Skenario 1
Penurunan Kesadaran
Seorang laki-laki berusia 54 tahun datang ke IGD diantar keluarganya karena
penurunan kesadaran. Dalam 3 bulan ini pasien memiliki riwayat DM tipe 2. Pasien
juga jarang berolahraga. Ibu pasien memiliki riwayat DM tipe 2. Pada pemeriksaan
fisik TD 110/80 mmHg, nadi 118x/menit teraba lemah. Suhu 36,7oC, RR 22x/menit.
Turgor kulit kembali lambat. Pada pemeriksaan laboratorium di dapatkan GDS 900
mg/dL, pH 7,4, osmolaritas serum 420 mOsm/kg, anion gap 9, keton urin (+). Dokter
kemudian memberikan tatalaksana awal pada pasien tersebut.
STEP 3 Analisis
1. Pada penderita DM tipe 2, resptor insulin kurang sensitive sehingga insulin
tidak membawa glukosa ke seluruh tubuh, dan insulin tidak meregulasi ke
otak sehingga terjadinya penurunan kesadaran.
Turgor kulit disebabkan karena hiperglikemi yang menyebabkan poliuri
sehingga penderita akan kehilangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan
dehidrasi, sheingga turgor kulit kembali lambat.
2
Nadi lemah tapi cepat karena terjadi penurunan oksigen sehingga suplai ke
perifer menjadi menurun.
Nadi lemah terjadi karena penurunan volume, nadi cepat karena
merupakan kompensasi drai tubuh.
Jarang berolahraga sehingga menurunkan metabolisme yang akan
membuat glukosa disimpan kembali sehingga kadar glukosa meningkat dan
membuat obesitas dan akan terjadi resistensi insulin yang membuat glukosa
tidak bias masuk dalam sel.
2. Insulin terganggu sehingga glukosa terganggu dan akan menyebabkan
hiperglikemia yang membuat glikosuria dan poliuri, sehingga pasien
mengalami dehidrasi yang membuat cairan ekstraseluler berukurang dan
membuat penurunan kesadaran.
Sel beta pancreas terganggu sehingga meningkatkan glikogenolisis yang
akan meningkatkan proteolysis sehingga meningkatkan glukosa yang
membuat keadaan hiperglikemia dan membuat dehidrasi sehingga terjadi
hiperosmotik dan terjadi penurunan kesadaran.
Hiperglikemia akan menarik cariran dari sel, lipolysis akan meningkatkan
asam lemak dan meningkatkan asam lemak.
3. - DM tipe 1 (4P) tipe klasik
1) Polidipsi
2) Poliuri
3) Polifagi
4) Penurunan BB
5) Pusing
- DM tipe 2
1) Gejala DM tipe 1 (4P)
2) Infeksi
3) Kesemutan
4) GDS >200
5) Gejala klasik
3
6) G2PP
7) HbA1C >6,5%
4. 1) Diet
2) Olahraga
3) Pemberian obat
4) Tipe 1 : diberi insulin
5) Tipe 2 : metformin
6) FPG + PPG
<200 <250 : terapi nutrisi
<300 <300 : terapi oral
>300 >300 : insulin
5. Pencegahan : primer, sekunder, dan tersier
Komplikasi :
1) Akut : hiperglikemia, hipoglikemia, ketoasidosis metabolic, hyperosmolar
non ketotik
2) Kronik : retina, ginjal, jantung, pembuluh darah perifer, dan otak.
Nadi lemah dan cepat terjadi karena air banyak terbuang membuat volume
sirkulasi menurun tetapi tubuh harus memenuhi kebutuhannya sehingga akan
terjadi kompensasi dengan nadi ya g cepat.
2. Insulin terganggu sehingga glukosa terganggu dan akan menyebabkan
hiperglikemia yang membuat glikosuria dan poliuri, sehingga pasien
mengalami dehidrasi yang membuat cairan ekstraseluler berukurang dan
membuat penurunan kesadaran.
