil belajar mereka, agar dapat diberi
umpan balik, sehingga pelajaran selanjutnya berjalan dengan lancar.
15