Anda di halaman 1dari 12

4.

Kematian sel dapat disebabkan oleh faktor-faktor intrinsik yang membatasi rentang usia sel
atau faktor-faktor ekstrinsik (eksternal) yang turut menyebabkan kerusakan dan penuaan sel.
Kalau terdapat stresor yang berat atau yang berkepanjangan, sel tidak lagi mampu beradaptasi
dan kematian sel akan terjadi.
Nekrosis
Nekrosis merupakan jenis kematian sel yang dihubungkan dengan hilangnya integritas membran
dan bocornya isi sel sehingga terjadi kerusakan sel, terutama akibat pengaruh enzim yang merusak
sel yang mengalami jejas fatal. Isi sel yang bocor keluar akan mengakibatkan reaksi lokal pejamu
yang disebut radang yang merupakan upaya untuk menghilangkan sel yang mati dan memulai
proses perbaikan . Enzim yang mengakibatkan pencernaan sel berasal dari lisosom sel mati dan
dari lisosom leukosit yang dikerahkan sebagai bagian dari reaksi radang karena adanya sel yang
mati.

Gambaran Nekrosis Jaringan


Umumnya jenis nekrosis memberikan gambaran makroskopik yang jelas, nekrosis fibrinoid
dideteksi hanya melalui pemeriksaan histologis. Keluarnya atau bocornya protein intrasel melalui
membran sel yang rusak dan masuk aliran darah memungkinkan dilakukannya deteksi nekrosis
khusus jaringan dengan pemeriksaan darah atau serum. Otot jantung, misalnya, mempunyai jenis
isoform unik dari enzim keratin kinase dan protein kontraktil troponin, sedangkan epitel duktus
biliaris mengandungi isoform enzim fosfatase alkali yang resistan terhadap temperatur dan set
hepar mengandungi transaminase. Jejas ireversibel dan kematian set pada jaringan tersebut akan
meningkatkan kadar serum protein terkait dan kadar yang dijumpai dipakai untuk memberikan
gambaran klinis kerusakan pada jaringan tersebut.

Pada nekrosis,perubahan terletak pada inti. Memiliki tiga pola


1.Piknosis
Yaitu pengerutan inti,homogenisasi sitoplasma dan peningkatan eosinofil,DNA berkondensasi
menjadi massa yang melisut padat.
2.Karioreksis
Inti terfragmentasi(terbagi atas fragmen-fragmen) yang piknotik.
3.Kariolisis
Pemudaran kromatin basofil akibat aktivitas DNAase.
Macam-Macam Nekrosis

Nekrosis koagulatifa
Merupakan jenis nekrosis yang arsitektur jaringannya tetap dipertahankan untuk beberapa
hari yang terkena mempunyai bentuk padat. Kemungkinan jejas merusak tidak hanya protein tetapi
juga enzim, sehingga tidak terjadi proteolisis sel mati, akibatnya sel menjadi eosinofilik tanpa
nukleus dan bisa bertahan beberapa hari hingga beberapa minggu. Leukosit akan menuju tempat
nekrosis dan sel mati akan dicerna oleh enzim lisosom dari leukosit . Sisa-sisa sel akan dihilangkan
melalui proses fagositosis. Nekrosis koagulatif adalah karakteristik infark (daerah nekrosis
iskemik) dan terjadi pada semua organ padat kecuali otak.

Gambar 4.1 Nekrosis koagulativa.

Nekrosis liquefaktifa
Dijumpai pada infeksi bakteri setempat, atau kadang-kadang infeksi jamur, karena mikroba
akan mengakibatkan akumulasi sel radang dan enzim leukosit yang mencerna ("liquefy") jaringan.
Karena alasan tertentu, kematian akibat hipoksia sel dalam sistem saraf pusat sering
mengakibatkan nekrosis liquefaktifa.Apa pun patogenesisnya, sel mati seluruhnya akan dicerna
sehingga jaringan berubah menjadi massa yang cair. Akhirnya jaringan tersebut akan dihilangkan
oleh fagosit. Apabila proses ini terjadi pada radang akut, seperti pada infeksi bakteri, terbentuk
cairan berwarna kuning kental dan disebut nanah.
Walaupun nekrosis gangrenosa bukan merupakan gambaran tertentu sel yang mati,
terminologi ini masih dipakai pada keadaan klinis sehari-hari. Kelainan tersebut terjadi
pada tungkai terutama tungkai bawah yang mengalami kekurangan aliran darah dan terjadi
nekrosis koagulatifa meliputi berbagai lapisan jaringan. Apabila kemudian diikuti infeksi bakteri,
nekrosis koagulatifa akan berubah menjadi nekrosis liquefaktifa dan akan didatangi oleh leukosit
(mengakibatkan keadaan yang disebut gangren basah).

