Anda di halaman 1dari 22

1.

BBLR
Penatalaksanaan/ terapi

Medikamentosa

Pemberian vitamin K1(3):

Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau

Per oral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 3-10 hari, dan

umur 4-6 minggu)

Diatetik

Bayi prematur atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena refleks menghisapnya
masih lemah. Untuk bayi demikian sebaiknya ASI dikeluarkan dengan pompa atau diperas
dan diberikan pada bayi dengan pipa lambung atau pipet. Dengan memegang kepala dan
menahan bawah dagu, bayi dapat dilatih untuk menghisap sementara ASI yang telah
dikeluarkan yang diberikan dengan pipet atau selang kecil yang menempel pada puting. ASI
merupakan pilihan utama (6):

Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup dengan cara

apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi menghisap paling kurang
sehari sekali.

Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 g/hari selama 3 hari

berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.

Pemberian minum bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut berat badan lahir dan keadaan
bayi adalah sebagai berikut (3):

a. Berat lahir 1750 2500 gram

- Bayi Sehat

Biarkan bayi menyusu pada ibu semau bayi. Ingat bahwa bayi kecil lebih mudah merasa

letih dan malas minum, anjurkan bayi menyusu lebih sering (contoh; setiap 2 jam) bila perlu.
Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan untuk menilai efektifitas menyusui.

Apabila bayi kurang dapat menghisap, tambahkan ASI peras dengan menggunakan salah satu
alternatif cara pemberian minum.

- Bayi Sakit

Apabila bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan cairan IV, berikan minum seperti

pada bayi sehat.

Apabila bayi memerlukan cairan intravena:

Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama

Mulai berikan minum per oral pada hari ke-2 atau segera setelah bayi stabil. Anjurkan
pemberian ASI apabila ibu ada dan bayi menunjukkan tanda-tanda siap untuk menyusu.

Apabila masalah sakitnya menghalangi proses menyusui (contoh; gangguan nafas, kejang),
berikan ASI peras melalui pipa lambung :

o Berikan cairan IV dan ASI menurut umur

o Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; 3 jam sekali). Apabila bayi telah mendapat
minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar berikan tambahan ASI setiap kali
minum. Biarkan bayi menyusu apabila keadaan bayi sudah stabil dan bayi menunjukkan
keinginan untuk menyusu dan dapat menyusu tanpa terbatuk atau tersedak.

b. Berat lahir 1500-1749 gram

- Bayi Sehat

Berikan ASI peras dengan cangkir/sendok. Bila jumlah yang dibutuhkan tidak dapat

diberikan menggunakan cangkir/sendok atau ada resiko terjadi aspirasi ke dalam paru (batuk
atau tersedak), berikan minum dengan pipa lambung. Lanjutkan dengan pemberian
menggunakan cangkir/ sendok apabila bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak (ini
dapat berlangsung setela 1-2 hari namun ada kalanya memakan waktu lebih dari 1 minggu)

Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (misal setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan

minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum.
Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk

menyusui langsung.

- Bayi Sakit

Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama

Beri ASI peras dengan pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan IV secara

perlahan.

Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; tiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan

minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum.

Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok apabila kondisi bayi sudah

stabil dan bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak

Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk

menyusui langsung.

c. Berat lahir 1250-1499 gram

- Bayi Sehat

Beri ASI peras melalui pipa lambung

Beri minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan

minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali
minum

Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.

Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk

menyusui langsung.

- Bayi Sakit

Beri cairan intravena hanya selama 24 jam pertama.


Beri ASI peras melalui pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan intravena

secara perlahan.

Beri minum 8 kali dalam 24 jam (setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum

160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum

Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.

Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk

menyusui langsung.

d. Berat lahir <>tidak tergantung kondisi)

Berikan cairan intravena hanya selama 48 jam pertama

Berikan ASI melalui pipa lambung mulai pada hari ke-3 dan kurangi pemberian cairan

intravena secara perlahan.

Berikan minum 12 kali dalam 24 jam (setiap 2 jam). Apabila bayi telah mendapatkan

minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali
minum

Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.

Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk

menyusui langsung.

Suportif

Hal utama yang perlu dilakukan adalah mempertahankan suhu tubuh normal (3):

Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi, seperti

kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care, pemancar panas, inkubator atau ruangan hangat
yang tersedia di tempat fasilitas kesehatan setempat sesuai petunjuk.

Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin


Ukur suhu tubuh dengan berkala

Yang juga harus diperhatikan untuk penatalaksanaan suportif ini adalah :

Jaga dan pantau patensi jalan nafas

Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit

Bila terjadi penyulit, harus dikoreksi dengan segera (contoh; hipotermia, kejang, gangguan

nafas, hiperbilirubinemia)

Berikan dukungan emosional pada ibu dan anggota keluarga lainnya

Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila tidak memungkinkan, biarkan ibu berkunjung

setiap saat dan siapkan kamar untuk menyusui.

