Anda di halaman 1dari 15

Pneumothorax

II. 1 Definisi

Pneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapatnya udara pada rongga potensial
diantara pleura visceral dan pleura parietal. Pada keadaan normal rongga pleura di penuhi
oleh paru – paru yang mengembang pada saat inspirasi disebabkan karena adanya tegangan
permukaaan ( tekanan negatif ) antara kedua permukaan pleura, adanya udara pada rongga
potensial di antara pleura visceral dan pleura parietal menyebabkan paru-paru terdesak sesuai
dengan jumlah udara yang masuk kedalam rongga pleura tersebut, semakin banyak udara
yang masuk kedalam rongga pleura akan menyebabkan paru –paru menjadi kolaps karena
terdesak akibat udara yang masuk meningkat tekanan pada intrapleura.
Secara otomatis terjadi juga gangguan pada proses perfusi oksigen kejaringan atau
organ, akibat darah yang menuju kedalam paru yang kolaps tidak mengalami proses ventilasi,
sehingga proses oksigenasi tidak terjadi.

II. 3 Etiologi

Di RSU Dr. Sutomo, lebih kurang 55% kasus Pneumothoraks disebabkan oleh
penyakit dasar seperti tuberkulosis paru aktif, tuberkulosis paru disertai fibrosis atau
emfisema lokal, bronchitis kronis dan emfisema. Selain penyakit tersebut diatas,
pneumotorak dapat terjadi pada wanita dapat terjadi saat menstruasi dan sering berulang,
keadaan ini disebut pneumothoraks katamenial yang disebabkan oleh endometriosis di pleura.

Pneumotorak dapat terjadi secara artificial, dengan operasi atau tanpa operasi, atau
timbul spontan.

Pneumotoraks artifisial disebabkan tindakan tertentu atau memang disengaja untuk


tujuan tertentu, yaitu tindakan terapi dan diagnosis.

Pneumotorak traumatik terjadi karena penetrasi, luka tajam pada dada, dan karena
tindakan operasi.

Pneumotoraks spontan terjadi tanpa adanya trauma. Pneumotoraks jenis ini dapat
dibagi dalam:
- pneumotoraks spontan primer. Disini etiologi tidak diketahui sama sekali

- Pneumothorak spontan sekunder. Terdapat penyakit paru atau penyakit dada sebagai
faktor predisposisinya.

Pneumotoraks dapat terjadi tanpa diketahui dengan jelas faktor penyebabnya


(pneumotoraks spontan idiopatik). Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan pneumotoraks
adalah tuberkulosis paru, pneumonia, abses paru, infark paru, keganasan, asma, dan penyakit
paru obstruktif menahun. Bentuk ini dikenal sebagai pneumotoraks spontan simtomatik.
Pneumotoraks adakalanya dibuat secara sengaja untuk tujuan diagnostik dan terapetik .
(1)

Adapun pneumotoraks traumatik terjadi akibat trauma tembus atau tidak tembus, dan seringkali
bersifat iatrogenik akibat tindakan medik tertentu, seperti trakeostomi, intubasi endotrakea,
kateterisasi vena sentralis, atau biopsi paru .

Insiden pneumotoraks diperkirakan sebesar 9 per 100.000 orang per tahun. Jenis yang
paling banyak ditemukan adalah pneumotoraks spontan, terutama dijumpai pada penderita laki-
laki dengan badan kurus dan tinggi, berumur 20-40 tahun. Perbandingan antara laki-laki dan
perempuan sebesar 5: 1, dan lebih banyak terdapat pada hemitoraks kanan, sementara
pneumotoraks bilateral sebanyak 2 % dan semua pneumotoraks spontan .

II. 4 Patomekanisme

Pneumotoraks diklasifikasikan atas pneumotoraks spontan, traumatik, iatrogenik.


Pneumotoraks spontan dibagi lagi menjadi pneumotoraks spontan primer dan sekunder.
Pneumotoraks traumatik disebabkan oleh trauma pada organ paru dan pneumotoraks
iatrogenik merupakan komplikasi dari intervensi diagnostic ataupun terapeutik.