Sel beta pancreas terganggu sehingga meningkatkan glikogenolisis yang
akan meningkatkan proteolysis sehingga meningkatkan glukosa yang
membuat keadaan hiperglikemia dan membuat dehidrasi sehingga terjadi
hiperosmotik dan terjadi penurunan kesadaran.
Hiperglikemia akan menarik cariran dari sel, lipolysis akan meningkatkan
asam lemak dan meningkatkan asam lemak.
3. - GDS >200
- GDP >126
- 4P
- Riwayat DM keluarga
- Prediabetes : HbA1C 5,7-6,4
- Diabetes : HbA1C >6,5
4. - Monoterapi : metformin 3 x 500 mg
-Tes HbA1C terlebih dahulu (normal <7), apabila >7 maka dilakukan
pengobatan kombinasi (metformin + sulfonylurea 1 x 8 ml) tahap 2
-Farmakologi : OHO
-Nonfarmakologi : Diet dan olahraga
-Gaya hidup sehat + kombinasi 2 OHO
-GHS + kombinasi 2 OHO + basal insulin
-GHS + kombinasi 3 OHO + insulin intensif.
5. -Primer : gaya hidup
-Sekunder : deteksi dini
-Tersier : komplikasi.
5
MIND MAP
Faktor
Risiko
Tipe
Komplikasi
Tipe 1 Tipe
2
Diabetes Mellitus Akut Kronis
Penegakan
Diagnosis Tatalaksana
Patofisiologi
Anamnesis PF PP
Farmakolog Nonfarmakolog
i i
substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Di
samping itu akan terjadi pemecahan lemak peningkatan produksi badan keton
yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan
asam yang mengganggu keseimbangan asam-basa tubuh apabila jumlahnya
berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tanda-tanda dan gejala seperti nteri abdomen, mual-muntah, hiperventilasi,
nafas berbau aseton, dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan
kesadaran, koma bahkan kematian.
8
Namun demikian, jika sel – sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe
II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe
II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi bahan keton yang menyertainya, oleh karena
itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian,
diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan “sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik(HHNK).2
10
1. Riwayat Penyakit
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
Penjelasan HbA1c
HbA1c (hemoglobin A1c) atau glycated
hemoglobin adalah hemoglobin yang berikatan dengan
glukosa (gula). Di dalam darah, secara alami glukosa
akan saling mengikat dengan hemoglobin yang berada
di dalam sel darah merah.
7 154
8 183
9 212
10 240
11 269
12 298
obat anti hiperglikemia secara oral dan/atau suntikan. Obat anti hiperglikemia oral
dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau kombinasi. Pada keadaan emergensi
dengan dekompensasi metabolik berat, misalnya: ketoasidosis, stres berat, berat
badan yang menurun dengan cepat, atau adanya ketonuria, harus segera dirujuk ke
Pelayanan Kesehatan Sekunder atau Tersier.
Terapi Nonfarmakologi
Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan
cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pengetahuan tentang pemantauan
mandiri tersebut dapat dilakukan setelah mendapat pelatihan khusus. 1
a. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian
dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan
DM secara holistik. Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi
edukasi tingkat lanjutan. 1
1) Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan Primer
yang meliputi: 1
Materi tentang perjalanan penyakit DM.
Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara berkelanjutan.
Penyulit DM dan risikonya.
Intervensi non-farmakologis dan farmakologis serta target pengobatan.
Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat antihiperglikemia
oral atau insulin serta obat-obatan lain.
Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin
mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia).
Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia.
Pentingnya latihan jasmani yang teratur.
Pentingnya perawatan kaki.
Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
2) Materi edukasi pada tingkat lanjut dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan
19
Perilaku hidup sehat bagi penyandang Diabetes Melitus adalah memenuhi anjuran: 1
Mengikuti pola makan sehat.
Meningkatkan kegiatan jasmani dan latihan jasmani yang teratur
Menggunakan obat DM dan obat lainya pada keadaan khusus secara aman dan
teratur.
Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan memanfaatkan
hasil pemantauan untuk menilai keberhasilan pengobatan.