Pemantauan (Monitoring)

Pemantauan saat dirawat

a. Terapi

Bila diperlukan terapi untuk penyulit tetap diberikan

Preparat besi sebagai suplemen mulai diberikan pada usia 2 minggu

b. Tumbuh kembang

Pantau berat badan bayi secara periodik

Bayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama (sampai 10% untuk bayi

dengan berat lair 1500 gram dan 15% untuk bayi dengan berat lahir <1500>

Bila bayi sudah mendapatkan ASI secara penuh (pada semua kategori berat lahir) dan telah

berusia lebih dari 7 hari :

- Tingkatkan jumlah ASI denga 20 ml/kg/hari sampai tercapai jumlah 180 ml/kg/hari
- Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan peningkatan berat badan bayi agar jumlah pemberian ASI
tetap 180 ml/kg/hari

- Apabila kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan jumlah pemberian ASI hingga 200
ml/kg/hari

- Ukur berat badan setiap hari, panjang badan dan lingkar kepala setiap minggu.

Pemantauan setelah pulang

Diperlukan pemantauan setelah pulang untuk mengetahui perkembangan bayi dan mencegah/
mengurangi kemungkinan untuk terjadinya komplikasi setelah pulang sebagai berikut (3,4):

Sesudah pulang hari ke-2, ke-10, ke-20, ke-30, dilanjutkan setiap bulan.

Hitung umur koreksi

Pertumbuhan; berat badan, panjang badan dan lingkar kepala.

Tes perkembangan, Denver development screening test (DDST)

Awasi adanya kelainan bawaan

Pencegahan

Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/ preventif adalah langkah yang
penting. Hal-hal yang dapat dilakukan (3):

1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun kehamilan
dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang diduga berisiko, terutama faktor
risiko yang mengarah melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk
pada institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu

2. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, tanda tanda
bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama kehamilan agar mereka dapat menjaga
kesehatannya dan janin yang dikandung dengan baik

3. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat (20-34
tahun)
4. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam meningkatkan pendidikan
ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat meningkatkan akses terhadap
pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama hamil

2. asfiksia neonatorum

PENATALAKSANAAN

Resusitasi
Tahapan resusitasi tidak melihat nilai apgar (lihat bagan)

Terapi medikamentosa :

Epinefrin :
Indikasi :

- Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat
dan pemijatan dada.

- Asistolik.

Dosis :

- 0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg BB) Cara : i.v atau
endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.

Volume ekspander :

Indikasi :

- Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon
dengan resusitasi.

- Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya
pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang
adekuat.

Jenis cairan :

- Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat)

- Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah banyak.

Dosis :
- Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai
menunjukkan respon klinis.

Bikarbonat :

Indikasi :

- Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila
ventilasi dan sirkulasi sudah baik.

- Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai
dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi.

Dosis : 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kg bb (8,4%)

Cara :

- Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara intravena
dengan kecepatan minimal 2 menit.

Efek samping :

- Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi
miokardium dan otak.

Nalokson :

- Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak menyebabkan depresi


pernafasan. Sebelum diberikan nalakson ventilasi harus adekuat dan stabil.

Indikasi :

- Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4 jam
sebelum persalinan.

- Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai pemakai obat
narkotika sebab akan menyebabkan tanda with drawltiba-tiba pada sebagian bayi.

Dosis : 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml)

Cara : Intravena, endotrakeal atau bila perpusi baik diberikan i.m atau s.c

Suportif

Jaga kehangatan.
Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka.

Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit)

