Anda di halaman 1dari 13

2.

Bagaimana pembentukan spermatogenesis, regulasi hormon, faktor lain

Fisiologi Reproduksi Pria

Pada mudigah, testis berkembang dari gonadal ridge yang terletak di bagian
belakang rongga abdomen. Dalam bulan-bulan terakhir kehidupan janin, testis mulai
turun secara perlahan, menelusuri rongga abdomen melalui kanalis inguinalis ke dalam
skrotum, satu testis jatuh ke masing-masing kantong skrotum. Testosteron dari testis
janin memicu turunnya testis ke dalam skrotum.

Setelah testis turun ke dalam skrotum, lubang di dinding abdomen tempat


kanalis inguinalis lewat menutup erat di sekitar duktus penyalur sperma dan pembuluh
darah yang melintas di antara masing-masing testis dan rongga abdomen. Penutupan
tak-sempurna atau ruptur lubang ini memungkinkan visera abdomen keluar,
menimbulkan hernia inguinalis. Meskipun waktunya agak bervariasi, penurunan testis
biasanya selesai pada bulan ketujuh gestasi. Karena itu, penurunan sudah tuntas pada
98% bayi laki-laki.

Namun, pada sebagian bayi laki-laki prematur testis masih berada di dalam
kanalis inguinalis saat lahir. Pada sebagian besar kasus testis yang tertahan, penurunan
terjadi secara alami sebelum pubertas atau dapat dirangsang dengan pemberian
testosteron. Meskipun jarang, testis dapat tetap tidak turun hingga masa dewasa, suatu
keadaan yang disebut kriptorkidismus (crypt berarti "tersembunyi" orchid berarti
"testis").

Lokasi testis pada skrotum menyediakan lingkungan yang lebih dingin yang
esensial bagi spermatogenesis.

Suhu rerata di dalam skrotum beberapa derajat Celcius di bawah suhu tubuh
(inti) normal, Penurunan testis ke dalam lingkungan yang lebih dingin ini adalah hal
esensial karena spermatogenesis bersifat pekasuhu dan tidak dapat terjadi pada suhu
tubuh. Karena itu, pengidap kriptorkidismus tidak dapat menghasilkan sperma hidup.
Posisi skrotum dalam kaitannya dengan rongga abdomen dapat diubah-ubah
oleh mekanisme refleks spinal yang berperan penting dalam mengatur suhu testis.
Kontraksi refleks otot-otot skrotum pada pajanan ke lingkungan dingin mengangkat
kantong skrotum agar testis menjadi lebih dekat ke abdomen yang hangat. Sebaliknya,
relaksasi otot pada pajanan ke panas menyebabkan kantong skrotum lebih tergantung
sehingga menjauhkan testis dari inti tubuh yang hangat.

Sel Leydig testis mengeluarkan hormon maskulinisasi testosterone

Testis memiliki fungsi ganda yaitu menghasilkan sperma dan mengeluarkan


testosteron. Sekitar 80% massa testis terdiri dari tubulus seminiferosa yang berkelok-
kelok dan menjadi tempat berlangsungnya spermatogenesis. Sel-sel endokrin yang
menghasilkan testosteron-sel Leydig, atau sel interstisiumterletak di jaringan ikat
(jaringan interstisium) antara tubulus-tubulus seminiferus. Karena itu, bagian-bagian
testis yang menghasilkan sperma dan mengeluarkan testosteron secara struktural dan
fungsional terpisah.

Testosteron adalah suatu hormon steroid yang berasal dari molekul prekursor
kolesterol, dernikian juga hormon seks wanita, estrogen dan progesterone. Setelah
diproduksi, sebagian testosteron disekresikan ke dalam darah untuk diangkut, terutama
dalam bentuk terikat ke protein plasma, ke tempat kerjanya. Sebagian testosteron yang
baru dibentuk mengalir ke lumen tubulus seminiferosa, tempat hormon ini berperan
penting dalam produksi sperma. Untuk menjalankan efeknya, testosteron terikat
dengan reseptor androgen di sitoplasma sel target. Kompleks reseptor androgen
bergerak ke nukleus, tempat kompleks itu terikat dengan elemen-respons androgen
pada DNA, sehingga menyebabkan transkripsi gen yang mengarahkan sintesis protein
baru yang membawa respons seluler yang diinginkan.
Sebagian besar kerja testosteron akhirnya berfungsi untuk menjamin
penyaluran sperma kepada wanita. Efek testosteron dapat dikelompokkan menjadi lima
kategori: (1) efek pada sistem reproduksi sebelum lahir, (2) efek pada jaringan spesifik-
seks setelah lahir, (3) efek terkait-reproduksi lainnya, (4) efek pada karakteristik seks
sekunder, dan (5) efek non-reproduksi.