20
o BB Lebih ≥23,0
o Dengan risiko 23,0-24,9
o Obes I 25,0-29,9
o Obes II ≥30
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain: 1
Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori basal perhari untukperempuan sebesar 25 kal/kgBB
sedangkan untuk pria sebesar 30 kal/kgBB.
Umur
o Pasien usia diatas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk setiap
dekade antara 40 dan 59 tahun.
o Pasien usia diantara 60 dan 69 tahun, dikurangi 10%.
o Pasien usia diatas usia 70 tahun, dikurangi 20%.
Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
o Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.
o Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada keadaan
istirahat.
o Penambahan sejumlah 20% pada pasien dengan aktivitas ringan: pegawai
kantor, guru, ibu rumah tangga.
o Penambahan sejumlah 30% pada aktivitas sedang: pegawai industri
ringan, mahasiswa, militer yang sedang tidak perang.
o Penambahan sejumlah 40% pada aktivitas berat: petani, buruh, atlet,
militer dalam keadaan latihan.
o Penambahan sejumlah 50% pada aktivitas sangat berat: tukang becak,
tukang gali.
Stres Metabolik
Penambahan 10-30% tergantung dari beratnya stress metabolik (sepsis,
operasi, trauma).
25
Berat Badan
o Penyandang DM yang gemuk, kebutuhan kalori dikurangi sekitar 20- 30%
tergantung kepada tingkat kegemukan.
o Penyandang DM kurus, kebutuhan kalori ditambah sekitar 20-30% sesuai
dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB.
o Jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kal perhari untuk
wanita dan 1200-1600 kal perhari untuk pria.
Secara umum, makanan siap saji dengan jumlah kalori yang terhitung dan
komposisi tersebut di atas, dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%),
siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di
antaranya. Tetapi pada kelompok tertentu perubahan jadwal, jumlah dan jenis
makanan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang DM yang
mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit
penyerta. 1
c. Jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DMT2
apabila tidak disertai adanya nefropati. Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan
jasmani dilakukan secara secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama
sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu. Jeda antar latihan tidak
lebih dari 2 hari berturut-turut (A). Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
glukosa darah sebelum latihan jasmani. Apabila kadar glukosa darah <100
mg/dL pasien harus mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan bila >250
mg/dL dianjurkan untuk menunda latihan jasmani. Kegiatan sehari-hari atau
aktivitas sehari- hari bukan termasuk dalam latihan jasmani meskipun dianjurkan
untuk selalu aktif setiap hari. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran
juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang
(50- 70% denyut jantung maksimal)(A) seperti: jalan cepat, bersepeda santai,
26
INSULIN
Insulin diperlukan pada keadaan : 1
HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Krisis Hiperglikemia
Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)
Kehamilan dengan DM/Diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi
Jenis dan Lama Kerja Insulin
Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 5 jenis, yakni :
Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)
Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
Insulin kerja menengah (Intermediate- acting insulin)
Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
Insulin kerja ultra panjang (Ultra long- acting insulin)
Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja cepat dengan
menengah (Premixed insulin)
Efek samping terapi insulin:
Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia
Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bagian komplikasi akut DM
Efek samping yang lain berupa reaksi alergi terhadap insulin
31
Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi
insulin diupayakan mampu menyerupai pola sekresi insulin yang fisiologis
Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau
keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada
keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan
hiperglikemia setelah makan
Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap
defisiensi yang terjadi.
Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan glukosa darah basal
(puasa, sebelum makan). Hal ini dapat dicapai dengan terapi oral maupun insulin.
Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah basal adalah
insulin basal (insulin kerja sedang atau panjang)
Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat dilakukan dengan
menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai.
Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai, sedangkan HbA1c
belum mencapai target, maka dilakukan pengendalian glukosa darah prandial
(meal- related). Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa
darah prandial adalah insulin kerja cepat (rapid acting) yang disuntikan 5-10
menit sebelum makan atau insulin kerja pendek (short acting) yang disuntikkan
30 menit sebelum makan.
Insulin basal juga dapat dikombinasikan dengan obat antihiperglikemia oral
untuk menurunkan glukosa darah prandial seperti golongan obat peningkat
sekresi insulin kerja pendek (golongan glinid), atau penghambat penyerapan
karbohidrat dari lumen usus (acarbose), atau metformin (golongan biguanid)
Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
respons individu, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian.
a) Definisi
Salah satu kendala dalam laporan mengenai insidensi, epidemiologi
dan angka kematian KAD adalah belum ditemukannya kesepakatan
tentang definisi KAD. Sindroma ini mengandung triad yang terdiri dari
hiperglikemia, ketosis dan asidemia. Konsensus diantara para ahli
dibidang ini mengenai kriteria diagnostik untuk KAD adalah pH arterial <
7,3, kadar bikarbonat < 15 mEq/L, dan kadar glucosa darah > 250 mg/dL
disertai ketonemia dan ketonuria moderate.5
SHH pertama kali dilaporkan oleh Sament dan Schwartz pada tahun
1957. SHH didefinisikan sebagai hiperglikemia extrim, osmolalitas
serum yang tinggi dan dihidrasi berat tanpa ketosis dan asidosis yang
signifikan.5
Osmolalitas serum dihitung dengan rumus sebagai berikut : 2(Na)
(mEq/L) + glucosa (mg/dL) / 18 + BUN (mg/dL) / 2,8. Nilai
normalnya adalah 290 ± 5 mOsm/kg air.5
Pada umumnya keton serum negatif dengan pemeriksaan metoda
nitroprusid pada dilusi 1:2, bikarbonat serum > 20 mEq/L, dan pH
arterial > 7,3. Hiperglikemia pada SHH biasanya lebih berat dari pada
KAD; kadar glucosa darah > 600 mg/dL biasanya dipakai sebagai
kriteria diagnostik. SHH lebih sering terjadi pada usia tua atau pada
mereka yang baru didiagnosis sebagai diabetes dengan onset lambat.5
b) Epidemiologi
c) Patogenesis
Pada KAD dan SHH, disamping kurangnya insulin yang efektif dalam
darah, terjadi juga peningkatan hormon kontra insulin, seperti glukagon,
katekholamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan. Hormon-hormon ini
menyebabkan peningkatan produksi glukosa oleh ginjal dan hepar dan
gangguan utilisasi glukosa dijaringan, yang mengakibatkan hyperglikemia
dan perubahan osmolaritas extracellular. 5
lemak bebas dari jaringan adipose (lipolysis) ke dalam aliran darah dan
oksidasi asam lemak hepar menjadi benda keton (ß- hydroxybutyrate [ß-
OHB] dan acetoacetate) tak terkendali, sehingga mengakibatkan
ketonemia dan asidosis metabolik.5
Pada sisi lain, SHH mungkin dsi ebabkan oleh konsentrasi
hormon insulin plasma yang tidak cukup untuk membantu ambilan
glukosa oleh jaringan yang sensitif terhadap insulin, tetapi masih
cukup adekuat ( dibuktikan dengan C-peptide) untuk mencegah
terjadinya lipolisis dan ketogenesis; akan tetapi bukti-bukti untuk teori
ini masih lemah. KAD dan SHH berkaitan dengan glikosuria, yang
menyebabkan diuresis osmotik, sehingga air, natrium, kalium, dan
elektrolit lain keluar.5
d) Faktor Pencetus
Krisis hiperglikemia pada diabetes tipe 2 biasanya terjadi karena ada
keadaan yang mencetuskannya. Faktor pencetus krisis hiperglikemia ini
antara lain :5
1.Infeksi : meliputi 20 – 55% dari kasus krisis hiperglikemia
dicetuskan oleh Infeksi. Infeksinya dapat berupa :
PneumoniaInfeksi traktus urinarius Abses Sepsis Lain-lain.