3. sindrom gangguan pernafasan

PENATALAKSANAAN
Tindakan yang perlu dilakukan :
1. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus dalam batas normal (36.5-37oc)
dan meletakkan bayi dalam inkubator.
2. Pemberian oksigen dilakukan dengan hati-hati karena terpengaruh kompleks terhadap bayi
prematur, pemberian oksigen terlalu banyak menimbulkan komplikasi fibrosis paru, kerusakan
retina dan lain-lain.
3. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan hemeostasis dan
menghindarkan dehidrasi. Permulaan diberikan glukosa 5-10 % dengan jumlah 60-125 ML/ Kg
BB/ hari.
4. Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Penisilin dengan dosis 50.000-10.000
untuk / kg BB / hari / ampisilin 100 mg / kg BB/ hari dengan atau tanpa gentasimin 3-5 mg / kg
BB / hari.
5. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian surfaktan ekstrogen
( surfaktan dari luar).
Keperawatan
Pada umumnya dengan BB lahir 1000-2000 gr dan masa kehamilan kurang dari 36 minggu.
1. Bahaya kedinginan
Bayi PMH adalah bayi prematur sehingga kulitnya sangat tipis, jaringan lemak belum berbentuk
dan pusat pengatur suhu belum sempurna. Akibatnya bayi dapat jatuh dalam keadaan cold injury,
sianosis, dispnea, kemudian apnea. Untuk mencegah harus dirawat dalam inkubator yang dapat
mempertahankan suhu bayi 36.5-37oc.
2. Resiko terjadi gangguan pernafasan
Gejala pertama biasanya timbul dalam 4 jam setelah lahir. Tata laksana perawatan bayi prematur
adalah
a. Dirawat dalam inkubator dengan suhu optimum
b. Bila bayi mulai terlihat sianosis, dispnea / hiperapsnea segera berikan oksigen.
3. Kesukaran dalam pemberian makanan
Untuk memenuhi kebutuhan kalori maka dipasang infus dengan cairan glukosa 5-10 %. Makanan
bayi yang terbaik adalah asi. Karena itu selama bayi belum diberi asi harus tetap pertahankan
dengan memompa payudara ibu setiap 3 jam.
4. Resiko mendapat infeksi
Untuk mencegah infeksi, perawat harus bekerja secara aseptik dan inkubator harus aseptik pula.
Ruangan tempat merawat bayi terpisah, bersih, dan tidak di benarkan banyak orang memasuki
ruangan tersebut kecuali petugas, semua alat yang diperlukan harus steril.
5. Kebutuhan rasa nyaman
Gangguan rasa nyaman dapat terjadi akibat tindakan medis, misalnya penghisapan lendir,
pemasangan infus dll. Untuk memenuhi kebutuhan psikologisnya selain sikap yang lembut setiap
menolong bayi dalam memberi pasi harus di pangku.

4. ikterus
Penatalaksanaan
1. Ikterus Fisiologis

Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada
bayi sehat, aktif, minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi,
kemungkinan terjadinya kernikterus sangat kecil. Untuk mengatasi ikterus
pada bayi yang sehat, dapat dilakukan beberapa cara berikut:

Minum ASI dini dan sering

Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO

Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan kontrol
lebih cepat (terutama bila tampak kuning).

Bilirubin serum total 24 jam pertama > 4,5 mg/dL dapat digunakan sebagai faktor prediksi
hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan sehat pada minggu pertama kehidupannya. Hal ini
kurang dapat diterapkan di Indonesia karena tidak praktis dan membutuhkan biaya yang
cukup besar.

Tata laksana Awal Ikterus Neonatorum (WHO)

Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus berat.


Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir < 2,5 kg, lahir
sebelum usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis

Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin, tentukan
golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs:

Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi sinar, hentikan terapi
sinar.

Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai dibutuhkannya terapi sinar,
lakukan terapi sinar

Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO bukan merupakan penyebab hemolisis
atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga, lakukan uji saring G6PD bila
memungkinkan.

Tentukan diagnosis banding

2. Tata laksana Hiperbilirubinemia

Hemolitik

Paling sering disebabkan oleh inkompatibilitas faktor Rhesus atau golongan darah ABO
antara bayi dan ibu atau adanya defisiensi G6PD pada bayi. Tata laksana untuk keadaan ini
berlaku untuk semua ikterus hemolitik, apapun penyebabnya.

Bila nilai bilirubin serum memenuhi kriteria untuk dilakukannya terapi sinar, lakukan
terapi sinar.

Bila rujukan untuk dilakukan transfusi tukar memungkinkan:

Bila bilirubin serum mendekati nilai dibutuhkannya transfusi tukar, kadar hemoglobin
< 13 g/dL (hematokrit < 40%) dan tes Coombs positif, segera rujuk bayi.
Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa dan tidak memungkinkan untuk dilakukan tes
Coombs, segera rujuk bayi bila ikterus telah terlihat sejak hari 1 dan hemoglobin < 13
g/dL (hematokrit < 40%).

Bila bayi dirujuk untuk transfusi tukar:

Persiapkan transfer.

Segera kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter dengan fasilitas transfusi tukar.

Kirim contoh darah ibu dan bayi.

Jelaskan kepada ibu tentang penyebab bayi menjadi kuning, mengapa perlu dirujuk
dan terapi apa yang akan diterima bayi.

Nasihati ibu:

Bila penyebab ikterus adalah inkompatibilitas Rhesus, pastikan ibu mendapatkan


informasi yang cukup mengenai hal ini karena berhubungan dengan kehamilan
berikutnya.