Gambar 4.2 Nekrosis liquefaktif. (Kumar, 2013)

Nekrosis kaseosa
Sering dijumpai pada fokus infeksi tuberkulosa. Kaseosa berarti "mirip keju" menyatakankan
gambaran putih kekuning-kuningan pada daerah nekrosis yang rapuh. Pada gambaran mikroskopik
fokus nekrotik menunjukkan kumpulan sel yang berfragmentasi dan sel yang hancur dengan
gambaran merah muda granuler pada pewarnaan jaringan H&E. Berbeda dengan nekrosis
koagulatifa, arsitektur jaringan dirusak secara menyeluruh dan gambaran sel tidak dapat dikenal
lagi. Daerah nekrosis kaseosa biasanya dikelilingi oleh jaringan radang.

Gambar 4.3 Nekrosis kaseosa.

Nekrosis lemak
Merupakan daerah setempat yang mengalami destruksi lemak, suatu kelainan khas akibat
pelepasan enzim lipase pankreas yang teraktifkan ke dalam jaringan pankreas dan rongga
peritoneum. Hal ini terjadi pada keadaan darurat abdomen dan dikenal sebagai pankreatitis
akuta.Pada kelainan ini enzim pankreas yang keluar dari sel asinus dan duktusakan mencairkan sel
lemak peritoneum, dan lipase akan memecah ester trigliserida pada sel lemak. Asam lemak yang
terbentuk akan mengikat kalsium dan menghasilkan daerah putih seperti kapur (saponifikasi
lemak).Pemeriksaan histologis fokus nekrocik menunjukkan gambaran samar sel lemak yang
nekrosis dengan deposit kalsium basofilik, dikelilingi reaksi radang.
Gambar 4.4 Nekrosis lemak pada pankreatitis.

Nekrosis fibrinoid
Merupakan nekrosis khusus, umumnya terjadi pada reaksi imun dimana kompleks antigen dan
antibodi mengendap pada dinding arteri. Endapan kompleks imun bersama dengan fibrin yang
keluar dari pembuluh, akan memberikan gambaran merah muda amorf yang mencolok pada
sediaan H&E dan disebut fibrinoid (mirip fibrin). Penyakit akibat gangguan imunologi (misal:
poliarteritis nodosa).
Gambar 4.5 Nekrosis fibrinoid pada arteri seorang penderita poliarteritis nodosa.

Mekanisme Nekrosis

Nekrosis merupakan kematian sel akibat cedera (jejas) yang bersifat irreversible. Ketika sel
mengalami gangguan, maka sel akan berusaha beradaptasi dengan jalan hipertrofi, hiperplasia,
atrofi, dan metaplasia supaya dapat mengembalikan keseimbangan tubuh. Namun, ketika sel tidak
mampu untuk beradaptasi, sel tersebut akan mengalami jejas atau cedera. Jejas tersebut dapat
kembali dalam keadaan normal, apabila reversible.Tetapi ketika jejas tersebut berlangsung secara
kontinu, maka akan terjadi jejas yang bersifat irreversible dan selanjutnya akan terjadi kematian
sel.
Gambar 4.6 Gambaran sel pada nekrosis.