Pneumotoraks spontan primer terjadi tanpa kelainan atau penyakit paru yang
mendasarinya, namun pada sebuah penelitian dilaporkan bahwa bula subpleural ditemukan
pada 76-100% pasien pneumotoraks spontan primer dengan tindakan video-assisted
thoracoscopic surgery dan torakotomi. (1). Kasus pneumotoraks spontan primer sering
dihubungkan dengan faktor resiko merokok yang mendasari pembentukan bula subpleural,
namun pada sebuah penelitian dengan komputasi tomografi (CT-scan) menunjukkan bahwa
89% kasus dengan bula subpleural adalah perokok berbanding dengan 81% kasus adalah
bukan perokok.
Mekanisme pembentukkan bula masih merupakan spekulasi namun sebuah teori
menjelaskan bahwa terjadi degradasi serat elastin paru yang diinduksi oleh rokok yang
kemudian diikuti oleh serbukan netrofil dan makrofag. Proses ini menyebabkan
ketidakseimbangan protease-antiprotease dan sistem oksidan–antioksidan serta menginduksi
terjadinya obstruksi saluran nafas akibat proses inflamasi. Hal ini akan meningkatkan tekanan
alveolar sehingga terjadi kebocoran udara ke jaringan interstitial paru menuju hilus dan
menyebabkan pneumomediastinum. tekanan di mediastinum akan meningkat dan pleura
parietalis pars mediastinum ruptur sehingga terjadi pneumotoraks.

Rongga pleura memiliki tekanan negatif, sehingga bila rongga ini terisi oleh udara
akibat rupturnya bula subpleural, paru-paru akan kolaps sampai tercapainya keseimbangan
tekanan tercapai atau bagian yang ruptur tersebut ditutup. Paru-paru akan bertambah kecil
dengan bertambah luasnya pneumotoraks. Konsekuensi dari proses ini adalah timbulnya
sesak akibat berkurangnya kapasitas vital paru dan turunnya PO2.

Sebuah penelitian lain menunjukkan bahwa faktor genetik berperan dalam


patogenesis terjadinya pneumotoraks spontan primer. Beberapa kasus pneumotoraks spontan
primer ditemukan pada kelainan genetik tertentu, seperti: sindrom marfan, homosisteinuria,
serta sindrom Birt-Hogg-Dube.

Pneumotorakas spontan sekunder terjadi akibat kelainan/ penyakit paru yang sudah ada
sebelumnya. Mekanisme terjadinya adalah akibat peningkatan tekanan alveolar yang
melebihi tekanan interstitial paru. Udara dari alveolus akan berpindah ke interstitial menuju
hilus dan menyebabkan pneumomediastinum. Selanjutnya udara akan berpindah melalui
pleura parietalis pars mediastinal ke rongga pleura dan menimbulkan pneumotoraks. .

Beberapa penyebab terjadinya pneumotoraks spontan sekunder adalah:

 Penyakit saluran napas


o PPOK
o Kistik fibrosis
o Asma bronchial
 Penyakit infeksi paru
o Pneumocystic carinii pneumonia
o Necrotizing pneumonia (infeksi oleh kuman anaerobik, bakteri gram negatif atau
staphylokok)
 Penyakit paru interstitial
o Sarkoidosis
o Fibrosis paru idiopatik
o Granulomatosis sel langerhans
o Limfangioleimiomatous
o Sklerosis tuberus
 Penyakit jaringan penyambung
o Artritis rheumatoid
o Spondilitis ankilosing
o Polimiositis dan dermatomiosis
o Sleroderma
o Sindrom Marfan
o Sindrom Ethers-Danlos
 Kanker
o Sarkoma
o Kanker paru
 Endometriosis toraksis

Pneumotoraks traumatik dapat disebabkan oleh trauma penetrasi maupun non-penetrasi.


Trauma tumpul atau kontusio pada dinding dada juga dapat menimbulkan pneumotoraks. Bila
terjadi pneumotoraks, paru akan mengempes karena tidak ada lagi tarikan ke luar dnding
dada. Pengembangan dinding dada pada saat inspirasi tidak diikuti dengan pengembangan
paru yang baik atau bahkan paru tidak mengembang sama sekali. Tekanan pleura yang
normalnya negatif akan meningkat hingga menyebabkan gangguan ventilasi pada bagian
yang mengalami pneumotoraks.