2. Penyakit vaskular akut: Penyakit serebrovaskuler Infark miokard akut
Emboli paru Thrombosis V.Mesenterika
3. Trauma, luka bakar, hematom subdural.
4. Heat stroke
5. Kelainan gastrointestinal: Pankreatitis akut Kholesistitis akut Obstruksi
intestinal
6. Obat-obatan : Diuretika Steroid Lain-lain
e) Diagnosis
Presentasi klinik
h) Terapi cairan:
kalium ( 2/3 KCl atau potassium-acetate dan 1/3 KPO4). Jika glukosa
serum mencapai 250 mg/dl, cairan harus diubah menjadi dextrose 5% dan
NaCl 0.45–0.75%, dengan kalium seperti diuraikan di atas.5
Terapi Insulin
Kalium
Bikarbonat
44
Fosfat
Hal utama yang harus diperhatikan adalah total kuantitas glukosa (dalam
gram) yang diberikan. Pemberian 50 ml dekstrosa 50% dinilai toksik untuk
jaringan, oleh karena itu pemberian 75- 100 ml dekstrosa 20% atau 150-200
dekstrosa 10% lebih dianjurkan. Walaupun terdapat laporan nekrosis jaringan
yang menyebabkan amputasi akibat ektravasasi cairan glukosa 50% yang
diberikan secara intravena, beberapa pedoman tatalaksana hipoglikemia tetap
menggunakan kadar glukosa tersebut. Selain terapi dekstrosa intravena,
pemberian 1 mg glukagon secara intramuskular atau subkutan dapat diberikan
terutama pada pasien dengan DM tipe 1. Terapi glukagon merupakan terapi
46
yang diterima oleh FDA (Food and Drug Administration) sebagai terapi
alternatif hipoglikemi dalam keadaan absen dari akses intravena. Glukagon
menyebabkan gluconeogenesis dari glikogen yang terdapat di liver dan
meningkatkan kadar glukosa darah sekitar 36 mg/dl dalam 15 menit. Pada
penderita DM tipe 2, pemberian glukagon juga menstimulasi pengeluaran
insulin sehingga relatif tidak efektif. Literatur lain menyatakan penggunaan
glukagon dikontraindikasikan pada hipoglikemia yang disebabkan oleh
sulfonilurea karena dapat meningkatkan kadar insulin darah. Efek samping
pemberian glukagon yaitu mual dan muntah.4
mcg setiap 6-8 jam) atau pemberian secara konstan melalui intravena (125
mcg/jam) setelah episode hipoglikemik kedua. Pemberian octeotride hanya
direkomendasikan setelah terapi pemberian glukosa pada hipoglikemi yang
disebabkan oleh sulfonylurea. Pengobatan ini bertujuan untuk menurunkan
resiko terjadinya hipoglikemi rekuren.4
dan Manitol 1,5-2 g/KgBB IV setiap 6-8 jam. Cari penyebab lain
penurunan kesadaran.
c. Komplikasi kronik
1. Komplikasi Mikrovaskular
a) Retinopati diabetik
Pada retinopati diabetik prolferatif terjadi iskemia retina yang
progresif yang merangsang neovaskularisasi yang menyebabkan
kebocoran protein-protein serum dalam jumlah besar. Neovaskularisasi
yang rapuh ini berproliferasi ke bagian dalam korpus vitreum yang bila
tekanan meninggi saat berkontraksi maka bisa terjadi perdarahan masif
yang berakibat penurunan penglihatan mendadak. Hal tersebut pada
penderita DM bisa menyebabkan kebutaan.6
b) Nefropati diabetik
Nefropati diabetik adalah penyebab utama penyakit ginjal
stadium akhir di seluruh dunia dan berhubungan dengan peningkatan
risiko penyakit kardiovaskular. Manifestasi klinis awal adalah
mikroalbuminuria. Setelah terdeteksi adanya mikroalbuminuria, laju
perkembangan dari penyakit ginjal stadium akhir dan penyakit
kardiovaskular dapat ditunda oleh manajemen tekanan darah, glukosa,
dan lipid.6
49
2. Komplikasi Makrovaskular
DAFTAR PUSTAKA