Bila bayi memiliki defisiensi G6PD, informasikan kepada ibu untuk menghindari zat-
zat tertentu untuk mencegah terjadinya hemolisis pada bayi (contoh: obat antimalaria,
obat-obatan golongan sulfa, aspirin, kamfer/mothballs, favabeans).

Bila hemoglobin < 10 g/dL (hematokrit < 30%), berikan transfusi darah.

Bila ikterus menetap selama 2 minggu atau lebih pada bayi cukup bulan atau 3
minggu lebih lama pada bayi kecil (berat lahir < 2,5 kg atau lahir sebelum kehamilan
37 minggu), terapi sebagai ikterus berkepanjangan (prolonged jaundice).

Follow up setelah kepulangan, periksa kadar hemoglobin setiap minggu selama 4


minggu. Bila hemoglobin < 8 g/dL (hematokrit < 24%), berikan transfusi darah.

Ikterus Berkepanjangan (Prolonged Jaundice)


Diagnosis ditegakkan apabila ikterus menetap hingga 2 minggu pada neonatus cukup
bulan, dan 3 minggu pada neonatus kurang bulan.

Terapi sinar dihentikan, dan lakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari


penyebab.

Bila buang air besar bayi pucat atau urin berwarna gelap, persiapkan kepindahan bayi
dan rujuk ke rumah sakit tersier atau senter khusus untuk evaluasi lebih lanjut, bila
memungkinkan.

Bila tes sifilis pada ibu positif, terapi sebagai sifilis kongenital.

Mengenai penatalaksanaan dengan terapi sinar dan transfusi tukar selengkapnya dimuat
terpisah.

G. Efek Hiperbilirubinemia

Perhatian utama pada hiperbilirubinemia adalah potensinya dalam menimbulkan kerusakan


sel-sel saraf, meskipun kerusakan sel-sel tubuh lainnya juga dapat terjadi. Bilirubin dapat
menghambat enzim-enzim mitokondria serta mengganggu sintesis DNA. Bilirubin juga
dapat menghambat sinyal neuroeksitatori dan konduksi saraf (terutama pada nervus
auditorius) sehingga menimbulkan gejala sisa berupa tuli saraf.

Kerusakan jaringan otak yang terjadi seringkali tidak sebanding dengan konsentrasi bilirubin
serum. Hal ini disebabkan kerusakan jaringan otak yang terjadi ditentukan oleh konsentrasi
dan lama paparan bilirubin terhadap jaringan.

Ensefalopati bilirubin

Ikterus neonatorum yang berat dan tidak ditata laksana dengan benar dapat menimbulkan
komplikasi ensefalopati bilirubin. Hal ini terjadi akibat terikatnya asam bilirubin bebas
dengan lipid dinding sel neuron di ganglia basal, batang otak dan serebelum yang
menyebabkan kematian sel. Pada bayi dengan sepsis, hipoksia dan asfiksia bisa menyebabkan
kerusakan pada sawar darah otak. Dengan adanya ikterus, bilirubin yang terikat ke albumin
plasma bisa masuk ke dalam cairan ekstraselular. Sejauh ini hubungan antara peningkatan
kadar bilirubin serum dengan ensefalopati bilirubin telah diketahui. Tetapi belum ada studi
yang mendapatkan nilai spesifik bilirubin total serum pada bayi cukup bulan dengan
hiperbilirubinemia non hemolitik yang dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada
kecerdasan atau kerusakan neurologik yang disebabkannya.

Faktor yang mempengaruhi toksisitas bilirubin pada sel otak bayi baru lahir sangat kompleks
dan belum sepenuhnya dimengerti. Faktor tersebut antara lain: konsentrasi albumin serum,
ikatan albumin dengan bilirubin, penetrasi albumin ke dalam otak, dan kerawanan sel otak
menghadapi efek toksik bilirubin. Bagaimanapun juga, keadaan ini adalah peristiwa yang
tidak biasa ditemukan sekalipun pada bayi prematur dan kadar albumin serum yang
sebelumnya diperkirakan dapat menempatkan bayi prematur berisiko untuk terkena
ensefalopati bilirubin.

Bayi yang selamat setelah mengalami ensefalopati bilirubin akan mengalami kerusakan otak
permanen dengan manifestasi berupa serebral palsy, epilepsi dan keterbelakangan mental atau
hanya cacat minor seperti gangguan belajar dan perceptual motor disorder.