Pneumotoraks iatrogenik merupakan komplikasi dari prosedur medis atau bedah. Salah
satu yang paling sering adalah akibat aspirasi transtorakik (transthoracic needle aspiration),
torakosentesis, biopsy transbronkial, ventilasi mekanik tekanan positif (positive pressure
mechanical ventilation). Angka kejadian kasus pneumotoraks meningkat apabila dilakukan
oleh klinisi yang tidak berpengalaman.
Pneumotoraks ventil (tension pneumothorax) terjadi akibat cedera pada parenkim paru
atau bronkus yang berperan sebagai katup searah. Katup ini mengakibatkan udara bergerak
searah ke rongga pleura dan menghalangi adanya aliran balik dari udara tersebut.
Pneumotoraks ventil biasa terjadi pada perawatan intensif yang dapat menyebabkan
terperangkapnya udara ventilator (ventilasi mekanik tekanan positif) di rongga pleura tanpa
adanya aliran udara balik.

Udara yang terperangkap akan meningkatkan tekanan positif di rongga pleura sehingga
menekan mediastinum dan mendorong jantung serta paru ke arah kontralateral. Hal ini
menyebabkan turunnya curah jantung dan timbulnya hipoksia. Curah jantung turun karena
venous return ke jantung berkurang, sedangkan hipoksia terjadi akibat gangguan pertukaran
udara pada paru yang kolaps dan paru yang tertekan di sisi kontralateral. Hipoksia dan
turunnya curah jantung akan menggangu kestabilan hemodinamik yang akan berakibat fatal
jika tidak ditangani secara tepat.

II. 5 Gambaran Klinik

Pada pneumotoraks spontan, sebagai pencetus atau auslosend moment adalah batuk
keras, bersin, mengangkat barang-barang berat, kencing atau mengejan. Penderita mengeluh
sesak nafas yang makin lama makin berat setelah mengalami hal-hal tersebut diatas.Tetapi
pada beberapa kasus gejala –gejala masih gampang ditemukan pada aktifitas biasa atau waktu
istirahat.2,5

Keluhan utama pneumotoraks spontan adalah sesak nafas, bernafas terasa berat, nyeri
dada dan batuk. Sesak sering mendadak dan makin lama makin berat. Nyeri dada dirasakan
pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerakan pernafasan.2

Rasa sakit tidak selalu timbul. Rasa sakit bisa menghebat atau menetap bila terjadi
perlengketan antara pleura viseralis dan pleura parietalis.1

Pasien dengan pneumotoraks spontan primer biasanya ditandai dengan nyeri dada
pleura ipsilateral dan variasi derajat dipsneu. Karena fungsi paru normal, dipsnae biasanya
ringan sampai sedang, bahkan pasien dengan pneumotoraks yang luas. Gejala biasanya hilang
dalam 24 jam, bahkan jika pneumotorak masih ada. Takikardi dan takipnea adalah gejala
yang sangat sering ditemukan.3
Serangan pada pneumotoraks spontan sekunder bermanifestasi sebagai nyeri dada.
Bahkan pada kasus pneumotoraks yang sedikit, akut dipsnea dapat berkembang menjadi
keadaan paru yang dicurigai. Tanda-tanda lain dari kardiopulmonal dapat munculseperti
hipoksemia akut (rata-rata PO2, 60 mmHg), hipotensi, sianosis, nafas berat, status mental
berubah dan hiperkapnia.

II. 6 Diagnosis

Gejala Klinik

Keluhan utama yang diungkapkan penderita adalah nyeri dada disertai sesak nafas
yang timbul secara mendadak. Batuk acapkali juga ditemukan. Rasa nyeri bersifat menusuk
di daerah hemitoraks yang terserang dan bertambah berat pada saat bernafas, batuk dan
bergerak. Nyeri dapat menjalar ke arah bahu, hipokondrium atau tengkuk. Rasa nyeri ini
disebabkan oleh perdarahan yang terjadi akibat robekan pteura viseralis dan darah
menimbulkan iritasi pada pleura viseralis .