Efek pada sitem reproduksi sebelum lahir

Sebelum lahir, sekresi testosteron oleh sel Leydig testis janin menyebabkan
maskulinisasi saluran reproduksi dan genitalia eksterna serta rnendorong turunnya
testis ke dalam skrotum, seperti telah dijelaskan. Setelah lahir, sekresi testosteron
berhenti, dan testis serta sistem reproduksi lainnya tetap kecil dan nonfungsional
hingga pubertas.

Efek pada jaringan spesifik seks setelah lahir

Pubertas adalah periode kebangkitan dan pematangan sistem reproduksi yang


semula non-fungsional, memuncak pada kematangan seksual dan kemampuan
bereproduksi. Masa ini biasanya dimulai sekitar usia 10 hingga 14 tahun secara rerata,
pubertas dimulai sekitar dua tahun lebih awal pada wanita daripada pria. Pubertas, yang
biasanya berlangsung tiga hingga lima tahun, mencakup rangkaian kompleks proses-
proses endokrin, fisik, dan perilaku. Remaja adalah konsep yang lebih luas yang
merujuk kepada keseluruhan periode transisi antara anak dan dewasa, bukan sekedar
pematangan seks. Pada kedua jenis kelamin, perubahan reproduksi yang terjadi selama
pubertas adalah : (1) pembesaran dan maturasi gonad, (2) perkembangan karakteristik
seksual sekunder, (3) perkembangan fertilitas (produksi gamet), (4) pertumbuhan dan
maturasi saluran reproduksi, dan (5) pencapaian libido (dorongan seks). Juga terjadi
lonjakan pertumbuhan pubertas.
Pada pubertas pria, sel-sel Leydig mulai mengeluarkan testosteron kembali.
Testosteron berperan dalam pertumbuhan dan pematangan keseluruhan sistem
reproduksi pria. Di bawah pengaruh lonjakan sekresi testosteron selama pubertas, testis
membesar dan mulai menghasilkan sperma untuk pertama kali, kelenjar seks tambahan
membesar dan menjadi sekretorik, sementara penis dan skrotum membesar.

Sekresi testosteron yang terus menerus esensial bagi spermatogenesis dan


pemeliharaan saluran reproduksi pria selama masa dewasa. Sekresi testosteron dan
spermatogenesis, sekali dimulai saat pubertas, akan berlanjut seumur hidup meskipun
efisiensi testis secara bertahap turun setelah usia 45 hingga 50 tahun. Namun, pria pada
usia 70-an dan sesudahnya dapat terus menikmati kehidupan seks aktif, dan sebagian
bahkan menjadi ayah pada usia setua ini. Penurunan gradual kadar testosteron dalam
darah dan produksi sperma tidak disebabkan oleh penurunan stimulasi testis, tetapi
mungkin karena perubahan degeneratif yang berkaitan dengan penuaan yang terjadi di
pembuluh-pembuluh darah testis. Penurunan bertahap ini sering disebut "menopause
pria" atau "andro-pause", meskipun tidak sama dengan menopause pada wanita, yang
telah di programkan sebelumnya dan menyebabkan berakhirnya kemampuan
reproduksi secara utuh dan mendadak.
Gambar 2.1 Anatomi testis yang menggambarkan tempat spermatogenesis2

Efek terkait reproduksi lainnya

Testosteron mengatur perkembangan libido seks saat pubertas dan membantu


memelihara dorongan seks pada pria dewasa. Stimulasi perilaku oleh testosteron ini
penting untuk mempermudah penyaluran sperma kepada wanita. Pada manusia, libido
juga dipengaruhi oleh banyak faktor emosional dan sosial yang saling berinteraksi,
Pada fungsi terkait-reproduksi lainnya, testosteron ikut serta dalam kontrol umpan
balik negatif normal sekresi hormon gonadotropin oleh hipofisis anterior.
Efek pada karakteristik seks sekunder

Pembentukan dan pemeliharaan semua karakteristik seks sekunder pada pria


bergantung pada testosteron. Karakteristik pria non-reproduktif yang dipicu oleh
testosteron ini mencakup (1) pertumbuhan rambut berpola pria (misalnya, rambut dada
dan janggut dan, pada pria dengan predisposisi genetik, kebotakan) (2) suara berat
akibat membesarnya laring dan menebalnya pita suara; (3) kulit tebal (4) konfigurasi
tubuh pria (misalnya, bahu lebar dan otot lengan dan tungkai besar) akibat
pengendapan protein. Pria yang dikastrasi sebelum pubertas tidak mengalami
pematangan seksual dan tidak membentuk karakteristik seks sekunder.

Perubahan testosteron menjadi estrogen pada pria

Meskipun testosteron dianggap sebagai hormon seks pria dan estrogen hormon
seks wanita, perbedaan ini tidak sejelas seperti diduga semula. Selain sejumlah kecil
estrogen yang dihasilkan oleh korteks adrenal, sebagian testosteron yang dikeluarkan
oleh testis diubah menjadi estrogen di luar testis oleh enzim aromatase, yang tersebar
luas, tetapi paling banyak di jaringan adiposa. Karena perubahan ini, kadang-kadang
sulit dibedakan antara efek testosteron itu sendiri dan testosteron yang berubah menjadi
estrogen di dalam sel. Sebagai contoh, penutupan lempeng epifisis pada pria diinduksi
bukan oleh testosteron, tetapi oleh testosteron yang diubah menjadi estrogen oleh
aromatisasi. Reseptor estrogen dapat ditemukan di testis, prostat, tulang, dan bagian
lain tubuh pria. Temuan-temuan terakhir mengisyaratkan bahwa estrogen berperan
penting dalam kesehatan reproduksi pria misalnya, estrogen penting dalam
spermatogenesis.
Spermatogenesis menghasilkan sperma motil yang sangat khusus dalam jumlah
besar

Di dalam testis terkemas sekitar 250 m (800 kaki) tubulus seminiferus penghasil
sperma. Di tubulus ini terdapat dua jenis sel yang secara fungsional penting sel
germinativum, yang sebagian besar berada dalam berbagai tahap pembentukan sperma,
dan sel Sertoli, yang memberi dukungan krusial bagi spermatogenesis Spermatogenesis
adalah suatu proses kompleks ketika sel germinativum primordial yang relatif belum
dife-rensiasi (primitif atau awal), spermatogonia (masing-masing mengandung
komplemen diploid 46 kromosom), berproliferasi dan diubah menjadi spermatozoa
yang sangat khusus dan motil (sperma), masing-masing mengandung set haploid 23
kromosom yang diterima secara acak.

Pemeriksaan mikroskopik tubulus seminiferus memperlihatkan lapisan-lapisan


sel germinativum dalam suatu progresi anatomik pembentukan sperma, dimulai dari
yang paling kurang berdiferensiasi di lapisan luar dan bergerak masuk melalui berbagai
tahap pembelahan ke lumen, tempat sperma yang sangat berdiferensiasi siap untuk
keluar dari testis. Spermatogenesis memerlukan waktu 64 hari untuk pembentukan dari
spermatogonium menjadi sperma matang. Setiap saat terdapat berbagai tahapan
spermatogenesis pada tubulus seminiferus yang berbeda. Setiap hari dapat dihasilkan
beberapa ratus juta sperma matang. Spermatogenesis mencakup tiga tahap utama
proliferasi mitosis, meiosis, dan pengemasan.

Proleferasi mitosis

Spermatogonia yang terletak di lapisan terluar tubulus terus menerus


bermitosis, dengan semua sel baru yang mengandung komplemen lengkap 46
kromosom identik dengan sel induk. Proliferasi ini menghasilkan pasokan sel
germinativum baru yang terus menerus. Setelah pembelahan mitotik sebuah
spermatogonium, salah satu sel anak tetap di tepi luar tubulus sebagai spermatogonium
tak berdiferensiasi, sehingga turunan sel germinativum tetap terpelihara. Sel anak yang
lain mulai bergerak ke arah lumen sambil menjalani berbagai tahap yang dibutuhkan
untuk membentuk sperma, yang kemudian akan dibebaskan ke dalann lumen. Pada
manusia, sel anak penghasil sperma membelah secara mitosis dua kali lagi untuk
menghasilkan empat spermatosit primer identik. Setelah pembelahan mitosis terakhir,
spermatosit primer masuk ke fase istirahat ketika kromosom-kromosom terduplikasi
dan untai-untai rangkap tersebut tetap menyatu sebagai persiapan untuk pembelahan
meiosis pertama.

Meiosis

Selama meiosis, setiap spermatosit primer (dengan jumlah diploid 46


kromosom rangkap) membentuk dua spermatosit sekunder (masing-masing dengan
jumlah haploid 23 kromosom rangkap) selama pembelahan meiosis pertama, akhirnya
menghasilkan empat spermatid (masingmasing dengan 23 kromosom tunggal) akibat
pembelahan meiosis kedua.

Setelah tahap spermatogenesis ini tidak terjadi pembelahan Iebih lanjut, Setiap
spermatid mengalami remodeling menjadi spermatozoa. Karena setiap
spermatogonium secara mitosis menghasilkan empat spermatosit primer dan setiap
spermatosit primer secara meiosis menghasilkan empat spermatid (calon spermatozoa),
rangkaian spermatogenik pada manusia secara teoretis menghasilkan 16 spermatozoa
setiap kali spermatogonium memulai proses ini. Namun, biasanya sebagian sel lenyap
di berbagai tahap sehingga efisiensi produksi jarang setinggi ini.

Pengemasan

Bahkan setelah meiosis, spermatid secara struktural masih mirip spermatogonia


yang belum berdiferensiasi, kecuali bahwa komplemen kromosomnya kini hanya
separuh. Pembentukan spermatozoa yang sangat khusus dan bergerak dari spermatid
memerlukan proses remodeling, atau pengemasan, ekstensif elemen-elemen sel, suatu
proses yang dikenal sebagai spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang
"ditelanjangi", yaitu sebagian besar sitosol dan semua organel yang tidak dibutuhkan
untuk menyampaikan informasi genetik sperma ke ovum telah disingkirkan.
Karena itu, sperma dapat bergerak cepat, hanya membawa serta sedikit beban untuk
melaksanakan pembuahan.

Spermatozoa memiliki tiga bagian kepala yang ditudungi oleh akrosom,


bagian tengah, dan ekor. Kepala terutama terdiri dari nukleus, yang mengandung
informasi genetik sperma. Akrosom, vesikel terisi enzim yang menutupi ujung kepala,
digunakan sebagai "bor enzim" untuk menembus ovum. Akrosom, suatu modifikasi
lisosom, dibentuk oleh agregasi vesikel-vesikel yang diproduksi oleh komplek
Golgiretikulum endoplasma sebelum organel ini disingkirkan. Enzim akrosomal tetap
inaktif hingga sperma berkontak dengan telur, saat ketika enzim dilepaskan. Mobilitas
spermatozoa dihasilkan oleh suatu ekor panjang mirip cambuk yang gerakannya
dijalankan oleh energi yang dihasilkan oleh mitokondria yang terkonsentrasi di bagian
tengah sperma.

Hingga pematangannya lengkap, sel-sel germinativum yang sedang


berkembang dan berasal dari satu spermatosit primer tetap dihubungkan oleh jembatan
sitoplasma. Hubungan ini, yang terjadi karena pembelahan sitoplasma yang tak
sempurna, memungkinkan empat sperma yang sedang terbentuk saling bertukar
sitoplasma. Hubungan ini penting karena kromosom X, tetapi bukan kromosom Y,
mengandung gen-gen yang menyandi produk-produk sel yang esensial bagi
pembentukan sperma. (Sementara kromosom X besar mengandung beberapa ribu gen,
kromosom Y yang kecil hanya memiliki beberapa lusin, dengan yang terpenting adalah
gen SRY dan gen-gen lain yang berperan penting dalam fertilitas pria.) Selama meiosis,
separuh sperma menerima satu kromosom X dan separuh lainnya satu kromosom Y.
Tanpa adanya hubungan sitoplasma tersebut sehingga semua sel haploid mendapat
produkproduk yang disandi oleh kromosom X hingga pembentukan sperma selesai,
sperma yang mengandung kromosom Y tidak dapat terbentuk dan bertahan hidup.
Gambar 2.2 Tahap spermatogenesis2

Gambar 2.3 Anatomi sebuah spermatozoa2


Sepanjang perkembangannya, sperma tetap berhubungan erat dengan sel
Sertoli.

Tubulus seminiferus mengandung sel Sertoli selain seI-sel sperma yang sedang
terbentuk. Sel Sertoli, yang merupakan sel epitel, terletak berjajar dan membentuk
suatu cincin di sekeliling lumen tubulus, dengan setiap sel Sertoli terbentang dari
permukaan luar tubulus ke lumen yang berisi cairan. Sel-sel Sertoli yang berdekatan
saling berhubungan melalui taut erat di titik yang sedikit di bawah membran luar.

Sperma yang sedang terbentuk berada di antara sel-sel Sertoli, dengan


spermatogonia berada di perimeter luar tubulus, di luar taut erat. Selama
spermatogenesis, sel-sel sper ma yang sedang terbentuk yang berasal dari aktivitas
mitotik spermatogonia berjalan menembus taut erat, yang sesaat membuka untuk
memberi jalan sel-sel tersebut, kemudian bermigrasi ke arah lumen dalam hubungan
yang erat dengan sel-sel Sertoli sekitar, menjalani pembelahan lebih lanjut selama
migrasi ini. Sitoplasma sel Sertoli membungkus sel-sel sperma yang bermigrasi ini,
yang tetap terbenam di dalam sitoplasma sel Sertoli sepanjang pembentukan mereka.
Sel Sertoli membentuk taut celah dan dan taut erat dengan sel sperma yang sedang
terbentuk. Ingat kembali bahwa taut celah di antara sel peka-rangsang memungkinkan
penyebaran potensial aksi dari satu sel ke sel lainnya berkat adanya ion bermuatan yang
menembus terowongan penyambung. Sel di tubulus seminiferus tidak peka rangsang
sehingga taut celah di sini berperan selain peran transfer aktivitas elektrik. Pada semua
tahap pematangan spermatogenik, sperma yang sedang terbentuk dan sel Sertoli
bertukar molekul kecil dan saling berkomunikasi melalui pengikatan langsung antarsel
ini. Pelepasan akhir pelepasan spermatozoa matang dari sel Sertoli, proses yang disebut
spermiasi, membutuhkan penguraian taut erat dan taut celah di antara sel Sertoli dan
spermatozoa.
Sel Sertoli melaksanakan fungsi-fungsi esensial bagi spermatogenesis berikut ini :

1. Taut erat di antara sel-sel Sertoli yang berdekatan membentuk sawar darah
testis yang mencegah bahan-bahan di dalam darah melewati celah antarsel
untuk masuk ke lumen tubulus seminiferus. Berkat sawar ini, hanya
molekul tertentu yang dapat melewati sel Sertoli dan mencapai cairan
intratubulus. Karena itu, komposisi cairan intratubulus cukup berbeda dari
komposisi darah. Komposisi unik cairan yang membasahi sel-sel
germinativum ini sangat penting bagi tahap-tahap akhir pembentukan
sperma. Sawar darahtestis juga mencegah sel penghasil antibodi di CES
mencapai pabrik sperma di tubulus ini sehingga tidak terbentuk antibodi
terhadap spermatozoa yang sangat berdiferensiasi.
2. Karena sel-sel sperma tidak memiliki akses langsung ke nutrient-nutrien
dalam darah, sel Sertoli yang memberi mereka nutrien. Sel sperma yang
sedang berkembang tidak dapat menggunakan glukosa secara efisien. Sel
Sertoli membawa glukosa melalui simporter GLUT-1, memetabolisme
glukosa menjadi laktat, lalu mentransfer laktat ke sel sperma, yang dapat
menggunakan laktat sebagai sumber energi.
3. Sel Sertoli memiliki fungsi fagositik yang penting. Sel ini menelan
sitoplasma yang dikeluarkan dari spermatid selama proses remodeling, dan
menghancurkan sel germinativum cacat yang gagal menyelesaikan semua
tahap spermatogenesis.
4. Sel Sertoli mengeluarkan cairan tubulus seminiferus ke dalam lumen,
yang "membilas" sperma dari tubulus ke dalam epididimis untuk disimpan
dan diproses lebih lanjut.
5. Salah satu komponen penting sekresi sel Sertoli adalah protein pengikat
androgen (androgen-binding protein). Seperti yang diisyaratkan oleh
namanya, protein ini mengikat androgen (yaitu, testosteron) sehingga kadar
hormon ini di dalam lumen tubulus seminiferus tetap tinggi. Konsentrasi
testosteron di dalam cairan tubulus seminiferus adalah 100 kali lebih besar
dari pada konsentrasinya di darah. Konsentrasi testosteron lokal yang tinggi
ini esensial untuk mempertahankan produksi sperma. Protein pengikat
androgen diperlukan untuk menahan testosteron dalam lumen karena
hormon steroid ini larut lemak dan dapat mudah berdifusi menembus
membran plasma dan meninggalkan lumen. Testosteron itu sendiri
merangsang produksi protein pengikat androgen.
6. Sel Sertoli adalah tempat kerja untuk kontrol spermatogenesis oleh
testosteron dan follicle-stimulating hormone (FSH). Sel Sertoli memiliki
reseptor yang berbeda untuk setiap hormon ini: Reseptor untuk testosteron
berada di dalam sel dan reseptor FSH berada pada permukaan membran,
yang masingmasing sesuai dengan karakteristik reseptor hormon steroid
dan peptida. Sel Sertoli itu sendiri mengeluarkan hormon lain, inhibin, yang
bekerja secara umpan balik negatif untuk mengatur sekresi FSH.
7. Selama perkembangan janin, sel Sertoli juga menyekresi Mullerian
inhibiting factor.

Anda mungkin juga menyukai