Homeostatis Na+ di intrasel dapat terganggu bila aktivitas Na+/K+ -ATPase terhambat
karena kekurangan ATP (iskemia, hipoksia, hipoglikemia). Akibatnya K+ intrasel menurun dan K+
ekstrasel sebaliknya meningkat, serta membran sel menjadi terdepolarisasi. Cl- akan masuk ke
dalam sel dan sel membengkak. Keadaan ini terjadi bila suplai energi berkurang, atau bila masukan
Na+ melebihi kapasitas transpor maksimal Na+/K+ -ATPase. Sejumlah substansi endogen
(neurotransmiter glutamat) dan racun eksogen (oksidan) akan meningkatkan aliran masuk Na+ dan
atau Ca2+ melalui pengaktifan kanal ion masing-masing.

Peningkatan konsentrasi Na+ intrasel tidak hanya menyebabkan pembengkakan sel, tetapi
juga meningkatkan konsentrasi Ca2+ di sitosol melalui penghambatan penukar 3 Na+/ Ca2+. Ca2+
menimbulkan sejumlah efek seluler , diantaranya Ca2+ dapat masuk ke dalam mitokondria dan
menyebabkan kekurangan ATP melalui penghambatan proses respirasi mitokondria.
Jika terdapat kekurangan O2, metabolisme energi berubah menjadi glikolisis anaerob.
Pembentukan asam laktat, yang berdisosiasi menjadi laktat dan H+, menimbulkan asidosis di
sitosol. Keadaan ini mengganggu fungsi enzim intrasel sehingga menghambat proses glikolisis
yang merupakan sumber ATP terakhir menjadi terhenti.

Bila kekurangan energi semakin berlanjut, sel cenderung terpajan dengan kerusakan
oksidatif karena mekanisme perlindungan sel untuk melawan oksidan (radikal O2 ) sangat
bergantung pada ketersediaan ATP. Oleh karena itu, terjadi risiko kerusakan membran sel (lipid
peroksidase) dan pelepasan makromolekul intrasel ke ruang intrasel. Karena sistem imun biasanya
tidak terpajan dengan makromolekul intrasel, toleransi imun terhadap makromolekul tidak bisa
terbentuk. Akibatnya, sistem imun teraktifasi dan timbul proses peradangan yang semakin
menyebabkan kerusakan sel.

Jangaka waktu sampai terjadinya kematian nekrosis akibat hambatan dalam suplai energi
bergantung pada besarnya masukan ion Na+. Misalnya pada aktivitas sel yang terangsang aytau
kecepatan transpor sel epitel. Karena kanal Na+ bergerbang voltase pada sel yang terangsang
teraktivasi oleh depolarisasi membran sel, proses depolarisasi dapat mempercepat kematian sel.

Apoptosis
Mekanisme Apoptosis

Apoptosis terjadi karena aktivasi enzim kaspase (disebut demikian karena merupakan protease
sistein yang membelah protein setelah menjadi sisa aspartik). Aktivasi kaspase tergantung dari
keseimbangan antara produksi protein pro dan anti-apoptotik. Dua jalur berbeda akan bersatu
untuk mengaktifkan kaspase: jalur mitokondria dan jalur reseptor kematian. Walaupun kedua jalur
ini dapat bertemu, namun masing-masing diinduksi dalam kondisi berbeda, melibatkan molekul
berbeda, dan mempunyai peran tersendiri pada fisiologi dan penyakit.