Sesak nafas makin lama makin hebat akibat pengempisan paru yang terkena dan
gangguan pengembangan paru yang sehat. Penderita dapat mengalami kegagalan pernafasan
akut, terutama bila penyakit yang mendasari timbulnya pneumotoraks adalah asma atau
penyakit paru obstruktif menahun. Batuk pada umumnya tidak produktif, terutama pada
pneumotoraks spontan idiopatik. Keluhan lain yang dapat dijumpai tergantung pada kelainan
yang mendasari timbulnya pneumotoraks .

Tanda Klinik

Penderita dapat mengalami kegelisahan, berkeringat dingin, sianosis, dan syok. Dapat
ditemukan hipotensi, nadi lebih dari 140 kali per menit, akral dingin, serta pelebaran
pembuluh darah vena leher dan dada. Tekanan dalam rongga pleura yang

tinggi dan pendorongan mediastinum beserta isinya ke arah sisi yang sehat akan
mengganggu aliran balik darah vena ke dalam jantung, sehingga curah jantung menurun dan
menyebabkan syok kardial. Perlu diingat bahwa syok juga dapat disebabkan oleh perdarahan
masif di dalam rongga pleura .

Pada inspeksi tampak hemitoraks yang terkena cembung dengan ruang sela iga yang
melebar dan tertinggal pada pernafasan, iktus kordis bergeser ke sisi yang sehat dan trakea
juga terdorong ke sisi yang sehat. Pada palpasi didapatkan fremitus suara melemah, iktus
kordis dan trakea bergeser ke sisi yang sehat. Perkusi di daerah paru yang terserang
terdengar hipersonor dan diafragma terdorong ke bawah. Batas-batas jantung bergeser ke sisi
yang sehat. Suara nafas pada auskultasi melemah sampai menghilang pada bagian paru yang
terkena .

Gambaran Radiologik

Terlihat gambaran yang khas; bagian yang berisi udara akan tampak hiperlusen (lebih
gelap) tanpa corakan jaringan paru. Jaringan paru yang menguncup terlihat di daerah hilus
dengan garis batas yang sangat harus. Juga terlihat mediastinum beserta isinya terdorong ke
sisi yang sehat. Apabila disertai darah atau cairan, maka akan tampak garis batas mendatar
yang merupakan batas antara udara dan cairan .

Penanganan

Setelah diagnosis ditegakkan, maka harus segera dilakukan tindakan untuk


menyelamatkan nyawa penderita. Sebuah jarum atau Abbocath berukuran besar harus segera
ditusukkan ke dalam rongga pleura pada ruang sela iga ke dua linea mideo-klavikularis untuk
mengeluarkan udara dan dalam rongga pleura. Apabila ragu-ragu terhadap kebenaran
diagnosis, jarum dapat dihubungkan dengan semprit. Jika memang benar, maka penghisap
(3,5)
(piston semprit) akan terdorong atau udara di dalam rongga pleura akan mudah dihisap .
Bahaya tertusuknya paru tidak perlu dihirau-kan, karena tidak berarti dibandingkan dengan
hasil yang di-peroleh melalui tindakan tersebut .

Pangkal jarum dihubungkan dengan selang infus dan bagian ujung selang lainnya
dimasukkan ke dalam botol berisi air kira-kira 2 cm di bawah permukaan air, sehingga
menjadi sebuah Water Sealed Drainage (WSD) mini . Jika WSD dapat berfungsi dengan
baik, maka akan terlihat keluarnya gelembung-gelembung udara ke permukaan air.
Selanjutnya penderita dapat segera dikirim ke rumah sakit agar mendapatkan penanganan
yang lebih baik serta pemeriksaan lebih lengkap untuk menemukan kemungkinan penyakit
yang mendasari timbulnya pneumotoraks. Semua penderita kegawatan medik ini harus
dirawat di rumah sakit.