H. Pencegahan

Perlu dilakukan terutama bila terdapat faktor risiko seperti riwayat inkompatibilitas ABO
sebelumnya. AAP dalam rekomendasinya mengemukakan beberapa langkah pencegahan
hiperbilirubinemia sebagai berikut:

1. Primer
AAP merekomendasikan pemberian ASI pada semua bayi cukup bulan dan hampir cukup
bulan yang sehat. Dokter dan paramedis harus memotivasi ibu untuk menyusukan bayinya
sedikitnya 8-12 kali sehari selama beberapa hari pertama.

Rendahnya asupan kalori dan atau keadaan dehidrasi berhubungan dengan proses menyusui
dan dapat menimbulkan ikterus neonatorum. Meningkatkan frekuensi menyusui dapat
menurunkan kecenderungan keadaan hiperbilirubinemia yang berat pada neonatus.
Lingkungan yang kondusif bagi ibu akan menjamin terjadinya proses menyusui yang baik.

AAP juga melarang pemberian cairan tambahan (air, susu botol maupun dekstrosa) pada
neonatus nondehidrasi. Pemberian cairan tambahan tidak dapat mencegah terjadinya ikterus
neonatorum maupun menurunkan kadar bilirubin serum.

2. Sekunder
Dokter harus melakukan pemeriksaan sistematik pada neonatus yang memiliki risiko tinggi
ikterus neonatorum.
Pemeriksaan Golongan Darah

Semua wanita hamil harus menjalani pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus serta
menjalani skrining antibodi isoimun. Bila ibu belum pernah menjalani pemeriksaan golongan
darah selama kehamilannya, sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan golongan darah
dan Rhesus. Apabila golongan darah ibu adalah O dengan Rh-positif, perlu dilakukan
pemeriksaan darah tali pusat. Jika darah bayi bukan O, dapat dilakukan tes Coombs.

Penilaian Klinis

Dokter harus memastikan bahwa semua neonatus dimonitor secara berkala untuk mengawasi
terjadinya ikterus. Ruang perawatan sebaiknya memiliki prosedur standar tata laksana ikterus.
Ikterus harus dinilai sekurang-kurangnya setiap 8 jam bersamaan dengan pemeriksaan tanda-
tanda vital lain.

Pada bayi baru lahir, ikterus dapat dinilai dengan menekan kulit bayi sehingga
memperlihatkan warna kulit dan subkutan. Penilaian ini harus dilakukan dalam ruangan yang
cukup terang, paling baik menggunakan sinar matahari. Penilaian ini sangat kasar, umumnya
hanya berlaku pada bayi kulit putih dan memiliki angka kesalahan yang tinggi. Ikterus pada
awalnya muncul di bagian wajah, kemudian akan menjalar ke kaudal dan ekstrimitas.

5. pendarahan tali pusat

PENATALAKSANAAN
1. Penanganan disesuaikan dengan penyebab dari perdarahan tali pusat yang terjadi
2. Untuk penanganan awal, harus dilakukan tindakan pencegahan infeksi paa tali pusat.
3. Segera lakukan inform consent dan inform choise pada keluarga pasien untuk dilakukan
rujukan.

