Anda di halaman 1dari 26

TUGAS KEPERAWATAN DIABETES 1

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DM TIPE 2


Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Diabetes
I

Dosen Mata Ajar :


Bu Rosa Delima Ekwantini, S.Kp., M.Kes

Disusun Oleh :
1. Anisa Nurjannah P07120218009
2. Skolastika Winda Sinaga P07120218011
3. Agninda Kris Anindya P07120218034
4. Riza Firsty Essinta P07120218037
5. Triska Novi Pratiwi P07120218042

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI SARJANA TERAPAN
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Diabetes mellitus adalalah gangguan metabolisme yang secara genetik
dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat, jika telah berkembang penuh secara klinis maka diabetes
mellitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerosis
dan penyakit vaskular mikroangiopati.
Diabetes Mellitus Tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat
insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikitmenurun atau
berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta
pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai non insulin
dependent diabetes mellitus.
Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang di
tandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas dan atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin).
Beberapa pasien dengan diabetes tipe ini akan tetap tidak terdiagnosis
selama bertahun-tahun karena gejala jenis ini dapat berkembang sedikit demi
sedikit dan itu tergantung pada pasien . Diabetes tipe-2 sering terjadi pada
usia pertengahan dan orang tua, tetapi lebih umum untuk beberapa orang
obesitas yang memiliki aktivitas fisik yang kurang. (Kerner and Brückel,
2014)

B. Etiologi
1. Resistensi Insulin
Resistensi insulin merupakan kondisi umum bagi orang-orang
dengan berat badan overweight atau obesitas. Insulin tidak dapat bekerja
secara optimal di sel otot, lemak, dan hati sehingga memaksa pankreas
mengkompensasi untuk memproduksi insulin lebih banyak. Ketika
produksi insulin oleh sel beta pankreas tidak adekuat guna
mengkompensasi peningkatan resistensi insulin, maka kadar glukosa
darah akan meningkat, pada saatnya akan terjadi hiperglikemia kronik.
Hiperglikemia kronik pada DMT2 semakin merusak sel beta di satu sisi
dan memperburuk resistensi insulin di sisi lain, sehingga penyakit DMT2
semakin progresif. Secara klinis, makna resistensi insulin adalah adanya
konsentrasi insulin yang lebih tinggi dari normal yang dibutuhkan untuk
mempertahankan normoglikemia. Pada tingkat seluler, resistensi insulin
menunjukan kemampuan yang tidak adekuat dari insulin signaling mulai
dari pre reseptor, reseptor, dan post reseptor. Secara molekuler beberapa
faktor yang diduga terlibat dalam patogenesis resistensi insulin antara
lain, perubahan pada protein kinase B, mutasi protein Insulin Receptor
Substrate (IRS), peningkatan fosforilasi serin dari protein IRS,
Phosphatidylinositol 3 Kinase (PI3 Kinase), protein kinase C, dan
mekanisme molekuler dari inhibisi transkripsi gen IR (Insulin Receptor).
2. Disfungsi Sel Beta Pankreas
Pada perjalanan penyakit DMT2 terjadi penurunan fungsi sel beta
pankreas dan peningkatan resistensi insulin yang berlanjut sehingga
terjadi hiperglikemia kronik dengan segala dampaknya. Hiperglikemia
kronik juga berdampak memperburuk disfungsi sel beta pankreas.
Sebelum diagnosis DMT2 ditegakkan, sel beta pankreas dapat
memproduksi insulin secukupnya untuk mengkompensasi peningkatan
resistensi insulin. Pada saat diagnosis DMT2 ditegakkan, sel beta
pankreas tidak dapat memproduksi insulin yang adekuat untuk
mengkompensasi peningkatan resistensi insulin oleh karena pada saat itu
fungsi sel beta pankreas yang normal tinggal 50%. Pada tahap lanjut dari
perjalanan DMT2, sel beta pankreas diganti dengan jaringan amiloid,
akibatnya produksi insulin mengalami penurunan sedemikian rupa,
sehingga secara klinis DMT2 sudah menyerupai DMT1 yaitu kekurangan
insulin secara absolut.
Pada DMT2, sel beta pankreas yang terpajan dengan hiperglikemia
akan memproduksi reactive oxygen species (ROS). Peningkatan ROS
yang berlebihan akan menyebabkan kerusakan sel beta pankreas.
Hiperglikemia kronik merupakan keadaan yang dapat menyebabkan
berkurangnya sintesis dan sekresi insulin di satu sisi dan merusak sel beta
secara gradual.
3. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan juga memegang peranan penting dalam
terjadinya penyakit DMT2. Faktor lingkungan tersebut adalah adanya
obesitas, banyak makan, dan kurangnya aktivitas fisik. Peningkatan berat
badan adalah faktor risiko terjadinya DMT2. Walaupun demikian
sebagian besar populasi yang mengalami obesitas tidak menderita DMT2.
Penelitian terbaru telah menelaah adanya hubungan antara DMT2 dengan
obesitas yang melibatkan sitokin proinflamasi yaitu tumor necrosis factor
alfa (TNFα) dan interleukin-6 (IL-6), resistensi insulin, gangguan
metabolisme asam lemak, proses selular seperti disfungsi mitokondria,
dan stres retikulum endoplasma.