Jalur Mitokondria (Intrinsik) pada Apoptosis Mitokondria mengandungi beberapa protein yang
mampu menginduksi apoptosis; yang termasuk protein ini ialah sitokrom C dan protein lain yang
akan menetralkan penghambat apoptosis endogen. Pilihan antara kehidupan dan kematian sel
ditentukan oleh permeabilitas mitokondria, yang diatur oleh keluarga yang terdiri atas lebih dari
20 protein, dengan prototip Bcl-2. Apabila sel tidak mengandungi faktor pertumbuhan dan sinyal
ketahanan hidup ("survival") lainnya, atau disampaikan pada agen yang merusak DNA, atau
mengakumulasi protein salah bentuk yang jumlahnya tidak bisa diterima, maka, sejumlah sensor
akan diaktifkan. Sensor ini merupakan bagian dari kelompok Bcl-2 disebut "protein BH3" (sebab
hanya mengandungi sepertiga dari daerah konservasi multipel ("multiple conserved domains") dari
kelompok Bcl-2. Sebaliknya mereka akan mengaktifkan dua jenis dari kelompok pro apoptotik
yang disebut Bax dan Bak, yang mengalami dimerisasi, masuk ke dalam membran mitokondria,
dan membentuk terowongan tempat sitokrom c and protein mitokondria lain keluar menuju sitosol.
Sensor ini akan menghambat molekul anti apoptopik Bcl-2 dan Bc1-xL, sehingga memudahkan
bocornya protein mitokondria. Sitokrom c, dengan beberapa kofaktor, mengaktifkan kaspase-9.
Protein lain yang keluar dari mitokondria akan menghalangi aktivitas antagonis kaspase yang
berfungsi sebagai inhibitor apoptosis fisiologis. Hasil akhir ialah aktivasi kaskade kaspase, dengan
akibat terjadinya fragmentasi inti. Sebaliknya apabila sel terpapar pada faktor pertumbuhan dan
sinyal ketahanan hidup ("survival") lain, akan terjadi sintesa anti apoptotik dari kelompok Bc1-2,
dan ada dua jenis terpenting adalah Bcl-2 sendiri dan Bc1-xL. Protein ini melawan Bax dan Bak,
dan menghambat keluarnya protein pro apoptotik mitokondria. Sel yang kekurangan faktor
pertumbuhan tidak saja mengaktifkan Bax dan Bak yang proapoptotik tetapi juga menunjukkan
kadar Bcl-2 dan Bc1-xL yang menurun, sehingga menggiring sel menuju kematian. Jalur
mitokondria agaknya merupakan jalur penyebab apoptosis yang tersering, dan akan dibahas
kemudian.

Jalur Reseptor Kematian (Ekstrinsik) Apoptosis Banyak sel mengekspresikan molekul permukaan,
disebut reseptor kematian, yang memicu apoptosis. Umumnya sel tersebut termasuk golongan
reseptor faktor nekrosis tumor (TNF), yang mengandungi "daerah kematian" pada sitoplasmanya,
disebut demikian karena terjadi interaksi dengan protein lain yang terlibat dalam kematian sel.
Reseptor kematian prototipik adalah reseptor TNF tipe 1 dan Fas (CD95). Ligan Fas (FasL)
merupakan protein membran yang berekspresi terutama pada limfosit T yang aktif. Apabila sel T
ini mengenali target yang mengekspresikan Fas, maka molekul Fas akan diikat silang oleh FasL
dan mengikat protein adaptor melalui daerah kematian. Kemudian terjadi pengumpulan dan
aktivasi kaspase-8. Pada banyak jenis sel kaspase-8 akan terbelah dan mengaktifkan proapoptotik
kelompok Bcl-2 yang disebut Bid, dan mengisi jalur mitokondria. Kombinasi aktivasi kedua jalur
akan merupakan pukulan telak yang mematikan pada sel. Protein sel, khususnya antagonis kaspase
yang disebut FLIP, akan menghambat aktivitas kaspase pada bagian hilir dari reseptor kematian.
Menarik adalah bahwa beberapa virus membentuk homolog dari FLIP, dan diperkirakan hal ini
merupakan mekanisme virus agar sel yang terinfeksi tetap hidup. Jalur reseptor kematian terlibat
dalam eliminasi limfosit reaktif dan dalam mematikan sel target oleh limfosit T sitotoksik.

Aktivasi dan Fungsi Kaspose Jalur mitokondria dan reseptor kematian diawali dengan
mengaktifkan kaspase initiator, yaitu kaspase-9 dan -8. Kemudian bentuk aktif enzim tersebut
diproduksi, yang akan membelah dan mengaktifkan seri kaspase lain yang disebut kaspase
eksekutor. Kaspase yang diaktifkan ini akan membelah sejumlah besar target, dan akhirnya terjadi
aktivasi nuklease yang akan merusak DNA dan nukleoprotein. Kaspase juga merusak komponen
matriks inti dan sitoplasma, sehingga sel akan hancur.

Gambar 4.7 Mekanisme Apoptosis.

Pembersihan Sel Mati Sel apoptotik membujuk fagosit dengan cara membuat sinyal "makansaya".
Pada sel normal phosphatidylserine dijumpai pada bagian dalam membran sitoplasma, tetapi pada
sel apoptopik fosfolipid ini pindah ke bagian luar, sehingga dapat dikenali oleh makrofag jaringan
dan terjadi fagositosis sel apoptopik. Sel yang mati karena apoptosis juga mensekresi faktor yang
larut air yang akan menarik fagosit. Hal ini memudahkan pembersihan sel mati dengan cepat,
sebelum sel tersebut mengalami kerusakan membran sekunder dan keluarnya isi sel (yang dapat
menimbulkan reaksi radang). Beberapa partikel apoptotik mengekspresikan glikoprotein yang
dikenal oleh fagosit, dan makrofag sendiri dapat menghasilkan protein yang mengikat sel apoptotik
(tetapi bukan sel hidup) dan targetnya adalah sel mati terselubung secara utuh. Sejumlah besar
reseptor makrofag diketahui terlibat dalam pengikatan dan engulfment sel apoptotik. Proses
fagositosis terhadap sel apoptotik ini berjalan demikian efisien sehingga sel mati menghilang tanpa
meninggalkan bekas, dan reaksi radang seolah-olah tidak terjadi.

Walaupun telah ditekankan perbedaan nekrosis dan apoptosis, kedua jenis kematian sel ini dapat
dijumpai bersamaan dan saling berhubungan secara mekanik. Contoh, kerusakan DNA (yang
tampak pada apoptosis) akan mengaktivasi enzim poly-ADP (ribose) polymerase, yang akan
mengurangi suplai nicotinamide adenine dinucleotide ke dalam sel, dengan akibat penurunan
kadar ATP dan terjadi nekrosis. Pada dasarnya, dalam keadaan umum seperti iskemia,
diperkirakan bahwa kematian sel dini sebagian terjadi karena apoptosis, yang diikuti dengan
timbulnya nekrosis apabila keadaan iskemia memburuk.

Contoh Apoptosis

Pada banyak keadaan kematian sel disebabkan oleh apoptosis. Contoh di bawah ini
menggambarkan peranan kedua jalur apoptosis pada keadaan fisiologi normal dan pada penyakit.
Kekurangan Faktor Pertumbuhan Sel yang sensitif terhadap hormon dan kehilangan hormon yang
bersangkutan, limfosit yang tidak distimulasi oleh antigen dan sitokin, dan neuron yang kehilangan
faktor pertumbuhan saraf akan mati melalui apoptosis. Pada seluruh keadaan di atas, apoptosis
dipicu oleh jalur mitokondria dan diakibatkan oleh aktivasi kelompok proapoptotik keluarga Bcl-
2 dan penurunan sintesis Bcl-2 dan Bcl-xL. Kerusakan DNA Paparan sel terhadap radiasi atau
agen kemoterapi akan menginduksi kerusakan DNA, yang apabila terjadi kerusakan berat, akan
menyebabkan kematian apoptotik. Apabila DNA rusak, akan terjadi akumulasi protein p53 di
dalam sel. Mula-mula akan terjadi penghentian siklus sel (pada fase G1) agar terjadi perbaikan
DNA sebelum terjadi replikasi (Bab 5) Namun, apabila kerusakan terlalu berat untuk dapat
diperbaiki, p53 akan memicu apoptosis, terutama dengan stimulasi sensor yang akan mengaktifkan
Bax dan Bak, dan dengan meningkatkan sintesa pro apoptotik kelompok Bc1-2. Apabila terjadi
mutasi p53 atau tidak dijumpai p53 (seperti pada keadaan kanker tertentu), sel yang mengandungi
DNA rusak, yang seharusnya akan mengalami apoptosis, dapat bertahan hidup. Pada sel demikian,
kerusakan DNA akan mengakibatkan mutasi atau pengaturan kembali DNA (misalnya translokasi)
yang dapat mengakibatkan transformasi neoplastik.
Daftar Pustaka

Abbas A K, Lichtman A H. Imunologi Dasar Abbas : Elsevier ; 2016

Anda mungkin juga menyukai