6. hypotermi

Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan dibawah normal. Adapun suhu normal bayi
adalah 36,5-37,5 C. Suhu normal pada neonatus 36,5-37,5C (suhu ketiak). Gejala awal
hipotermi apabila suhu <36C atau kedua kaki & tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh
bayi terasa dingin maka bayi sudah mengalami hipotermi sedang (suhu 32-36C). Disebut
hipotermi berat bila suhu <32C, diperlukan termometer ukuran rendah (low reading
thermometer) yang dapat mengukur sampai 25C. (Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirahardjo, 2001). Disamping sebagai suatu gejala, hipotermi merupakan awal penyakit
yang berakhir dengan kematian. (Indarso, F, 2001). Sedangkan menurut Sandra M.T. (1997)
bahwa hipotermi yaitu kondisi dimana suhu inti tubuh turun sampai dibawah 35C. Etiologi
Penyebab terjadinya hipotermi pada bayi yaitu : 1)Jaringan lemak subkutan tipis.
2)Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar. 3)Cadangan glikogen dan
brown fat sedikit. 4)BBL (Bayi Baru Lahir) tidak mempunyai respon shivering (menggigil)
pada reaksi kedinginan. (Indarso, F, 2001). 5)Kurangnya pengetahuan perawat dalam
pengelolaan bayi yang beresiko tinggi mengalami hipotermi. ( Klaus, M.H et al, 1998).
Mekanisme hilangnya panas pada BBL Mekanisme hilangnya panas pada bayi yaitu dengan :
1Radiasi yaitu panas yang hilang dari obyek yang hangat (bayi) ke obyek yang dingin.
2)Konduksi yaitu hilangnya panas langsung dari obyek yang panas ke obyek yang dingin.
3)Konveksi yaitu hilangnya panas dari bayi ke udara sekelilingnya. 4)Evaporasi yaitu
hilangnya panas akibat evaporasi air dari kulit tubuh bayi (misal cairan amnion pada BBL).
(Indarso, F, 2001). Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh hipotermi Akibat yang bisa
ditimbulkan oleh hipotermi yaitu : 1)HipoglikemiAsidosis metabolik, karena vasokonstrtiksi
perifer dengan metabolisme anaerob. 3)Kebutuhan oksigen yang meningkat. 4)Metabolisme
meningkat sehingga pertumbuhan terganggu. 5)Gangguan pembekuan sehingga
mengakibatkan perdarahan pulmonal yang menyertai hipotermi berat. 6)Shock. 7)Apnea.
8)Perdarahan Intra Ventricular. (Indarso, F, 2001). Pencegahan dan Penanganan Hipotermi
Pemberian panas yang mendadak, berbahaya karena dapat terjadi apnea sehingga
direkomendasikan penghangatan 0,5-1C tiap jam (pada bayi < 1000 gram penghangatan
maksimal 0,6 C). (Indarso, F, 2001). Alat-alat Inkubator Untuk bayi < 1000 gram, sebaiknya
diletakkan dalam inkubator. Bayi-bayi tersebut dapat dikeluarkan dari inkubator apabila
tubuhnya dapat tahan terhadap suhu lingkungan 30C. Radiant Warner Adalah alat yang
digunakan untuk bayi yang belum stabil atau untuk tindakan-tindakan. Dapat menggunakan
servo controle (dengan menggunakan probe untuk kulit) atau non servo controle (dengan
mengatur suhu yang dibutuhkan secara manual). Pengelolaan Menurut Indarso, F (2001)
menyatakan bahwa pengelolaan bayi hipotermi : (1)Bayi cukup bulan -Letakkan BBL pada
Radiant Warner. -Keringkan untuk menghilangkan panas melalui evaporasi. -Tutup kepala.
-Bungkus tubuh segera. -Bila stabil, dapat segera rawat gabung sedini mungkin setelah lahir
bayi dapat disusukan. (2)Bayi sakit -Seperti prosedur di atas. -Tetap letakkan pada radiant
warmer sampai stabil. Bayi kurang bulan (prematur) -Seperti prosedur di atas. -Masukkan ke
inkubator dengan servo controle atau radiant warner dengan servo controle. (3)Bayi yang
sangat kecil -Dengan radiant warner yang diatur dimana suhu kulit 36,5 C. Tutup kepala. -
Kelembaban 40-50%. Dapat diberi plastik pada radiant warner. Dengan servo controle suhu
kulit abdomen 36, 5C. Dengan dinding double. - Kelembaban 40-50% atau lebih (bila
kelembaban sangat tinggi, dapat dipakai sebagai sumber infeksi dan kehilangan panas
berlebihan). Bila temperatur sulit dipertahankan, kelembaban dinaikkan. Temperatur
lingkungan yang dibutuhkan sesuai umur dan berat bayi. Tabel 2.1 Temperatur yang
dibutuhkan menurut umur dan berat badan neonatus Umur Berat Badan Neonatus <1200 gr
1201-1500 gr 1501-2500 gr > 2500 gr 0-24 jam 34-35,4 33,3-34,4 31,8-33,8 31-33,8 24-48
jam 34-35 33-34,2 31,4-33,6 30,5-33 48-72 jam 34-35 33-34 31,2-33,4 30,1-33,2 72-96 jam
34-35 33-34 31,1-33,2 29,8-32,8 4-14 hari 32,6-34 31-33,2 29 2-3 minggu 32,2-34 30,5-33 3-
4 minggu 31,6-33,6 30-32,2 4-5 minggu 31,2-33 29,5-32,2 5-6 minggu 30,6-32,3 29,31,8
Sumber : Klaus, M,H et al. (1998). Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi :
Mempertahankan Suhu Tubuh Untuk Mencegah Hipotermi Menurut Indarso, F (2001)
menyatakan bahwa untuk mempertahankan suhu tubuh bayi dalam mencegah hipotermi
adalah : (1)Mengeringkan bayi segera setelah lahir Cara ini merupakan salah satu dari 7
rantai hangat ; a.Menyiapkan tempat melahirkan yang hangat, kering dan bersih.
b.Mengeringkan tubuh bayi yang baru lahir/ air ketuban segera setelah lahir dengan handuk
yang kering dan bersih. c.Menjaga bayi hangat dengan cara mendekap bayi di dada ibu
dengan keduanya diselimuti (Metode Kangguru). d.Memberi ASI sedini mungkin segera
setelah melahirkan agar dapat merangsang pooting reflex dan bayi memperoleh kalori dengan
: -Menyusui bayi. -Pada bayi kurang bulan yang belum bisa menetek ASI diberikan dengan
sendok atau pipet. -Selama memberikan ASI bayi dalam dekapan ibu agar tetap hangat.
e.Mempertahankan bayi tetap hangat selama dalam perjalanan pada waktu rujukan.
f.Memberikan penghangatan pada bayi baru lahir secara mandiri. g.Melatih semua orang
yang terlibat dalam pertolongan persalinan. Menunda memandikan bayi lahir sampai suhu
tubuh normal Untuk mencegah terjadinya serangan dingin, ibu/keluarga dan penolong
persalinan harus menunda memandikan bayi. a.Pada bayi lahir sehat yaitu cukup bulan, berat
< 2500 gram, langsung menangis kuat, memandikan bayi ditunda 24 jam setelah kelahiran.
Pada saat memandikan bayi, gunakan air hangat. b.Pada bayi lahir dengan resiko, keadaan
umum bayi lemah atau bayi dengan berat lahir 2000 gram sebaiknya jangan dimandikan.
Tunda beberapa hari sampai keadaan umum membaik yaitu bila suhu tubuh stabil, bayi sudah
lebih kuat dan dapat menghisap ASI dengan baik. Menangani Hipotermi (1)Bayi yang
mengalami hipotermi biasanya mudah sekali meninggal. Tindakan yang harus dilakukan
adalah segera menghangatkan bayi di dalam inkubator atau melalui penyinaran lampu.
(2)Cara lain yang sangat sederhana dan mudah dikerjakan setiap orang ialah metode dekap,
yaitu bayi diletakkan telungkup dalam dekapan ibunya dan keduanya diselimuti agar bayi
senantiasa hangat. (3)Bila tubuh bayi masih dingin, gunakan selimut atau kain hangat yang
diseterika terlebih dahulu yang digunakan untuk menutupi tubuh bayi dan ibu. Lakukan
berulangkali sampai tubuh bayi hangat. Tidak boleh memakai buli-buli panas, bahaya luka
bakar. (4)Biasanya bayi hipotermi menderita hipoglikemia sehingga bayi harus diberi ASI
sedikit-sedikit dan sesering mungkin. Bila bayi tidak dapat menghisap beri infus glukosa 10%
sebanyak 60-80 ml/kg per hari.