C. Manifestasi Klinis
 Gejala akut diabetes melitus yaitu :
- Poliphagia (banyak makan)
- Polidipsia (banyak minum)
- Poliuria (banyak kencing/sering kencing di malam hari)
- Nafsu makan bertambah namu berat badan turun dengan cepat (5-10
kg dalam waktu 2-4 minggu)
- Mudah lelah.
 Gejala kronik diabetes melitus yaitu :
- Kesemutan
- Kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum
- Rasa kebas di kulit, kram, kelelahan,
- Mudah mengantuk
- Pandangan mulai kabur
- Gigi mudah goyah dan mudah lepas
- Kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi
impotensi,
- Ibu hamil sering terjadi keguguran atau kematian janin dalam
kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg.

D. Patofisiologi
Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin,
namun karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon
insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “resistensi insulin”.
Resistensi insulinbanyak terjadi akibat dari obesitas dan kurang nya aktivitas
fisik serta penuaan.Pada penderita diabetes melitus tipe 2 dapat juga terjadi
produksi glukosa hepatik yang berlebihan namun tidak terjadi pengrusakan
sel-sel B langerhans secara autoimun seperti diabetes melitus tipe 2.
Defisiensi fungsi insulin pada penderita diabetes melitus tipe 2 hanya bersifat
relatif dan tidak absolut.
Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukan
gangguan pada sekresi insulin fase pertama artinya sekresi insulin gagal
mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik,pada
perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B pankreas.
Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi secara progresif seringkali akan
menyebabkan defisiensi insulin,sehingga akhirnya penderita memerlukan
insulin eksogen. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 memang umumnya
ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi
insulin.

E. Komplikasi
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan
komplikasi akut dan kronis. Menurut PERKENI komplikasi DM dapat dibagi
menjadi dua kategori, yaitu :
a. Komplikasi akut
- Hipoglikemia, adalah kadar glukosa darah seseorang di bawahnilai
normal (< 50 mg/dl). Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita
DM tipe 1 yang dapat dialami 1-2 kali per minggu, Kadar gula darah
yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat
pasokan energi sehingga tidak berfungsi bahkan dapat mengalami
kerusakan.
- Hiperglikemia, hiperglikemia adalah apabila kadar gula darah
meningkat secara tiba-tiba, dapat berkembang menjadi keadaan
metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik, Koma
Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan kemolakto asidosis.
b. Komplikasi Kronis
- Komplikasi makrovaskuler, komplikasi makrovaskuler yang umum
berkembang pada penderita DM adalah trombosit otak (pembekuan
darah pada sebagian otak), mengalami penyakit jantung koroner
(PJK), gagal jantung kongetif, dan stroke.
- Komplikasi mikrovaskuler, komplikasi mikrovaskuler terutama
terjadi pada penderita DM tipe 1 seperti nefropati, diabetik retinopati
(kebutaan), neuropati, dan amputasi
F. Pathway
DM Type II