Di rumah sakit selanjutnya dilakukan pemasangan WSD, dengan sistem satu, dua atau
tiga botol Pada sistem satu botol, ujung selang dan rongga pleura dimasukkan ke dalam botol
yang berisi air. Jika ujung selang tidak berada di dalam air, udara dari luar dapat masuk ke
dalam rongga pleura. Pada WSD sistem dua botol terdapat satu botol tambahan untuk
mengumpulkan cairan yang tidak mempengaruhi botol dengan selang yang terdapat di bawah
permukaan air. Sementara pada sistem tiga botol terdapat botol kontrol penghisap yang
(7)
tekanannya dapat diatur sesuai dengan tekanan rongga pleura yang diinginkan .
Keberhasilan penanganan pneumotoraks dengan WSD dipengaruhi oleh pemeliharaan WSD;
ujung selang tidak jarang tergantung di atas permukaan air, sehingga udara dan luar justru
mengalir masuk ke dalam rongga pleura .

Selang WSD dapat dimasukkan ke dalam rongga pleura melalui ruang sela iga ke 2
linea mid-klavikularis atau ruang sela iga ke 7, 8 atau 9 linea aksilaris media. Setelah daerah
penusukan yang terpilih dibersihkan, selanjutnya dilakukan anestesi lokal dengan lidokain
1%. Untuk mendapatkan efek anestesi lokal yang memadai biasanya diperlukan waktu sekitar
5-10 menit. Insisi kulit dilakukan secara transversal selebar kurang lebih 2 cm sampai
subkutis dan kemudian dibuka secara tumpul dengan kiem sampai mendapatkan pleura
parietalis. Pleura ditembus dengan gunting tajam yang ujungnya melengkung sampai
terdengar suara aliran udara (tanda pleura parietalis telah terbuka). Selang dimasukkan ke
dalam trokar dan kemudian dimasukkan bersama-sama melalui lubang pada kulit ke dalam
rongga pleura. Apabila dipakai selang tanpa trokar, maka ujung selang dijepit dengan klem
tumpul untuk mempermudah masuk nya selang ke dalam rongga pleura. Jika posisi selang
sudah benar, kulit di sekitar selang dijahit dengan jahitan sarung guling dan sisa benang
dililitkan pada selang .

Apabila setelah pemasangan WSD paru tidak dapat mengembang dengan baik, maka
dapat dilakukan penghisapan secara berkala atau terus menerus. Tekanan yang biasanya
digunakan berkisar antara -12 sampai -20 cm air .

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pemasangan WSD adalah empiema, laserasi
paru, perforasi diafragma, selang masuk ke dalam subkutan, perdarahan akibat ruptur arteri
interkostalis dan edema paru akibat pengembangan paru yang mengempis secara mendadak .
Pencabutan WSD

Setelah paru mengembang, yang ditandai terdengarnya kembali suara nafas dan
dipastikan dengan foto toraks, maka selang WSD diklem selama 13 hari. Pengembangan paru
secara sempurna selain dapat dilihat pada foto toraks biasanya dapat diperkirakan jika sudah
tidak terdapat undulasi lagi pada selang WSD. Apabila setelah diklem selama 13 hari paru
tetap mengembang, maka WSD dapat dicabut. Pencabutan selang WSD dilakukan dalam
keadaan ekspirasi maksimal .

Pleurodesis dan Torakotomi

Pleurodesis adalah tindakan melekatkan pleura panietalis dengan pleura viseralis


untuk mencegah kekambuhan pneumotoraks. Tindakan ini dilakukan dengan memasukkan
bahan kimia tertentu, seperti glukosa 40% sebanyak 20 ml atau tetrasiklin HCl 500 mg
dilarutkan dalam 2550 ml garam faal. Karena tetrasiklin dapat menimbulkan rasa sakit yang
hebat, maka pemberian bahan ini sebaiknya didahului dengan pemberian analgesik .

Torakotomi adalah operasi pembukaan rongga toraks kemudian dilanjutkan dengan


penjahitan fistel pada pleura. Operasi ini diindikasikan pada kasus pneumotoraks kronik,
pneumotoraks yang berulang 3 kali atau lebih, pneumotoraks bilateral, serta jika pemasangan
WSD mengalami kegagalan (paru tidak mengembang atau terjadi kebocoran udara yang
menetap .

II. 7 Pemeriksaan Lab

Foto Toraks2

1. Bagian pneumotoraks akan tampak hitam, rata dan paru yang kolaps akan tampak
garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru akan kolaps tidak membentuk
garis, akan tetapi berbentuk lobuler yang sesuai dengan lobus paru.
2. Adakalanya rongga ini sangat sempit sehingga hampir tidak tampak seperti massa
yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps yang luas sekali. Besar
kolaps paru tidak berkaitan dengan berat ringan sesak nafas yang dikeluhkan.
3. Perlu diamati ada tidaknya pendorongan. Apabila ada pandorongan jantung atau
trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil
dengan tekanan intrapleura yang tinggi.
4. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan ini:
- Pneumomediastinum, Terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai dari
basis sampai ke apeks.

- Emfisema subkutan dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit.

- Bila ada cairan di rongga pleura, akan tampak permukaan cairan sebagai garis datar di
atas diafragma.

Foto lateral dekubitus pada sisi yang sehat dapat membantu dalam membedakan
pneumotorakss dengan kista atau bulla. Pada pneumotoraks udara bebas dalam rongga pleura
lebih cenderung berkumpul pada bagian atas sisi lateral.

II. 8 Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksaan pneumotoraks spontan adalah evakuasi udara di dalam


rongga pleura, memfasilitasi penyembuhan pleura dan mencegah terjadinya rekurensi secara
efektif.
Pilihan terapi meliputi, yaitu terapi oksigen, observasi, aspirasi sederhana dengan
kateter vena, pemasangan tube, pleurodesis, torakoskopi single port, VAST dan torakotomi.

Pemilihan penatalaksanaan tergantung pada :


- tipe pneumotoraks spontan primer atau sekunder
- luas pneumotoraks
- gejala klinis, terjadinya kebocoran udara yang menetap (persistent air leak)
- faktor risiko lain : jenis kelamin, pekerjaan, kebiasaan merokok, dll

Terapi oksigen
Suplemen oksigen akan mempercepat absorbsi udara di rongga toraks sebanyak 4 x
dibandingkan dengan tanpa suplementasi oksigen.
Oksigen akan mengurangi tekanan parsial nitrogen di dalam kapiler darah sekitar rongga
pleura dan akan meningkatkan gradien tekanan parsial nitrogen. Hal ini akan menyebabkan
nitrogen ke dalam kapiler pembuluh darah di sekitar rongga pleura dan diikuti oleh gas lain.
Suplementasi oksigen pada konsentrasi tinggi harus diberikan pada seluruh kasus
pneumotoraks.
Observasi (tanpa tindakan invasif)
Bila hubungan antara alveoli dan rongga pleura dihilangkan, maka udara di dalam rongga
pleura akan diabsorbsi secara betahap. Kecepatan absorpsi antara berkisar 1,25 % dari
volume hemitoraks setiap 24 jam.
ACCP membagi klinispenderita atas penderita dalam kondisi stabil, jika :
- laju napas < 24 x/menit
- denyut jantung 60-120 x/menit
- tekanan darah normal
- saturasi oksigen > 90 % (tanpa asupan oksigen)
setelah observasi penderita dapa dipulangkan dan datang kembali ke rumah sakit bila terdapat
gejala klinik yang memberat. Observasi tidak dilakukan pada penderita denagan pekerjaan
atau kondisi yang mengandungresio tinggi terjadinya rekurensi. (American College of Chest
Physicians. Management of spontaneous pneumothorax: An American College of Chest
Physicians Delphi Consensus Ststement. Chest 2001 ; 119: 590-602)

Tindakan fisioterapi denagn pemberian penyinaran gelombang pendek pada


pneumotoraks spontan kurang dari 30 %, secara bemakna meningkatkan absorbsi udara
dibandingkan dengan hanya observasi saja.