7. hypertermi

kenaikan suhu tubuh diatas 410 C (rectal). Merupakan keadaan gawat darurat medik dengan
angka kematian yang tinggi terutama pada bayi sangat muda, usia lanjut dan penderita-
penderita penyakit jantung.
Hiperpirexia terjadi karena produksi panas berlebihan, terhambatnya pengeluaran panas atau
kerusakan thermoregulator. Setiap kenaikan 10 C suhu tubuh akan menaikkan metabolisme +
13%, sehingga pada suhu 40,50 C metabolisme meningkat 50%, konsumsi oksigen
meningkat, terjadi metabolisme anaerob dan asidosis metabolik. Suhu > 410 C anak bisa
mengalami kejang, sedangkan suhu > 420 C dapat menyebabkan denaturasi dan kerusakan
sel secara langsung.
Akibat yang bisa terjadi pada hiperpirexia :
1. Renjatan / Hipovolemia
2. Gangguan fungsi jantung
3. Gangguan fungsi koagulasi
4. Gangguan fungsi ginjal
5. Nekrosis hepatosellular
6. Hiperventilasi, yang dapat menyebabkan hipokapnea, alkalosis dan tetani.
PENGOBATAN
Antipiretik tidak diberikan secara otomatis pada setiap penderita panas karena panas
merupakan usaha pertahanan tubuh, pemberian antipiretik juga dapat menutupi kemungkinan
komplikasi. Pengobatan terutama ditujukan terhadap penyakit penyebab panas.
Antipiretika.
Parasetamol : 10 -15 mg/kg BB/ kali (dapat diberikan secara oral atau rektal).
Metamizole ( novalgin ) : 10 mg/kg BB/kali per oral atau intravenous.
Ibuprofen : 5-10 mg/kg BB/ kali, per oral atau rektal.
Pendinginan Secara fisik
Merupakan terapi pilihan utama. Kecepatan penurunan suhu > 0,10 C/menit sampai tercapai
suhu 38,50 C. Cara-cara physical cooling/compres :
Evaporasi : penderita dikompres dingin seluruh tubuh, disertai kipas angin untuk
mempercepat penguapan. Cara ini paling mudah, tidak invasif dan efektif. Cara lain yang bisa
digunakan : kumbah lambung dengan air dingin, infus cairan dingin, enema dengan air dingin
atau humidified oksigen dingin, tetapi cara ini kurang efektif.
Penurunan suhu tubuh yang cepat dapat terjadi refleks vasokonstriksi dan shivering yang
akan meningkatkan kebutuhan oksigen dan produksi panas yang merugikan tubuh. Untuk
mengurangi dampak ini dapat diberi :
- Diazepam : merupakan pilihan utama dan lebih menguntungkan karena mempunyai efek
antikonvulsi dan tidak punya efek hipotensi.
- Chlorpromazine

8. hypoglikemi

TATALAKSANA

a. Monitor

Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM) perlu dimonitor dalam 3 hari
pertama :

o Periksa kadar glukosa saat bayi datang/umur 3 jam


o Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan glukosa normal dalam 2 kali
pemeriksaan

Kadar glukosa 45 mg/dl atau gejala positif tangani hipoglikemia

o Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3 hari penanganan hipoglikemia selesai

b. Penanganan hipoglikemia dengan gejala :

Bolus glukosa 10% 2 ml/kg pelan-pelan dengan kecepatan 1 ml/menit

Pasang jalur iv D10 sesuai kebutuhan (kebutuhan infus glukosa 6-8 mg/kg/menit).

Contoh : BB 3 kg, kebutuhan glukosa 3 kg x 6 mg/kg/mnt = 18 mg/mnt = 25920 mg/hari. Bila


dipakai D 10% artinya 10 g/100cc, bila perlu 25920 mg/hari atau 25,9 g/hari berarti perlu
25,9 g/ 10 g x 100 cc= 259 cc D 10% /hari.

Atau cara lain dengan GIR

Konsentrasi glukosa tertinggi untuk infus perifer adalah 12,5%, bila lebih dari 12,5%
digunakan vena sentral.

Untuk mencari kecepatan Infus glukosa pada neonatus dinyatakan dengan GIR.

Kecepatan Infus (GIR) = glucosa Infusion Rate

GIR (mg/kg/min) = Kecepatan cairan (cc/jam) x konsentrasi Dextrose (%)

6 x berat (Kg)

Contoh : Berat bayi 3 kg umur 1 hari

Kebutuhan 80 cc/jam/hari = 80 x 3 = 240 cc/hari = 10 cc/jam

GIR = 10 x 10 (Dextrose 10%) = 100 = 6 mg/kg/min

6x3 18

Periksa glukosa darah pada : 1 jam setelah bolus dan tiap 3 jam

Bila kadar glukosa masih < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala, ulangi seperti diatas
Bila kadar 25-45 mg/dl, tanpa gejala klinis :

- Infus D10 diteruskan

- Periksa kadar glukosa tiap 3 jam

- ASI diberikan bila bayi dapat minum

Bila kadar glukosa 45 mg/dl dalam 2 kali pemeriksaan

- Ikuti petunjuk bila kadar glukosa sudah normal (lihat ad d)

- ASI diberikan bila bayi dapat minum dan jumlah infus diturunkan
pelan-pelan

- Jangan menghentikan infus secara tiba-tiba

c. Kadar glukosa darah < 45 mg/dl tanpa GEJALA :

ASI teruskan

Pantau, bila ada gejala manajemen seperti diatas

Periksa kadar glukosa tiap 3 jam atau sebelum minum, bila :

- Kadar < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala tangani hipoglikemi (lihat ad b)

- Kadar 25-45 mg/dl naikkan frekwensi minum

- Kadar 45 mg/dl manajemen sebagai kadar glukosa normal

d. Kadar glukosa normal IV teruskan

IV teruskan

Periksa kadar glukosa tiap 12 jam

Bila kadar glukosa turun, atasi seperti diatas

Bila bayi sudah tidak mendapat IV, periksa kadar glukosa tiap 12 jam, bila 2 kali
pemeriksaan dalam batas normal, pengukuran dihentikan.

e. Persisten hipoglikemia (hipoglikemia lebih dari 7 hari)


konsultasi endokrin

terapi : kortikosteroid hidrokortison 5 mg/kg/hari 2 x/hari iv atau prednison 2 mg/kg/hari per


oral, mencari kausa hipoglikemia lebih dalam.

bila masih hipoglikemia dapat ditambahkan obat lain : somatostatin, glukagon, diazoxide,
human growth hormon, pembedahan. (jarang dilakukan)

Lissauer Tom dan Fanaroff Avroy. At a Glance Neonatology.


Penerbit
Erlangga. Jakarta. 2009

Anda mungkin juga menyukai