Idiopatik, Usia, Genetik

Jumlah Sel Pankreas Menurun

Defisiensi Insulin

Hiperglikemia Katabolisme Protein Liposis Meningkat


Meningkat
Fleksibilitas
Darah Merah

Penurunan Berat Badan


Pelepasan O2
Resiko Nutrisi Kurang
Hipoksia Perifer
Pembatasan Diit Intake tidak adekuat
Nyeri
Poliuri Defisit Volume Cairan
Perfusi Jaringan Perifer tidak efektif

DM ( Corwin, EJ. 2009 )


G. Penatalaksanaan
1. Diet
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama
dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang
seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masingmasing
individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya
keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan,
terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah
atau insulin. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi
yang seimbang dalam hal karbohidrat 60-70%, lemak 20-25% danprotein
10-15%. Untuk menentukan status gizi, dihitung dengan BMI (Body
Mass Indeks). Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI)
merupupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi
orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan
kelebihan berat badan. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung
dengan rumus berikut:
BeratBadan (Kg)
IMT = ------------------------------------------------
Tinggi Badan (m)Xtinggi Badan (m)
2. Exercise (latihan fisik/olahraga)
Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama
kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai dengan Continous,
Rhythmical, Interval, Progresive, Endurance (CRIPE). Training sesuai
dengan kemampuan pasien. Sebagai contoh adalah olah raga ringan jalan
kaki biasa selama 30 menit. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang
gerak atau bermalasmalasan.
3. Pendidikan Kesehatan Pendidikan kesehatan sangat penting dalam
pengelolaan. Pendidikan kesehatan pencegahan primer harus diberikan
kepada kelompok masyarakat resiko tinggi. Pendidikan kesehatan
sekunder diberikan kepada kelompok pasien DM. Sedangkan pendidikan
kesehatan untuk pencegahan tersier diberikan kepada pasien yang sudah
mengidap DM dengan penyulit menahun.
4. Obat : oral hipoglikemik, insulin Jika pasien telah melakukan pengaturan
makan dan latihan fisik tetapi tidak berhasil mengendalikan kadar gula
darah maka dipertimbangkan pemakaian obat hipoglikemik.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas
Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada seorang yang anggota
keluarganya memiliki riwayat diabetes. Diabetes tipe 1 ini biasa mulai
terdeteksi pada usia kurang dari 30 tahun. Diabetes tipe 2 adalah tipe DM
paling umum yang biasanya terdiagnosis setelah usia 40 tahun dan lebih
umum diantara dewasa tua dan biasanya disertai obesitas. Diabetes
gestasional merupakan yang menerapkan untuk perempuan dengan
intoleransi glukosa atau ditemukan pertama kali selama kehamilan (Black,
2014, pp. 632-63).
2. Status kesehatan saat ini
a. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki/ tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau,
adanya nyeri pada luka. (Bararah, 2013, p. 39)
b. Alasan Masuk Rumah Sakit
Penderita dengan diabetes millitus mengalami kehausan yang sangat
berlebihan, badan lemas dan penurunan berat badan sekitar 10%
sampai 20%. (Bararah, 2013, p. 39)
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta
upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk
mengatasinya. (Bararah, 2013, p. 39)
3. Riwayat Kesehatan Terdahulu
a. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pancreas.
Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,
tindakan medis yang pernah didapat maupun obat – obatan yang biasa
digunakan oleh penderita. (Bararah, 2013, p. 40)
b. Riwayat Penyakit Keluarga
Dari keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan
terjadinya defisiensi insulin misalkan hipertensi, jantung. (Bararah,
2013, p. 40)
c. Riwayat Pengobatan
Pengobatan pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 menggunakan terapi
injeksi insulin eksogen harian untuk kontrol kadar gula darah.
Sedangakan pasien dengan diabetes mellitus biasanya menggunakan
OAD(Obat Anti Diabetes) oral seperti sulfonilurea, biguanid,
meglitinid, inkretin, amylonomimetik, dll (Black, 2014, p. 642).
4. Pengkajian Pola Gordon
a. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata
laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif
terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama, lebih dari 6 juta dari penderita
DM tidak menyadari akan terjadinya resiko Kaki diabetik bahkan
mereka takut akan terjadinya amputasi (Debra Clair, journal februari
2011).
b. Pola nutrisi metabolic
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin
maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum,
berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang
dapat mempengaruhi status kesehatan penderita. Nausea, vomitus,
berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
c. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa
pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada
gangguan.
d. Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan
sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot
pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu
melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah
mengalami kelelahan.
e. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka ,
sehingga klien mengalami kesulitan tidur.
f. Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa
pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan
mengalami penurunan, gangguan penglihatan .
g. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar
sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan
peran pada keluarga ( self esteem ).
h. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita
malu dan menarik diri dari pergaulan.
i. Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan
kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi
serta orgasme. Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme
menurun dan terjadi impoten pada pria. risiko lebih tinggi terkena
kanker prostat berhubungan dengan nefropati.(Chin-Hsiao Tseng on
journal, Maret 2011)
j. Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan
tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis
yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain –
lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan
mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
k. Nilai keprercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta
luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan
ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
b. Kesadaran
Pasien dengan DM biasanya datang ke RS dalam keadaan
komposmentis dan mengalami hipoglikemi akibat reaksi
pengguanaan insulin yang kurang tepat. Biasanya pasien mengeluh
gemetaran, gelisah, takikardia(60-100 x per menit), tremor, dan
pucat (Bararah, 2013, p. 40).
c. Tanda – tanda vital
Pemeriksaan tanda vital yang terkait dengan tekanan darah, nadi, suhu,
turgor kulit, dan frekuensi pernafasan. (Bararah, 2013, p. 40).
d. Body System
 Sistem pernapasan
Inspeksi : lihat apakah pasien mengalami sesak napas
Palpasi : mengetahui vocal premitus dan mengetahui adanya
massa, lesi atau bengkak.
Auskultasi : mendengarkan suara napas normal dan napas
tambahan (abnormal : weheezing, ronchi, pleural friction
rub ) (Bararah, 2013, p. 40).
 Sistem kardiovaskuler
Inspeksi: amati ictus kordis terlihat atau tidak
Palpasi: takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, nadi perifer
melemah atau berkurang.
Perkusi: Mengetahui ukuran dan bentuk jantung secara kasar,
kardiomegali.
Auskultasi: Mendengar detak jantung, bunyi jantung dapat
didiskripsikan dengan S1, S2 tunggal (Bararah, 2013, p. 40)
 Sistem Persyarafan
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflex lambat, kacau mental, disorientasi. (Bararah,
2013, p. 41).
Pasien dengan kadar glukosa darah tinggi sering mengalami nyeri
saraf. Nyeri saraf sering dirasakan seperti mati rasa, menusuk,
kesemutan, atau sensasi terbakar yang membuat pasien terjaga
waktu malam atau berhenti melakukan tugas harian (Black, 2014,
p. 680).
 Sitem Perkemihan
Poliuri, retensi urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
proses miksi (Bararah, 2013, p. 41).
 Sistem Pencernaan
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrasi, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen.
(Bararah, 2013, p. 41).
Neuropati aoutonomi sering mempengaruhi Gl. Pasien mungkin
dysphagia, nyeri perut, mual, muntah, penyerapan terganggu,
hipoglikemi setelah makan, diare, konstipasi dan inkontinensia
alvi (Black, 2014, p. 681).
 Sistem integument
Inspeksi: Melihat warna kulit, kuku, cacat warna, bentuk,
memperhatikan jumlah rambut, distribusi dan teksturnya.
Palpasi: Meraba suhu kulit, tekstur (kasar atau halus), mobilitas,
meraba tekstur rambut (Bararah, 2013, p. 40).
 Sistem muskuluskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran massa otot, perubahan tinggi
badan, cepat lelah, lemah dan nyeri (Bararah, 2013, p. 41).
 Sistem endokrin
Autoimun aktif menyerang sel beta pancreas dan produknya
mengakibatkan produksi insulin yang tidak adekuat yang
menyebabkan DM tipe1. Respon sel beta pancreas terpapar secara
kronis terhadap kadar glukosa darah yang tingai menjadi progresif
kurang efisien yang menyababkan DM tipe2 (Black, 2014, p. 634)
 Sistem reproduksi
Anginopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seks,
gangguan kualitas, maupun ereksi, serta memberi dampak pada
proses ejakulasi (Bararah, 2013, p. 38).
 Sistem penglihatan
Retinopati diabetic merupakan penyebab utama kebutan pada
pasien diabetes mellitus (Black, 2014, p. 677).
 Sistem imun
Klien dengan DM rentan terhadap infeksi. Sejak terjadi infeksi,
infeksi sangat sulit untuk pengobatan. Area terinfeksi sembuh
secara perlahan karena kerusakan pembuluh darah tidak membawa
cukup oksigen, sel darah putih, zat gizi dan antibody ke tempat
luka. Infeksi meningkatkan kebutuhan insulin dan mempertinggi
kemungkinan ketoasidosis (Black, 2014, p. 677)
6. Pemeriksaan penunjang
a. Kadar glukosa darah
Table : kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode
enzimatik sebagai patokan penyaring

Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)


Kadar Glukosa DM Belum Pasti DM
Darah Sewaktu
Plasma vena >200 100 – 200
Darah Kapiler >200 80 – 100
Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl)
Kadar Glukosa DM Belum Pasti DM
Darah
Puasa
Plasma vena >120 110 – 120
Darah Kapiler >120 1. –
110

b. Kriteria diagnostic WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2


kali pemeriksaan

1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

2. Glukosa plasma puasa >140/dl (7,8 mmol/L)

3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah


mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post pradial (pp) > 200
mg/dl)

c. Tes Laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostic, tes
pemantauan terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi.
d. Tes saring
Tes – tes saring pada DM adalah :
 GDP(Gula Darah Puasa),GDS(Gula Darah Sewaktu)
 Tes glukosa urin :
 Tes konvensional (metode reduksi/Benedict)
 Tes carik celup (metode glucose oxidase/hexokinase (Nurarif &
Kusuma, 2015, p. 190).
e. Tes diagnostic
Tes – tes diagnostic pada DM adalah : GDP, GDS, GD2PP(Glukosa
Darah 2 jam Post Pradinal), Glukosa jam ke-2 TTGO (Nurarif &
Kusuma, 2015, p. 190).
f. Tes untuk mendeteksi komplikasi
Tes – tes untuk mendeteksi komplikasi adalah :
 Mikroalbuminaria : urin
 Ureum, kreatinin, asam urat
 Kolesterol (total, LDL, HDL dan Trigliserida) : plasma vena
(puasa)(Nurarif & Kusuma, 2015, p. 190)
7. Penatalaksanaan
Dalam jangka pendek penatalaksanaan DM bertujuan untuk
menghilangkan keluhan/gejala DM. Sedangkan tujuan jangka panjangnya
adalah untuk mencegah komplikasi.Tujuan tersebut dilaksanakan dengan
cara menormalkan kadar glukosa , lipid dan insulin. Untuk mempermudah
tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan dalam bentuk
pengelolaan pasien secara holistic dan mengajarkan kegiatan mandiri.
Untuk pasien berumur 60 tahun ke atas, sasaran glukosa darah lebih tinggi
daripada biasa (puasa < 150 mg/dl dan sesudah makan <200 mg/dl
(Nurarif & Kusuma, 2015, p. 191).
Kerangka utama penatalaksanaan DM yaitu perencanaan makan, latihan
jasmani, obat hipoglikemik,dan penyuluhan/
a. Perencanaan makan(meal planning)
Prinsipnya menggunakan 3J(tepat jenis, jumlah, dan jadwal). Selain itu
pada consensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI)
telah ditetapkan bahwa standar yang dianjurkan adalah santapan
dengan komposisi seimbang berupa karbohidrat (60-70%), protein(10-
15%), dan lemak (20-25%). Apabila diperlukan , santapan dengan
komposisi karbohidrat sampai (70-75%) juga memberikan hasil yang
baik. Terutama untuk golongan ekonomi rendah. Jumlah kalori
disesuaikan dengan pertumbuhan,status gizi,umur,stress akut, dan
kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal. Jumlah kandungan
kolesterol <300 mg/hari. Jumlah kandungan serat ±25 g/hari,
diutamakan jenis serat larut. Konsumsi garam dibatasi bila terdapat
hipertensi. Pemanis dapat digunakan secukupnya
1) Cara menghitung kalori pada pasien DM
Tentukan terlebih dahulu berat badan ideal untuk mengetahui
jumlah kalori basal pasien DM. Cara termudah adalah perhitungan
menurut Bocca:
BB ideal = (TB dalam cm – 100) – 10% kg
Pada laki-laki yang tingginya <160 cm atau perempuan yang
tingginya <150 cm berlaku rumus:
BB ideal = (TB dalam cm – 100 ) x 1 kg
2) Kemudian hitung jumlah kalori yang dibutuhkan . Ada beberapa
cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan seorang
pasien DM
a) Menghitung kebutuhan basal dengan cara mengalikan berat
badan ideal dengan 30 untuk laki-laki dan 25 untuk wanita.
Kebutuhan kalori sebenarnya harus ditambah lagi sesuai
dengan kegiatan sehari-hari (lihat table 53.3)

b) Kebutuhan basal dihitung seperti a, tetapi ditambah kalori


berdasarkan persentase kalori basal.

 Kerja ringan,ditambah 10 % dari kalori basal


 Kerja sedang,ditambah 20% dari kalori basal
 Kerja berat ditambah 40-100% dari kalori basal
 Pasien kurus,masih tumbuh kembang, terdapat
infeksi,sedang hamil atau menyusui,ditambah 20-30% dari
kalori basal
c) Kebutuhan kalori dihitung berdasarkan Tabel 53.4

d) Suatu pegngan kasar dapat dibuat sebagai berikut:

 Pasien kurus = 2300 – 2500 kkal


 Pasien normal = 1700-2100 kkal
 Pasien gemuk = 1300-1500 kkal (Jauhar, 2013, p. 42).
 Latihan jasmani

Dianjurkan latihan jasmani teratur 3 – 4 kali tiap minggu


selama ± 0,5 jam yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous
Rgytmical Interval Progressive Endurance Training) Latihan
dilakukan terus menerus tanpa berhenti, otot-otot berkontraksi dan
relaksasi secara teratur ,selang-seling antara gerak cepat dan
lambat, berangsur-angsur dari sedikit ke latihan yang lebih berat
secara bertahap dan bertahan dalam waktu tertentu. Latihan yang
dapat dijadikan pilihan adalah jalan
kaki,jogging,lari,renang,bersepeda dan mendayung

Sedapat mungkin mencapai zona sasaran atau zona latihan ,


yaitu 75 – 85% denyut nadi maksimal. Denyut nadi maksimal
(DNM) dapat dihitung dengan menggunakan formula berikut:

DNM = 220 – umur (dalam tahun)

Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmani ini


adalah jangan memulai olahraga sebelum makan,memakai sepatu
yang pas,harus didampingi oleh orang yang tahu mengatasi
serangan hipoglikemia, harus selalu membawa permen,membawa
tanda pengenal sebagai pasien DM dalam pengobatan,dan
memeriksa kaki secara cermat setelah olahraga (Bararah, 2013, p.
42)

b. Obat berkhasiat hipoglikemik


Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan kegiatan jasmani
yang teratur tetapi kadar glukosa darahnya masih belum naik,
dipertimbangkan pemakaian obat berkhasiat
hipoglikemik(oral/suntikan)
c. Obat Hipoglikemik(OHO)
1) Sulfonilurea
Obat golongan sulfonirea bekerja dengan cara :
 Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan
 Menurunkan ambang sekresi insulin
 Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan
glukosa

Obat golongan ini biasanya diberikan kepada pasien dengan berat


badan normal dan masih bias dipakai pasien yang beratnya sedikit
lebih.

Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal


dan orang tua karena risiko hipoglikemia yang berkepanjangan,
demikian juga glibenklamid. Untuk orang tua dianjurkan preparat
dengan waktu kerja pendek (tolbutamid, glikuidon). Glikuidon
juga diberikan pada pasien DM dengan gangguan fungsi ginjal atau
hati ringan.

2) Biguanid
Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di
bawah normal. Preparat yang ada dan aman adalah metformin.
Obat ini dianjurkan untuk pasien gemuk (Indeks Masa Tubuh /
IMT 30) sebagai obat tunggal. Pada pasien dengan berat lebih
(IMT 27 – 30),dapat dikombinasi dengan obat golongan
sulfonylurea
3) Inhibitor α glucosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α
glucosidase di dalam saluran cerna, sehingga menurunkan
penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia pascaprandial
4) Insulin Sensitizing agent
Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai
efek farmakologi meningkatkan sensitiviats insulin. Sehingga bias
mengalami masalah resistensi insulin dan berbagai masalah akibat
resistensi insulin tanpa menyebabkan hiperglikemia (Black, 2014,
p. 671).

B. Diagnosa keperawatan
Menurut PPNI (2017) diagnose keperawatan Diabetes Mellitus yang muncul
antara lain :

1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah (SDKI : D.0027)

Definisi

Variasi kadar glukosa darah naik dari rentang normal

Penyebab

Hiperglikemia
1. Disfungsi pancreas
2. Resistensi insulin
3. Gaangguan toleransi glukosa darah
4. Gangguan glukosa darah puasa

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif : Objektif :
Lelah atau lesu 1. Kadar glukosa dalam darah/urin
tinggi

Gejala dan Tanda Minor

Objektif :
Subjektif :
1. Jumlah urin meningkat
1. Mulut kering
2. Haus meningkat

Kondisi Klinis Terkait

1. Diabetes Melitus
2. Ketoasidosis diabetic
3. Hipoglikemia
4. Hiperglikemia
5. Diabetes gestasional
6. Penggunaan kortikosteroid
7. Nutrisi parenteral total (TPN)

2. Risiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah (SDKI : D.0038)

Definisi

Risiko terhadap variasi kadar glukosa darah dari rentang normal

Faktor Risiko

1. Kurang terpaparnya informasi tentang manajemen diabetes


2. Ketidaktepatam pemantauan glukosa darah
3. Kurang patuh pada rencana manajemen diabetes
4. Manajemen medikasi tidak terkontrol
5. Kehamilan
6. Periode pertumbuhan cepat
7. Stress berlebihan
8. Penambahan berat badan
9. Kurang dapat menerima diagnosis

Kondisi Klinis Terkait


1. Diabetes Melitus
2. Ketoasidosis diabetic
3. Hipoglikemia
4. Diabetes gestasional
5. Penggunaan kortikosteroid
6. Nutrisi parenteral total (TPN)

3. Resiko Infeksi

Definisi

Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik

Faktor Resiko

1) Penyakit kronis (mis. Diabetes mellitus)


2) Efek prosedur invasive
3) Malnutrisi
4) Peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan
5) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh perimer :
a) Gangguan peristaltic
b) Kerusakan integritas kulit
c) Perubahan sekresi pH
d) Penurunan kerja siliaris
e) Ketuban pecah lama
f) Ketuban pecah sebelum waktunya
g) Merokok
h) Stastis cairan tubuh
6) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder :
a) Penurunan hemoglobin
b) Imunosupresi
c) Leukopenia
d) Supresi respon inflamasi
e) Vaksinasi tidak adekuat