Aspirasi sederhana dengan kateter vena


Aspirasi sederhana terutama direkomendasiksan pada terapi awal penderita PSP
pertama, karena memiliki tingkat keberhasilan lebih tinggi (70 %) dibandingkan bila
dilakukan pada penderita PSS. Prosedur ini memiliki keuntungan antara lain morbidity yang
minimal dan dapat dilakukan pada pasien rawat jalan sehingga penderita dapat bekerja
kembali serta relatif mudah dan murah. Kelemahan prosedur ini apabila gagal maka perlu
dilakukan pemasngan tube thoracostomy dan tidak mungkin mengurangi rekurensi.

Pemasangan WSD
Pemasangan WSD atau tube thoracostomy masih merupakan tindakan pertama
sebelum penderita diajukan untuk tindakan yang lebih invasif seperti torakoskopi atau
torakotomi. Pemasangan tube thoracostomy pada pneumotoraks teutama ditujukan pada
penderita PSP yang gagal dengan tindakan aspirasi dan penderita PSS, sebelum menjalani
tindakan torakoskopi atau torakotomi. Pada penderita PSP angka keberhasilan pemasangan
tube thoracostomy lebih tinggi dibandingkan dengan PSS.
Penggunaan suction pada sistem drinase tidak banyak memberikan keuntunagn dalam
mempercepat pengemabnagan paru, sehingga pada awal pemasangan biasanya dihubungkan
dengan katup satu arah atau dengan perangkat WSD tanpa suction, namun bila terjadi
kebocoran udara tube thoracostomy dihubungkan dengan suction.

Komplikasi pemasangan tube thoracostomy:


- malposisi ke fisura interlobar, organ lain seperti esophagus, pembuluh darah sentral
dan jaringan subkutis
- pneomototaks berulang atau pembentukan cairan
- pneumotoraks kontralateral
- shok kardigenik karena kompresi ventrikel kanan
- kerusakan saraf seperti saraf interkostal, saraf diafragma
- edema paru reekspansi unilateral
- fistula bronkopleura
- perlengketan pleura dengan paru yang tidak mengembang
- perdarahan
- infeksi

Pleurodesis
Dilakukan terutama untuk mencegah rekurensi terutama penderita dengan risiko tinggi
untuk terjadinya rekurensi. Zat sklerosan yang ideal harus memenuhi beberapa kriteria :
- murah
- mudah didapat
- mudah dimanipulasi
- mudah disterilisasi
- mudah dipakai (pada saat tindakan torakosentesis)
- aman
Bahan yang biasanya digunakan adalah tetrasiklin, minosklin, doksisklin, atau talk. Bahan
terbaik dalam mengurangi rekurensi adalah talk.

Torakoskopi
Tindakan torakoskopi untuk episode petama PSPmyang masih tertanagni denagn
aspirasi masih menjadi perdebatan, karena pada dasarnya sekitar 64 % PSP tidak terjadi
rekurensi pada pemasangan. Tindakan yang dilakukan adalah reseksi bula dan pleurodesis.
Torakoskopi pada PSS harus dilakukan bila paru tidak mengembang setelah 48-72 jam. Pada
PSS komplikasi VATS lebih tinggi dibandingkan pada PSP.

Torakotomi
Merupakan tindakan akhir apabila tindakan yang lain gagal. Tindakan ini memiliki
angka rekurensi terendah yaitu kurang dari 1 % bila dilakukan pleurektomi dan 2-5 % bila
dilakukan pleurodesis dengan abrasi mekanik.

II. 9 Prognosis

Pasien dengan pneumotoraks spontan mengalami pneumotorak ulangan, tetapi tidak


ada komplikasi jangka panjang dengan terapi yang berhasil. Kesembuhan dari kolap paru
secara umum membutuhkan waktu 1 sampai 2 minggu. Pneumotoraks tension dapat
menyebabkan kematian secara cepat berhubungan dengan curah jantung yang tidak adekuat
atau insufisiensi oksigen darah (hipoksemia), dan harus ditangani sebagai kedaruratan medis.

II. 10 Pencegahan

Tidak ada cara pencegahan khusus untuk Pneumotoraks saat ini.

Daftar Pustaka

Buku IPD y de
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai