Pada mudigah, testis berkembang dari gonadal ridge yang terletak di bagian
belakang rongga abdomen. Dalam bulan-bulan terakhir kehidupan janin, testis mulai
turun secara perlahan, menelusuri rongga abdomen melalui kanalis inguinalis ke dalam
skrotum, satu testis jatuh ke masing-masing kantong skrotum. Testosteron dari testis
janin memicu turunnya testis ke dalam skrotum.
Namun, pada sebagian bayi laki-laki prematur testis masih berada di dalam
kanalis inguinalis saat lahir. Pada sebagian besar kasus testis yang tertahan, penurunan
terjadi secara alami sebelum pubertas atau dapat dirangsang dengan pemberian
testosteron. Meskipun jarang, testis dapat tetap tidak turun hingga masa dewasa, suatu
keadaan yang disebut kriptorkidismus (crypt berarti "tersembunyi" orchid berarti
"testis").
Lokasi testis pada skrotum menyediakan lingkungan yang lebih dingin yang
esensial bagi spermatogenesis.
Suhu rerata di dalam skrotum beberapa derajat Celcius di bawah suhu tubuh
(inti) normal, Penurunan testis ke dalam lingkungan yang lebih dingin ini adalah hal
esensial karena spermatogenesis bersifat pekasuhu dan tidak dapat terjadi pada suhu
tubuh. Karena itu, pengidap kriptorkidismus tidak dapat menghasilkan sperma hidup.
Posisi skrotum dalam kaitannya dengan rongga abdomen dapat diubah-ubah
oleh mekanisme refleks spinal yang berperan penting dalam mengatur suhu testis.
Kontraksi refleks otot-otot skrotum pada pajanan ke lingkungan dingin mengangkat
kantong skrotum agar testis menjadi lebih dekat ke abdomen yang hangat. Sebaliknya,
relaksasi otot pada pajanan ke panas menyebabkan kantong skrotum lebih tergantung
sehingga menjauhkan testis dari inti tubuh yang hangat.
Testosteron adalah suatu hormon steroid yang berasal dari molekul prekursor
kolesterol, dernikian juga hormon seks wanita, estrogen dan progesterone. Setelah
diproduksi, sebagian testosteron disekresikan ke dalam darah untuk diangkut, terutama
dalam bentuk terikat ke protein plasma, ke tempat kerjanya. Sebagian testosteron yang
baru dibentuk mengalir ke lumen tubulus seminiferosa, tempat hormon ini berperan
penting dalam produksi sperma. Untuk menjalankan efeknya, testosteron terikat
dengan reseptor androgen di sitoplasma sel target. Kompleks reseptor androgen
bergerak ke nukleus, tempat kompleks itu terikat dengan elemen-respons androgen
pada DNA, sehingga menyebabkan transkripsi gen yang mengarahkan sintesis protein
baru yang membawa respons seluler yang diinginkan.
Sebagian besar kerja testosteron akhirnya berfungsi untuk menjamin
penyaluran sperma kepada wanita. Efek testosteron dapat dikelompokkan menjadi lima
kategori: (1) efek pada sistem reproduksi sebelum lahir, (2) efek pada jaringan spesifik-
seks setelah lahir, (3) efek terkait-reproduksi lainnya, (4) efek pada karakteristik seks
sekunder, dan (5) efek non-reproduksi.
Sebelum lahir, sekresi testosteron oleh sel Leydig testis janin menyebabkan
maskulinisasi saluran reproduksi dan genitalia eksterna serta rnendorong turunnya
testis ke dalam skrotum, seperti telah dijelaskan. Setelah lahir, sekresi testosteron
berhenti, dan testis serta sistem reproduksi lainnya tetap kecil dan nonfungsional
hingga pubertas.
Meskipun testosteron dianggap sebagai hormon seks pria dan estrogen hormon
seks wanita, perbedaan ini tidak sejelas seperti diduga semula. Selain sejumlah kecil
estrogen yang dihasilkan oleh korteks adrenal, sebagian testosteron yang dikeluarkan
oleh testis diubah menjadi estrogen di luar testis oleh enzim aromatase, yang tersebar
luas, tetapi paling banyak di jaringan adiposa. Karena perubahan ini, kadang-kadang
sulit dibedakan antara efek testosteron itu sendiri dan testosteron yang berubah menjadi
estrogen di dalam sel. Sebagai contoh, penutupan lempeng epifisis pada pria diinduksi
bukan oleh testosteron, tetapi oleh testosteron yang diubah menjadi estrogen oleh
aromatisasi. Reseptor estrogen dapat ditemukan di testis, prostat, tulang, dan bagian
lain tubuh pria. Temuan-temuan terakhir mengisyaratkan bahwa estrogen berperan
penting dalam kesehatan reproduksi pria misalnya, estrogen penting dalam
spermatogenesis.
Spermatogenesis menghasilkan sperma motil yang sangat khusus dalam jumlah
besar
Di dalam testis terkemas sekitar 250 m (800 kaki) tubulus seminiferus penghasil
sperma. Di tubulus ini terdapat dua jenis sel yang secara fungsional penting sel
germinativum, yang sebagian besar berada dalam berbagai tahap pembentukan sperma,
dan sel Sertoli, yang memberi dukungan krusial bagi spermatogenesis Spermatogenesis
adalah suatu proses kompleks ketika sel germinativum primordial yang relatif belum
dife-rensiasi (primitif atau awal), spermatogonia (masing-masing mengandung
komplemen diploid 46 kromosom), berproliferasi dan diubah menjadi spermatozoa
yang sangat khusus dan motil (sperma), masing-masing mengandung set haploid 23
kromosom yang diterima secara acak.
Proleferasi mitosis
Meiosis
Setelah tahap spermatogenesis ini tidak terjadi pembelahan Iebih lanjut, Setiap
spermatid mengalami remodeling menjadi spermatozoa. Karena setiap
spermatogonium secara mitosis menghasilkan empat spermatosit primer dan setiap
spermatosit primer secara meiosis menghasilkan empat spermatid (calon spermatozoa),
rangkaian spermatogenik pada manusia secara teoretis menghasilkan 16 spermatozoa
setiap kali spermatogonium memulai proses ini. Namun, biasanya sebagian sel lenyap
di berbagai tahap sehingga efisiensi produksi jarang setinggi ini.
Pengemasan
Tubulus seminiferus mengandung sel Sertoli selain seI-sel sperma yang sedang
terbentuk. Sel Sertoli, yang merupakan sel epitel, terletak berjajar dan membentuk
suatu cincin di sekeliling lumen tubulus, dengan setiap sel Sertoli terbentang dari
permukaan luar tubulus ke lumen yang berisi cairan. Sel-sel Sertoli yang berdekatan
saling berhubungan melalui taut erat di titik yang sedikit di bawah membran luar.
1. Taut erat di antara sel-sel Sertoli yang berdekatan membentuk sawar darah
testis yang mencegah bahan-bahan di dalam darah melewati celah antarsel
untuk masuk ke lumen tubulus seminiferus. Berkat sawar ini, hanya
molekul tertentu yang dapat melewati sel Sertoli dan mencapai cairan
intratubulus. Karena itu, komposisi cairan intratubulus cukup berbeda dari
komposisi darah. Komposisi unik cairan yang membasahi sel-sel
germinativum ini sangat penting bagi tahap-tahap akhir pembentukan
sperma. Sawar darahtestis juga mencegah sel penghasil antibodi di CES
mencapai pabrik sperma di tubulus ini sehingga tidak terbentuk antibodi
terhadap spermatozoa yang sangat berdiferensiasi.
2. Karena sel-sel sperma tidak memiliki akses langsung ke nutrient-nutrien
dalam darah, sel Sertoli yang memberi mereka nutrien. Sel sperma yang
sedang berkembang tidak dapat menggunakan glukosa secara efisien. Sel
Sertoli membawa glukosa melalui simporter GLUT-1, memetabolisme
glukosa menjadi laktat, lalu mentransfer laktat ke sel sperma, yang dapat
menggunakan laktat sebagai sumber energi.
3. Sel Sertoli memiliki fungsi fagositik yang penting. Sel ini menelan
sitoplasma yang dikeluarkan dari spermatid selama proses remodeling, dan
menghancurkan sel germinativum cacat yang gagal menyelesaikan semua
tahap spermatogenesis.
4. Sel Sertoli mengeluarkan cairan tubulus seminiferus ke dalam lumen,
yang "membilas" sperma dari tubulus ke dalam epididimis untuk disimpan
dan diproses lebih lanjut.
5. Salah satu komponen penting sekresi sel Sertoli adalah protein pengikat
androgen (androgen-binding protein). Seperti yang diisyaratkan oleh
namanya, protein ini mengikat androgen (yaitu, testosteron) sehingga kadar
hormon ini di dalam lumen tubulus seminiferus tetap tinggi. Konsentrasi
testosteron di dalam cairan tubulus seminiferus adalah 100 kali lebih besar
dari pada konsentrasinya di darah. Konsentrasi testosteron lokal yang tinggi
ini esensial untuk mempertahankan produksi sperma. Protein pengikat
androgen diperlukan untuk menahan testosteron dalam lumen karena
hormon steroid ini larut lemak dan dapat mudah berdifusi menembus
membran plasma dan meninggalkan lumen. Testosteron itu sendiri
merangsang produksi protein pengikat androgen.
6. Sel Sertoli adalah tempat kerja untuk kontrol spermatogenesis oleh
testosteron dan follicle-stimulating hormone (FSH). Sel Sertoli memiliki
reseptor yang berbeda untuk setiap hormon ini: Reseptor untuk testosteron
berada di dalam sel dan reseptor FSH berada pada permukaan membran,
yang masingmasing sesuai dengan karakteristik reseptor hormon steroid
dan peptida. Sel Sertoli itu sendiri mengeluarkan hormon lain, inhibin, yang
bekerja secara umpan balik negatif untuk mengatur sekresi FSH.
7. Selama perkembangan janin, sel Sertoli juga menyekresi Mullerian
inhibiting factor.