Kondisi Klinis Terkait

1) AIDS
2) Luka bakar
3) Penyakit paru obstruktif kronis
4) Diabetes mellitus
5) Tindakan infansif
6) Kondisi penggunaan terapi steroid
7) Penyalahgunaan obat
8) Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW)
9) Kanker
10) Gagal ginjal
11) Imunosupresi
12) Lymophedema
13) Leukositopenia
14) Gangguan fungsi hati

(PPNI, 2017, p. 304)

C. Intervensi (SIKI 2017)


1. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
Manajemen Hiperglikemia :
Observasi
- Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
- Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin meningkat
(mis. Penyakit kambuhan)
- Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
- Monitor tanda & gejala hiperglikemia (mis. poliuri, polidipsi,
polifagia, kelemahan, malaise, pandangan kabur, sakit kepala)
- Monitor intake & output cairan
- Monitor keton urin, kadar Analisa gas darah, elektrolit, tekanan darah
ortostatik dan frekuensi nadi
Teraupetik
- Berikan asupan cair oral
- Konsultasi dengan medis jika tanda & gejala hiperglikemia tetap ada
atau memburuk
- Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik
Edukasi
- Anjurkan menghindari olahraga saat kadar glukosa darah >250 mg/dL
- Anjurkan monitor glukosa darah secara mandiri
- Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
- Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian keton urine, jika perlu
- Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. Penggunaan insulin, obat oral,
monitor asupan cairan, penggantian karbohidrat, dan bantuan
professional kesehatan)
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
- Kolabirasi pemberian cairan IV, jika perlu
- Kolaborasi pemberian kalium, jika perlu

2. Risiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah


Observasi
- Identifikasi kemampuan pasien dan keluarga menerima informasi
- Identifikasi tingkat pengetahuan saat ini
- Identifikasi kebiasaan pola makan saat ini dan masa lalu
Teraupetik
- Persiapkan materi, media, dan alat peraga
- Berikan kesempatan pasien dan keluarga untuk bertanya
- Ciptakan hubungan terapeutik pasien dengan keluarga dalam perawatan
Edukasi
- Jelaskan kepatuhan diet dan olahraga terhadap kesehatan
- Informasikan makanan yang diperbolehkan dan dilarang
- Ajarkan cara merencanakan makanan yang sesuai program
- Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan dan pengobatan yang
dijalani pasien
- Anjurkan monitor glukosa darah secara mandiri
- Anjurkan keluarga bersikap asertif dalam perawatan
- Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. Penggunaan insulin, obat oral,
monitor asupan cairan, penggantian karbohidrat, dan bantuan
professional kesehatan)
Kolaborasi
- Rujuk ke ahli gizi, jika perlu

3. Resiko Infeksi
Pencegahan Infeksi
Observasi :
a. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistematik
Terapeutik :
a. Batasi jumlah pengunjung
b. Berikan perawatan kulit pada area edema
c. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
d. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
Edukasi :
a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
b. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
c. Ajarkan etika batuk
d. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
e. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
f. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

DAFTAR PUSTAKA

Dercoli, eva. 2019. Diabetes Melitus Tipe 2. Padang. Pusat Penerbitan Bagian
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.
Diunduh melalui http://repo.unand.ac.id/21867/1/Buku%20Diabetes
%20Melitus%20%28Lengkap%29.pdf. Pada Kamis, 27 Agustus 2020
Fatimah, Restyana Noor. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Diunduh melalui
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/615.
Pada Kamis, 27 Agustus 2020
Raharjo, Muji. 2018. Asuhan Keperawatan Ny. N Dengan Diabetes Melitus Di
Ruang Kirana Rumah Sakit TK. III Dr. Soetarto Yogyakarta. Diakses
pada Jumat, 28 Agustus 2020 Pukul 21.46 WIB melalui
https://eprints.poltekkesjogja.ac.id/
Tim Pokja SDKI DPPP PPNI. 2017. Standar Dignosis Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SIKI DPPP PPNI. 2018. Standar ntervensi Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai